"Aku salut dengan istrimu!" puji Nathan setengah berbisik. Arfeen hanya meliriknya. "Dia bisa menghadapi Freya dengan tenang, dan dia lebih memilih dare dari pada mengatakan sesuatu yang mungkin saja bisa mempermalukan dirimu atau bahkan dirinya sendiri!""Dia memang wanita yang pintar, itu sebabnya aku menikahinya."Nathan menyimpulkan senyum miring, "Kalau begitu kenapa kau tidak mencarikannya satu untukku? Aku juga ingin memiliki istri yang kaya dan cerdas.""Sayangnya tak semua orang memiliki nasib baik sepertiku!" saut Arfeen membuat Nathan menelan ludah dengan getir."Kampret! Iya iya aku tahu kau mampu menikahi wanita tercantik di kota ini. Secara soal tampang, kau itu memang goodlooking!"Arfeen hanya menyimpulkan senyum sebagai tanggapan. "Tapi, Feen. Ngomong-ngomong ... sebenarnya bagaimana sih pertemuan kalian bisa berlanjut setelah kau menolongnya waktu itu?"Arfeen menghela nafas panjang sembari menyadarkan punggung. "Itu cerita yang tidak pendek, akan memakan sedikit
"Larena!""Itu Karena?" tanya Nathan yang rupanya ada bersamanya. Arfeen sangat terkejut mendapati wanita itu terikat di ranjang. Sampai ia tak menggubris sang sahabat. "Andrew, lepaskan aku!" Teriakan Karena bisa ia dengar dengan jelas. Wanita itu berusaha meronta, Arfeen khawatir apa yang wanita itu lakukan akan menyakiti dirinya. Tampak ikatan di pergelangan wanita itu sangat kuat. "Andrew, lepaskan Larena!" pinta Arfeen. Sekarang wajah Andrew muncul di layar. "Melepaskannya? Haa ... aaa ... mana mungkin! Larena itu milikku, bukan milikmu. Jadi aku yang berhak memilikinya!""Bedebah kau, Andrew!" maki Arfeen namun ia tak hilang akal. Lekas ia memberi kode kepada Nathan menggunakan tangan untuk meminta handphone sahabatnya itu. Meski awalnya tidak mengerti akhirnya Nathan paham jika sahabatnya hendak meminjam handphonenya. Mungkin menghubungi polisi. Ketika Nathan mengeluarkan handphone, Arfeen lekas merebutnya. Ia lekas mengirim pesan kepada Liam untuk untuk melacak plat mobil
Sebenarnya Arfeen sudah berada di luar gedung ketika Andrew meneleponnya. Ia tak ingin membuat pria itu curiga jika dirinya sudah ada di sana. Tempat Andrew menyandar Larena rupanya adalah sebuah hotel bintang 3, alasan dia memilih tempat itu adalah yang pertama karena ia tak memiliki cukup uang. Yang kedua, itu adalah tempat umum yang pasti jarang dicurigai. Anak buah Liam meminta semua karyawan hotel untuk meninggalkan tempat itu. Dari resepsionis mereka juga mengetahui bahwa Andrew memesan kamar sambil menggendong wanita, ia mengaku mereka adalah penganti baru. Arfeen menggeram mendengar hal itu. Si resepsionis memberi tahu di kamar nomer berapa pria itu. Sekarang anak buah Liam sudah bersiap di depan pintu kamar. Sebagian yang lain berada di belakang hotel untuk mencegat Andrew kabur dari jendela.Arfeen memerintahkan agar hanya dirinya saja yang masuk ke kamar itu. Ia sudah mendapatkan kunci cadangannya. Jadi ia akan memasuki kamar itu dengan sangat perlahan. Benar saja, Andr
Larena menatap kesal ke arah motor sang suami yang kian menjauh. Satu hal yang membuat Larena heran. Suami kecilnya memberikan sebuah Maybach kepada Freya sebagai pancingan untuk balas dendamnya. Namun kenapa pemuda itu masih menggunakan motor butut yang layaknya dibuang itu? "Jean!""Iya, Nyonya.""Di mana Arfeen menemukanmu?" tanyanya tanpa menoleh. "Seorang teman merekomendasikan saya!""Teman? Apakah temanmu bekerja pada suamiku?""Pada keluarga Tuan Arfeen tepatnya."Keluarga Arfeen? Ia ingat Arfeen menceritakan tentang keluarganya. Mungkin keluarga yang itu. Artinya keluarga Arfeen harusnya termasuk orang kaya kan? "Jean, kau bisa katakan siapa keluarga Arfeen?""Maaf, Nyonya. Itu bukan wewenang saya!" ia menolak secara halus. Larena menyimpulkan senyum miring. "Bukankah suamiku mengatakan agar kau tak membuatku tak senang. Dan aku tak senang dengan jawabanmu!" Ia mencoba memancing. "Maafkan saya, Nyonya. Tapi itu sungguh bukan kewenangan saya, Nyonya tanyakan sendiri saja
"Tapi aku bisa membayangkan Seperti apa reaksi Robert saat ini!" Ia pasti begitu murka terhadap Freya yang terang-terangan mengejarnya di dalam video itu!"Mungkin mereka akan bercerai!" saut Nathan."Tak ada niat untuk menghancurkan hubungan mereka juga sih, tapi karena video itu sepertinya Freya harus berjuang keras untuk bisa meyakinkan Robert agar mereka masih menjadi suami istri!" Arfeen menyandarkan punggungnya. Apa yang terjadi pagi ini sungguh di luar kendalinya. Siapa sangka jika Freya akan mendatanginya dan bersikap seperti itu di kampus. Seharusnya wanita itu lebih berhati-hati. "Tapi, Feen. Aku sungguh penasaran di mana kau bekerja sekarang?"Hasil menyimpulkan senyum tipis, "Kau pasti akan mati jantungnya jika aku boleh tahu!"Ia menelan ludah dengan pahit. "Pelit sekali sih? Lagi pula siapa yang memiliki riwayat penyakit jantung?" Nathan tak terima dengan ocehan temannya. "Ok, jangan terkejut. Aku bekerja di Mahesvara Group!"Kedua mata Nathan melotot. Bahkan tubuhny
"Berikan datanya secepat mungkin!" perintah Arfeen lagi. "Baik, Tuan Muda." Liam meninggalkan ruangan itu, Arfeen menghela nafas panjang dengan memejamkan mata sejenak. Kerja sama antara Radika dan Ferano di masa lalu yang mengalami kegegalan, mengakibatkan Vano dipecat dan tak boleh lagi ikut campur di Jaya Abadi Corp. Ada insiden apa sebenarnya? Ia juga harus tahu seperti apa tanggapan mertuanya, Vano tentang Mahesvara Group. Bukankah ia harus menjemput Larena pulang? Mungkin sambil dinner ia bisa bertanya tentang hal itu jika Larena mengetahui sesuatu. Maka ia pun lekas meninggalkan kantor untuk menuju La Viva. Ketika ia sampai di lobi, rupanya Larena memang sudah berdiri di teras lobi seolah menunggunya. Arfeen turun dari mobil, menghampiri wanita itu. "Sudah lama menunggu?" "Baru beberapa menit." "Bagaimana jika ... kita langsung dinner di luar saja. Aku yang traktir!" ajaknya. "Kau baru saja menerima gaji?" Arfeen hanya mengedikkan bahu. Larena menyetujui ajakan
"Marla?" Baik Arfeen mau pun Larena terkejut dengan kemunculan wanita itu. Mereka tak menyangka jika akan bertemu lagi di tempat ini, yang lebih parah wanita itu mendengar percakapan mereka tentang pernikahan kontrak. "Apa itu benar Arfeen? Kalian hanya menikah kontrak?" tanya Marla dengan sedikit harapan di hatinya. Arfeen dan Larena tak menjawab. "Kupikir, pernikahan kalian sungguhan? Tapi ternyata hanya sandiwara?" "Itu sama sekali bukan urusanmu, Marla!" jawab Arfeen dengan tenang. Marla menyimpulkan senyum miring, "Jadi ... apakah sekarang kau memiliki banyak uang karena wanita ini menyewamu?" tanyanya melirik Larena dengan kedua matanya. "Sudah kukatakan itu bukan urusanmu!" "Mungkin memang bukan urusanku, aku hanya tidak menyangka kau rela menjual dirimu kepada tante-tane ini!" Larena melotot mendengar hal itu. Ia memang membeli Arfeen, tapi hanya sebagai ststus suami, bukan tubuhnya. "Terserah apa katamu, itu sama sekali tak mempengaruhi hubungan kami." "Arfeen, ka
"Pembual!" umpat Larena kesal. Namun ia tak berusaha melepaskan diri. Arfeen memeluknya kian erat. Membiarkan wanita itu menangis. Insiden dengan Marla membuatnya menunda niat awal untuk bertanya tentang peristiwa 20 tahun yang lalu. Dalam perjalanan pulang, Larena tertidur dalam pelukannya. Ia terpaksa menyetir dengan satu tangan karena tangan yang satu harus merangkul tubuh sang istri. Namun yang membuatnya mengumpat berkali-kali adalah efek dari pelukan itu. Wajah Larena yang lelap sangat menggoda, tubuh wanita itu yang menempel padanya tak dipungkiri membangkitkan si Junior. Terasa berdenyut dan sakit. Ketika sampai rumah, ia membangunkan sang istri. "Yang, kita udah sampai rumah. Kau masih betah memelukku apa?" bisiknya membuat salah satu mata Larena memicing. Perlahan Larena menjauhkan tubuh, mengamati sekeliling yang semuanya tak asing. Itu adalah garasi rumahnya. Arfeen turun lebih dulu karena ia ingin membukakan pintu untuk sang istri. Ia juga membantu memapah wanita it