"Arfeen!" Arfeen tertawa lepas, "Kau bertanya tentu aku jawab kan!"Larena membalikkan tubuh, "Jadi aku tidak cantik setiap hari? Katamu aku akan menjadi wanita paling cantik dalam hidupmu! Jadi semua itu bohong, ha!" murka Larena dengan nafas terengah. "Dasar laki-laki, tak ada yang bisa diper_hmpp!" mulut bawel sang istri terbungkam dengan ciuman panasnya. Larena mendorong tubuh Arfeen, sayang kedua tangannya langsung ditangkap lalu disatukan di atas kepalanya. Arfeen melepaskan bibir manis yang sudah membuatnya candu itu, "Kau lebih terlihat cantik saat marah!"Kedua mata Larena mendelik, namun saat ini ia tak bisa bergerak dengan posisi itu. Lagi pula ciuman Arfeen beberapa detik lalu sudah membuat hasratnya kembali bangkit. 'Dasar amatiran, baru dicium seperti itu saja sudah langsung bergairah!' Larena memaki diri sendiri dalam hati. Dan kali ini ketika Arfeen kembali menciumnya ia pun langsung menyambut dengan suka rela. Akhirnya mereka mengarungi cinta sekali lagi dengan
Dalam perjalanan menuju kantor, Arfeen menyipitkan mata menatap layar handphone yang menampilkan nama Presiden Mahasiswa di kampusnya. Mario. Tumben sekali Mario meneleponnya! Jika sang ketua senat menelepon biasanya ini penting. Maka ia pun menerima panggilan itu. "Halo!" "Arfeen, aku hanya ingin memberitahumu. Namamu masuk dalam daftar mahasiswa yang wajib mengikuti kegiatan outbound kita." "Wajib?" saut Arfeen dengan sinis. "Iya, dan itu sudah tak bisa diganggu gugat lagi. Jadi siapkan uangnya karena besok adalah hari terakhir pembayarannya!" "Ok!" "Eh, kau bisa membawa istrimu bila perlu. Siapa tahu dia ingin mengenang masa mudanya!" Ada cekikikan di seberang sana. Arfeen seperti mencium bau rencana licik dari ketua senatnya itu. Ia yakin sekali ia diikut sertakan karena mereka memiliki niat tak baik. 'Ok, kalian ingin bermain? Jangan salahkan aku jika permainannya akan menjadi paling seru!' Senyum iblis terlukis di wajah Arfeen. "Ok." Nada sambungan putus terdengar di
Mya melangkah dengan sangat percaya diri mengekori security itu. Meski sudah tidak muda lagi, namun ia tetap menjaga penampilannya. Mya menghentikan langkah saat mereka sampai di depan pintu ruangan Arfeen. Jelas sekali di atas pintu tertulis ruangan Presdir. "Hei, apakah dia sedang membersihkan ruangan Presdir?" "Jika Anda ingin tahu, Nyonya. Silakan masuk!" jawab si security. "Tapi di dalam ada Presdir Mahesvara kan?" "Iya." Mya sangat senang. Ia tak menyangka niatnya menyelidiki menantu Viera yang gembel itu justru akan membawanya bertemu dengan Presdir Mahesvara yang masih sangat muda. Siapa tahu saja ia bisa mendekati Presdir muda itu untuk dijadikan menantu! "Mimpi apa aku semalam sampai akan bertemu Presdir Mahesvara Group?" ucapnya bermonolog. Ia memegang kedua pipinya sejenak. 'Apakah dia setampan dan semuda yang dirumorkan? Akan akan sangat beruntung jika bisa menjadi mertuanya!' Si security kembali menggeleng melihat wanita itu cengengesan sendiri. Ia mengetuk pintu
"Jangan cukur alis saya!" rengek Mya. Meski ia tahu ia tak bisa lepas dari hukuman pemuda di depannya. Tapi ia akan tetap berusaha memohon. "Tuan Muda, saya mengaku salah. Maafkan saya sudah lancang. Saya mohon lepaskan saya, saya janji tidak akan melakukan ini lagi!" "Terlambat! Kau sudah melakukannya, kau sudah lancang datang ke sini dan berniat mempermalukanku. Apakah itu ... pantas untuk diampuni?" Sekarang Mya hanya bisa menangis. Arfeen membuka laci, ada cutter di sana. Ia pun memungut cutter itu. Melemparkannya ke kaki Jordi tanpa mengucap apa pun. Jordi langsung mengerti, ia pun memungut benda itu. Melihat hal itu Mya langsung menggeleng. Ia ingin bangkit namun seluruh sendinya serasa meleleh. Jordi menekan pendorong pisau pada cutter itu, tubuh Mya kian gemetaran. "Tuan ... j-jangan. Argh!" Jordi menarik rambut Mya dengan keras sampai wanita itu menjerit. Membuat kepalanya mendongak ke atas. Jordi langsung mencukur alis Mya dengan mengeroknya. Mya meronta dan itu jus
Plak! Satu tamparan keras mendarat di wajah Mya. Ia yang masih menahan sakit di ujung jarinya harus merasakan tambahan rasa pedas di pipi. Ia memegang bekas tamparan itu. Jordi yang baru saja menamparnya. Arfeen menatap wanita itu dengan dingin. "Kenapa kau cepat sekali pikun?" ujarnya dengan geram. "Siapa aku?" Mya menyadari ia baru saja salah berucap. Saking takutnya ia lupa harus menjawab apa. Dengan bibir bergetar ia pun kembali menjawab. "Pe-pengawal pri-pribadi Tuan Muda." Arfeen tampak puas dengan jawaban itu. "Jordi, antar dia keluar dari gedung ini!" perintahnya. "Baik, Presdir." Jordi lekas menarik Mya berdiri dan membawanya keluar ruangan. "Liam, suruh Daniel bersihkan ruangan ini!" perintahnya sambil bangkit berdiri. Ia memungut file yang tadi dipelajari oleh Jordi dan melenggang keluar. Liam menunduk hormat saat Arfeen melewatinya. Ketika Jordi membawa Mya keluar dari gedung, semua mata yang menemukannya pun terkejut. Melihat kondisi Mya yang miris mereka
JANGAN SAMPAI TERBUNUH!Jordi mencerna kalimat itu. Artinya ia harus selalu waspada untuk ke depannya. Tapi apa ini? Baru saja mereka membahas untuk tak sampai terbunuh sekarang sudah ada yang menembak mobil!"Anjing! Siapa yang berani memecahkan kaca mobilku lagi!" geram Arfeen. Jordi menambah kecepatan karena khawatir akan ada tembakan susulan. "Kau bisa menembak, Jordi?" tanya Arfeen yang disertai harapan. "Saya pernah belajar menembak dan memanah. Saya juga bermain anggar!" jawabnya jujur. "Ada pistol di dashboard!" imbuh Arfeen. Jordi membuka dashboard, memungut pistol itu dan memeriksa isinya. Dari data diri yang Arfeen baca, keluarga Jordi dulu cukup kaya. Ayahnya dituduh melakukan penggelapan dana perusahaan, dan akhirnya meninggal di dalam sel karena serangan jantung. Itu sebabnya meski otak Jordi termasuk pintar ia hanya diterima sebagai staf gudang arsip yang sama sekali tak ada hubungannya dengan transaksi yang melibatkan uang. Tembakan susulan mereka terima, tapi
"Mika!" Suara Bariton seorang pria yang cukup Mika kenal membuat tubuhnya membeku. Itu adalah pak Raymond, GM Charleston hotel. Mika tak pernah mendapat bentakan seperti itu dari atasannya. Ia menoleh Raymond. "Pak Raymond!" sapanya menundukkan kepala sejenak dengan senyum manis. Plak! Bukannya sapaan lembut yang ia dapat, tapi justru sebuah tamparan. Mika menyentuh pipinya yang terasa pedas. Iaenatap atasannya itu perlahan. "Pak, kenapa Anda menampar saya?" "Karena kau sudah lancang terhadap tamu penting Tuan Jose!" "T-tamu penting?" beo Mika heran. "Minta maaf pada Presdir Mahesvara!" perintah Raymond. "Apa?! Presdir Mahesvara. Siapa Presdir Mahesvara?" Raymon lekas menoleh Arfeen. "Maafkan atas kelancangan wakil manager front office kami, Presdir. Ke depannya tidak akan terjadi hal semacam ini lagi!" Ia membungkuk dengan hormat. Menyaksikan hal itu tubuh Mika gemetaran. GM Charleston hotel bahkan membungkuk hormat di depan Arfeen. Arfeen adalah mahasiswa termiskin di kam
Jawaban Arfeen membuat Raymond dan Jose berfikir bahwa rekan kerjanya itu ingin bersenang-senang dengan Mika malam ini. Arfeen memang ingin bersenang-senang, namun senang-senang dalam versi Arfeen. "Presdir Mahesvara, apakah Anda membutuhkan tambahan gadis. Kebetulan hotel ini juga memiliki bar, dan bar kami menyediakan hostes!" tawar Jose. Arfeen justru melirik pada Jordi, sekretaris barunya itu sudah cukup berkontribusi hari ini. Tak ada salahnya jika ia memberikan hadiah. "Kau mau satu, Jordi?" "Apa Presdir?" tanya Jordi yang tak mengerti. "Karena kau sudah cukup membantuku hari ini, kau boleh mendapatkan beberapa gadis cantik untuk bersenang-senang malam ini!" "Terima kasih, Presdir. Tapi tidak!" Arfeen menatap sekretarisnya itu, ia pikir pria itu akan menerima dengan senang hati ketika disodori wanita. "Tidak?" Jordi tak menyahut lagi, ia hanya membenarkan posisi kaca matanya menggunakan telunjuk. Usai pertemuan itu, Arfeen pergi ke kampus untuk membayar biaya outbound.