Selagi tangannya bekerja di bawah sana, Ryuga membuat bibir dan lidahnya sibuk mengeksplorasi mulut Claudia lebih dalam melalui ciumannya yang berhasil membuat Claudia mabuk. Kedua tangan Claudia berpindah, yang tadinya berada di pundak Ryuga menjadi naik ke belakang kepala pria itu. Sesekali Claudia meremat halus ke dalam helaian rambut mullet Ryuga. Dan satu lenguhan tertahan di tenggorokannya begitu Claudia merasakan gesekan tipis dari jari Ryuga di organ intimnya. Perutnya terasa tergelitik merasakan kulit tangan Ryuga menyentuhnya tanpa kain penghalang. Tampaknya Ryuga berhasil menurunkan short leggings beserta kain segitiga berenda hingga setengah paha Claudia. Bagaimana pun, Ryuga cukup kesulitan melepaskannya secara hati-hati dan penuh kelembutan. Sentuhan kecil itu semakin membakar gairah baik Ryuga maupun Claudia. Ryuga bisa memastikan Claudia berada dalam satu jalur yang sama dengannya. Tidak ada penolakan dari wanita tersebut. CUP Kini, terdengar bunyi pagutan m
Memastikan dirinya tidak salah mendengar, Claudia bertanya lagi. “Kamu … mau apa, Ryuga?” Suaranya terdengar panik.Debar di jantungnya sama sekali tidak berkurang. Tubuh Claudia masih terasa lemas akibat pelepasan barusan sehingga kedua tangannya masih berpegangan pada pundak kokoh Ryuga.“Membersihkan cairanmu … Claudia.” Ucapan Ryuga terdengar vulgar. Belum lagi manik hitam Ryuga yang menyorot Claudia dalam serta lengkungan senyum seringaian di bibir tipisnya menandakan pria itu memiliki niatan lain.Wajah Claudia memerah mendengarnya. Dia tidak merasa siap saat Ryuga tahu-tahu menurunkan dirinya untuk berjongkok di hadapannya.Mata Claudia membola. “R-Ryuga,” panggil Claudia sambil menundukkan pandangan. Jari-jari pria itu masih tinggal di area kewanitaannya sehingga mau tidak mau Claudia masih terus merasa terbakar.Ryuga melarikan jari-jarinya ke paha dalam Claudia. Wajahnya berhadapan dengan perut rata wanita itu. Kepalanya mendongkak, “Ini baru jariku, tapi kamu ke luar sebany
Apa sebaiknya aku menemui Ryuga saja, ya?” pikir Claudia setelah beberapa saat terdiam.Toh kebetulan jadwal kelas Claudia sudah selesai lebih cepat dikarenakan soal ujian yang sudah dikirim melalui platform kelas masing-masing. Selama masa ujian, sistem kampus menerapkan kelas hybrid yang mana metode pembelajaran bisa dilakukan baik secara tatap muka maupun jarak jauh.Jelas Claudia memilih menggunakan pembelajaran jarak jauh karena jauh lebih efektif. Jadi, Claudia memiliki waktu yang kosong sampai Minggu ini sebelum disibukan di Minggu yang akan datang.“Sekalian memastikan apa Ryuga betulan marah.” Claudia berpikir lama sekali sambil bertopang dagu. Banyak yang dia pikirkan soal Ryuga. Termasuk selama ini hampir selalu Ryuga yang terus menemuinya di kampus.Tatapannya jatuh ke arah tangannya yang lain di atas meja. Lalu Claudia melipat jempol tangannya. Terhitung hanya satu kali dia pernah mengunjungi kantor Ryuga.“Ish, parahnya,” cibir Claudia pada dirinya sendiri. Dia datang at
Ketika Diana dan Claudia larut dalam pemikiran masing-masing, pintu di ruangan Ryuga terbuka. Refleks, keduanya kompak menoleh, apalagi terdengar suara bisikan khas para gadis-gadis bernada centil.“Ish, Pak Ryuga selera aku banget! Pake kacamata gitu ketampanannya jadi berkali-kali lipat deh!”Claudia dan Diana langsung bertatap-tatapan. Sekilas, Claudia melihat ada sekitar empat gadis yang sepertinya usianya tidak jauh berbeda dengan Aruna.‘Apa yang diucapkan gadis itu benar, toh Ryuga memang tampan.’ Claudia ikut berkomentar dalam hatinya. Demikian, Claudia sama sekali tidak cemburu.“Hot Daddy banget nggak, sih, Pak Ryuga?” Si gadis lain menyahut.Mereka bergosip seakan tidak mempedulikan keberadaan Diana dan Claudia di sekitarnya. Diana menarik Claudia agar bisa berbisik di telinga wanita itu. “Sebenarnya para anak magang itu sangat genit, Bu Claudia. Sebelum Pak Ryuga kembali bekerja, mereka menggoda Riel.” Mengingat itu, Diana kembali kesal.“Aku tidak menyukai anak-anak maga
Rasa-rasanya Claudia tidak akan selamat mendengar suara geraman Ryuga yang tengah memanggilnya barusan. ‘Jika tadi Ryuga betulan marah dan sekarang malah tambah marah … aku harus apa?!’ panik Claudia yang hanya bisa menundukkan wajah serta menggigit-gigit kecil bibirnya. Di tengah keheningan itu, semuanya menunduk ketakutan setelah Ryuga datang. Tiba-tiba saja sosok Riel yang menjadi bahan gosip di antara gadis magang baru saja tiba di ruangan tersebut. Dia tampak kebingungan dengan apa yang dilihatnya sekarang, terutama rambut-rambut semua gadis itu yang terlihat berantakan. Termasuk Claudia dan Diana yang juga tak kalah berantakannya. “Apa terjadi sesuatu, Pak Ryuga?” tanyanya pada sang atasan. Ryuga mendengus lalu menganggukkan kepalanya. Pria itu masih setia menatap Claudia sebelum beralih menatap Riel. “Tolong bereskan kekacauan ini, Riel.” “Baik, Pak Ryuga,” angguk Riel dengan patuh. “Kalian ikut saya,” kata Riel dengan tegas. Tidak jauh dari ruangan Ryuga, ada sofa untuk m
Dengan posisi yang cukup intim, Claudia cukup ketakutan apabila seseorang menerobos masuk ke dalam ruangan Ryuga dan menyaksikan ketidakberdayaan Claudia dalam kungkungan Sang Presdir.Claudia mencoba memperingati Ryuga akan hal tersebut. “Nanti ada yang masuk, Ryuga. Aku mohon lepaskan,” pintanya sambil merengut pelan.Jangan sampai kejadian di apartemen Ryuga terulang dua kali. Claudia menggelengkan kepalanya. Tidak boleh! Jangan! Sekalipun orang tersebut adalah Riel–orang kepercayaan Ryuga.Senyum seringaian Ryuga terbit. Dia memainkan lidahnya di dalam mulut sebelum berucap, “Tidak perlu khawatir. Aku sudah mengunci pintunya, Claudia.”Sahutan Ryuga membuat Claudia meneguk ludahnya dalam-dalam. Rasanya Claudia kewalahan menyikapi sikap Ryuga yang sedikit-sedikit harus physical touch.Wanita itu menggerakkan lengannya yang dicekal oleh Ryuga. “Mana bisa bicara kalau posisinya seperti ini?” kilah Claudia. Keinginannya hanya satu: Ryuga mau melepaskan tangannya.Kepala Ryuga bergerak
Katanya jika wanita tidak dibuat sibuk dengan aktivitasnya, dia akan cenderung memikirkan perasaannya. Dan itu terjadi pada Claudia sekarang.Dia memikirkan Ryuga, padahal pria itu tepat di hadapannya: sedang sibuk dibalik layar komputer usai menerima telepon.“Aku mau merampungkan pekerjaanku dulu. Mau menunggu atau pulang saja–“Menunggu saja, Ryuga,” jawab Claudia setengah jam lalu. Maka itu yang tengah dilakukannya sekarang.Setelah hampir dua bulan Claudia selalu sibuk, baru kali ini dia memiliki waktu senggang. Dia seharusnya bisa mengisi waktunya dengan sesuatu yang lebih bermanfaat. Namun, alih-alih melakukan hobi atau menonton video idolanya, Claudia lebih senang menikmati ketampanan Ryuga yang tampak seksi dibalik meja kerjanya.Eh, sebentar … apa yang Claudia pikirkan?! Seksi? Kedua matanya mengerjap lucu.‘Sepertinya aku sudah kehilangan setengah dari kewarasanku!’ cibirnya sambil menggelengkan kepalanya tidak percaya.Claudia tahu dia akan terjebak dengan pemikirannya. Un
Setelah mengaku dan mengeluarkan unek-unek, perasaan Claudia menjadi jauh lebih baik dibandingkan sebelumnya. Dia merasa lega. Kini, dia bisa pergi ke kantin bersama Diana dengan perasaan yang tenang. Namun, hal itu berbeda dengan apa yang dirasakan oleh Diana. "Tadi bagaimana, Diana? Riel menyelesaikan masalah dengan cara apa?" tanya Claudia membuka topik obrolan setelah dia memesan satu cup coffe berukuran sedang. Keduanya duduk berhadapan. Wajah Diana tampak lesu. Dia menjatuhkan kepalanya di meja kantin. "Tadi ya, Bu Claudia?" perjelas Diana. Jika bisa, Diana ingin menghapus ingatannya soal tadi. Itu sangat memalukan dan Diana rasanya ingin mengganti identitas saja. "Apa terjadi hal yang serius, Diana? Gadis-gadis magang itu menyerangmu?" Claudia mendadak khawatir. Bagaimana pun gadis magang itu berempat, sementara Diana hanya sendirian. Claudia pernah tahu rasanya ada di posisi itu. Detik berikutnya, Diana mengangkat kepalanya lagi. Dia lalu celingukan memastikan tidak ada ka
Seorang Riel Waluyo sangat bisa diandalkan dalam pekerjaan, terutama dalam situasi-situasi darurat. Seperti yang terjadi lima belas menit lalu saat Lilia jatuh pingsan. Tanpa banyak bicara, Riel langsung membawanya untuk segera dilarikan ke rumah sakit terdekat bersama Idellia yang ikut membantu.“Tolong cepat ditangani, Sus!”Sementara Lilia ditangani oleh dokter jaga dan suster yang bertugas, Idellia langsung menatap Riel dan menepuk bahunya.“Aku mau membelikan Idellia air minum. Kamu bisa tunggu di sini temani Lilia ‘kan, Riel?” pinta Idellia penuh harap.Riel memberikan anggukan di kepala tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun.“Thanks!” ucap Idellia sambil berlari ke luar dari UGD. Di perjalanan tadi, dia sempat mengecek ponsel untuk melihat keberadaan calon suami Lilia yang sudah diberitahu ketika Idellia masih berada di mobil.[Idellia: Cepat ke RS Permata, El! Lilia pingsan.]Hanya selang beberapa menit dokter melakukan pemeriksaan, dia menolehkan wajah untuk menatap Riel–sat
“Aman kok, Clau, aman.”Jawaban Lilia tampak sangat meyakinkan. Bahkan untuk membuat Claudia percaya jika dirinya baik, Lilia mendaratkan satu tangannya di atas punggung tangan Claudia lantas mengusapnya lembut.“Lihat wajah gue … emang nggak kelihatan baik-baik aja, Clau?” Selagi bertanya, air wajah Lilia menunjukkan bahwa dirinya terlihat baik.Itu dia masalahnya. Jika Idellia sangat ekspresif, Lilia adalah kebalikannya. Kedua sepupu itu memiliki sifat yang berbanding terbalik. Jadi, Claudia tidak bisa memastikan. Ditambah Claudia belum terlalu mengenal Lilia lebih jauh lagi. Claudia sendiri tipe manusia yang cukup tertutup dan sulit membuka diri. Pun, dia juga merasa Lilia masuk ke dalam tipe tersebut. Itu sebabnya keduanya cocok berteman.Claudia berdehem, “Oke, aku berusaha percaya semuanya baik.” Hatinya merasa sedih. Dia paling dekat dengan Lilia dibandingkan teman-teman dosennya yang lain.Senyum Lilia mengembang, walau kelihatan agak sedikit canggung. Kepalanya mengangguk pel
Siang itu, Claudia sudah memiliki janji akan makan siang bersama Lilia. Dan sesuai janji Ryuga, dia tidak akan membiarkan Claudia kehilangan waktu bersama temannya meskipun sudah menikah. Hanya saja, ini tidak sesuai yang dibayangkan Claudia. Pandangannya melirik Ryuga yang melangkah bersamanya ke dalam cafe. Mendadak langkahnya berhenti. Otomatis, di sebelahnya Ryuga juga menghentikkan langkah. “Tidak bisakah kamu meninggalkanku berdua saja dengan Lilia, Ryuga?” Suara Claudia terdengar putus asa. Satu kakinya menghentak kesal. Bukan apa-apa, pertemuan makan siang ini hanya untuk dia dan Lilia. Pasti ada sesuatu, duga Claudia, mengingat Lilia tidak mengikutsertakan teman-temannya yang lain. Sebuah masalah karena Ryuga ‘kan tidak diajak. Belum sempat Ryuga memberikan respons, suara Claudia mengudara lagi. “Ayo berpisah di sini saja, Ryuga.” Ekspresi Ryuga tampak kesulitan. Dia sedikit keberatan harus meninggalkan Claudia seorang diri. Tapi, itu pilihan Claudia. Dengan suara yang en
Claudia seringkali masih kesulitan untuk menolak permintaan Ryuga dalam urusan ranjang. Akan tetapi, sebagian besar alasannya adalah Claudia sendiri juga menikmati aktivitas keduanya. Seperti yang terjadi beberapa saat lalu, Claudia ikut dengan Ryuga ke perusahaan dan menuruti permintaannya. Mengingat itu kembali membuat Claudia tidak tahan untuk menjambak sisi rambutnya. Dia menghela napas. “Aku rasa aku sudah tidak waras!” cibir Claudia sambil menatap dirinya di depan cermin toilet. Pakaiannya sedikit berantakan dengan beberapa kancing atas yang terbuka. Ketika Ryuga menyentuhnya tadi, itu terasa tidak nyaman bagi Claudia. Tidak seperti biasanya. Demikian, dia meminta Ryuga untuk tidak menjangkau bagian dada. Setengah penasaran, Claudia mencoba menyentuh salah satu dadanya sendiri. ‘Kenapa terasa sakit, ya?’ batin Claudia sambil mengernyitkan dahinya samar. Kedua alisnya bertaut. Namun, Claudia tidak ingin memikirkannya lebih lanjut. Cepat-cepat Claudia merapikannya lalu turun
“Sudah dua bulan ….”Pagi itu tiba-tiba saja Aruna bernyanyi dengan suara yang sumbang. Mata besarnya menatap Ryuga dan Claudia bergantian. Kepalanya miring ke arah kiri. Dia pun menyeletuk, “Kapan Aruna bisa tidur bareng Daddy sama Mommy Clau?”Dua bulan waktu yang cukup bagi Ryuga dan Claudia memiliki waktu berdua. Apalagi beberapa kali Aruna mengungsikan dirinya menginap di mansion agar orang tuanya bisa bebas berpacaran. Bukankah Aruna cukup pengertian?Sekarang, Aruna juga ingin bermanja-manja pada Ryuga dan Claudia. Masa bodoh dengan umur. Toh, Aruna setuju ‘Umur hanyalah angka.’Kemudian gadis itu bertopang dagu menggunakan kedua tangan. Mata besarnya mengerjap beberapa kali seraya memasang wajah yang penuh harap layaknya emoji.Claudia yang melihat itu terkekeh pelan. Dia menaikkan satu tangannya di atas meja makan untuk bertopang dagu. Dia berpikir sejenak, “Mmm, tanya Daddy saja, Aruna,” jawab Claudia sambil melirik Ryuga penuh maksud.“Kalau Mommy sendiri, malam ini juga ay
Ada pun, di sisi lain seorang gadis muda juga wajahnya ikut memanas dibalik selimut yang dikenakan. Beberapa detik lalu, dia mendengar suara yang memanggilnya dari luar kamar. “Anjani Ruby.”DEGSuara berat itu lagi-lagi mengudara di dalam kamar hotel yang ditempatinya. Anjani menahan napas dibalik selimut. Itu … jelas-jelas bukan suara Aruna.“Gue tahu lo nggak sakit, lo cuma menghindar dari gue ‘kan?”Mata Anjani memejam erat-erat dengan debar jantung berdebar keras mendengar celetukkan suara berat familier itu di luar kamar. Anjani merasa gamang, haruskah dia menyudahi aksi menghindarinya ini?‘Tapi, aku terlalu malu untuk menunjukkan wajah di hadapan Aland hiyaaaa!’ batin Anjani menjerit. Bahkan sangking malunya, dia tidak sanggup menceritakan hal itu pada Aruna tadi. Sangking malunya, Anjani bahkan memutuskan tidak ikut dalam acara resepsi pesta Ryuga dan Claudia.Gadis itu hanya bisa berguling-guling di atas ranjang tidur sambil memikirkan kejadian di kolam renang yang terus b
Malam itu acara resepsi berjalan lancar dan terkendali. Para tamu undangan terus berdatangan dan memberikan ucapan selamat pada kedua pengantin. Kebanyakan tamu-tamu yang hadir didominasi oleh kenalan Rudi dan Aji. Pun, Ryuga sendiri hanya mengundang kolega bisnis yang dia percaya. Kini, Tirta datang beserta istri untuk memberikan ucapan selamat. Sosok Tirta memeluk Ryuga erat-erat. “Selamat sekali lagi, Ryu.” Terdengar nada suara Tirta yang mengatakannya penuh keharuan. Akhirnya setelah sekian lama menduda, teman dekatnya itu pun menikah. Keharuan lain dirasakan Tirta karena menyaksikan sendiri perjalanan kisah cinta Ryuga dan Claudia yang cukup berliku. Ryuga menyunggingkan senyum tipisnya. Dia balas menepuk punggung Tirta. “Mmm, terima kasih, Ta.” Selagi masih berpelukan, Tirta berkesempatan untuk berbisik di telinga Ryuga, “Kamu akan suka hadiah dariku, Ryu. Jangan lupa digunakan sebaik-baiknya dengan Claudia!” Mendengar ucapan Tirta, tampaknya Ryuga tahu apa yang dihadiahkan
Beberapa jam kemudian, saat malam menjelang acara resepsi dimulai, Aruna yang baru selesai dirias langsung tergopoh-gopoh melangkah menuju sebuah ruangan yang sudah dipersiapkan menjadi ruang tunggu pengantin.‘Pokoknya harus sempat ketemu Mommy Clau dulu!’ batin Aruna bertekad. Sebab sudah dipastikan nanti malam dia tidak akan bertemu dengan ibu sambungnya.Di sisi lain, Aruna senang karena akhirnya Ryuga dan Claudia menikah sehingga bisa hidup bersama. Di sisi lain, Aruna juga ingin memiliki banyak waktu bersama Claudia lebih lama. Tapi, Aruna lihat-lihat Ryuga sering kedapatan tidak mau berbagi Claudia dengannya.Aruna memasang senyum lemah begitu menemukan Ryuga dan Riel yang tengah mengobrol di depan ruangan pengantin. Tangannya terangkat, melambaikan tangan. “Daddy!” seru Aruna. Mata besarnya memicing, “Mommy Clau mana, Dad?” sambungnya sambil celingukan.Ditodong pertanyaan seperti itu, Ryuga langsung menjawab, “Masih di dalam, Aruna,” tunjuknya sambil mengangkat jari dan menga
Di sisi lain restoran, terdapat dua kolam renang dalam hotel Azzata. Satu berada di luar dan satu berada di dalam. Kolam renang privat di dalam ruangan terhubung dengan toilet dan ruangan ganti. Meskipun di luar juga terdapat fasilitas yang sama. Tapi, tadi … Anjani pergi ke kamar mandi yang berada dalam untuk menyelesaikan urusan pribadinya. Siapa sangka dia akan menemukan dua sosok pemuda yang sedang berenang berduaan?! Tanpa menyapa, Anjani terburu memasuki salah satu bilik kamar mandi. ‘Ada hal penting yang lebih darurat!’ Begitu Anjani ke luar dari toilet sekitar sepuluh menit kemudian, dia bermaksud menyapa dua sosok pemuda yang dikenalinya itu. Namun, pandangannya hanya bisa menangkap satu sosok pemuda saja yang masih di area kolam renang. ‘Loh, kok cuma Aland aja, sih? Perasaan tadi sama Dirga ‘kan?’ batin Anjani terdiam di depan pintu kamar mandi. Sesaat, dia merasa gamang untuk meneruskan langkah. Jantungnya berdebar lebih cepat mendapati pemuda itu sendirian. Suara bati