"Siapa Zagan?" tanya Ervan yang baru pertama kali mendengar nama itu. Mario dan Frita menolehnya. Keluarga Ervan memang kaya, tapi bukan dari 5 keluarga terkaya. Bahkan posisi keluarganya hanya masuk 15 besar saja. Masih di bawah keluarga Jayendra. "Zagan? Zagan itu panggilan untuk seseorang dari klan Mahesvara yang juga menguasai dunia bawah. Ada yang meyakini bahwa Zagan adalah Tuan Muda Mahesvara. Tapi ada juga yang meyakini bahwa dia hanyalah salah satu anggota klan Mahesvara. Tapi kami tahu pasti, bahwa Zagan memang Tuan Muda Mahesvara. Putra mahkota dari klan Mahesvara!""Aku sempat mendengar tentang Tuan Muda Mahesvara yang kembali setelah 6 tahun menghilang. Tapi tentang Zagan ... aku sama sekali tak pernah mendengar namanya!" aku Ervan. "Itu karena keluargamu tak terlibat dalam dunia bawah, tapi bagi kami yang juga memiliki bisnis di dunia bawah ... tentu kami pernah mendengar nama itu!" jawab Mario."Sepertinya ... kita harus berhati-hati dengan Zagan ini, apakah ... sebe
"Tuan?" seru nyaris semua gadis itu. Jordi tak memedulikan mereka semua. "Bukankah Tuan masih ada acara?""Kau benar, Jordi. Aku hampir saja lupa!" sahut Arfeen berdiri. "Arfeen, kau berjanji akan memberitahuku!" sergah Nathan membuat Arfeen menoleh. "Kalau begitu ikutlah denganku!" imbuhnya mulai melangkah. Namun para gadis itu menghalangi. "Arfeen tunggu, jelaskan dulu pada kami? Siapa pria ini? Kau memiliki bodyguard?" berbagai pertanyaan terlontar bersautan. "Maaf Nona-nona, kelas sudah selesai. Sebaiknya kalian juga pulang!" ujar Jordi menghalau mereka. Membuat Arfeen memiliki ruang untuk keluar kelas. Meski masih ada yang mencoba menghalangi, namun kali ini Nathan ikut andil agar Arfeen bisa keluar kelas. Setelah sampai di luar, Arfeen pun berlari menuju parkiran. Nathan mengikuti."Ya ampun!" keluhnya sambil berlari. Jordi pun ikut ambil langkah seribu. Ia tak menyangka akan melewati semua ini. Sudah lama ia bersembunyi pada sosok pria lemah, sekarang ia tak mau lagi te
Mika menatap Frita dengan tatapan tak suka, apalagi gaya Frita yang tampak menggoda itu! Mika tahu seperti apa reputasi Frita terhadap lelaki. Dan ia tak mau berbagi soal Arfeen dengan Frita, jadi ia tak akan membongkar jati diri Arfeen di depan Frita. Apalagi sampai siri kampus tahu siapa Arfeen. Pasti Arfeen akan langsung menjadi incaran para gadis di kampus. Meski Arfeen sudah menikah, tapi sebagai seorang tuan muda pasti akan tetap banyak yang mengejar. "Frita, Arfeen bukan seorang pemuas nafsu. Kau salah jika berfikiran dia seperti itu!" Frita menoleh pada Mika, ia bisa membaca jika Mika sepertinya mulai menyukai Arfeen. Atau diam-diam mereka berdua memang sudah menjalin hubungan tersembunyi? "Kau cemburu, Mika?" tudingnya. "Apakah kau adalah kekasih gelap Arfeen di belakang istrinya?" "Jaga bicaramu!" Frita justru tertawa. "Tak perlu munafik, Mika. Kau tampaknya sangat tidak senang mengetahui bahwa aku akan menghabiskan malam yang panjang bersama Arfeen. Apa itu artinya ji
Frita dan Mika tampak panik. Mika pikir Arfeen mau mengajaknya kencan, sebagai hukuman jika ia harus menyerahkan mahkotanya ia rela. Tapi hal itu untuk Arfeen, bukan untuk para pria yang tak ia kenal. Frita tak menyangka jika Arfeen akan membalas apa yang ia lakukan terhadap pria itu 3 tahun yang lalu. Ia sendiri sudah hampir lupa akan kejadian itu. Frita bangkit dan mundur ketika empat orang itu mendekat. Mika hendak melarikan diri, namun rupanya pintu suda terkunci dan kuncinya entah ada di mana. "Buka pintunya!" teriaknya mengetuk-ngetuk daun pintu. "Kau lupa, Mika. Ruangan ini kedap suara, jadi percuma saja kau teriak!" ujar Arfeen yang tetap duduk santai. Ia bahkan tengah menikmati segelas minuman. Frita sedang menampik dua tangan yang mencoba merengkuhnya. "Pergi! Menjauh dariku!" "Kau sangat cantik sayang!" "Jangan sentuh aku! Gunawangsa akan menghancurkan kalian!" "Masih bisa sombong rupanya!" Frita tetap mencoba meronta, meski saat ini kedua tangannya d
"Kau pergi ke bar?" tanya Larena yang terkejut. "Aduh, Larena ... bukankah suamimu tadi bilang dia mengawal Tuan Muda dari klan Mahesvara itu. Pasti Tuan Muda itu yang bersenang-senang di bar, dulu ... meskipun masih sangat muda tapi dia itu adalah pecinta wanita!" oceh Viera. Ucapan Viera sungguh membuat Arfeen mengeraskan rahang. Mertuanya itu sedang menjelekkan dirinya di depan Larena? Tapi apa yang dikatakan sang mama mertua memang tidak bohong. Ia memang seperti itu kan? Tapi itu dulu, sebelum ia menikah dengan Larena. "Tidak sepenuhnya seperti itu sayang, Tuan Muda hanya ingin memberi pelajaran pada teman kampusnya yang dulu pernah merendahkan dirinya!" saut Arfeen membala diri. "Merendahkan?" "Kalian pasti tahu kan jika Tuan Muda pernah terusir dari klan Mahesvara karena sebuah kesalah pahaman?" "Apa pun itu tapi ... aku tak suka jika kau suka main ke bar!" "Aku hanya mengawal!" "Sepertinya Tuan Muda itu bisa memberikan pengaruh buruk padamu!" "Jangan berpikiran negati
"Kenapa, Ma?" tanya Arfeen lagi."Kau masih bertanya, ini juga ada hubungannya denganmu. Karena Larena memutuskan untuk mempertahankan pria rendahan sepertimu ... Papa mencabut semua dana di La Viva!""Tapi bukankah aku sudah memperbaiki itu?"Viera menyimpulkan senyum kecut, "Kau pikir itu cukup? Nyatanya suamiku kian diremehkan oleh keluarga besarnya!"Arfeen menoleh Vano yangtetap menyantap sarapannya dengan santai. Muncul senyum aneh di bibir Arfeen. "Mama tidak perlu khawatir, Tuan Muda tak benar-benar menjalin kerja sama dengan Jaya Abadi Corp. Dia hanya ingin menyelidiki tentang Megaproyek, siapa sebenarnya yang menciptakan konspirasi dalam Megaproyek!" Tubuh Vano membatu, menantunya itu ingin membantu tuan muda Mahesvara menyelidiki tentang Megaproyek? Vano menenggak air mineralnya, "Baiklah, Arfeen. Jika kau bisa membersihkan namaku di dunia bisnis. Mungkin aku bisa mempertimbangkan statusmu di rumah ini!" Itu adalah syarat yang Vano berikan. Sebuah kesempatan yang memang
"Baiklah, Jordi. Jadi lain kali aku boleh ngobrol dengan ibumu kan?" tanya Arfeen. "Tentu saja, Presdir! Jadi sekarang ke mana? Kembali ke kantor?" "Ke kampus! Aku ada kelas.""Kita sungguh mencancel semua meeting hari ini?" "Tidak juga, ada beberapa yang diwakili oleh Liam. Dia masih memegang kendali Mahesvara Group!""Tapi Presdir, bagaimana jika di kampus akan terjadi hal seperti kemarin? Maksud saya ... para gadis itu!" "Ouh!" Arfeen menggaruk batang hidung. "Jujur, aku pernah mengalami hal itu. Beberapa tahun lalu, tapi tidak seperti sekarang!" Ia mengingat masa di mana dulu saat dirinya belum terusir. Di sekolah dan kampus pun ia dikelilingi para gadis cantik. Meski ia tetap bersikap dingin, tapi ada saja yang mencoba mendekatinya. "Ini akan menjadi tugas berat untuk saya, Tuan. Saya tak pernah menghadapi para gadis yang mengerikan!"Arfeen justru tertawa. Ketika sampai kampus, Arfeen melepas jas, dasi lalu mengeluarkan bagian bawah kemeja yang biasa tersimpan rapi di dal
"Sekarang?" Frita mengangguk tanpa ragu. Jordi sedikit bingung, tak mungkin ia pergi kan? Secara bosnya masih di kampus. "Bagaimana jika lain kali, aku tak bisa meninggalkan Presdir sendiri!" tolaknya. Wajah ceria Frita langsung berubah masam dengan bibir manyun. "Katakan saja memang kau tak mau mengenalkan aku pada ibumu kan? Kau tidak serius denganku kan? Kau hanya mencari keuntungan saja dari tubuhku!" kesalnya berbalik dan hendak melangkah. "Frita bukan begitu!" ujar Jordi menghentikan langkah Frita. "Tugas utamaku adalah mendampingi Presdir, di jam kerja aku tak bisa meninggalkannya!" Frita masih tak berbalik, meski ia mengerti akan hal itu. Ia sendiri tak ingin melawan Arfeen sekarang. "Bagaimana jika ... sepulang kerja nanti. Kau mau aku jemput di mana?" Wajah Frita langsung bersinar bak rembulan. Jordi bersedia membiarkan dirinya menjenguk sang ibu? Apakah artinya pria itu serius padanya? Ia lekas berbalik. "Jemput aku di rumah, jam 8!" "Jam 8? Di rumahmu? Tap
Arfeen terpaku menatap sosok di depannya itu. "Bella! Apa yang kau lakukan di sini?" "Menyelamatkanmu dari para gadis itu, apalagi?" jawab wanita itu dengan senyum hangat. "Aku masih bisa mengatasi mereka sendiri!" "Oya, lalu kenapa kau lari?" "Aem!" Arfeen kebingungan untuk menjawab. "Ayolah, Arfeen. Kau memang seorang Casanova, tapi kau benci dikerubungi para gadis. Seharusnya kau menempatkan pengawalan ketat untuk mengantisipasi. Di acara seperti ini sudah pasti jati dirimu akan terbongkar!" Arfeen menghela nafas panjang. "Terima kasih, tapi aku harus pergi!" ia hendak melangkah namun Bella kembali menyandarkan tubuhnya menggunakan telunjuk. "Kau mau aku berteriak bahwa kau sedang melecehkan aku?" Arfeen menyimpulkan senyum miring. "Kau mengancamku?" "Aku hanya ... argh!" kalimat Bella belum berlanjut karena Arfeen sudah lebih dulu membalik tubuh wanita itu yang kini justru dirinya yang bersandar tembok dengan tangan Arfeen di lehernya. "Dengar Bella, sudah aku katakan
"Rena, apa kau tega pada Kakek?" seru Ferano yang mencoba membujuk cucunya. Dua orang polisi sudah memegangi lengannya kanan dan kiri. "Larena, Papa sudah tua. Tega sekali kalian lalukan itu?" seru Arland tak terima. "Kami masih keluargamu!""Keluarga!" desis Arfeen dengan kecut, "Keluarga tidak menumbalkan anggota keluarganya sendiri."Arland menatap tajam kepada Arfeen. "Ini pasti ulahmu kan?" ia hendak menyerang nalun lekas digentikan oleh anak buah Arfeen. Kedua tangannya dicengkeram dan langsung diborgol ke belakang. "Lepaskan aku!"Buk!Satu tinju mendarat di wajah Arland. Nyaris semua anggota keluarga Jayendra sudah ditahan. "Arfeen!""Lancang kau hanya menyebutkan nama saja, panggil Tuan Zagan!" seru Gray. Mereka semua membeliak, Tuan Zagan?Jadi Arfeen ... Arfeen adalah Tuan Muda Mahesvara? Kenapa Lyra tak pernah memberitahu? "Tuan Muda, kami tidak melakukan kesalahan apa pun padamu. Tolong ampuni kami!" pinta Radika. Arfeen mengeraskan rahang. "Korban kecelakaan Papa
"Ahk, jangan terlalu kencang. Itu menyakitiku!"Seketika kedua mata Larena mendelik, ia melepas peluknya dna menatap wajah di bawahnya. Mata pemuda itu sudah membuka, tengah menatapnya. "Kau ... kau sudah siuman?" beonya. Arfeen mengulum senyum. "Jadi ... pesonaku begitu mengagumkan ya, sampai kau jatuh cinta berkali-kali?" celetuknya memainkan satu alis. "Sejak kapan kau sadar?" tanya Larena mencubit perut Arfeen. "Argh ... sakit, Wife. Sakit, aku masih sakit kenapa kau menganiaya aku?" protesnya mengelus bekas cubitan sang istri. Larena menatap wajah di depannya masih dengan tatapan tak percaya. "Sejak kapan kau sadar? Kau sengaja ingin membuatku takut? Hah?" air mata langsung mengalir deras di pipinya. Arfeen menyentuh pipi sang istri, mengusap cairan hangat itu dengan ibu jarinya. "Maaf!" ucapnya lirih. Larena pun langsung merebahkan diri ke pelukannya."Kenapa kau lakukan itu?" isaknya, "Aku pikir ... kau akan benar-benar meninggalkan aku ... jangan seperti itu lagi ...
"Keluarga Adipradana?" seru Vano. "Kau dan Arfeen?""Iya, Tuan. Saya dan Presdir sama-sama mimiliki darah kleuarga Adipradana. Presdir ... adalah cucu dari Jenderal Wira Adipradana!"Vano menghela nafas dalam. Pantas saja Arfeen berbeda dari semua keluarga Mahesvara yang lainnya. Anak itu jelas memiliki jiwa seorang pemimpin. Ternyata di dalam darahnya mengalir darah orang hebat. Larena sangat beruntung bisa menikahi dengannya. "Golongan darah Anda sama dengan pasien?" tanya si dokter. "Iya, Dok. Anda bisa mengambil sebanyak yang dibutuhkan!" jawabnya dengan iklas. "Mari ikut saya!"Jordi tetap harus melakukan mengecekan terlebih dahulu, setelah cocok baru transfusi bisa dilakukan. Beruntung Arfeen hanya membutuhkan dua kantung darah, sehingga masih bisa mengambil dari tubuh Jordi. Di luar ruangan, Larena masih menangis. Bahkan tangisnya kian pilu. Arfeen rela mengorbankan nyawa demi dirinya, pemuda itu membuktikan kata-kata yang rela mati demi dirinya. Sementara ia ... apa yang
"Arfeen!" suara Larena bergetar. Ia menggengam erat tangan pemuda itu yang terasa sangat dingin. Biasanya tangan Arfeen sangat hangat! Sekarang, ia benar-benar takut jika pemuda itu akan pergi untuk selamanya. Larena meletakan telapak tangan itu ke pipinya yang basah oleh cairan hangat yang tak bisa ia bendung. Berharap tangan dingin itu akan menghangat, nyatanya justru kian dingin. Ia bahkan menggosok telapak tangan Arfeen dengan kedua tangannya lalu kembali menempelkan pada pipinya. Tapi tetap tak berhasil. Dokter sedang mencoba menghentikan pendarahan di luka Arfeen. Peluru yang mengenainya berkaliber cukup besar, itu mengakibatkan darah terus mengalir keluar meski posisi Arfeen terngkurap. Tapi tak mungkin melakukan tindakan untuk mengeluarkan pelurunya di dalam helikopter. Sang dokter tak ingin mengambil resiko. Larena sungguh tak tega melihat kondisi punggung pemuda itu, tangisnya semakin menjadi. Berkali-kali ia mengecupi telapak tangan Arfeen yang ia genggam. Bahkan keti
"Larena!"Larena menghentikan langkah dua meter di hadapan Arfeen. Arfeen langsung berhambur memeluk wanita itu, Larena sama sekali tak memberikan respon apa pun. wanita itu hanya mematung, membiarkan sang suami memeluk tubuhnya. Karena mungkin saja itu akan menjadi pelukan terakhir mereka. Jujur saja Larena merasa merindukan pelukan itu. Ketika berada di dalam pelukan Arfeen ia merasa sangat tenang. Tapi ia hanya memikirkan bayi yang ada dalam kandungannya. Lyra bilang jika bayi itu lahir laki-laki maka itu akan menjadi ancaman, maka wanita itu akan datang untuk menghabisi putranya. Untuk itu ia harus menjauh dari Arfeen. Lagipula apa yang dilakukan lelaki itu juga banyak membuatnya kecewa. "Kau baik-baik saja kan? Lyra tidak menyakitimu?"Larena hanya menggeleng. Arfeen tampak sangat bahagia lalu memeluknya sekali lagi namun kali ini Larena menolak pelukannya. Hal itu membuat Arfeen terpaku. "Ada apa?""Aku ingin kita tetap berpisah!" pinta Larena. "Berpisah? Sayang!""Jang
Suara lembut itu membuat Tantra terpaku, rahangnya langsung mengeras menatap sepupunya. Wanita itu! Darah keluarga Wijaya rupanya lebih kuat di tubuh Lyra daripada keluarga Mahesvara. "Kau tak sepantasnya melakukan ini terhadap Kakek, Lyra.""Apakah aku meminta pendapatmu?" tanya Lyra sinis. Tentu saja hal itu membuat tangan terasa sedikit marah. Tapi Tantra tahu harusnya ia tak berdebat dengan Lyra. Sejak awal Lyra memang yang selalu menghasut dirinya untuk merasa iri kepada Arfeen. Bahkan selalu mendorongnya untuk membenci sepupunya itu. Tapi rupanya itu semua ada niat picik! Lyra hanya memanfaatkann dirinya untuk membenci Arfeen. Karena wanita itu membutuhkan dukungan. Tantra yang saat itu masih polos selalu berhasil termakan oleh bujukan dari Lyra untuk membenci Arfeen. Sejak kecil Lyra selalu berpura-pura baik di depan Arfeen dan juga selalu keluarga. Tapi di belakang ia selaku menatap Arfeen penuh benci. "Lyra, Seharusnya kau tak perlu melakukan ini!" ucap Radika. "Aku t
"Tantra!" desis Radika dengan bibir gemetar. Meski Tantra tak memiliki kelebihan seperti Arfeen, tapi pemuda itu tetap cucunya. "Tuan Muda, Tantra!" desis Liam."Kakek, jangan pikirkan aku!" seru Tantra yang sama sekali tak ada rasa takut. "Kelangsungan Klan Mahesvara jauh lebih penting dari nyawaku yang sama sekali tak berharga!" Tantra memberanikan diri berucap demikian. Ia masih ingin hidup, tapi jika hanya karena dirinya akuenya klan Mahesvara harus hancur, ia tidak akan pernah rela. Seumur hidupnya ia belum bisa memberikan kontribusi apa pun untuk keluarganya. Paling tidak nyawanya bisa berarti untuk bisa menyelamatkan kekuasaan klan Mahesvara. Ia yakin Arfeen mampu membawa keluarga Mahesvara menjadi lebih berjaya. Apalagi jika dalam pertarungan ini mereka menang. Maka ia tidak akan menyesal mati untuk itu. "Sepertinya kakekmu tidak menyayangimu, Tuan Muda Tantra. Sayang sekali ... harusnya kau memilih pihak yang benar untuk bisa mendapatkan hakmu!" Maher sengaja mengatakan
Arfeen memutuskan untuk mendekat. "Jadi kalian semua bersatu untuk menjatuhkan aku? Ini sangat menarik!" Dewa menyimpulkan senyum getir. "Andai saja sejak awal kau mau mengalah, ini tidak akan terjadi. Aku pasti akan memberikan dukungan kepada klan Mahesvara, dan kita bisa bersama menjadi lebih besar!" Arfeen menimpai dengan tawa ringan yang getir. "Maaf, Tuan Dewa Wijaya. Aku tidak membutuhkan dukunganmu untuk bisa berjaya. Aku masih memiliki kemampuan!" "Sombong sekali, kau hanya beruntung karena terlahir sebagai anak lelaki, Arfeen. Jika tidak! Kau pasti sudah buang ke tong sampah!""Yakin? Aku ragukan itu, Kakek memiliki alasan kuat kenapa mempertahankan aku. Karena pada kenyataannya ... akulah yang kelak akan membuat nama Mahesvara semakin besar. Kau tidak percaya itu?""Jangan pernah bermimpi, karena hari ini ... akan menjadi hari terakhirmu menghela nafas!"Arfeen menaruh telunjuk di bibirnya seolah sedang berfikir. "Sayangnya setelah aku pikirkan ... hari ini tidak akan me