Jordi berjalan perlahan ke arah suara dering handphone yang mulai ia hafal itu. Apakah mungkin gadis itu bersembunyi? Ingin bermain petak umpet begitu maksudnya! Tapi tidak mungkin! Jordi berjalan dengan begitu waspada. Ia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Frita adalah gadis yang blak-blakan, jadi ia tidak akan mungkin melakukan permainan seperti ini. Mata elangnya menangkap bayangan yang tak biasa di balik pohon, dan itu bukan bayangan seorang wanita karena ia sudah sangat hafal seperti apa postur tubuh Frita. Namun ia akan mengikuti permainan ini. "Frita, jangan main-main! Kau tahu aku tidak suka permainan anak kecil!"ujarnya melangkah pelan-pelan. Ia sengaja berjalan dengan sangat santai, ketika sampai di sisi pohon seseorang mengayunkan tongkat bisbol ke arahnya. Dengan sigap Jordi menangkap tongkat itu, pandangannya bertemu dengan sang penyerang. Sayangnya pria yang menyerangnya menggunakan masker wajah sehingga ia hanya bisa melihat matanya saja. Tanpa pikir panjang i
Berada di pihak yang berseberangan? Kenapa Jordi berkata demikian?"Apa maksudmu?" tanya Frita menyingkirkan telapak tangan dari bibir pira itu. Jordi menghela nafas. "Kau tahu sampai kapan pun, aku akan setia pada Presdir. Kami sedang menyelidiki satu kasus, dan jika Gunawangsa terlibat ... mungkin ada kemungkinan kita berada di pihak yang berbeda. Kau ... tetap Nona Muda dari keluarga Gunawangsa!" ujar Jordi menjelaskan. Mereka sedang menyelidiki satu kasus. Kasus apa? Apakah hal itu bisa membuat Mahesvara dan Gunawangsa bermusuhan? Itukah yang Jordi maksud?Lalu apa hubungan itu dengan hubungan pribadi mereka?"Kau seorang yang profesional kan? Kau tidak akan mencampur adukan masalah hati dengan pekerjaan kan?" tuntut Frita. Jordi tak menjawab. Frita harus menghela nafas berat. Ia memang nona muda dari keluarga Gunawangsa, tapi jika keluarga besarnya terlibat kasus kejahatan ia juga tidak akan membela. "Kau tidak perlu khawatir, Jordi. Aku masih bisa menempatkan porsiku sebagai
Mario menoleh Devon dengan amarah masih menguasai. "Mereka adalah orang-orang pilihan kakakku. Kemampuan mereka di atas rata-rata, jika memang Jordi berhasil melenyapkan mereka ... artinya pria itu memang tak bisa dianggap remeh!" "Tapi Mario, jika memang mereka dilenyapkan. Tetap harus ada jasadnya kan?" Devon mengingatkan. Mario tercenung, membenarkan ucapan sahabatnya. "Benar juga, hmjika Jordi melenyapkan mereka. Pasti jasadnya dibuang ke suatu tempat. Tapi jika tak ada jasadnya ....""Aku curiga ... Jordi bukan pengawal biasa. Bukankah Arfeen bekerja di Mahesvara Group. Mungkin Jordi ... adalah anggota kelompok hitam yang dipimpin Zagan.""Anggota Federasi?" saut Mario. "Jika benar ... mungkin kita telah salah berurusan dengan seseorang!" "Yang tidak masuk diakal ... mana mungkin Arfeen dikawal oleh seorang anggota Federasi? Kecuali dia ...," baik Mario mau pun Devon saling pandang. "Tuan Muda Mahesvara?" ucap mereka serentak. "Apakah itu mungkin?" imbuh Mario sambil mengge
Larena menggertakkan gigi, mamanya benar. Mereka mengundangnya datang ke acara reuni hanya untuk mencibirnya saja! Karir cemerlang yang ia toreh di La Viva rupanya tidak cukup membuatnya disegani dan dicintai teman-temannya. Keputusannya menunggu Damian kembali telah membuatnya terus menjadi bahan olokan sebagai perawan tua. Dan ketika ia menikah pun, ia masih menjadi bahan olokan karena status Arfeen sebagai tukang sapu jalan diketahui oleh sang paman dan dibongkar di hari pernikahannya. Kecurigaan beberapa pihak tentang pernikahan kontraknya dengan Arfeen pun kerap membuatnya terpojok. Dan jika pernikahannya dengan Arfeen suatu saat berakhir, itu akan semakin membuktikan bahwa memang benar ia menjalani pernikahan kontrak hanya demi mematahkan predikat perawan tuanya. Meski hal itu memang benar adanya, tapi ia tak ingin semua orang tahu. Sepertinya ia memang harus memantapkan hati untuk mencintai Arfeen dan melupakan Damian selamanya. Dengan begitu tidak akan ada lagi yang m
Semua yang ada di ruangan tercengang dengan apa yang terjadi. Seseorang dengan beraninya menampar Rere.Siapa yang tak mengenal Rere. Reana Dee Abrisham, keluarga Abrisham adalah keluarga terbesar nomor 5 di negeri ini setelah keluarga Purnomo.Rere adalah supermodel sejak duduk di bangku kuliah, ia menjadi primadona kampus.Larena lebih terkejut lagi karena yang baru saja menampar Rere adalah Jean.Rere memegang pipinya yang terasa panas, ia menatap Jean yang menatapnya dengan dingin."Siapa kau? Berani sekali kau menamparku?""Minta maaf!" perintah Jean."Apa?!""Minta maaf pada Nyonyaku!" sekali lagi ia meminta dengan nada mengancam.Tapi dengan angkuhnya Rere masih tak mau meminta maaf."Minta maaf? Kepada Larena? Tidak! Sampai kapan pun aku tidak akan meminta maaf padanya. Karena apa yang aku ucapkan itu semuanya tidak salah!"Kayla mendekat,
Mario mengeratkan pisau di tangannya, sementara Devon yang tak ingin mati konyol pun mencari celah untuk melarikan diri.Sayangnya Edi langsung menghadang. "Mau kabur, pengecut!"Mau tak mau Devon pun harus melawan Edi.Sementara Arfeen bertarung langsung dengan Mario. Jordi menghadapi sisanya.Pisau yang Mario pegang itu sudah dilumuri dengan racun. Jadi meski hanya mampu menggores lawan, namun dijamin racun itu akan dengan cepat menyebar ke pembuluh darah. Menyebabkan sesak nafas dan gagal jantung. Korbannya akan meninggal dalam hitungan menit jika tak segera mendapatkan anti racun.Arfeen berhasil menangkap tangan Mario yang hendak menusuknya kemudian membelokkan hingga pisau itu menusuk perut Mario. Memang tidak dalam karena Arfeen tak berniat menghabisi Mario sekarang. Ia hanya ingin memberikan pemuda itu peringatan.Arfeen tak pernah tahu bahwa pisau itu beracun. Ia melepaskan tangannya dari tangan M
Arfeen meloncat dari helikopter ketika benda itu mendarat di lapangan kompleks. Ia segera berlari ke rumah untuk memastikan Larena aman. Bi Ijah sangat terkejut saat membuka pintu karena tuan mudanya langsung masuk terburu-buru. "Apakah Larena ada di rumah, Bi?" tanyanya sambil terus berjalan. "Ada di kamar, Tuan. Ada apa?" Arfeen langsung menuju kamar, tak memedulikan Viera yang duduk di ruang tv. Larena membalik tubuhnya saking terkejut ketika pintu terbuka lebar begitu saja. "Arfeen?" serunya heran saat pemuda itu memasuki kamar dengan langkah lebar. Meraih tubuhnya dan memeriksa. "Kau baik-baik saja kan? Tak ada yang melukaimu kan?" Larena sangat terharu, ia pikir suaminya sangat cemas karena mendapat kabar dari Jean tentang perundungan mnya di reuni. "Aku baik-baik saja. Untungnya tak ada yang melukaiku." "Syukurlah!" Arfeen memeluknya. "Aku sangat khawatir." "Jean menjagaku dengan baik." Karena penasaran Viera pun mengecek ke kamar sang putri. Bersedekah samb
Arfeen meminta Indra dan timnya untuk menjaga rumah kediaman Vano Jayendra. Ada beberapa urusan yang harus ia selesaikan di luar. "Kau benar-benar tampak seperti bigbos. Mau ke mana?" tanya Larena menatapnya. Arfeen membenahi jasnya di depan cermin. "Menyelesaikan beberapa hal!" "Apakah akan sampai larut?" ada nada cemas yang bisa Arfeen rasakan dari suara wanita itu. "Tergantung," sautnya menoleh. "Tapi semoga cepat selesai!" Larena mengerucutkan bibir. Ia berharap Arfeen juga tak keluar rumah hari ini. Arfeen menyimpan senyum tipis, berjalan menghampiri. "Begitu selesai aku akan langsung pulang. Ok!" janjinya menyentuh pipi sang istri. Larena tak menjawab. Entah mengapa ia agak berat ketika suaminya hendak pergi. Apalagi setelah mendengar pengakuan pemuda itu yang tanpa sengaja membuat teman kampusnya kehilangan nyawa. Anehnya pihak kepolisian tidak akan ikut campur dalam masalah ini. Bukankah itu artinya ... suaminya sama berkuasanya dengan keluarga Panji Kesuma? Jadi benark