Mya melangkah dengan sangat percaya diri mengekori security itu. Meski sudah tidak muda lagi, namun ia tetap menjaga penampilannya. Mya menghentikan langkah saat mereka sampai di depan pintu ruangan Arfeen. Jelas sekali di atas pintu tertulis ruangan Presdir. "Hei, apakah dia sedang membersihkan ruangan Presdir?" "Jika Anda ingin tahu, Nyonya. Silakan masuk!" jawab si security. "Tapi di dalam ada Presdir Mahesvara kan?" "Iya." Mya sangat senang. Ia tak menyangka niatnya menyelidiki menantu Viera yang gembel itu justru akan membawanya bertemu dengan Presdir Mahesvara yang masih sangat muda. Siapa tahu saja ia bisa mendekati Presdir muda itu untuk dijadikan menantu! "Mimpi apa aku semalam sampai akan bertemu Presdir Mahesvara Group?" ucapnya bermonolog. Ia memegang kedua pipinya sejenak. 'Apakah dia setampan dan semuda yang dirumorkan? Akan akan sangat beruntung jika bisa menjadi mertuanya!' Si security kembali menggeleng melihat wanita itu cengengesan sendiri. Ia mengetuk pintu
"Jangan cukur alis saya!" rengek Mya. Meski ia tahu ia tak bisa lepas dari hukuman pemuda di depannya. Tapi ia akan tetap berusaha memohon. "Tuan Muda, saya mengaku salah. Maafkan saya sudah lancang. Saya mohon lepaskan saya, saya janji tidak akan melakukan ini lagi!" "Terlambat! Kau sudah melakukannya, kau sudah lancang datang ke sini dan berniat mempermalukanku. Apakah itu ... pantas untuk diampuni?" Sekarang Mya hanya bisa menangis. Arfeen membuka laci, ada cutter di sana. Ia pun memungut cutter itu. Melemparkannya ke kaki Jordi tanpa mengucap apa pun. Jordi langsung mengerti, ia pun memungut benda itu. Melihat hal itu Mya langsung menggeleng. Ia ingin bangkit namun seluruh sendinya serasa meleleh. Jordi menekan pendorong pisau pada cutter itu, tubuh Mya kian gemetaran. "Tuan ... j-jangan. Argh!" Jordi menarik rambut Mya dengan keras sampai wanita itu menjerit. Membuat kepalanya mendongak ke atas. Jordi langsung mencukur alis Mya dengan mengeroknya. Mya meronta dan itu jus
Plak! Satu tamparan keras mendarat di wajah Mya. Ia yang masih menahan sakit di ujung jarinya harus merasakan tambahan rasa pedas di pipi. Ia memegang bekas tamparan itu. Jordi yang baru saja menamparnya. Arfeen menatap wanita itu dengan dingin. "Kenapa kau cepat sekali pikun?" ujarnya dengan geram. "Siapa aku?" Mya menyadari ia baru saja salah berucap. Saking takutnya ia lupa harus menjawab apa. Dengan bibir bergetar ia pun kembali menjawab. "Pe-pengawal pri-pribadi Tuan Muda." Arfeen tampak puas dengan jawaban itu. "Jordi, antar dia keluar dari gedung ini!" perintahnya. "Baik, Presdir." Jordi lekas menarik Mya berdiri dan membawanya keluar ruangan. "Liam, suruh Daniel bersihkan ruangan ini!" perintahnya sambil bangkit berdiri. Ia memungut file yang tadi dipelajari oleh Jordi dan melenggang keluar. Liam menunduk hormat saat Arfeen melewatinya. Ketika Jordi membawa Mya keluar dari gedung, semua mata yang menemukannya pun terkejut. Melihat kondisi Mya yang miris mereka
JANGAN SAMPAI TERBUNUH!Jordi mencerna kalimat itu. Artinya ia harus selalu waspada untuk ke depannya. Tapi apa ini? Baru saja mereka membahas untuk tak sampai terbunuh sekarang sudah ada yang menembak mobil!"Anjing! Siapa yang berani memecahkan kaca mobilku lagi!" geram Arfeen. Jordi menambah kecepatan karena khawatir akan ada tembakan susulan. "Kau bisa menembak, Jordi?" tanya Arfeen yang disertai harapan. "Saya pernah belajar menembak dan memanah. Saya juga bermain anggar!" jawabnya jujur. "Ada pistol di dashboard!" imbuh Arfeen. Jordi membuka dashboard, memungut pistol itu dan memeriksa isinya. Dari data diri yang Arfeen baca, keluarga Jordi dulu cukup kaya. Ayahnya dituduh melakukan penggelapan dana perusahaan, dan akhirnya meninggal di dalam sel karena serangan jantung. Itu sebabnya meski otak Jordi termasuk pintar ia hanya diterima sebagai staf gudang arsip yang sama sekali tak ada hubungannya dengan transaksi yang melibatkan uang. Tembakan susulan mereka terima, tapi
"Mika!" Suara Bariton seorang pria yang cukup Mika kenal membuat tubuhnya membeku. Itu adalah pak Raymond, GM Charleston hotel. Mika tak pernah mendapat bentakan seperti itu dari atasannya. Ia menoleh Raymond. "Pak Raymond!" sapanya menundukkan kepala sejenak dengan senyum manis. Plak! Bukannya sapaan lembut yang ia dapat, tapi justru sebuah tamparan. Mika menyentuh pipinya yang terasa pedas. Iaenatap atasannya itu perlahan. "Pak, kenapa Anda menampar saya?" "Karena kau sudah lancang terhadap tamu penting Tuan Jose!" "T-tamu penting?" beo Mika heran. "Minta maaf pada Presdir Mahesvara!" perintah Raymond. "Apa?! Presdir Mahesvara. Siapa Presdir Mahesvara?" Raymon lekas menoleh Arfeen. "Maafkan atas kelancangan wakil manager front office kami, Presdir. Ke depannya tidak akan terjadi hal semacam ini lagi!" Ia membungkuk dengan hormat. Menyaksikan hal itu tubuh Mika gemetaran. GM Charleston hotel bahkan membungkuk hormat di depan Arfeen. Arfeen adalah mahasiswa termiskin di kam
Jawaban Arfeen membuat Raymond dan Jose berfikir bahwa rekan kerjanya itu ingin bersenang-senang dengan Mika malam ini. Arfeen memang ingin bersenang-senang, namun senang-senang dalam versi Arfeen. "Presdir Mahesvara, apakah Anda membutuhkan tambahan gadis. Kebetulan hotel ini juga memiliki bar, dan bar kami menyediakan hostes!" tawar Jose. Arfeen justru melirik pada Jordi, sekretaris barunya itu sudah cukup berkontribusi hari ini. Tak ada salahnya jika ia memberikan hadiah. "Kau mau satu, Jordi?" "Apa Presdir?" tanya Jordi yang tak mengerti. "Karena kau sudah cukup membantuku hari ini, kau boleh mendapatkan beberapa gadis cantik untuk bersenang-senang malam ini!" "Terima kasih, Presdir. Tapi tidak!" Arfeen menatap sekretarisnya itu, ia pikir pria itu akan menerima dengan senang hati ketika disodori wanita. "Tidak?" Jordi tak menyahut lagi, ia hanya membenarkan posisi kaca matanya menggunakan telunjuk. Usai pertemuan itu, Arfeen pergi ke kampus untuk membayar biaya outbound.
"Apa? Jadi selain menjadi piaraan tante-tante kau juga open BO! Ya Tuhan Arfeen ... kami tak menyangka jika rupanya kau serendah itu!" seru Nita. Dulu ia sempat menyukai Arfeen karena parasnya yang rupawan dan tubuhnya yang tergolong bagus. Namun karena Arfeen miskin dan memiliki pekerjaan rendahan ia jadi membencinya dan lebih memilih Devon. Dan sekarang ketika tahu bahwa Arfeen rupanya serendah itu, Nita kian jijik menatapnya. Berbeda dengan Frita yang justru merasa tertantang. Keluarga Frita yang tergolong salah satu dari 5 keluarga terkaya membuat gadis itu memiliki kehidupan liar. Kehidupan malam dan kehangatan ranjang sudah tak asing baginya. Sejak mengetahui Arfeen menikahi seorang tante-tante, meski wanita yang dinikahi Arfeen itu memang cantik dan anggun. Bahkan menjadi ratu kosmetik yang mampu mengalahkan pesona para gadis muda. Frita memang penasaran terhadap Arfeen. Karena diluar kemiskinan dan pekerjaan rendahannya, Arfeen termasuk sosok pria idaman yang diingink
"Siapa Zagan?" tanya Ervan yang baru pertama kali mendengar nama itu. Mario dan Frita menolehnya. Keluarga Ervan memang kaya, tapi bukan dari 5 keluarga terkaya. Bahkan posisi keluarganya hanya masuk 15 besar saja. Masih di bawah keluarga Jayendra. "Zagan? Zagan itu panggilan untuk seseorang dari klan Mahesvara yang juga menguasai dunia bawah. Ada yang meyakini bahwa Zagan adalah Tuan Muda Mahesvara. Tapi ada juga yang meyakini bahwa dia hanyalah salah satu anggota klan Mahesvara. Tapi kami tahu pasti, bahwa Zagan memang Tuan Muda Mahesvara. Putra mahkota dari klan Mahesvara!""Aku sempat mendengar tentang Tuan Muda Mahesvara yang kembali setelah 6 tahun menghilang. Tapi tentang Zagan ... aku sama sekali tak pernah mendengar namanya!" aku Ervan. "Itu karena keluargamu tak terlibat dalam dunia bawah, tapi bagi kami yang juga memiliki bisnis di dunia bawah ... tentu kami pernah mendengar nama itu!" jawab Mario."Sepertinya ... kita harus berhati-hati dengan Zagan ini, apakah ... sebe
Arfeen terpaku menatap sosok di depannya itu. "Bella! Apa yang kau lakukan di sini?" "Menyelamatkanmu dari para gadis itu, apalagi?" jawab wanita itu dengan senyum hangat. "Aku masih bisa mengatasi mereka sendiri!" "Oya, lalu kenapa kau lari?" "Aem!" Arfeen kebingungan untuk menjawab. "Ayolah, Arfeen. Kau memang seorang Casanova, tapi kau benci dikerubungi para gadis. Seharusnya kau menempatkan pengawalan ketat untuk mengantisipasi. Di acara seperti ini sudah pasti jati dirimu akan terbongkar!" Arfeen menghela nafas panjang. "Terima kasih, tapi aku harus pergi!" ia hendak melangkah namun Bella kembali menyandarkan tubuhnya menggunakan telunjuk. "Kau mau aku berteriak bahwa kau sedang melecehkan aku?" Arfeen menyimpulkan senyum miring. "Kau mengancamku?" "Aku hanya ... argh!" kalimat Bella belum berlanjut karena Arfeen sudah lebih dulu membalik tubuh wanita itu yang kini justru dirinya yang bersandar tembok dengan tangan Arfeen di lehernya. "Dengar Bella, sudah aku katakan
"Rena, apa kau tega pada Kakek?" seru Ferano yang mencoba membujuk cucunya. Dua orang polisi sudah memegangi lengannya kanan dan kiri. "Larena, Papa sudah tua. Tega sekali kalian lalukan itu?" seru Arland tak terima. "Kami masih keluargamu!""Keluarga!" desis Arfeen dengan kecut, "Keluarga tidak menumbalkan anggota keluarganya sendiri."Arland menatap tajam kepada Arfeen. "Ini pasti ulahmu kan?" ia hendak menyerang nalun lekas digentikan oleh anak buah Arfeen. Kedua tangannya dicengkeram dan langsung diborgol ke belakang. "Lepaskan aku!"Buk!Satu tinju mendarat di wajah Arland. Nyaris semua anggota keluarga Jayendra sudah ditahan. "Arfeen!""Lancang kau hanya menyebutkan nama saja, panggil Tuan Zagan!" seru Gray. Mereka semua membeliak, Tuan Zagan?Jadi Arfeen ... Arfeen adalah Tuan Muda Mahesvara? Kenapa Lyra tak pernah memberitahu? "Tuan Muda, kami tidak melakukan kesalahan apa pun padamu. Tolong ampuni kami!" pinta Radika. Arfeen mengeraskan rahang. "Korban kecelakaan Papa
"Ahk, jangan terlalu kencang. Itu menyakitiku!"Seketika kedua mata Larena mendelik, ia melepas peluknya dna menatap wajah di bawahnya. Mata pemuda itu sudah membuka, tengah menatapnya. "Kau ... kau sudah siuman?" beonya. Arfeen mengulum senyum. "Jadi ... pesonaku begitu mengagumkan ya, sampai kau jatuh cinta berkali-kali?" celetuknya memainkan satu alis. "Sejak kapan kau sadar?" tanya Larena mencubit perut Arfeen. "Argh ... sakit, Wife. Sakit, aku masih sakit kenapa kau menganiaya aku?" protesnya mengelus bekas cubitan sang istri. Larena menatap wajah di depannya masih dengan tatapan tak percaya. "Sejak kapan kau sadar? Kau sengaja ingin membuatku takut? Hah?" air mata langsung mengalir deras di pipinya. Arfeen menyentuh pipi sang istri, mengusap cairan hangat itu dengan ibu jarinya. "Maaf!" ucapnya lirih. Larena pun langsung merebahkan diri ke pelukannya."Kenapa kau lakukan itu?" isaknya, "Aku pikir ... kau akan benar-benar meninggalkan aku ... jangan seperti itu lagi ...
"Keluarga Adipradana?" seru Vano. "Kau dan Arfeen?""Iya, Tuan. Saya dan Presdir sama-sama mimiliki darah kleuarga Adipradana. Presdir ... adalah cucu dari Jenderal Wira Adipradana!"Vano menghela nafas dalam. Pantas saja Arfeen berbeda dari semua keluarga Mahesvara yang lainnya. Anak itu jelas memiliki jiwa seorang pemimpin. Ternyata di dalam darahnya mengalir darah orang hebat. Larena sangat beruntung bisa menikahi dengannya. "Golongan darah Anda sama dengan pasien?" tanya si dokter. "Iya, Dok. Anda bisa mengambil sebanyak yang dibutuhkan!" jawabnya dengan iklas. "Mari ikut saya!"Jordi tetap harus melakukan mengecekan terlebih dahulu, setelah cocok baru transfusi bisa dilakukan. Beruntung Arfeen hanya membutuhkan dua kantung darah, sehingga masih bisa mengambil dari tubuh Jordi. Di luar ruangan, Larena masih menangis. Bahkan tangisnya kian pilu. Arfeen rela mengorbankan nyawa demi dirinya, pemuda itu membuktikan kata-kata yang rela mati demi dirinya. Sementara ia ... apa yang
"Arfeen!" suara Larena bergetar. Ia menggengam erat tangan pemuda itu yang terasa sangat dingin. Biasanya tangan Arfeen sangat hangat! Sekarang, ia benar-benar takut jika pemuda itu akan pergi untuk selamanya. Larena meletakan telapak tangan itu ke pipinya yang basah oleh cairan hangat yang tak bisa ia bendung. Berharap tangan dingin itu akan menghangat, nyatanya justru kian dingin. Ia bahkan menggosok telapak tangan Arfeen dengan kedua tangannya lalu kembali menempelkan pada pipinya. Tapi tetap tak berhasil. Dokter sedang mencoba menghentikan pendarahan di luka Arfeen. Peluru yang mengenainya berkaliber cukup besar, itu mengakibatkan darah terus mengalir keluar meski posisi Arfeen terngkurap. Tapi tak mungkin melakukan tindakan untuk mengeluarkan pelurunya di dalam helikopter. Sang dokter tak ingin mengambil resiko. Larena sungguh tak tega melihat kondisi punggung pemuda itu, tangisnya semakin menjadi. Berkali-kali ia mengecupi telapak tangan Arfeen yang ia genggam. Bahkan keti
"Larena!"Larena menghentikan langkah dua meter di hadapan Arfeen. Arfeen langsung berhambur memeluk wanita itu, Larena sama sekali tak memberikan respon apa pun. wanita itu hanya mematung, membiarkan sang suami memeluk tubuhnya. Karena mungkin saja itu akan menjadi pelukan terakhir mereka. Jujur saja Larena merasa merindukan pelukan itu. Ketika berada di dalam pelukan Arfeen ia merasa sangat tenang. Tapi ia hanya memikirkan bayi yang ada dalam kandungannya. Lyra bilang jika bayi itu lahir laki-laki maka itu akan menjadi ancaman, maka wanita itu akan datang untuk menghabisi putranya. Untuk itu ia harus menjauh dari Arfeen. Lagipula apa yang dilakukan lelaki itu juga banyak membuatnya kecewa. "Kau baik-baik saja kan? Lyra tidak menyakitimu?"Larena hanya menggeleng. Arfeen tampak sangat bahagia lalu memeluknya sekali lagi namun kali ini Larena menolak pelukannya. Hal itu membuat Arfeen terpaku. "Ada apa?""Aku ingin kita tetap berpisah!" pinta Larena. "Berpisah? Sayang!""Jang
Suara lembut itu membuat Tantra terpaku, rahangnya langsung mengeras menatap sepupunya. Wanita itu! Darah keluarga Wijaya rupanya lebih kuat di tubuh Lyra daripada keluarga Mahesvara. "Kau tak sepantasnya melakukan ini terhadap Kakek, Lyra.""Apakah aku meminta pendapatmu?" tanya Lyra sinis. Tentu saja hal itu membuat tangan terasa sedikit marah. Tapi Tantra tahu harusnya ia tak berdebat dengan Lyra. Sejak awal Lyra memang yang selalu menghasut dirinya untuk merasa iri kepada Arfeen. Bahkan selalu mendorongnya untuk membenci sepupunya itu. Tapi rupanya itu semua ada niat picik! Lyra hanya memanfaatkann dirinya untuk membenci Arfeen. Karena wanita itu membutuhkan dukungan. Tantra yang saat itu masih polos selalu berhasil termakan oleh bujukan dari Lyra untuk membenci Arfeen. Sejak kecil Lyra selalu berpura-pura baik di depan Arfeen dan juga selalu keluarga. Tapi di belakang ia selaku menatap Arfeen penuh benci. "Lyra, Seharusnya kau tak perlu melakukan ini!" ucap Radika. "Aku t
"Tantra!" desis Radika dengan bibir gemetar. Meski Tantra tak memiliki kelebihan seperti Arfeen, tapi pemuda itu tetap cucunya. "Tuan Muda, Tantra!" desis Liam."Kakek, jangan pikirkan aku!" seru Tantra yang sama sekali tak ada rasa takut. "Kelangsungan Klan Mahesvara jauh lebih penting dari nyawaku yang sama sekali tak berharga!" Tantra memberanikan diri berucap demikian. Ia masih ingin hidup, tapi jika hanya karena dirinya akuenya klan Mahesvara harus hancur, ia tidak akan pernah rela. Seumur hidupnya ia belum bisa memberikan kontribusi apa pun untuk keluarganya. Paling tidak nyawanya bisa berarti untuk bisa menyelamatkan kekuasaan klan Mahesvara. Ia yakin Arfeen mampu membawa keluarga Mahesvara menjadi lebih berjaya. Apalagi jika dalam pertarungan ini mereka menang. Maka ia tidak akan menyesal mati untuk itu. "Sepertinya kakekmu tidak menyayangimu, Tuan Muda Tantra. Sayang sekali ... harusnya kau memilih pihak yang benar untuk bisa mendapatkan hakmu!" Maher sengaja mengatakan
Arfeen memutuskan untuk mendekat. "Jadi kalian semua bersatu untuk menjatuhkan aku? Ini sangat menarik!" Dewa menyimpulkan senyum getir. "Andai saja sejak awal kau mau mengalah, ini tidak akan terjadi. Aku pasti akan memberikan dukungan kepada klan Mahesvara, dan kita bisa bersama menjadi lebih besar!" Arfeen menimpai dengan tawa ringan yang getir. "Maaf, Tuan Dewa Wijaya. Aku tidak membutuhkan dukunganmu untuk bisa berjaya. Aku masih memiliki kemampuan!" "Sombong sekali, kau hanya beruntung karena terlahir sebagai anak lelaki, Arfeen. Jika tidak! Kau pasti sudah buang ke tong sampah!""Yakin? Aku ragukan itu, Kakek memiliki alasan kuat kenapa mempertahankan aku. Karena pada kenyataannya ... akulah yang kelak akan membuat nama Mahesvara semakin besar. Kau tidak percaya itu?""Jangan pernah bermimpi, karena hari ini ... akan menjadi hari terakhirmu menghela nafas!"Arfeen menaruh telunjuk di bibirnya seolah sedang berfikir. "Sayangnya setelah aku pikirkan ... hari ini tidak akan me