Lahir dari keluarga terpandang, memiliki tunangan yang diidolakan banyak orang, dan memiliki kakak pria yang mendukungnya membuat Claire tampak menjadi sosok yang sangat beruntung di dunia. Sedikit saja wanita itu terluka, Claudia yakin jika banyak pihak yang akan pasang badan untuk melindungi Claire Lee. “Kamu setuju, Claudia?” Bu Yuli bertanya, memastikan sekali lagi. Ekor mata Claudia melirik Claire. Wanita itu masih mempertahankan senyumnya. Senyum yang bisa membuat siapa pun luluh padanya. Tapi, kini tidak lagi bagi Claudia. “Seandainya aku boleh menolak, bisa?” tanya Claudia memberanikan diri. Perlahan tangan Claire yang menggelayut di lengan Claudia mengendur. Dia langsung memasang raut wajah sedih. “Claudia, kenapa?” lirihnya. Pun, sepasang manik cokelat Liam yang menatapnya tajam. “Apa alasanmu menolak Claire untuk dijadikan wakil ketua?!” Bu Yuli hanya memandang Claudia, menunggu jawaban apa yang akan dikatakan wanita tersebut. Sejujurnya, semenjak kedatangan Liam Lee
Suara dalam nsn berat itu berjalan mendekat, masuk ke dalam ruangan. Bu Yuli yang melihat sosok tersebut langsung berdiri dari duduknya, “Pak Ryuga.”Mendengar nama itu membuat napas Claudia tercekat. Terlebih saat Claudia merasakan ada sebuah tangan yang menyambar lengannya lembut hingga wanita itu bangkit dari duduknya.Ryuga sempat melirik sebentar ke arah Claudia yang menundukkan wajah dan mengedarkan pandangan menatap sosok-sosok yang ada di sana, “Kalau bukan Claudia ketuanya, maka jangan harap pameran seni ini akan berjalan.”Siapa yang menyangka jika Ryuga akan datang? Claire terkejut bukan main. Jantungnya kembali berdebar. Entah karena terkejut atau ada hal lain dibandingkan itu.“Pak Liam, beliau Pak Ryuga selaku Presdir Daksa Company yang saya maksud,” jelas Bu Yuli.Liam Lee tak bergeming. Dia jelas tahu betul sosok Ryuga dalam dunia bisnis, apalagi keduanya bergerak di bidang yang sama. Namun, selama ini Liam belum pernah menjalin kerjasama dengan Ryuga.Claire, Bu Rika,
HAPRyuga berhasil menangkap tangan Claudia dan menuntun arah ke mana wanita itu pergi. Satu-satunya tempat yang aman adalah mobil hitam miliknya.Claudia hanya menurut, tak ada pemberontakan bahkan sekadar bertanya. Energinya seakan terkuras habis di ruangan dekan tadi.Begitu sudah masuk ke dalam mobil, Ryuga menekan tombol pembatas antara kursi sopir dan penumpang. Pria itu sempat menyatakan tujuannya pergi, “Kita ke rumah sakit terdekat.”Barulah hal itu membuat Claudia penasaran. “Untuk apa kita ke sana?”Ryuga mendengus mendengar pertanyaan Claudia. Wanita itu membuat Ryuga hampir kehilangan kewarasannya.“Lihat tanganmu, Claudia. Apa yang terjadi?” desis Ryuga menunjuk lengan Claudia yang sudah dipenuhi bentol-bentol merah. Pria itu sempat melihatnya saat di ruangan dekan tadi dan bukan waktu yang tepat menanyakan keadaan Claudia.Ingin mengelak, tapi percuma saja. Ryuga sudah melihatnya. Claudia hanya dapat memeluk lengannya. “Alergiku kambuh,” beritahunya.Satu dua lima detik
Usai menebus obat, Ryuga kembali menemui Claudia yang untungnya wanita itu tidak pergi ke mana-mana. Diam-diam Ryuga menghela napas lega.“Sudah, Ryuga?” tanya Claudia.“Mmm … obatnya,” kata Ryuga seraya menyerahkan kantong kresek berisikan obat yang harus diminum Claudia. “Kalau kamu masih merasa gatal, oleskan salep juga, Claudia,” jelas Ryuga menyerahkan kresek obat ke tanClaudia menerima obatnya. “U-uangnya nanti aku ganti–“Apa aku tampak tidak punya uang sehingga kamu harus mengganti uangku, Claudia?”Ucapan Claudia menyinggung harga dirinya. Ryuga menatap Claudia dengan manik hitamnya yang menyorot tajam.“Aku cu-cuma nggak mau punya hutang budi,” jujur Claudia.“Tidak perlu merasa begitu. Sekarang, ayo ikut aku, Claudia!” Perkataan yang terucap dari bibir Ryuga adalah perintah.Tidak ingin memancing kemarahan pria itu, Claudia menuruti langkah Ryuga yang sangat cepat. Dia kesusahan mengejar langkah Ryuga yang besar-besar.Alhasil langkahnya yang terseok itu membuat Claudia te
“Tidakkah seharusnya sesekali kamu berkunjung ke kantorku, Claudia?”Alih-alih menjawab, Ryuga malah menimpali dengan pertanyaan. Pria itu menambahkan, “Agar orang-orang di kantorku tahu jika aku sudah punya tunangan, Claudia. Jadi, tidak ada lagi wanita-wanita yang berusaha merayuku.”Ucapan Ryuga itu terdengar percaya diri sekali. Claudia sampai menyipitkan mata sambil memandangi Ryuga.“Apa itu nggak masalah?” tanya Claudia berikutnya. Wanita itu mengedikkan bahu, “Maksudku, orang-orang akan membicarakan hubungan kita kalau kita putus, Ryuga.”Membayangkannya saja membuat Claudia sudah merasa lelah.“Kamu sudah membayangkan kita akan putus, Claudia?” tanya Ryuga dengan suara ketusnya.Mulut Claudia terbuka dan tertutup. “Seandainya hubungan sandiwara ini berakhir, itu akan merepotkan jika orang-orang di kantormu mengetahuinya,” jelas Claudia yang tidak ingin Ryuga salah paham padanya.“Nggak masalah,” dengus Ryuga. Lagipula orang-orang yang dimaksud Claudia tidak akan berani bergos
Katakanlah Claudia norak, karena ini kali pertamanya menginjakkan kaki di gedung pencakar langit dengan gaya arsitektur yang terlihat mewah.Belum lagi saat menuju lobby perusahaan, terdapat furniture yang bernilai artistik di matanya. Padahal eksistensi Claudia mulai diperhatikan oleh orang-orang sekitar.Siapa wanita itu? Mengapa dia bersama Ryuga dan memakai jasnya? Kira-kira begitulah pertanyaan karyawan Ryuga saat menatap wajah cantik Claudia.“Berhentilah menatap sekitar, Claudia,” tegur Ryuga pada calon tunangannya itu.“M-maaf, aku hanya–Ucapan Claudia terputus karena tanpa aba-aba Ryuga merangkul pundaknya. Seketika mode sandiwaranya kembali aktif.“Lakukan dengan baik,” titah Ryuga berbisik di telinganya.Tindakan kecil Ryuga membuat beberapa karyawan di lobby perusahaan memekik kecil. Mereka tidak pernah melihat wanita yang berada di samping Ryuga. Pun, melihat Ryuga yang tiba-tiba mengelus pundak Claudia dengan sayang.“Tentu, Ryuga. Aku takkan mengecewakanmu.”Apalagi se
“Om Rudi,” sapa Claudia segera ke luar dari lift disusul Ryuga. Tanpa ragu, Claudia menyodorkan tangan untuk menyalami punggung tangan pria paruh baya itu. Claudia tidak tahu saja jika tindakan kecilnya itu berhasil membuat Rudi tersenyum meski tipis. “Kalian kencan di pagi hari?” Rudi langsung bertanya tanpa berbasa-basi dahulu. Dia sempat mendengar dari asisten Ryuga mengenai keterlambatan Ryuga pagi itu. Padahal biasanya, jarang-jarang Ryuga menunda rapat jika tidak ada kaitannya dengan Aruna. Pertanyaan Rudi sukses membuat Claudia tersedak air ludahnya sendiri. ‘Kencan!?’ “Pa,” tegas Ryuga memprotes. “Eng-enggak Om, a-aku mampir aja kebetulan– “Nggak apa-apa, Om paham,” potong Rudi. Pria itu menatap Ryuga penuh selidik, “Papa dengar kamu ada rapat sebentar lagi. Mau yang lain saja untuk menggantikanmu, Ryuga? Jadi, kamu bisa kencan dengan Claudia.” Bagi Claudia itu seperti sebuah sindiran. Padahal Rudi tidak bermaksud demikian. “Om-om Rudi, bu-bukan begitu. Ryuga tetap bek
Sebelum pergi rapat, Ryuga menunjukkan sebuah ruangan pribadinya pada Claudia. Pria itu menyuruh Claudia beristirahat di sana dan memintanya untuk menghubunginya jika membutuhkan sesuatu.Claudia tak banyak membantah, wanita itu menurut. Dia bertekad tak akan mengganggu Ryuga.“Aku nggak akan lupa sama kebaikanmu, Ryuga,” gumam Claudia sambil menatap langit-langit kamar.Beberapa menit yang lalu, Claudia memilih membaringkan tubuhnya. Dia kehabisan energi dan satu-satunya yang bisa dilakukannya sekarang adalah tidur untuk mengisi saya tubuhnya. Claudia juga akan kembali ke kampus untuk mengajar di kelas malam.Wanita itu memiringkan tubuhnya, menaruh satu lengan di bawah bantal dan tersenyum saat netra matanya tertuju pada pigura foto yang ada di nakas.“Ryuga … Aruna … aku senang bisa bertemu kalian,” gumam Claudia perlahan mulai memejamkan mata dan tak lama Claudia benar-benar tertidur nyenyak.Berbeda dengan aktivitas Ryuga yang tengah rapat. Pria itu beberapa kali menanyakan hal k