Radika menoleh Arfeen yang tampak tenang, pemuda itu sama sekali tak menampakan rasa khawatir. "Apakah kau siap?"Arfeen menghela nafas dalam, "Kenapa tidak!" "Kau belum mempersiapkan diri, Nak.""Aku sudah sering menghadapi situasi seperti ini, Kakek tak perlu khawatir!" sautnya bangkit berdiri. Arfeen membungkuk untuk memberi hormat pada mereka. "Kalian semua adalah seniorku, dan aku hanya anak kemarin sore yang masih mentah. Tapi jika memang aku diberi tugas untuk memimpin federasi, aku akan berusaha sebaik mungkin untuk tidak mengecewakan kalian."Ucapan Arfeen sudah jelas bahwa ia menerima tantangan adu kekuatan itu. "Baiklah, Tuan Muda. Dari kami semua, Henri adalah yang memiliki kemampuan bela diri paling mahir. Jika Anda berhasil mengalahkannya, artinya Anda lolos fase pertama untuk menjadi ketua federasi!" ujar Andros. "Baiklah, aku terima itu."Andros menoleh Henri yang masih duduk, "Bagaimana saudaraku, junior kita sudah siap membuktikan diri!"Henri bangkit dari dudu
Tak ada yang menyahut pertanyaan Arfeen. Andros tak menyangka jika ternyata Arfeen sangat tangguh. "Enam tahun hidup di jalanan, membuatku mempelajari ... seperti apa kejamnya dunia yang sesungguhnya. Di mana kau harus menjadi yang terkuat untuk bisa bertahan hidup!" ucap Arfeen dengan nada dingin. Aura dingin seperti itu yang membuat Radika yakin bahwa cucunya mampu menjadi ketua federasi. Ia telah menciptakan monster di depannya sejak bocah itu kecil. 1Kehidupan liar di luar sana hanya akan membuatnya bertambah kuat. Itu sebabnya dulu ia lebih memilih mengusirnya daripada memasukkan ke dalam penjara saat Arfeen menjadi tersangka kecelakaan Malik. Meski ia tahu, di dalam penjara pun Arfeen pasti mampu menjadi pemimpin. Henri masih terpatung di tempatnya, ia tak menyangka jika Arfeen mampu membuatnya tak bisa bergerak dengan menghentikan jalan darahnya. "Cucuku, jangan marah. Mungkin mereka hanya mengujimu!" ujar Radika yang bisa melihat ada benih api amarah di dalam kolam
Viera menatap sinis pada Mya. Ia sangat puas melihat Mya yang selalu sombong padanya itu kini mati kutu. Dan selama ini Mya juga selalu menghindar setiap kali dirinya menanyakan tentang Damian. Padahal Larena rela menjadi perawan tua demi menunggu janji yang Damian pernah umbar. Dan karena bertahun-tahun Damian menghilang, akhirnya karena desakan keluarga besar, Viera pun memaksa Larena untuk segera menikah. Hingga Larena terjebak menikahi seorang brondong miskin yang memiliki pekerjaan hina. Seorang tukang sapu jalan, yang sesekali juga suka terjun ke dalam gorong-gorong untuk membersihkannya. Hal yang sangat memalukan bagi keluarga mereka. Tapi sekarang Arfeen bekerja di Mahesvara Group, tak ada yang tahu kan posisi Arfeen sebagai staf gudang arsip. Jadi Viera bisa memanfaatkan hal itu untuk membungkam mulut teman-temannya. "Apakah benar menantumu bekerja di Mahesvara Group?" tanya Lestari yang meragukan. "Benar." "Apa posisinya? Jangan-jangan dia menjadi cleaning serv
"Sepenting apa sampai Mama rela menunggu di sini?" "Dengar, teman arisanku sepertinya tak percaya jika kau bekerja di Mahesvara Group. Aku tidak mau tahu, jika dia mencari tahu tentangmu ke Mahesvara Group secara langsung. Jangan sampai dia tahu jika kau hanya seorang staf gudang!" "Teman arisan Mama?" "Lestari Gunawangsa dan Mya Atmaja. Kau tahu ... Mya adalah Tante Damian. Aku tak mau tahu, jangan biarkan mereka menpernalukanku jika kau masih ingin jadi menantuku!" perintah Viera lalu berbalik menuju kamar. "Apakah artinya sekarang Mama sudah mengakuiku sebagai menantu?" Viera menghentikan langkah, memutar kepalanya. "Untuk saat ini belum, tapi jika kau bisa mengatasi masalah ini ... aku bisa mempertimbangkan!" Arfeen mengulas senyum. "Ok!" Jawaban Arfeen membuat mata Viera sedikit mendelik. Kenapa bocah itu masih santai? Arfeen menyadari ekspresi sang mama mertua. "Ma, kebetulan ... hari ini ... aku sudah tidak menjadi staf gudang lagi!" Sekarang mata Viera justru mend
"Arfeen!" Arfeen tertawa lepas, "Kau bertanya tentu aku jawab kan!"Larena membalikkan tubuh, "Jadi aku tidak cantik setiap hari? Katamu aku akan menjadi wanita paling cantik dalam hidupmu! Jadi semua itu bohong, ha!" murka Larena dengan nafas terengah. "Dasar laki-laki, tak ada yang bisa diper_hmpp!" mulut bawel sang istri terbungkam dengan ciuman panasnya. Larena mendorong tubuh Arfeen, sayang kedua tangannya langsung ditangkap lalu disatukan di atas kepalanya. Arfeen melepaskan bibir manis yang sudah membuatnya candu itu, "Kau lebih terlihat cantik saat marah!"Kedua mata Larena mendelik, namun saat ini ia tak bisa bergerak dengan posisi itu. Lagi pula ciuman Arfeen beberapa detik lalu sudah membuat hasratnya kembali bangkit. 'Dasar amatiran, baru dicium seperti itu saja sudah langsung bergairah!' Larena memaki diri sendiri dalam hati. Dan kali ini ketika Arfeen kembali menciumnya ia pun langsung menyambut dengan suka rela. Akhirnya mereka mengarungi cinta sekali lagi dengan
Dalam perjalanan menuju kantor, Arfeen menyipitkan mata menatap layar handphone yang menampilkan nama Presiden Mahasiswa di kampusnya. Mario. Tumben sekali Mario meneleponnya! Jika sang ketua senat menelepon biasanya ini penting. Maka ia pun menerima panggilan itu. "Halo!" "Arfeen, aku hanya ingin memberitahumu. Namamu masuk dalam daftar mahasiswa yang wajib mengikuti kegiatan outbound kita." "Wajib?" saut Arfeen dengan sinis. "Iya, dan itu sudah tak bisa diganggu gugat lagi. Jadi siapkan uangnya karena besok adalah hari terakhir pembayarannya!" "Ok!" "Eh, kau bisa membawa istrimu bila perlu. Siapa tahu dia ingin mengenang masa mudanya!" Ada cekikikan di seberang sana. Arfeen seperti mencium bau rencana licik dari ketua senatnya itu. Ia yakin sekali ia diikut sertakan karena mereka memiliki niat tak baik. 'Ok, kalian ingin bermain? Jangan salahkan aku jika permainannya akan menjadi paling seru!' Senyum iblis terlukis di wajah Arfeen. "Ok." Nada sambungan putus terdengar di
Mya melangkah dengan sangat percaya diri mengekori security itu. Meski sudah tidak muda lagi, namun ia tetap menjaga penampilannya. Mya menghentikan langkah saat mereka sampai di depan pintu ruangan Arfeen. Jelas sekali di atas pintu tertulis ruangan Presdir. "Hei, apakah dia sedang membersihkan ruangan Presdir?" "Jika Anda ingin tahu, Nyonya. Silakan masuk!" jawab si security. "Tapi di dalam ada Presdir Mahesvara kan?" "Iya." Mya sangat senang. Ia tak menyangka niatnya menyelidiki menantu Viera yang gembel itu justru akan membawanya bertemu dengan Presdir Mahesvara yang masih sangat muda. Siapa tahu saja ia bisa mendekati Presdir muda itu untuk dijadikan menantu! "Mimpi apa aku semalam sampai akan bertemu Presdir Mahesvara Group?" ucapnya bermonolog. Ia memegang kedua pipinya sejenak. 'Apakah dia setampan dan semuda yang dirumorkan? Akan akan sangat beruntung jika bisa menjadi mertuanya!' Si security kembali menggeleng melihat wanita itu cengengesan sendiri. Ia mengetuk pintu
"Jangan cukur alis saya!" rengek Mya. Meski ia tahu ia tak bisa lepas dari hukuman pemuda di depannya. Tapi ia akan tetap berusaha memohon. "Tuan Muda, saya mengaku salah. Maafkan saya sudah lancang. Saya mohon lepaskan saya, saya janji tidak akan melakukan ini lagi!" "Terlambat! Kau sudah melakukannya, kau sudah lancang datang ke sini dan berniat mempermalukanku. Apakah itu ... pantas untuk diampuni?" Sekarang Mya hanya bisa menangis. Arfeen membuka laci, ada cutter di sana. Ia pun memungut cutter itu. Melemparkannya ke kaki Jordi tanpa mengucap apa pun. Jordi langsung mengerti, ia pun memungut benda itu. Melihat hal itu Mya langsung menggeleng. Ia ingin bangkit namun seluruh sendinya serasa meleleh. Jordi menekan pendorong pisau pada cutter itu, tubuh Mya kian gemetaran. "Tuan ... j-jangan. Argh!" Jordi menarik rambut Mya dengan keras sampai wanita itu menjerit. Membuat kepalanya mendongak ke atas. Jordi langsung mencukur alis Mya dengan mengeroknya. Mya meronta dan itu jus
Arfeen terpaku menatap sosok di depannya itu. "Bella! Apa yang kau lakukan di sini?" "Menyelamatkanmu dari para gadis itu, apalagi?" jawab wanita itu dengan senyum hangat. "Aku masih bisa mengatasi mereka sendiri!" "Oya, lalu kenapa kau lari?" "Aem!" Arfeen kebingungan untuk menjawab. "Ayolah, Arfeen. Kau memang seorang Casanova, tapi kau benci dikerubungi para gadis. Seharusnya kau menempatkan pengawalan ketat untuk mengantisipasi. Di acara seperti ini sudah pasti jati dirimu akan terbongkar!" Arfeen menghela nafas panjang. "Terima kasih, tapi aku harus pergi!" ia hendak melangkah namun Bella kembali menyandarkan tubuhnya menggunakan telunjuk. "Kau mau aku berteriak bahwa kau sedang melecehkan aku?" Arfeen menyimpulkan senyum miring. "Kau mengancamku?" "Aku hanya ... argh!" kalimat Bella belum berlanjut karena Arfeen sudah lebih dulu membalik tubuh wanita itu yang kini justru dirinya yang bersandar tembok dengan tangan Arfeen di lehernya. "Dengar Bella, sudah aku katakan
"Rena, apa kau tega pada Kakek?" seru Ferano yang mencoba membujuk cucunya. Dua orang polisi sudah memegangi lengannya kanan dan kiri. "Larena, Papa sudah tua. Tega sekali kalian lalukan itu?" seru Arland tak terima. "Kami masih keluargamu!""Keluarga!" desis Arfeen dengan kecut, "Keluarga tidak menumbalkan anggota keluarganya sendiri."Arland menatap tajam kepada Arfeen. "Ini pasti ulahmu kan?" ia hendak menyerang nalun lekas digentikan oleh anak buah Arfeen. Kedua tangannya dicengkeram dan langsung diborgol ke belakang. "Lepaskan aku!"Buk!Satu tinju mendarat di wajah Arland. Nyaris semua anggota keluarga Jayendra sudah ditahan. "Arfeen!""Lancang kau hanya menyebutkan nama saja, panggil Tuan Zagan!" seru Gray. Mereka semua membeliak, Tuan Zagan?Jadi Arfeen ... Arfeen adalah Tuan Muda Mahesvara? Kenapa Lyra tak pernah memberitahu? "Tuan Muda, kami tidak melakukan kesalahan apa pun padamu. Tolong ampuni kami!" pinta Radika. Arfeen mengeraskan rahang. "Korban kecelakaan Papa
"Ahk, jangan terlalu kencang. Itu menyakitiku!"Seketika kedua mata Larena mendelik, ia melepas peluknya dna menatap wajah di bawahnya. Mata pemuda itu sudah membuka, tengah menatapnya. "Kau ... kau sudah siuman?" beonya. Arfeen mengulum senyum. "Jadi ... pesonaku begitu mengagumkan ya, sampai kau jatuh cinta berkali-kali?" celetuknya memainkan satu alis. "Sejak kapan kau sadar?" tanya Larena mencubit perut Arfeen. "Argh ... sakit, Wife. Sakit, aku masih sakit kenapa kau menganiaya aku?" protesnya mengelus bekas cubitan sang istri. Larena menatap wajah di depannya masih dengan tatapan tak percaya. "Sejak kapan kau sadar? Kau sengaja ingin membuatku takut? Hah?" air mata langsung mengalir deras di pipinya. Arfeen menyentuh pipi sang istri, mengusap cairan hangat itu dengan ibu jarinya. "Maaf!" ucapnya lirih. Larena pun langsung merebahkan diri ke pelukannya."Kenapa kau lakukan itu?" isaknya, "Aku pikir ... kau akan benar-benar meninggalkan aku ... jangan seperti itu lagi ...
"Keluarga Adipradana?" seru Vano. "Kau dan Arfeen?""Iya, Tuan. Saya dan Presdir sama-sama mimiliki darah kleuarga Adipradana. Presdir ... adalah cucu dari Jenderal Wira Adipradana!"Vano menghela nafas dalam. Pantas saja Arfeen berbeda dari semua keluarga Mahesvara yang lainnya. Anak itu jelas memiliki jiwa seorang pemimpin. Ternyata di dalam darahnya mengalir darah orang hebat. Larena sangat beruntung bisa menikahi dengannya. "Golongan darah Anda sama dengan pasien?" tanya si dokter. "Iya, Dok. Anda bisa mengambil sebanyak yang dibutuhkan!" jawabnya dengan iklas. "Mari ikut saya!"Jordi tetap harus melakukan mengecekan terlebih dahulu, setelah cocok baru transfusi bisa dilakukan. Beruntung Arfeen hanya membutuhkan dua kantung darah, sehingga masih bisa mengambil dari tubuh Jordi. Di luar ruangan, Larena masih menangis. Bahkan tangisnya kian pilu. Arfeen rela mengorbankan nyawa demi dirinya, pemuda itu membuktikan kata-kata yang rela mati demi dirinya. Sementara ia ... apa yang
"Arfeen!" suara Larena bergetar. Ia menggengam erat tangan pemuda itu yang terasa sangat dingin. Biasanya tangan Arfeen sangat hangat! Sekarang, ia benar-benar takut jika pemuda itu akan pergi untuk selamanya. Larena meletakan telapak tangan itu ke pipinya yang basah oleh cairan hangat yang tak bisa ia bendung. Berharap tangan dingin itu akan menghangat, nyatanya justru kian dingin. Ia bahkan menggosok telapak tangan Arfeen dengan kedua tangannya lalu kembali menempelkan pada pipinya. Tapi tetap tak berhasil. Dokter sedang mencoba menghentikan pendarahan di luka Arfeen. Peluru yang mengenainya berkaliber cukup besar, itu mengakibatkan darah terus mengalir keluar meski posisi Arfeen terngkurap. Tapi tak mungkin melakukan tindakan untuk mengeluarkan pelurunya di dalam helikopter. Sang dokter tak ingin mengambil resiko. Larena sungguh tak tega melihat kondisi punggung pemuda itu, tangisnya semakin menjadi. Berkali-kali ia mengecupi telapak tangan Arfeen yang ia genggam. Bahkan keti
"Larena!"Larena menghentikan langkah dua meter di hadapan Arfeen. Arfeen langsung berhambur memeluk wanita itu, Larena sama sekali tak memberikan respon apa pun. wanita itu hanya mematung, membiarkan sang suami memeluk tubuhnya. Karena mungkin saja itu akan menjadi pelukan terakhir mereka. Jujur saja Larena merasa merindukan pelukan itu. Ketika berada di dalam pelukan Arfeen ia merasa sangat tenang. Tapi ia hanya memikirkan bayi yang ada dalam kandungannya. Lyra bilang jika bayi itu lahir laki-laki maka itu akan menjadi ancaman, maka wanita itu akan datang untuk menghabisi putranya. Untuk itu ia harus menjauh dari Arfeen. Lagipula apa yang dilakukan lelaki itu juga banyak membuatnya kecewa. "Kau baik-baik saja kan? Lyra tidak menyakitimu?"Larena hanya menggeleng. Arfeen tampak sangat bahagia lalu memeluknya sekali lagi namun kali ini Larena menolak pelukannya. Hal itu membuat Arfeen terpaku. "Ada apa?""Aku ingin kita tetap berpisah!" pinta Larena. "Berpisah? Sayang!""Jang
Suara lembut itu membuat Tantra terpaku, rahangnya langsung mengeras menatap sepupunya. Wanita itu! Darah keluarga Wijaya rupanya lebih kuat di tubuh Lyra daripada keluarga Mahesvara. "Kau tak sepantasnya melakukan ini terhadap Kakek, Lyra.""Apakah aku meminta pendapatmu?" tanya Lyra sinis. Tentu saja hal itu membuat tangan terasa sedikit marah. Tapi Tantra tahu harusnya ia tak berdebat dengan Lyra. Sejak awal Lyra memang yang selalu menghasut dirinya untuk merasa iri kepada Arfeen. Bahkan selalu mendorongnya untuk membenci sepupunya itu. Tapi rupanya itu semua ada niat picik! Lyra hanya memanfaatkann dirinya untuk membenci Arfeen. Karena wanita itu membutuhkan dukungan. Tantra yang saat itu masih polos selalu berhasil termakan oleh bujukan dari Lyra untuk membenci Arfeen. Sejak kecil Lyra selalu berpura-pura baik di depan Arfeen dan juga selalu keluarga. Tapi di belakang ia selaku menatap Arfeen penuh benci. "Lyra, Seharusnya kau tak perlu melakukan ini!" ucap Radika. "Aku t
"Tantra!" desis Radika dengan bibir gemetar. Meski Tantra tak memiliki kelebihan seperti Arfeen, tapi pemuda itu tetap cucunya. "Tuan Muda, Tantra!" desis Liam."Kakek, jangan pikirkan aku!" seru Tantra yang sama sekali tak ada rasa takut. "Kelangsungan Klan Mahesvara jauh lebih penting dari nyawaku yang sama sekali tak berharga!" Tantra memberanikan diri berucap demikian. Ia masih ingin hidup, tapi jika hanya karena dirinya akuenya klan Mahesvara harus hancur, ia tidak akan pernah rela. Seumur hidupnya ia belum bisa memberikan kontribusi apa pun untuk keluarganya. Paling tidak nyawanya bisa berarti untuk bisa menyelamatkan kekuasaan klan Mahesvara. Ia yakin Arfeen mampu membawa keluarga Mahesvara menjadi lebih berjaya. Apalagi jika dalam pertarungan ini mereka menang. Maka ia tidak akan menyesal mati untuk itu. "Sepertinya kakekmu tidak menyayangimu, Tuan Muda Tantra. Sayang sekali ... harusnya kau memilih pihak yang benar untuk bisa mendapatkan hakmu!" Maher sengaja mengatakan
Arfeen memutuskan untuk mendekat. "Jadi kalian semua bersatu untuk menjatuhkan aku? Ini sangat menarik!" Dewa menyimpulkan senyum getir. "Andai saja sejak awal kau mau mengalah, ini tidak akan terjadi. Aku pasti akan memberikan dukungan kepada klan Mahesvara, dan kita bisa bersama menjadi lebih besar!" Arfeen menimpai dengan tawa ringan yang getir. "Maaf, Tuan Dewa Wijaya. Aku tidak membutuhkan dukunganmu untuk bisa berjaya. Aku masih memiliki kemampuan!" "Sombong sekali, kau hanya beruntung karena terlahir sebagai anak lelaki, Arfeen. Jika tidak! Kau pasti sudah buang ke tong sampah!""Yakin? Aku ragukan itu, Kakek memiliki alasan kuat kenapa mempertahankan aku. Karena pada kenyataannya ... akulah yang kelak akan membuat nama Mahesvara semakin besar. Kau tidak percaya itu?""Jangan pernah bermimpi, karena hari ini ... akan menjadi hari terakhirmu menghela nafas!"Arfeen menaruh telunjuk di bibirnya seolah sedang berfikir. "Sayangnya setelah aku pikirkan ... hari ini tidak akan me