Katanya jika wanita tidak dibuat sibuk dengan aktivitasnya, dia akan cenderung memikirkan perasaannya. Dan itu terjadi pada Claudia sekarang.Dia memikirkan Ryuga, padahal pria itu tepat di hadapannya: sedang sibuk dibalik layar komputer usai menerima telepon.“Aku mau merampungkan pekerjaanku dulu. Mau menunggu atau pulang saja–“Menunggu saja, Ryuga,” jawab Claudia setengah jam lalu. Maka itu yang tengah dilakukannya sekarang.Setelah hampir dua bulan Claudia selalu sibuk, baru kali ini dia memiliki waktu senggang. Dia seharusnya bisa mengisi waktunya dengan sesuatu yang lebih bermanfaat. Namun, alih-alih melakukan hobi atau menonton video idolanya, Claudia lebih senang menikmati ketampanan Ryuga yang tampak seksi dibalik meja kerjanya.Eh, sebentar … apa yang Claudia pikirkan?! Seksi? Kedua matanya mengerjap lucu.‘Sepertinya aku sudah kehilangan setengah dari kewarasanku!’ cibirnya sambil menggelengkan kepalanya tidak percaya.Claudia tahu dia akan terjebak dengan pemikirannya. Un
Setelah mengaku dan mengeluarkan unek-unek, perasaan Claudia menjadi jauh lebih baik dibandingkan sebelumnya. Dia merasa lega. Kini, dia bisa pergi ke kantin bersama Diana dengan perasaan yang tenang. Namun, hal itu berbeda dengan apa yang dirasakan oleh Diana. "Tadi bagaimana, Diana? Riel menyelesaikan masalah dengan cara apa?" tanya Claudia membuka topik obrolan setelah dia memesan satu cup coffe berukuran sedang. Keduanya duduk berhadapan. Wajah Diana tampak lesu. Dia menjatuhkan kepalanya di meja kantin. "Tadi ya, Bu Claudia?" perjelas Diana. Jika bisa, Diana ingin menghapus ingatannya soal tadi. Itu sangat memalukan dan Diana rasanya ingin mengganti identitas saja. "Apa terjadi hal yang serius, Diana? Gadis-gadis magang itu menyerangmu?" Claudia mendadak khawatir. Bagaimana pun gadis magang itu berempat, sementara Diana hanya sendirian. Claudia pernah tahu rasanya ada di posisi itu. Detik berikutnya, Diana mengangkat kepalanya lagi. Dia lalu celingukan memastikan tidak ada ka
“Riel …, Diana,” beritahu Claudia sambil mengedikkan dagunya ke arah depan: sosok pria tinggi itu semakin membawa kakinya yang panjang untuk masuk lebih dalam.Diana percaya jika Claudia tidak mungkin berbohong. Seketika rasa panik menyerangnya. Jika Riel menghampirinya–maksud Diana, menghampiri Claudia, otomatis mereka akan bertemu ‘kan?Wanita muda itu kemudian mengangkat kedua tangannya dan menjambak pelan rambutnya sendiri. “Apa yang harus aku lakukan?!”Claudia hendak mengatakan sesuatu, “Bersikap–“Menghindar,” sela Diana sambil menganggukkan kepalanya kuat-kuat. Hanya itu yang terlintas dalam pikirannya.Mendengar itu, Claudia mengerjapkan mata. Belum sempat dia mencegah kepergian Diana, wanita itu lebih dulu bangkit dari duduknya dan membalikkan tubuh.Namun, naasnya niat ingin menghindari Riel pupus karena wajah dan tubuh Diana menabrak pria tersebut yang baru saja tiba di belakangnya. Dia meringis karena menabrak tubuh yang keras oleh otot-otot dada Riel.Begitu pun Claudia
Demi menyambut ulang tahun Ryuga, Claudia menolak apa pun ajakan untuk pergi. Termasuk Lilia yang kembali mengajaknya untuk berkumpul bersama yang lain. "Maaf, Lilia. Tapi, aku tidak bisa jika hari ini. Aku sedang sibuk ...." Pun, Aji yang menyuruh Claudia pulang di hari Jum'at. Claudia mencoba untuk jujur. Dia menjawab, "Besok saja ya, Ayah? Hari ini Ryuga berulang tahun, aku tidak mungkin tidak ada di hari penting-nya." Dan untungnya Aji memperbolehkan karena suara Claudia tampak memohon dan terdengar putus asa. Tidak hanya sampai di sana, Claudia juga harus menolak ajakan Emma dan Aruna yang sedang mempersiapkan kue ulang tahun untuk Ryuga. "Nggak apa-apa, Tante Em?" tanya Claudia memastikan. Pandangannya jatuh pada keik di hadapannya yang dihias baru setengah jadi. Ajakan itu terlambat karena Claudia sudah lebih dulu membuatnya atas inisiatif sendiri. "Tidak masalah. Lanjutkan saja, sayang," jawab Tante Emma di seberang sana yang berhasil membuat Claudia menghela napas le
Akhir-akhir ini Aruna merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Namun, dia tidak ingin terlalu bahagia. Konon setelah perasaan bahagia itu habis akan datang rasa kesedihan.Dan Aruna tidak menginginkan bentuk kesedihan apa pun lagi untuk saat ini.“Sedang melamunkan apa, Aruna?”Mendengar suara yang familier itu, Aruna seketika menolehkan wajah dari jendela ke pintu kamarnya yang memang terbuka.“Mommy!” pekik Aruna setelah melihat Claudia yang mengintip dibalik pintu kamarnya. Gadis itu dengan cepat berbalik badan dan melangkah cepat supaya bisa tiba di hadapan Claudia.Mata besar itu menatap lamat-lamat Claudia dari atas ke bawah lalu begitu sebaliknya dengan ekspresi wajah serius.“Apa ada yang salah dengan Mommy, Aruna?” tanya Claudia mengusap leher belakangnya. Tatapan Aruna membuat Claudia sedikit salah tingkah.Bibir tipis Aruna mengulas senyum. “Mommy Clau cantik banget,” pujinya. Lalu Aruna menambahkan, “Aruna kalau jadi laki-laki bakalan naksir deh sama Mommy,” lanjutnya lagi s
Tidak sulit bagi Ryuga dan Claudia berpamitan pergi dari mansion. Aruna juga tampak tidak keberatan tidak diajak. Gadis itu sepertinya paham jika Ryuga dan Claudia membutuhkan ruang dan privasi.Ketika di mobil, berkali-kali Ryuga melirik Claudia yang garis wajahnya menunjukkan ketegangan. Dia menunggu Claudia mengatakan sesuatu. Namun, itu tidak pernah terjadi sampai mobil hitam Ryuga tiba di basement.Barulah Ryuga memutuskan bertanya sebelum keduanya turun. Dia menolehkan kepala ke arah Claudia. “Ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu, Claudia?”Sontak Claudia kebingungan mendengar pertanyaan Ryuga. Wanita itu tersenyum simpul sambil menatap tepat di manik hitam Ryuga.“Tidak ada, Ryuga,” gelengnya.Jawaban singkat itu tidak serta merta membuat Ryuga puas. Dia menautkan kedua alisnya dan berkata, “Ayahmu tidak berubah pikiran lagi ‘kan, Claudia?”Ryuga Daksa juga manusia. Dan dia juga memiliki ketakutan. Meskipun ketakutannya sedikit konyol karena takut tidak diberikan restu.Menden
“A-apa, Ryuga?” Kedengarannya yang dikatakan Ryuga barusan lebih membuat Claudia tercengang dan lebih gila dibandingkan ‘bercinta’-nya sendiri. Ryuga tampak tidak keberatan mengulangi apa yang tadi diucapkannya. “Simulasi … bercinta, Claudia.” Bibir tipisnya tersenyum menyeringai. Dia menempelkan bibirnya di bahu Claudia dan mengecupnya samar disertai usapan sensual di pinggang wanita tersebut. Mendapat sentuhan itu, Claudia cukup dibuat geli. Dia mencoba menyentuh wajah Ryuga agar menjauhkan bibir pria itu. Untungnya berhasil. Ryuga segera mengangkat wajah. Namun, kembali membisikki Claudia dengan nada yang seduktif. “Ini akan menyenangkan, Claudia.” Kali ini ucapan Ryuga terdengar seperti menjanjikan sesuatu. Refleks Claudia menggigit bibir bawah bagian dalamnya. Sebagai seseorang yang mengandalkan visual dan daya imajinasi tinggi, pikiran Claudia seketika meliar ke mana-mana. Perlahan Claudia memiringkan wajah agar bisa bersinggungan dengan manik hitam Ryuga. Claudia bisa men
Cepat-cepat Ryuga menarik jari tangannya keluar dari mulut Claudia. Kepalanya langsung menoleh ke belakang, ke samping nakas tempat tidur, mencari air minum. Namun, nihil. Ryuga kembali menolehkan wajah untuk menatap Claudia lagi. Pria itu berujar, “Aku akan mengambilkan air– “T-tidak perlu, Ryuga,” cegah Claudia sambil berdehem beberapa kali. Dia hanya terbatuk kecil. “Kamu yakin?” tanya Ryuga dengan serius. Manik hitamnya menyorot tajam. Bagaimana pun, kenyamanan Claudia nomor satu bagi Ryuga. Claudia memberikan anggukan. “Maaf yang barusan,” ucapnya disertai ringisan. Netra matanya memandang Ryuga lamat-lamat. “Aku akan melakukannya lebih berhati-hati … pada milikmu.” Usai mengatakan itu, Claudia kembali membuang wajahnya yang sudah memerah bak kepeting rebus. Dia tidak sanggup berlama-lama menatap Ryuga. Manik hitam tajam pria itu seolah-olah menelanjanginya. Dada Claudia semakin dibuat berdebar. “Yang barusan baru jariku, Claudia. Dan kamu sudah tersedak,” dengus Ryuga berni
Lain halnya di ruangan mempelai pengantin pria, Ryuga saat ini hanya ditemani oleh sahabatnya, dr.Tirta. Pembawaan Ryuga yang tampak tenang diacungi jempol oleh sahabatnya.“Tinggal beberapa menit lagi prosesi pemberkatan pernikahan dimulai, Ryu,” beritahu Tirta saat melirik jam yang melingkar di tangan kirinya.“Kamu dan Claudia akan menikah,” geleng Tirta masih tidak percaya sampai detik sekarang. Selaku orang yang paling mengenal Ryuga sedari lama, Tirta merasa takjub pada akhirnya Ryuga bisa menemukan seseorang yang dicintai dan juga mencintainya.Ryuga memperlihatkan senyum mahalnya. “Mmmm,” angguknya. Kemudian dia merasakan tepukan di pundaknya. Begitu Ryuga menoleh, dia menemukan wajah Tirta tahu-tahu sudah dekat dengannya.Pria itu berbisik di telinga Ryuga. “Sudah siap untuk malam pertamamu, Ryu?” Pertanyaan Tirta jelas menggoda Ryuga. Obrolan semacam ini terkadang terjadi saat pernikahan. Lagipula Tirta adalah orang terdekat Ryuga dan keduanya sama-sama pria.Air wajah Ryuga
Satu hari bergerak bak dalam satu kedipan. Karena saat membuka mata, Claudia tahu-tahu sudah ada di sebuah ruangan yang terdapat cermin berukuran besar di pojokan sehingga pandangannya tertuju ke arah sana. Claudia meneguk ludahnya dalam-dalam. Di depan cermin tersebut Claudia bisa melihat dirinya sendiri tengah duduk mengenakan gaun pengantin putih dan tengah memegangi buket bunga kecil dalam genggaman kedua tangannya. Wajah cantik yang dilihatnya adalah hasil make up dari satu jam yang lalu. Dia mengangkat satu tangan untuk menyentuh pipinya. Namun, tidak benar-benar menyentuh, dibiarkan mengambang. Claudia bergumam pelan, “I–ini bukan mimpi ‘kan?” Rasa-rasanya baru dua hari yang lalu dia masih sibuk bekerja di kampus, kemudian menghabiskan malam bersama teman-temannya, dan kejadiannya begitu cepat … hari pernikahannya sudah tiba. Claudia akan menikah dengan Ryuga–pria yang dia cintai. Pun, sebaliknya. Pintu besar di hadapannya diketuk. Sebuah suara berat menyeletuk dari luar, “
Mendadak saja Ryuga terkekeh hambar. Bahkan saat statusnya sudah resmi menjadi suami dari Claudia Mada nanti, Ryuga tetap harus menahan diri?! Wah, buruk sekali nasibnya. “Yang benar saja,” gumamnya pelan sambil menggelengkan kepalanya tidak percaya. Dia sampai membuang wajahnya ke samping. Sial. Raut wajah Ryuga yang tampak kesal membuat Claudia keheranan. Dia bertanya, “Ada apa, Ryuga?” Claudia membenahi posisi duduknya. Sedikit ragu, dia meraih rahang pria itu dan mencoba menggerakkannya agar menatap lurus tepat pada netra matanya. Dia meralat pertanyaannya tadi, “Apa ada yang salah, Ryuga?” Ditodong pertanyaan seperti itu, Ryuga memicingkan mata. Satu tangannya naik, meraih tangan Claudia di sisi rahangnya kemudian tanpa diduga Ryuga mendaratkan kecupan di pergelangan tangan Claudia. Napas Claudia tercekat. Dia tidak bisa berkutik saat pria itu menaikkan pandangan untuk bertukar pandangan. Jantung Claudia kian berdebar kencang. Pertama, karena aksi Ryuga barusan. Kedua, mere
“Claudia ….”Ekspresi wajah Ryuga sedikit memerah. Rahangnya tampak mengeras. Manik hitamnya menyorot tajam ke arah Claudia. Perlahan Ryuga melangkahkan kaki untuk berjalan mendekati wanitanya.‘Astaga, sepertinya aku membuat kesalahan!’ ringis Claudia dalam batinnya.Tanpa mengatakan apa pun, Ryuga segera menarik lembut tangan Claudia dan menyembunyikan tubuh wanita tersebut dari pandangan sosok pria lain di hadapannya.“Ayolah, yang benar saja,” dengus pria tersebut. Dia menunjuk dasinya yang belum selesai dipasangkan dengan jari-jari tangannya yang terluka. “Wanita itu belum selesai–“Wanita yang kamu maksud wanitaku, Argus Adiwilaga,” sela Ryuga penuh penekanan. Manik hitamnya menyorot tajam Argus.Sosok Argus Adiwilaga terkekeh sinis. Dia sama sekali tidak terintimidasi oleh Ryuga. Pria itu menyahut dengan santai. “Ya, tentu aku tahu siapa wanita cantik di belakangmu.”“Claudia Mada,” jeda Argus sambil berusaha mencuri pandang ke arah Claudia dibalik tubuh Ryuga.Sementara itu Cl
“Dirga.” Tidak hanya memanggil dengan lembut, Aruna juga mendaratkan satu tangannya di atas tangan Dirga. Mata besarnya menatap Dirga penuh harap. Pandangan Dirga jatuh, menatap tangan Aruna yang menyentuhnya. Jauh di dalam lubuk hatinya, ada perasaan yang tidak bisa Dirga jabarkan dengan gamblang. “Please … Dirga.” Aruna tampak memohon dengan suara yang lirih. Firasatnya mendadak buruk. Lantas pandangan Dirga naik untuk menatap Aruna lagi. Sekelebat wajah Garvi muncul bak layar hologram. Gadis itu kembali berucap, “Kasih tahu aku maksud kamu apa, Dir?” Tangan Aruna meremat halus tangan pemuda itu. Terdengar embusan napas berat Dirga. “Besok selesai kuliah, gue jemput lo, Aruna. Kita ketemu sama Garvi.” Dirga mengatakan itu dengan nada suara yang final. Kepala Aruna mengangguk kuat-kuat. “Oke, besok aku ikut!” sahut Aruna terdengar antusias. Dia belum menyadari keanehan yang bisa ditemukan pada Dirga. Diam-diam pemuda itu bersyukur Aruna berhenti bicara dan berhenti bertanya. K
Selagi Aruna memundurkan langkah, sosok pria itu kian maju mendekati Aruna ditambah senyum seringaiannya yang tampak membuat ngeri.“T–to-long …,” gumam Aruna dengan napas yang terdengar putus-putus. Bahunya naik turun dan badannya tampak gemetar. Perasaannya bergemuruh. Entah apa yang membuatnya sampai bereaksi berlebihan seperti ini.“Runa?” panggil Anjani yang belum membaca keadaan. Dia kebingungan melihat Aruna yang tampak ringkih ketakutan.Sementara Lilia dan teman-temannya di belakang sana menyadari ada kejanggalan. Mereka persis di belakang Aruna. Dengan sigap Lilia langsung maju dan menempatkan dirinya di hadapan Aruna.Gadis itu segera dipegangi oleh Zoya dan Fanya di masing-masing kanan dan kiri. Fanya segera melayangkan pertanyaan, “Kamu baik-baik saja, Aruna?”Namun, Aruna belum memberikan respons. Zoya dan Fanya saling menatap satu sama lain seolah bertanya, ‘Apa yang terjadi?’“Aku mau berbicara dengan gadis kecil itu,” tunjuk sosok pria tadi ke arah Aruna yang tertutu
“Kamu lihat Aruna, Claudia?” Usai keluar dari ruangan pintu darurat, Ryuga melirik Claudia dan baru menanyakan soal putrinya. Sebelum tiba di kampus, selain mengirimkan pesan pada Bu Yuli, Ryuga juga mengirimkan pesan untuk Aruna. Tapi, tidak ada tanda-tanda Aruna membalas pesan bahkan membacanya. Claudia menggelengkan kepalanya ragu. “Aku belum bertemu Aruna hari ini, Ryuga.” Pun, Claudia sendiri tidak keluar jauh-jauh dari ruangan dosen dan prodi. Menelisik raut wajah tampan Ryuga yang tampak gelisah, Claudia memberikan rematan halus pada tangan pria itu. Pandangannya jatuh ke arah jam tangan yang dipakainya, mengira-ngira waktu yang tersisa sebelum acara dimulai. Lantas Claudia menatap Ryuga lagi. Dia meneguk ludahnya dalam-dalam. “Kamu keberatan kalau aku meminta bantuan Dirga untuk mencari Aruna, Ryuga?” Mendengar nama Dirga disebut, Ryuga menaikkan kedua alisnya. “Pemuda itu belum pergi, Claudia?” Ryuga tidak lupa pembicaraan Dirga dan Aruna di ruang tamu rumahnya pagi itu
Dua puluh menit lagi seminar untuk career preparation dalam acara Job Fair yang diadakan kampus Tuma akan segera dimulai. Selaku dosen muda yang ikut dilibatkan, Claudia seharusnya saat ini tengah ada di aula acara tersebut. “Kenapa Tante Yuli mengajakku untuk berbicara di sini?” tanya Claudia keheranan. Dia membiarkan punggungnya bersandar di dinding tembok sambil kedua tangan tengah memeluk dirinya sendiri. Pandangan Claudia mengedar ke sekeliling, tidak ada apa pun di dalam ruangan pintu darurat. Hanya ada sebuah tangga untuk akses dari ruangan atas yang belum sepenuhnya jadi. Lima menit yang lalu Tante Yuli menemui Claudia seraya mengatakan, ‘Sebelum acara, bisa kamu ke ruangan pintu tangga darurat dekat gedung prodi kita, Clau? Ada hal penting yang Tante ingin bicarakan.’ Alih-alih mengajaknya berbicara di ruangan fakultas, Bu Yuli malah mengajaknya berbicara di ruangan pintu darurat. Sekon berikutnya, Claudia tersentak. Dia segera menegakkan tubuhnya. ‘Tunggu … Tante Yuli tida
“Saya sudah menyebarkan undangan pernikahan Anda dan Bu Claudia pada kolega penting dari Daksa Company, Pak Ryuga. Kemungkinan besar … kolega yang hadir saat acara seminar nanti sudah menerima undangan pernikahan Anda, Pak.”Pandangan Ryuga terangkat, menatap lurus ke arah sekretarisnya yang sedang menjelaskan di kursi depan mobil. Sang sekretaris lanjut bicara, “Semoga saja itu tidak membuat Anda merasa tidak nyaman ada di sana, Pak Ryuga.”Sang sekretaris hanya mengikuti perintah Ryuga yang sudah menjadwalkan untuk mengirimkan undangan tiga hari sebelum acara. “Kerja bagus,” angguk Ryuga. “Terima kasih banyak, Diana,” ucap Ryuga dengan nada suara yang terdengar tulus.Di depan sana, sesaat Diana merasa tertegun. Wanita itu terkekeh sambil mengibaskan tangan ke udara, “Tolong jangan seperti itu, Pak Ryuga. Sudah tugas saya untuk membantu–“Terima kasih sudah mengurungkan niat pengunduran diri dari perusahaan, Diana.” Tanpa Diana, jadwal kegiatannya pasti akan sangat berantakan. Mesk