"Apa maksudmu, Liam?"Arfeen menatapnya tak mengerti, meski ia juga menaruh curiga bahwa ada yang sengaja menjebak Vano. Tapi sepertinya Liam memiliki praduga yang lebih dari itu. "Bagaimana jika ada konspirasi besar di dalamnya? Dan banyak pihak yang terlibat!" tukas Liam. "Banyak pihak yang terlibat?" desis Arfeen mengulang ucapan Liam. "Maaf, Tuan Muda. Sebelum Tuan Malik mengalami kecelakaan, sebenarnya ....""Sebenarnya apa?" tanya Arfeen memotong kalimat Liam. "Tuan Malik berniat membuka kembali kasus ini, beliau memang merasa ada yang tidak beres dengan proyek itu. Sepertinya Tuan Malik ... menemukan sesuatu!""Papa menemukan sesuatu? Apakah itu berhubungan dengan proyek itu?""Ini hanya pemikiran saya. Tuan ... belum sempat memberitahu siapa pun akan niatnya!""Kau mengetahuinya karena kau selalu mendampinginya kan? Hanya dengan membaca keresahannya saja ... kau tahu apa yang Papa mau!""Tuan Malik meminta saya untuk menjaga dan melayani Anda seperti saya melayaninya selam
Malam itu Arfeen memang tidak pergi ke mana pun. Ia di rumah saja, memasak makan malam, membersihkan dapur dan menyetrika pakaian sebelum tidur mendengkur di sisi Larena karena kelelahan. Ketika terlelap, Larena menatapi wajah pemuda itu yang tampak lebih tampan. Pemuda itu sama sekali tidak mengeluh meski diperlakukan tak baik oleh mamanya. Ia mengulurkan tangan untuk menyentuh rambut Arfeen, membelainya sejenak sebelum ikut memejamkan mata. Paginya, Ketika Arfeen membuka mata, ia merasa sedikit sulit bergerak karena rupanya ada sosok yang tengah memeluknya erat. Ia menoleh kepala yang menindih pundaknya itu, wajah Larena sedikit mendongak ke lehernya. Menghembuskan nafas hangat yang membuat syaraf kelelakiannya bangkit. Tangan wanita itu memeluk tubuhnya. Apa ia sedang bermimpi?Larena memeluknya erat! 'Tuhan ... jika ini mimpi maka jangan bangunkan aku. Dan jika ini nyata, maka hentikanlah waktu agar ini tidak berakhir!' Ia berdoa dalam hati. Dulu, tujuan hidup Arfeen adalah
"Aku bertanya padamu?" Jordi masih diam. Ia takut jika jujur dan ketiga orang itu tahu ia akan diperlakukan lebih buruk lagi. Karena Arga tak hanya selalu memberikannya tugas yang menumpuk. Ia juga beberapa kali dipukul jika tak menurut. Atau jika dirasa melakukan kesalahan, ia tahu Arga lebih senior dan pandai bersilat lidah. Ia bisa saja difitna yang mengakibatkan pemecatan. Gaji yang ia dapat di perusahaan ini lebih tinggi dari perusahaan lain, itu sebabnya selama ini ia bertahan. Karena jika dirinya sampai dipecat, belum tentu ia bisa mendapatkan pekerjaan yang jauh lebih baik di luar sana. Atau bahkan tak mendapatkan pekerjaan sama sekali. "Jordi, aku bertanya padamu!" gerutu Arfeen, "Apa kau lebih takut pada Arga yang bukan siapa-siapa ketimbang aku?" "Maaf, Presdir. Maafkan saya!" akunya membungkuk. "Jawab pertanyaanku!" "I-iya." "Ok. Mulai sekarang, jika mereka merundungmu lagi kau harus melawan!" Seketika kepala Jordi terangkat, menatap Arfeen yang menatapnya. "Me
Larisa belum menjawab pertanyaan Lyra. Ia justru merasa heran untuk apa hal seperti itu dipertanyakan. "Maaf, Nona. Tempo hari sepupu saya datang dan sepertinya persentasinya kurang memuaskan untuk Presdir Mahesvara!" "Dan kalian pikir persentasimu akan memuaskan kami?" saut Lyra membuat Larisa menggerutu. Lyra berharap yang datang adalah Ferano, bukan wanita di depannya yang sebenarnya tidak kompeten. Lyra membuka file yang kini ada di tangannya, memang kerja sama yang ditawarkan oleh Jaya Abadi Corp cukup menjanjikan. Tapi jika yang menangani proyek ini adalah orang yang kurang meyakinkan, bisa menjadi kerugian yang cukup besar. Tapi adiknya meminta agar menyetujui proposal mereka? Apakah ada yang sedang sang adik beritahu?" "Baiklah, Nona Larisa. Kami menyetujui proposal kalian, tapi ada beberapa ketentuan yang harus kalian patuhi!" jelas Larena. "Tak masalah, kami pasti akan menjaga kerja sama ini dengan baik." "Kalau begitu kami akan segera membuatkan kontraknya, jika s
Arfeen merapatkan mobil di halaman lobi, rupanya sang istri sudah menunggu. Namun kali ini wanita itu tak sendiri, ia bersama Vano Jayendra. Arfeen keluar dari mobil untuk menghampiri keduanya. Dua orang itu menatapnya heran karena hari ini Arfeen tampak sangat rapi dengan jas. Dan jas yang dikenakannya tampak cukup mahal. Jika berdandan seperti itu, Arfeen memang tampak seperti tuan muda kaya raya. "Pa, Papa mau ikut makan siang?" tanya Arfeen dengan sopan. Tadinya Vano hanya mengantar putrinya sampai teras, namun ketika Arfeen menawari ia jadi berubah pikiran. Tak ada salahnya ikut makan siang bersama menantu gembelnya itu. Ia ingin tahu apakah menantunya itu mampu membayarkan makan siang mereka di restoran mewah?"Kebetulan aku memang sedang ingin mencari makan siang, kita belum pernah makan siang bersama kan!" saut Vano dengan seringai mencurigakan. Tentu saja Arfeen sangat senang mendengar hal itu. Ini akan menjadi kesempatan yang bagus agar mereka bisa lebih dekat. "Tapi .
Arfeen tak langsung menjawab pertanyaan sang mertua. Ia harus menyusun kata yang tepat agar tak dicurigai."Ehm, aku ... memang sempat membaca sedikit. Karena ... keburu ketahuan oleh Kepala staf!" jawabnya sedikit terbata. Ia benar-benar berhati-hati dalam berucap. Vano menghela nafas, entah mengapa ia berharap menantunya itu menemukan sesuatu yang bisa membuktikan bahwa dirinya tak bersalah. "Pa, boleh aku tahu apa yang sebenarnya terjadi tentang Megaproyek?" tanya Arfeen membuat ketiga orang itu kembali fokus padanya. "Maaf, tapi aku sempat mendengar isu tentang Megaproyek. Di mana proyek itu melibatkan Papa. Isu itu kudengar dari orang kantor, sayangnya mereka juga tidak tahu banyak dan lagi ... mereka juga tak mau sembarang berbicara!" Vano tampak menggerutu, Arfeen bisa melihat amarah di dalam kilatan matanya. "Maaf jika aku lancang, Pa. Tapi kata Rena ... Papa hanya korban di sini tapi Papa yang harus menanggung semuanya. Jadi paling tidak, kita harus bisa membersihkan nam
Alen menatap curiga pada Arfeen. Ia pikir pemuda gembel itu sudah dibuang oleh Vano. Dan ia bisa menjodohkan Sandy dengan Larena. La Viva masih berkembang dengan baik sampai saat ini. Jika putrinya tak mampu menyaingi La Viva, maka ia harus bisa mengambil alih perusahaan itu. Jika Sandy menikahi Larena, maka Sandy akan bisa mengambil alih La Viva untu Bela. Selama ini Bela selalu mengeluh tak bisa menyaingi La Viva. Ambisi putrinya itu adalah menjadi ratu kosmetik. Ia ingin menjadi pemimpin perusahaan kosmetik nomor satu di negara ini. Sayangnya, La Viva selalu unggul. Dan Berlian Cosmetic sering kali menjadi nomor 2 atau 3. "Tuan Alen Weitzman, jika Anda berharap akan ada perceraian antara aku dan Larena ... mungkin Anda harus bangun dari mimpi. Karena jika terlalu lama terjebak dalam mimpi, ketika bangun itu terkadang cukup menyakitkan!""Bocah tengik, jaga bicaramu! Sepertinya kau tidak tahu dengan siapa sedang berbicara!" Alen tampak marah. Arfeen mengeluarkan tawa getir, gaya
"Menyewa pengawal pribadi?" tanya Vano."Pa, sebentar lagi adalah kontes produk kecantikan. Aku yakin, akan banyak pihak yang mencoba menjatuhkan Rena dan tak ingin Rena menang. Ya ... harus kuakui kali ini aku setuju dengan Arfeen untuk menjaga Rena lebih ekstra!" jawab Viera. "Aku juga setuju sial pengawal pribadi!" saut Arfeen. "Tapi mencari pengawal pribadi yang benar-benar bisa dipercaya itu tidak mudah!" "Soal itu, biar menjadi urusanku. Aku kenal beberapa orang yang bekerja di perusahaan service guard, aku bisa minta saran padanya untuk mencari pengawal pribadi Rena!" tukas Arfeen. "Tapi apa kau yakin mereka kompeten? Kau yakin mereka memang bekerja di jasa service guard?""Tentu saja, Ma. Kami pernah satu sasana dulu!" Tentu saja Viera tidak percaya begitu saja mengingat asal usul pekerjaan Arfeen sebelumnya. Menantunya itu kan hanya mantan tukang sapu jalan. "Ma, dulu Arfeen juga sering mencari uang tambahan dengan pertarungan di atas ring!" ujar Rena membela. Ia tahu