Ketika Diana dan Claudia larut dalam pemikiran masing-masing, pintu di ruangan Ryuga terbuka. Refleks, keduanya kompak menoleh, apalagi terdengar suara bisikan khas para gadis-gadis bernada centil.“Ish, Pak Ryuga selera aku banget! Pake kacamata gitu ketampanannya jadi berkali-kali lipat deh!”Claudia dan Diana langsung bertatap-tatapan. Sekilas, Claudia melihat ada sekitar empat gadis yang sepertinya usianya tidak jauh berbeda dengan Aruna.‘Apa yang diucapkan gadis itu benar, toh Ryuga memang tampan.’ Claudia ikut berkomentar dalam hatinya. Demikian, Claudia sama sekali tidak cemburu.“Hot Daddy banget nggak, sih, Pak Ryuga?” Si gadis lain menyahut.Mereka bergosip seakan tidak mempedulikan keberadaan Diana dan Claudia di sekitarnya. Diana menarik Claudia agar bisa berbisik di telinga wanita itu. “Sebenarnya para anak magang itu sangat genit, Bu Claudia. Sebelum Pak Ryuga kembali bekerja, mereka menggoda Riel.” Mengingat itu, Diana kembali kesal.“Aku tidak menyukai anak-anak maga
Rasa-rasanya Claudia tidak akan selamat mendengar suara geraman Ryuga yang tengah memanggilnya barusan. ‘Jika tadi Ryuga betulan marah dan sekarang malah tambah marah … aku harus apa?!’ panik Claudia yang hanya bisa menundukkan wajah serta menggigit-gigit kecil bibirnya. Di tengah keheningan itu, semuanya menunduk ketakutan setelah Ryuga datang. Tiba-tiba saja sosok Riel yang menjadi bahan gosip di antara gadis magang baru saja tiba di ruangan tersebut. Dia tampak kebingungan dengan apa yang dilihatnya sekarang, terutama rambut-rambut semua gadis itu yang terlihat berantakan. Termasuk Claudia dan Diana yang juga tak kalah berantakannya. “Apa terjadi sesuatu, Pak Ryuga?” tanyanya pada sang atasan. Ryuga mendengus lalu menganggukkan kepalanya. Pria itu masih setia menatap Claudia sebelum beralih menatap Riel. “Tolong bereskan kekacauan ini, Riel.” “Baik, Pak Ryuga,” angguk Riel dengan patuh. “Kalian ikut saya,” kata Riel dengan tegas. Tidak jauh dari ruangan Ryuga, ada sofa untuk m
Dengan posisi yang cukup intim, Claudia cukup ketakutan apabila seseorang menerobos masuk ke dalam ruangan Ryuga dan menyaksikan ketidakberdayaan Claudia dalam kungkungan Sang Presdir.Claudia mencoba memperingati Ryuga akan hal tersebut. “Nanti ada yang masuk, Ryuga. Aku mohon lepaskan,” pintanya sambil merengut pelan.Jangan sampai kejadian di apartemen Ryuga terulang dua kali. Claudia menggelengkan kepalanya. Tidak boleh! Jangan! Sekalipun orang tersebut adalah Riel–orang kepercayaan Ryuga.Senyum seringaian Ryuga terbit. Dia memainkan lidahnya di dalam mulut sebelum berucap, “Tidak perlu khawatir. Aku sudah mengunci pintunya, Claudia.”Sahutan Ryuga membuat Claudia meneguk ludahnya dalam-dalam. Rasanya Claudia kewalahan menyikapi sikap Ryuga yang sedikit-sedikit harus physical touch.Wanita itu menggerakkan lengannya yang dicekal oleh Ryuga. “Mana bisa bicara kalau posisinya seperti ini?” kilah Claudia. Keinginannya hanya satu: Ryuga mau melepaskan tangannya.Kepala Ryuga bergerak
Katanya jika wanita tidak dibuat sibuk dengan aktivitasnya, dia akan cenderung memikirkan perasaannya. Dan itu terjadi pada Claudia sekarang.Dia memikirkan Ryuga, padahal pria itu tepat di hadapannya: sedang sibuk dibalik layar komputer usai menerima telepon.“Aku mau merampungkan pekerjaanku dulu. Mau menunggu atau pulang saja–“Menunggu saja, Ryuga,” jawab Claudia setengah jam lalu. Maka itu yang tengah dilakukannya sekarang.Setelah hampir dua bulan Claudia selalu sibuk, baru kali ini dia memiliki waktu senggang. Dia seharusnya bisa mengisi waktunya dengan sesuatu yang lebih bermanfaat. Namun, alih-alih melakukan hobi atau menonton video idolanya, Claudia lebih senang menikmati ketampanan Ryuga yang tampak seksi dibalik meja kerjanya.Eh, sebentar … apa yang Claudia pikirkan?! Seksi? Kedua matanya mengerjap lucu.‘Sepertinya aku sudah kehilangan setengah dari kewarasanku!’ cibirnya sambil menggelengkan kepalanya tidak percaya.Claudia tahu dia akan terjebak dengan pemikirannya. Un
Setelah mengaku dan mengeluarkan unek-unek, perasaan Claudia menjadi jauh lebih baik dibandingkan sebelumnya. Dia merasa lega. Kini, dia bisa pergi ke kantin bersama Diana dengan perasaan yang tenang. Namun, hal itu berbeda dengan apa yang dirasakan oleh Diana. "Tadi bagaimana, Diana? Riel menyelesaikan masalah dengan cara apa?" tanya Claudia membuka topik obrolan setelah dia memesan satu cup coffe berukuran sedang. Keduanya duduk berhadapan. Wajah Diana tampak lesu. Dia menjatuhkan kepalanya di meja kantin. "Tadi ya, Bu Claudia?" perjelas Diana. Jika bisa, Diana ingin menghapus ingatannya soal tadi. Itu sangat memalukan dan Diana rasanya ingin mengganti identitas saja. "Apa terjadi hal yang serius, Diana? Gadis-gadis magang itu menyerangmu?" Claudia mendadak khawatir. Bagaimana pun gadis magang itu berempat, sementara Diana hanya sendirian. Claudia pernah tahu rasanya ada di posisi itu. Detik berikutnya, Diana mengangkat kepalanya lagi. Dia lalu celingukan memastikan tidak ada ka
“Riel …, Diana,” beritahu Claudia sambil mengedikkan dagunya ke arah depan: sosok pria tinggi itu semakin membawa kakinya yang panjang untuk masuk lebih dalam.Diana percaya jika Claudia tidak mungkin berbohong. Seketika rasa panik menyerangnya. Jika Riel menghampirinya–maksud Diana, menghampiri Claudia, otomatis mereka akan bertemu ‘kan?Wanita muda itu kemudian mengangkat kedua tangannya dan menjambak pelan rambutnya sendiri. “Apa yang harus aku lakukan?!”Claudia hendak mengatakan sesuatu, “Bersikap–“Menghindar,” sela Diana sambil menganggukkan kepalanya kuat-kuat. Hanya itu yang terlintas dalam pikirannya.Mendengar itu, Claudia mengerjapkan mata. Belum sempat dia mencegah kepergian Diana, wanita itu lebih dulu bangkit dari duduknya dan membalikkan tubuh.Namun, naasnya niat ingin menghindari Riel pupus karena wajah dan tubuh Diana menabrak pria tersebut yang baru saja tiba di belakangnya. Dia meringis karena menabrak tubuh yang keras oleh otot-otot dada Riel.Begitu pun Claudia
Demi menyambut ulang tahun Ryuga, Claudia menolak apa pun ajakan untuk pergi. Termasuk Lilia yang kembali mengajaknya untuk berkumpul bersama yang lain. "Maaf, Lilia. Tapi, aku tidak bisa jika hari ini. Aku sedang sibuk ...." Pun, Aji yang menyuruh Claudia pulang di hari Jum'at. Claudia mencoba untuk jujur. Dia menjawab, "Besok saja ya, Ayah? Hari ini Ryuga berulang tahun, aku tidak mungkin tidak ada di hari penting-nya." Dan untungnya Aji memperbolehkan karena suara Claudia tampak memohon dan terdengar putus asa. Tidak hanya sampai di sana, Claudia juga harus menolak ajakan Emma dan Aruna yang sedang mempersiapkan kue ulang tahun untuk Ryuga. "Nggak apa-apa, Tante Em?" tanya Claudia memastikan. Pandangannya jatuh pada keik di hadapannya yang dihias baru setengah jadi. Ajakan itu terlambat karena Claudia sudah lebih dulu membuatnya atas inisiatif sendiri. "Tidak masalah. Lanjutkan saja, sayang," jawab Tante Emma di seberang sana yang berhasil membuat Claudia menghela napas le
Akhir-akhir ini Aruna merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Namun, dia tidak ingin terlalu bahagia. Konon setelah perasaan bahagia itu habis akan datang rasa kesedihan.Dan Aruna tidak menginginkan bentuk kesedihan apa pun lagi untuk saat ini.“Sedang melamunkan apa, Aruna?”Mendengar suara yang familier itu, Aruna seketika menolehkan wajah dari jendela ke pintu kamarnya yang memang terbuka.“Mommy!” pekik Aruna setelah melihat Claudia yang mengintip dibalik pintu kamarnya. Gadis itu dengan cepat berbalik badan dan melangkah cepat supaya bisa tiba di hadapan Claudia.Mata besar itu menatap lamat-lamat Claudia dari atas ke bawah lalu begitu sebaliknya dengan ekspresi wajah serius.“Apa ada yang salah dengan Mommy, Aruna?” tanya Claudia mengusap leher belakangnya. Tatapan Aruna membuat Claudia sedikit salah tingkah.Bibir tipis Aruna mengulas senyum. “Mommy Clau cantik banget,” pujinya. Lalu Aruna menambahkan, “Aruna kalau jadi laki-laki bakalan naksir deh sama Mommy,” lanjutnya lagi s
“–Akan tetapi, tolong antarkan aku pergi ke tempat lapangan lari. Aku ingin jalan-jalan pagi.”Riel memukul stir yang dikemudikannya lalu memutar mobilnya ke arah tempat lapangan lari. Bisa-bisanya dia menuruti permintaan Lilia, dan parahnya membiarkan wanita yang tengah mengandung anaknya itu keluyuran sendirian.Sesaat, hatinya dilanda perasaan bersalah. Riel menyadari bahwa semakin hari, setiap minggu, dan beberapa bulan ke belakang sikapnya sangat acuh pada istrinya itu.“Ayo, angkatlah,” gumamnya pelan. Dia memutuskan menghubungi Lilia. Teleponnya aktif. Namun, tidak diangkat.Pikiran Riel terpecah. Sebelum Lilia turun dari mobil, dia sempat menatap Riel seolah ingin mengatakan sesuatu.“Katakan saja.”Berulah saat itu, Lilia mengutarakan pikirannya. Wanita itu mencengkram seatbelt yang sudah terlepas. “Aku serius dengan ucapanku tadi. Ayo berpisah setelah anak ini lahir.”Riel tidak memberikan respons. Manik hitamnya menyorot tajam, mencari kebenaran dibalik pernyataan Lilia ba
Ketegangan pagi itu tidak hanya terjadi pada sepasang ayah dan anak, melainkan juga terjadi pada sepasang suami istri di kediaman keluarga Waluyo.“Tidak bisakah kamu membatalkan agar tidak jadi pergi, Yel?”Istri mana yang tidak marah apabila suaminya baru saja pulang beberapa jam, harus kembali pergi meninggalkannya seorang diri … ditambah dengan keadaan hamil besar.Lilia memperhatikan baik-baik Riel yang sudah siap dengan pakaian berkudanya. Ya, Riel akan pergi berkuda bersama rekan-rekan bisnisnya.“Membatalkannya?” ulang Riel lantas menggelengkan kepala. “Itu tidak mungkin. Aku sudah merencanakannya lama dengan teman-temanku.”Setelah Riel kembali untuk menggantikan sang ayah memimpin perusahaan, dia mulai memiliki kesibukan-kesibukan di luar pekerjaan utama sehingga tidak memiliki banyak waktu untuk menemani Lilia sehingga berujung … mengabaikannya tanpa sadar.“Bagaimana dengan aku, Yel?” tanya Lilia dengan pandangan yang meredup. Perlahan, dia menundukkan pandangan dan mengus
“Daddy!” Sebuah protesan dilayangkan Aruna tepat saat dia diinterograsi Ryuga di ruang tamu bersama Pras. Ya, suara lain itu milik Ryuga. Bukan milik hantu penunggu rumah ataupun kucing jadi-jadian. “Semua yang Daddy tuduhkan pada Kak Pras salah besar,” ucapnya dengan tegas. Aruna sudah menjelaskan kejadian yang sebenarnya. Namun, ekspresi Ryuga menunjukkan jika dirinya tidak percaya. Kedua alis Ryuga berkedut samar. “Oh, kamu membelanya, Aruna?” Mata besar Aruna memicing menatap ke arah Daddy-nya. Besok-besok, Aruna harus memberikan saran pada Aji untuk memasang CCTV di dalam rumah agar kejadian seperti ini bisa terekam oleh bukti. “Bukan begitu, Daddy …,” geleng Aruna dengan suara yang putus asa. Aruna frustasi. Mencoba menghilangkan ketakutannya, dia berucap, “Mommy mana? Cuma Mommy yang bisa bersikap netral dan tidak kekanakan seperti Daddy.” Aruna tidak peduli lagi jika kemarahan Ryuga bertambah dua kali lipat. Saat Ryuga mengeluarkan tanduk tak kasat mata di kepalanya, Arun
Selang beberapa menit di kamar mandi, Aruna baru ke luar dengan wajah yang sudah tampak lebih segar. ‘Nggak perlu panik, Na. Itu cuma Kak Pras ‘kan? Bukan Kak Sam aktor terkenal?’ batinnya mencoba menenangkan diri. Tidak dipungkiri jika debar itu hadir dalam dadanya saat melihat Pras bersama Aland tadi. Wajahnya dibiarkan setengah basah. Tidak ada poni yang menghiasi dahi Aruna. Rambutnya terurai, sedikit berantakan. Namun, justru itu daya pikat alaminya. Mata besar Aruna celingukan melihat ke arah ruang tamu yang sudah tidak ada siapa-siapa. “Ke mana perginya beruang kembar itu?” Satu alis Aruna naik, keheranan. Yang Aruna maksud dengan beruang kembar itu Pras dan Aland. Rasa-rasanya julukan beruang kembar sudah cocok untuk keduanya. Detik setelah gumaman itu mengudara, knop pintu dibuka dari luar. Satu sosok beruang yang Aruna cari muncul. Dia melangkah masuk dan mengambil asbak kecil yang ada di atas meja. Belum sempat Aruna bertanya, suara berat pemuda di hadapannya lebih du
Ternyata Ryuga benar. Dia sama sekali tidak salah mendengar. “Mas Ryuga?” ulang Ryuga lalu menusukkan ujung lidahnya di salah satu pipi. Dia mengurungkan niat–sebenarnya Ryuga hanya sekadar menggoda Claudia. Mendapati Ryuga yang merangkak mendekatinya, Claudia buru-buru meraih selimut dengan susah payah untuk menutupi tubuhnya yang polos. Setengah dari wajahnya sudah hampir tertutupi selimut, hanya saja Ryuga berhasil menariknya turun sebatas leher. “Ulangi, Claudia,” pintanya dengan suara yang rendah. Claudia menaikkan pandangan, menatap Ryuga, sebab tangan suaminya itu mengangkat dagunya. Seluruh wajah Claudia memanas. Bibir cherry-nya perlahan disentuh Ryuga dengan cara yang sensual. “Baiklah, jika memang Nyonya Daksa ini tidak mau bicara, aku menganggapmu tidak ingin melanjutkan– “Ja-hat!” Mendengar Claudia merutuk, sudut bibir Ryuga tertarik ke atas. Demi apapun, Claudia tampak menggemaskan. Apalagi Claudia yang menghindari kontak mata dengan manik hitamnya. “A–aku masih b
Warning: Mature content! Bagi yg kurang nyaman untuk baca, bisa skip bab ini okayyyy. Thank u … di atas ranjang.Namun, bukan berarti kehadiran calon anaknya yang sebentar lagi akan lahir tidak diinginkan oleh Ryuga. Dia sudah sangat menantikannya.“Lebih turun sedikit lagi, Claudia,” pinta Ryuga berbisik pelan di telinga istrinya itu dengan suaranya yang dalam. Tangannya membelai sisi pinggang atas Claudia yang terasa lembut.Pada kehamilan Claudia yang sudah menginjak tujuh bulan, Claudia tampak lebih berisi di beberapa bagian tubuh, salah satunya di bagian dada. Tangan Ryuga sudah bergeser pada bagian itu. Menekan lalu menggoda cherry di dada Claudia menggunakan dua jarinya.Satu lenguhan pelan mengudara. “Engh~”Dia
Mas RyugaMungkin sudah ratusan kali–oke, bagi Claudia itu berlebihan, rasanya sudah puluhan kali dia merapalkannya baik dalam hati maupun isi pikirannya. Bibirnya terlalu kelu untuk memanggil Ryuga demikian.Lidahnya terlalu kaku. Sisi dalam diri Claudia berbisik, ‘Semua akan terbiasa. Jadi, dicoba dulu, Clauuuu!’“Ryuga dan Aland belum pulang, Clau?”Celetukkan itu membuat Claudia mengerjapkan mata lantas menatap Sang Ayah yang sudah tampil rapi di hadapannya. “Ha? O–oh, belum, Yah. Sepertinya sebentar lagi,” jawab Claudia menduga-duga.Dia mengalihkan pandangannya ke arah jam dinding yang kini menunjukkan baru pukul tujuh pagi. Sekitar satu setengah jam lalu, Aji mengatakan jika Ryuga dan Aland ke luar untuk lari pagi.Baru Claudia ketahui setelah menikah jika Ryuga akan pergi berolahraga minimal satu kali dalam seminggu. Claudia menolehkan wajahnya lagi ke arah Aji. “Ayah sudah harus pergi sekarang?”Aji menganggukkan kepalanya. “Rasanya ada yang kurang kalau belum Ayah pastikan s
Pras mengantarkan Aruna pulang sesuai jam yang sudah ditetapkan Aji. Tidak ada keanehan. Sepanjang makan malam pun, Aruna bahkan tak segan memamerkan manik-manik yang dibelikan Pras di Pasar Sabtu. Namun, sekitar hampir jam setengah sembilan malam, gadis itu mulai terbatuk-batuk dan kesulitan bernapas. Asma Aruna … kambuh. Dan di saat-saat seperti itu, kekhawatiran Ryuga datang dua kali lipat. Pria itu cekatan memastikan kebutuhan Aruna terpenuhi. Claudia tidak diperbolehkan membantu, hanya menemani Aruna yang berbaring di ranjang tidur. Lagi-lagi Claudia dibuat terpesona. Dia beberapa kali kedapatan menggigit bibir bawahnya, menginginkan sesuatu dari suaminya itu. Akan tetapi, dengan cepat Claudia menepis jauh-jauh pemikirannya. ‘Ish, mikir apa, sih, kamu, Clau?!’ “Mom, tidur dengan Aruna, ya, malam ini?” pinta gadis itu sambil memeluk lengan Claudia. Hal itu membuat fokus Claudia teralihkan. Dia tidak langsung mengiakan. Malah melemparkan pandangan pada Ryuga yang ternyata sudah
Ryuga menjeda ucapannya, dia belum sepenuhnya selesai. “Coba saja kalau kamu berani, Al.”Suaranya yang terdengar tegas dengan manik hitam yang menyorot tajam membuat Aland perlahan menarik kembali kepalanya ke dalam dan menutup pintu rapat-rapat setelah memberikan cengiran khasnya.‘Ya mana berani kalau sama Om Ryuga.’ Aland berani menghadapi masalah lain di luar sana, tapi jika menyangkut kakak iparnya, Aland rasanya sudah menyerah duluan.Pemuda itu meneguk ludahnya dalam-dalam. “Om Ryuga kapan nggak kelihatan seremnya, sih, Mbak?” keluhnya sambil berjalan mendekati Claudia. Jari telunjuk Aland mengambang, menunjuk ke arah perut besar kakak perempuannya. “Curiga … anaknya bakal mirip Om Ryuga banget kalau sudah dewasa.”Claudia mengelus perutnya dengan sayang. Bibir cherry-nya tersenyum mendengar Ryuga dalam keadaan marah pun masih peduli padanya. “Kok mesti dicurigai segala, Al? Wajar kalau mirip Ryuga, ‘kan memang Daddy-nya.”Mendaratkan bokongnya kembali di ranjang tidur, Aland