Sebenarnya Arfeen sudah berada di luar gedung ketika Andrew meneleponnya. Ia tak ingin membuat pria itu curiga jika dirinya sudah ada di sana. Tempat Andrew menyandar Larena rupanya adalah sebuah hotel bintang 3, alasan dia memilih tempat itu adalah yang pertama karena ia tak memiliki cukup uang. Yang kedua, itu adalah tempat umum yang pasti jarang dicurigai. Anak buah Liam meminta semua karyawan hotel untuk meninggalkan tempat itu. Dari resepsionis mereka juga mengetahui bahwa Andrew memesan kamar sambil menggendong wanita, ia mengaku mereka adalah penganti baru. Arfeen menggeram mendengar hal itu. Si resepsionis memberi tahu di kamar nomer berapa pria itu. Sekarang anak buah Liam sudah bersiap di depan pintu kamar. Sebagian yang lain berada di belakang hotel untuk mencegat Andrew kabur dari jendela.Arfeen memerintahkan agar hanya dirinya saja yang masuk ke kamar itu. Ia sudah mendapatkan kunci cadangannya. Jadi ia akan memasuki kamar itu dengan sangat perlahan. Benar saja, Andr
Larena menatap kesal ke arah motor sang suami yang kian menjauh. Satu hal yang membuat Larena heran. Suami kecilnya memberikan sebuah Maybach kepada Freya sebagai pancingan untuk balas dendamnya. Namun kenapa pemuda itu masih menggunakan motor butut yang layaknya dibuang itu? "Jean!""Iya, Nyonya.""Di mana Arfeen menemukanmu?" tanyanya tanpa menoleh. "Seorang teman merekomendasikan saya!""Teman? Apakah temanmu bekerja pada suamiku?""Pada keluarga Tuan Arfeen tepatnya."Keluarga Arfeen? Ia ingat Arfeen menceritakan tentang keluarganya. Mungkin keluarga yang itu. Artinya keluarga Arfeen harusnya termasuk orang kaya kan? "Jean, kau bisa katakan siapa keluarga Arfeen?""Maaf, Nyonya. Itu bukan wewenang saya!" ia menolak secara halus. Larena menyimpulkan senyum miring. "Bukankah suamiku mengatakan agar kau tak membuatku tak senang. Dan aku tak senang dengan jawabanmu!" Ia mencoba memancing. "Maafkan saya, Nyonya. Tapi itu sungguh bukan kewenangan saya, Nyonya tanyakan sendiri saja
"Tapi aku bisa membayangkan Seperti apa reaksi Robert saat ini!" Ia pasti begitu murka terhadap Freya yang terang-terangan mengejarnya di dalam video itu!"Mungkin mereka akan bercerai!" saut Nathan."Tak ada niat untuk menghancurkan hubungan mereka juga sih, tapi karena video itu sepertinya Freya harus berjuang keras untuk bisa meyakinkan Robert agar mereka masih menjadi suami istri!" Arfeen menyandarkan punggungnya. Apa yang terjadi pagi ini sungguh di luar kendalinya. Siapa sangka jika Freya akan mendatanginya dan bersikap seperti itu di kampus. Seharusnya wanita itu lebih berhati-hati. "Tapi, Feen. Aku sungguh penasaran di mana kau bekerja sekarang?"Hasil menyimpulkan senyum tipis, "Kau pasti akan mati jantungnya jika aku boleh tahu!"Ia menelan ludah dengan pahit. "Pelit sekali sih? Lagi pula siapa yang memiliki riwayat penyakit jantung?" Nathan tak terima dengan ocehan temannya. "Ok, jangan terkejut. Aku bekerja di Mahesvara Group!"Kedua mata Nathan melotot. Bahkan tubuhny
"Berikan datanya secepat mungkin!" perintah Arfeen lagi. "Baik, Tuan Muda." Liam meninggalkan ruangan itu, Arfeen menghela nafas panjang dengan memejamkan mata sejenak. Kerja sama antara Radika dan Ferano di masa lalu yang mengalami kegegalan, mengakibatkan Vano dipecat dan tak boleh lagi ikut campur di Jaya Abadi Corp. Ada insiden apa sebenarnya? Ia juga harus tahu seperti apa tanggapan mertuanya, Vano tentang Mahesvara Group. Bukankah ia harus menjemput Larena pulang? Mungkin sambil dinner ia bisa bertanya tentang hal itu jika Larena mengetahui sesuatu. Maka ia pun lekas meninggalkan kantor untuk menuju La Viva. Ketika ia sampai di lobi, rupanya Larena memang sudah berdiri di teras lobi seolah menunggunya. Arfeen turun dari mobil, menghampiri wanita itu. "Sudah lama menunggu?" "Baru beberapa menit." "Bagaimana jika ... kita langsung dinner di luar saja. Aku yang traktir!" ajaknya. "Kau baru saja menerima gaji?" Arfeen hanya mengedikkan bahu. Larena menyetujui ajakan
"Marla?" Baik Arfeen mau pun Larena terkejut dengan kemunculan wanita itu. Mereka tak menyangka jika akan bertemu lagi di tempat ini, yang lebih parah wanita itu mendengar percakapan mereka tentang pernikahan kontrak. "Apa itu benar Arfeen? Kalian hanya menikah kontrak?" tanya Marla dengan sedikit harapan di hatinya. Arfeen dan Larena tak menjawab. "Kupikir, pernikahan kalian sungguhan? Tapi ternyata hanya sandiwara?" "Itu sama sekali bukan urusanmu, Marla!" jawab Arfeen dengan tenang. Marla menyimpulkan senyum miring, "Jadi ... apakah sekarang kau memiliki banyak uang karena wanita ini menyewamu?" tanyanya melirik Larena dengan kedua matanya. "Sudah kukatakan itu bukan urusanmu!" "Mungkin memang bukan urusanku, aku hanya tidak menyangka kau rela menjual dirimu kepada tante-tane ini!" Larena melotot mendengar hal itu. Ia memang membeli Arfeen, tapi hanya sebagai ststus suami, bukan tubuhnya. "Terserah apa katamu, itu sama sekali tak mempengaruhi hubungan kami." "Arfeen, ka
"Pembual!" umpat Larena kesal. Namun ia tak berusaha melepaskan diri. Arfeen memeluknya kian erat. Membiarkan wanita itu menangis. Insiden dengan Marla membuatnya menunda niat awal untuk bertanya tentang peristiwa 20 tahun yang lalu. Dalam perjalanan pulang, Larena tertidur dalam pelukannya. Ia terpaksa menyetir dengan satu tangan karena tangan yang satu harus merangkul tubuh sang istri. Namun yang membuatnya mengumpat berkali-kali adalah efek dari pelukan itu. Wajah Larena yang lelap sangat menggoda, tubuh wanita itu yang menempel padanya tak dipungkiri membangkitkan si Junior. Terasa berdenyut dan sakit. Ketika sampai rumah, ia membangunkan sang istri. "Yang, kita udah sampai rumah. Kau masih betah memelukku apa?" bisiknya membuat salah satu mata Larena memicing. Perlahan Larena menjauhkan tubuh, mengamati sekeliling yang semuanya tak asing. Itu adalah garasi rumahnya. Arfeen turun lebih dulu karena ia ingin membukakan pintu untuk sang istri. Ia juga membantu memapah wanita it
"Arfeen!" desah Larena yang kemudian mendongakkan kepala karena sensasi yang ia rasakan dari perbuatan Arfeen. Tanpa dikomando kedua tangannya meremas rambut pemuda itu. Lidah Arfeen sekarang menuruni perutnya, terus meluncur hingga ke bagian paling indah yang Larena miliki. Ia memberikan beberapa kecup ringan di sana sebelum berdiri. Sekali lagi menyambar mulut wanita itu dengan rakus. Arfeen mengangkat tubuh Larena ke dadanya, membawa ke ranjang dan membaringkan di sana. Ia melucuti pakaiannya sendiri karena sepertinya sang istri masih malu untuk melakukan itu untuknya. Sekarang ia juga sudah polos di depan wanita itu, kedua mata Larena menatap tiap ototnya tanpa kedip. Pandangannya lalu turun hingga ia harus melebarkan mata mendapati junior Arfeen yang telah tagap sempurna dengan ukuran yang membuatnya takut. Tubuhnya bergetar, itu adalah pertama kalinya ia melihat milik pria. Arfeen tahu sang istri gugup, dari reaksinya sepertinya wanita itu memang belum pernah melakukannya.
Larena terkejut mendapati milik Arfeen yang rupanya masih tegap. Ia menelan ludah seketika. Kemudian kembali menatap wajah sang suami. "Masih mau?" tanyanya polos. Senyum nakal terlukis di wajah Arfeen. "Habisnya ... istriku ini sangat cantik, bagaimana aku tidak tergoda kembali?" Larena jadi salah tingkah, rupanya dirayu di atas ranjang jauh lebih membuatnya gugup. Arfeen menarik dagunya agar bisa menangkap bibir ranum Larena. "Arfeen!" "Hem?" Akhirnya mereka melakukannya sekali lagi dan kali ini dengan durasi yang lebih lama. Larena benar-benar sampai kehabisan tenaga, begitu permainan selesai ia langsung terlelap. Arfeen memeluk erat tubuh polos sang istri di balik selimut. Siapa yang akan percaya jika seorang wanita berusia 35 tahun masih virgin! Masih ranum seperti gadis belia. Paginya, Arfeen lekas meloncat keluar kamar mandi ketika mendengar Larena setengah berteriak memanggilnya. "Iya, sayang. Kau kenapa?" tanyanya panik, tubuhnya masih penuh dengan busa. Dan