HAPRyuga berhasil menangkap tangan Claudia dan menuntun arah ke mana wanita itu pergi. Satu-satunya tempat yang aman adalah mobil hitam miliknya.Claudia hanya menurut, tak ada pemberontakan bahkan sekadar bertanya. Energinya seakan terkuras habis di ruangan dekan tadi.Begitu sudah masuk ke dalam mobil, Ryuga menekan tombol pembatas antara kursi sopir dan penumpang. Pria itu sempat menyatakan tujuannya pergi, “Kita ke rumah sakit terdekat.”Barulah hal itu membuat Claudia penasaran. “Untuk apa kita ke sana?”Ryuga mendengus mendengar pertanyaan Claudia. Wanita itu membuat Ryuga hampir kehilangan kewarasannya.“Lihat tanganmu, Claudia. Apa yang terjadi?” desis Ryuga menunjuk lengan Claudia yang sudah dipenuhi bentol-bentol merah. Pria itu sempat melihatnya saat di ruangan dekan tadi dan bukan waktu yang tepat menanyakan keadaan Claudia.Ingin mengelak, tapi percuma saja. Ryuga sudah melihatnya. Claudia hanya dapat memeluk lengannya. “Alergiku kambuh,” beritahunya.Satu dua lima detik
Usai menebus obat, Ryuga kembali menemui Claudia yang untungnya wanita itu tidak pergi ke mana-mana. Diam-diam Ryuga menghela napas lega.“Sudah, Ryuga?” tanya Claudia.“Mmm … obatnya,” kata Ryuga seraya menyerahkan kantong kresek berisikan obat yang harus diminum Claudia. “Kalau kamu masih merasa gatal, oleskan salep juga, Claudia,” jelas Ryuga menyerahkan kresek obat ke tanClaudia menerima obatnya. “U-uangnya nanti aku ganti–“Apa aku tampak tidak punya uang sehingga kamu harus mengganti uangku, Claudia?”Ucapan Claudia menyinggung harga dirinya. Ryuga menatap Claudia dengan manik hitamnya yang menyorot tajam.“Aku cu-cuma nggak mau punya hutang budi,” jujur Claudia.“Tidak perlu merasa begitu. Sekarang, ayo ikut aku, Claudia!” Perkataan yang terucap dari bibir Ryuga adalah perintah.Tidak ingin memancing kemarahan pria itu, Claudia menuruti langkah Ryuga yang sangat cepat. Dia kesusahan mengejar langkah Ryuga yang besar-besar.Alhasil langkahnya yang terseok itu membuat Claudia te
“Tidakkah seharusnya sesekali kamu berkunjung ke kantorku, Claudia?”Alih-alih menjawab, Ryuga malah menimpali dengan pertanyaan. Pria itu menambahkan, “Agar orang-orang di kantorku tahu jika aku sudah punya tunangan, Claudia. Jadi, tidak ada lagi wanita-wanita yang berusaha merayuku.”Ucapan Ryuga itu terdengar percaya diri sekali. Claudia sampai menyipitkan mata sambil memandangi Ryuga.“Apa itu nggak masalah?” tanya Claudia berikutnya. Wanita itu mengedikkan bahu, “Maksudku, orang-orang akan membicarakan hubungan kita kalau kita putus, Ryuga.”Membayangkannya saja membuat Claudia sudah merasa lelah.“Kamu sudah membayangkan kita akan putus, Claudia?” tanya Ryuga dengan suara ketusnya.Mulut Claudia terbuka dan tertutup. “Seandainya hubungan sandiwara ini berakhir, itu akan merepotkan jika orang-orang di kantormu mengetahuinya,” jelas Claudia yang tidak ingin Ryuga salah paham padanya.“Nggak masalah,” dengus Ryuga. Lagipula orang-orang yang dimaksud Claudia tidak akan berani bergos
Katakanlah Claudia norak, karena ini kali pertamanya menginjakkan kaki di gedung pencakar langit dengan gaya arsitektur yang terlihat mewah.Belum lagi saat menuju lobby perusahaan, terdapat furniture yang bernilai artistik di matanya. Padahal eksistensi Claudia mulai diperhatikan oleh orang-orang sekitar.Siapa wanita itu? Mengapa dia bersama Ryuga dan memakai jasnya? Kira-kira begitulah pertanyaan karyawan Ryuga saat menatap wajah cantik Claudia.“Berhentilah menatap sekitar, Claudia,” tegur Ryuga pada calon tunangannya itu.“M-maaf, aku hanya–Ucapan Claudia terputus karena tanpa aba-aba Ryuga merangkul pundaknya. Seketika mode sandiwaranya kembali aktif.“Lakukan dengan baik,” titah Ryuga berbisik di telinganya.Tindakan kecil Ryuga membuat beberapa karyawan di lobby perusahaan memekik kecil. Mereka tidak pernah melihat wanita yang berada di samping Ryuga. Pun, melihat Ryuga yang tiba-tiba mengelus pundak Claudia dengan sayang.“Tentu, Ryuga. Aku takkan mengecewakanmu.”Apalagi se
“Om Rudi,” sapa Claudia segera ke luar dari lift disusul Ryuga. Tanpa ragu, Claudia menyodorkan tangan untuk menyalami punggung tangan pria paruh baya itu. Claudia tidak tahu saja jika tindakan kecilnya itu berhasil membuat Rudi tersenyum meski tipis. “Kalian kencan di pagi hari?” Rudi langsung bertanya tanpa berbasa-basi dahulu. Dia sempat mendengar dari asisten Ryuga mengenai keterlambatan Ryuga pagi itu. Padahal biasanya, jarang-jarang Ryuga menunda rapat jika tidak ada kaitannya dengan Aruna. Pertanyaan Rudi sukses membuat Claudia tersedak air ludahnya sendiri. ‘Kencan!?’ “Pa,” tegas Ryuga memprotes. “Eng-enggak Om, a-aku mampir aja kebetulan– “Nggak apa-apa, Om paham,” potong Rudi. Pria itu menatap Ryuga penuh selidik, “Papa dengar kamu ada rapat sebentar lagi. Mau yang lain saja untuk menggantikanmu, Ryuga? Jadi, kamu bisa kencan dengan Claudia.” Bagi Claudia itu seperti sebuah sindiran. Padahal Rudi tidak bermaksud demikian. “Om-om Rudi, bu-bukan begitu. Ryuga tetap bek
Sebelum pergi rapat, Ryuga menunjukkan sebuah ruangan pribadinya pada Claudia. Pria itu menyuruh Claudia beristirahat di sana dan memintanya untuk menghubunginya jika membutuhkan sesuatu.Claudia tak banyak membantah, wanita itu menurut. Dia bertekad tak akan mengganggu Ryuga.“Aku nggak akan lupa sama kebaikanmu, Ryuga,” gumam Claudia sambil menatap langit-langit kamar.Beberapa menit yang lalu, Claudia memilih membaringkan tubuhnya. Dia kehabisan energi dan satu-satunya yang bisa dilakukannya sekarang adalah tidur untuk mengisi saya tubuhnya. Claudia juga akan kembali ke kampus untuk mengajar di kelas malam.Wanita itu memiringkan tubuhnya, menaruh satu lengan di bawah bantal dan tersenyum saat netra matanya tertuju pada pigura foto yang ada di nakas.“Ryuga … Aruna … aku senang bisa bertemu kalian,” gumam Claudia perlahan mulai memejamkan mata dan tak lama Claudia benar-benar tertidur nyenyak.Berbeda dengan aktivitas Ryuga yang tengah rapat. Pria itu beberapa kali menanyakan hal k
Masih setengah sadar, Claudia samar-samar melihat wajah Ryuga yang semula dekat menjadi jauh. Wanita itu mengangkat tangannya untuk menutupi mulutnya yang hendak menguap.“Ryuga,” panggil Claudia dengan suara yang parau, khas bangun tidur. Matanya mengedip lambat. “Sudah selesai rapatnya?”Diam-diam Ryuga bersyukur Claudia lebih dulu bangun. Jika tidak, Ryuga pasti akan benar-benar merealisasikan keinginannya.“Jika belum, aku tidak mungkin ada di sini bersamamu sekarang.” Ryuga menyahut dengan ketus. Padahal Claudia bertanya baik-baik.Wanita itu segera mendudukkan dirinya, “Maaf, aku tidur terlalu lama. Nanti aku bereskan tempat tidurnya, aku juga akan bawa ke laundry–“Cukup, Claudia. Bangun,” potong Ryuga dengan suara dingin yang berhasil membuat nyawa Claudia terkumpul sepenuhnya.“O-oke, sebentar.” Wanita itu menyibak selimut lantas turun dari ranjang tidur. Hampir saja dirinya oleng karena tubuhnya tidak seimbang.Ryuga dengan cepat menahan pundak Claudia. Pria itu menaikkan s
Kesadaran Claudia benar-benar pulih saat dia berhasil mengisi perutnya dengan kenyang. Ryuga mencukupi nutrisinya.“Ryuga, aku ingin mentraktirmu kapan-kapan,” ucap Claudia setelah menghabiskan dua jeruk di atas meja. “Kamu sudah begitu baik, jadi aku ingin membalas kebaikanmu,” bubuh Claudia berikutnya.Dia mengambil tissue basah dan mengelap tangannya. Namun sampai Claudia selesai, tak ada tanda-tanda Ryuga meresponsnya. Jadi, Claudia menolehkan wajah untuk melihat Ryuga yang duduk di sampingnya.Pria itu menyimpan setengah jeruk yang belum dihabiskannya lalu mengelapnya dengan tissue basah. Claudia hanya diam memperhatikan.“Aku tidak mau ditraktir,” tolak Ryuga tegas. Dia baru menolehkan wajah untuk melihat Claudia yang sudah menaikkan satu alisnya. Ryuga pun menambahkan, “Tapi, sebagai gantinya, aku menginginkan yang lain.”“Y-yang lain?” cicit Claudia. “Kamu ingin aku memberimu uang?”Jika menyangkut uang, Claudia akan menyerah saja. Dia baru masuk bekerja, mengais pendapatannya
Selagi Ryuga mengambil tab dan catatan di ruangan kerjanya, secara bersamaan dia mendapatkan panggilan telepon dari Riel. Pria dengan tahun kelahiran yang sama dengan Claudia itu menanyakan satu dua hal terkait kontrak kerjasama dengan perusahaan lain.“Besok aku tinjau kembali terkait kontrak dari perusahaan yang kamu maksud, Riel. Sekarang, aku harus menemui Claudia dulu.” Dengan kata lain, Ryuga sedang tidak mau diganggu.Bisa berduaan dengan Claudia adalah waktu emas bagi Ryuga. Jadi, tidak boleh disia-siakan.“Baik, Pak Ryuga.”Ibu jari Ryuga yang hendak menekan tombol merah di layar ponsel tertahan saat mendengar suara Riel bicara lagi di seberang sana. “Apa Anda sedang bersama Bu Claudia, Pak Ryuga?”Mendapatkan pertanyaan itu, Ryuga mengurungkan niat untuk mengakhiri panggilan. Dia menautkan alis. “Kenapa kamu ingin tahu, Riel?” tanyanya dengan nada cukup sinis.Riel menahan napas menyadari betapa bodohnya pertanyaan itu. Dia sesaat lupa jika Ryuga benar-benar bersikap posesif
Keputusan Aruna sudah benar dengan tidak ingin menambah urusan Claudia lebih banyak. Kini Claudia tengah dibuat pusing karena Emma menodongkan pertanyaan yang cukup membuat Claudia kepikiran.‘Memikirkan jawaban untuk pertanyaan Tante Em jauh lebih sulit dibandingkan memikirkan jawaban untuk pertanyaan mahasiswa,’ batin Claudia seraya menggeleng-gelengkan kepala.Saking fokus berpikir sambil melamun, Claudia sampai tidak lagi mengikuti alur cerita film yang tengah ditontonnya sejak lima belas menit lalu bersama Ryuga. Merasa diabaikan, Ryuga berusaha mencari perhatian. Bersama Claudia, Ryuga merasa menjadi pria yang haus dengan atensi dan juga … sentuhan.Demikian, Ryuga mengubah posisinya yang duduk menjadi terbaring dengan kepala yang sengaja dijatuhkan di atas paha wanita itu.Tindakan kecil Ryuga tersebut berhasil membuyarkan lamunan Claudia. Pandangan Claudia turun dan langsung bertukar pandangan dengan manik hitam Ryuga.“Beritahu aku apa yang mengganggu pikiranmu saat ini, Clau
Tampak seorang pemuda tengah berdiri seorang diri di dekat tempat pembelian tiket masuk. Dia baru saja membeli dua tiket untuk masuk ke dalam wahana bermain. Bibir tipisnya mengulas senyum kecil menatap tiket di tangannya lamat-lamat. Satu tiket untuk dirinya dan satu lagi untuk seorang gadis berharga baginya. Membayangkan keduanya akan menghabiskan waktu berdua membuat Dirga tersenyum sendiri. Detik berikutnya, Dirga menggelengkan kepalanya. Jangan senang dulu, pikirnya. Lantas Dirga meluruskan pandangannya. Dari jarak satu meter, Dirga melihat Aruna berjalan tidak sendirian. Gadis itu ditemani dua sosok yang sangat Dirga kenali. "Apa itu Aland sama Anjani?" gumam Dirga seraya melorotkan kacamata hitamnya ke bawah. Kedua alis Dirga menukik kesal. Sepertinya tebakannya tidak meleset. Aruna memang datang bersama Aland dan Anjani. "Udah lama nunggunya, Dir?" Hilang sudah sapaan manis dari Aruna yang biasa diucapkannya pada Dirga. Kini, Aruna tampak kehilangan minat untuk berbicara
Jika Ryuga dan Claudia tengah sibuk dan kewalahan karena baik Emma maupun Ratih mulai membahas tentang pernikahan, di sisi lain mobil yang dikendarai Aland baru saja tiba di depan kompleks perumahan Anjani. Tampak Anjani yang ke luar dari pos satpam. Gadis itu sepertinya menunggu di sana. Dia berlarian kecil sehingga membuat poninya bergerak lucu. “Pagi, Runa!” panggil Jani seraya mendekat ke arah mobil. Dibalik poninya yang sedikit menutupi pandangan, dia bisa melihat sosok lain selain Aruna di mobil tersebut. Demikian, Anjani sedikit memiringkan kepalanya untuk menatap ke arah sosok tersebut. Dia tidak lagi terkejut sebab Aruna sudah memberitahunya tentang sosok itu. Karena itulah Anjani setuju untuk ikut. Aruna melambaikan tangan lalu mengembangkan senyum cerahnya dan membalas, “Pagi, Jani. Ayo masuk!” titah Aruna. Detik setelah Aruna mengatakan itu, Aland–sosok lain dan tidak bukan di sebelah Aruna ke luar dari mobil. “Mau ke mana, Om Aland?” tanya Aruna keheranan. Pandangann
Emma mengabaikan Ryuga karena dua hal, pertama karena ternyata Ryuga sudah sembuh. Itu bisa dipastikan saat Emma melihat putra semata wayangnya itu bisa berdiri dan menimpali ucapannya. Dan yang kedua jelas karena Claudia Mada. Emma meneriaki nama wanita itu sekali lagi sesaat sebelum si pemilik nama ke luar dari salah satu ruangan yang ada di rumah Ryuga. “Tante Emma?” panggil Claudia pelan saat melihat sosok Emma. Dalam hatinya Claudia berbicara, ‘Apa tamu barusan itu Tante Emma?’ “Syukurlah ….” Ekspresi wajah Emma yang panik kini perlahan berubah menjadi raut wajah penuh kelegaan. Dia mengelus dadanya perlahan. Baru saja Emma mendapati Claudia keluar dari ruangan kerja Ryuga, bukan dari kamar. Hal itu membuat Emma merasa lega tanpa mengetahui kejadian beberapa saat lalu dirinya datang. Dia mendekati Claudia dengan langkah tergopoh-gopoh. “Kamu di sini karena mendengar Ryuga sakit, Clau?” Seketika Claudia meringis. Dia menatap Emma dengan pandangan tidak enak. “I–iya, Tan
Sadar jika kamar adalah tempat yang paling ‘berbahaya’, Claudia meminta Ryuga untuk membawanya ke ruangan lain. Claudia sempat berpikir, ‘Jika bukan di kamar, semua akan aman. Baik aku dan Ryuga tidak akan berlebihan.’Namun, tidak ada orang yang benar-benar pasti bisa menebak yang akan terjadi selanjutnya.Keduanya berakhir ada di ruangan kerja Ryuga dengan posisi sekarang ini Claudia tengah duduk di atas pangkuan Ryuga. Sementara Ryuga terduduk di atas kursi kerjanya.Mmhh~Suara lenguhan Claudia terdengar. Di sela-sela perang bibir keduanya, Ryuga melarikan kedua tangannya pada tubuh Claudia. Satu di leher dan satu di paha wanita itu. Claudia memberikan respons dengan menyelipkan jari-jari telunjuknya ke dalam helaian rambut Ryuga.Pagutan panas keduanya terlepas kala Sang pria menyadari jika wanitanya membutuhkan pasokan oksigen untuk bernapas. Tampak benang saliva sisa-sisa penyatuan lidah keduanya tampak mengkilat di sekitaran bibir.“Claudia,” panggil Ryuga dengan suara rendah.
Usai mengantarkan Aruna dan Aland, Ryuga dan Claudia masuk kembali ke dalam rumah. Claudia mendadak fokus pada ponsel di tangannya karena kebetulan ada pesan masuk dari Dirga. [Dirga: Di kehidupan selanjutnya, gue nggak mau terlahir sebagai anak tunggal. Gue mau punya Mbak … kayak Mbak Claudia.] Mendapatkan pesan itu, Claudia tidak dapat menahan senyumnya. Dia membatin, ‘Hmm, kayaknya kalau aku dilahirkan kembali juga aku maunya adikku dua. Aland dan Dirga.’ Meskipun sikap kedua pemuda itu tampak sama, sebelas dua belas. Namun, baik Aland dan Dirga memiliki sikap yang berbeda. SRETTTT Terdengar bunyi sesuatu yang ditutup di belakang sana. Hal itu berhasil mengejutkan Claudia. Wanita itu menolehkan wajahnya ke samping terlebih dahulu, Claudia baru menyadari jika Ryuga tidak berjalan di sisinya. ‘Lho, mana Ryuga?’ Detik berikutnya, Claudia menyeletuk, “Ryuga?” panggilnya selagi tangannya memasukkan ponsel ke dalam saku celana. “Aku di sini, Claudia,” sahut Ryuga dengan suaranya
Insiden air minum itu membuat Aland kesal. Pada akhirnya, Ryuga menyodorkan segelas air minum padanya karena Aruna mengambil gelas milik Claudia. “Jadi minum atau tidak, Aland?” tanya Ryuga dengan alis yang sudah menukik kesal karena pemuda di hadapannya tak kunjung menerima gelas air minum yang disodorkannya. Ujung-ujungnya Aland segera mengambilnya. “Makasih, Om.” Lantas Aland meneguk dan menghabiskan setengah air dari gelas itu. Dia mengusap bibirnya kasar. Pandangan yang dilayangkan Aland pada Claudia tampak sinis. “Mbak udah nggak sayang gue lagi sekarang?” Ditodong pertanyaan seperti itu, Claudia menatap Aland dengan tatapan nanar. “Kamu … ngerasanya gitu, Al?” Jika memang Aland merasa seperti itu, Claudia merasa bersalah. Air wajahnya berubah menjadi murung. “Pertanyaan gue yang barusan nggak serius kok, Mbak, hehe,” cengir Aland sambil memegangi leher belakangnya. Dia lupa jika kakak perempuannya adalah pribadi yang sensitif dan gampang kepikiran. Mata Claudia memicing m
Mendadak saja terlintas sebuah ide di kepala Claudia untuk melakukan penawaran dengan Ryuga. Alhasil Claudia tidak segera menjawab. Sengaja Claudia membuat dirinya agak mundur ke belakang. Akan tetapi, Ryuga menarik pinggang ramping Claudia agar tetap berada di posisinya.“Tidak mau memberikannya, Claudia?” tanya Ryuga mengkonfirmasi dengan suaranya yang terdengar rendah.Kepala Claudia menggeleng. Dia baru menjawab, “Dengan senang hati, Ryuga.”Pandangan Claudia turun untuk melihat bibir tipis Ryuga. Bohong jika Claudia tidak merasa kecanduan. Cepat-cepat Claudia menaikkan pandangannya lagi.Hanya Ryuga satu-satunya pria di antara pria lain yang pernah dekat dengannya, yang seakan terobsesi dengan bibir cherry milik Claudia.‘Apa kata Ryuga tadi? Vitamin C-nya adalah bibir cherry-ku?’ batin Claudia masih tidak habis pikir.Jawaban Claudia membawa Ryuga pada tindakan memiringkan wajah, hendak menjemput vitamin C yang ada pada bibir cherry Claudia. Namun, Claudia memundurkan wajah.“A–