Gantung, maaf wkwk. Part lengkapnya besok ya. Aku ngantuk, takut ngaco nulisnya *kaburrrr
Karena Ryuga hanya bisa mengandalkan tangan kanannya saja untuk saat ini, pria itu tidak bisa menarik turun kain segitiga hitam Claudia sekaligus memegangi gaun satin tipis yang ditahan Ryuga pada pinggang wanita tersebut. Maka, pilihan Ryuga adalah membiarkan gaun satin tipis itu kembali menutup setengah paha Claudia. Toh melepaskan kain segitiga itu jauh lebih darurat. Tangan Ryuga menarik turun dari samping dengan cekatan. Jari-jarinya menyentuh kulit paha halus Claudia secara langsung. Akibatnya, kaki Claudia bergerak-gerak tidak karuan karena merasa geli. Namun, itu menjadikan Ryuga lebih mudah menarik kain segitiga tersebut hingga turun melewati lutut Claudia dan meluncur bebas ke bawah. Bibir tipis Ryuga tersenyum menyeringai. “Mari kita mulai stimulasinya, Claudia.” Usai mengatakan itu, jari-jari tangan Ryuga bergerak menyentuh betis Claudia dengan gerakan pelan dan sensual. Pria itu mengangkat kedua kaki Claudia bergantian untuk sepenuhnya lepas dari kain segitiga yang d
Esok paginya, Ryuga terbangun kala mendengar bunyi alarm yang berasal dari luar kamar apartemennya. Itu … terdengar cukup berisik. Jadi, tidak hanya membangunkan Ryuga saja, melainkan sesosok wanita yang tertidur di sebelahnya dengan posisi tengah memeluknya. Kedua sudut bibirnya berkedut menahan senyum. Dia menyentuh tangan wanita itu dan mengecupnya tepat di pergelangan nadi. Ryuga hanya meniru apa yang wanita tersebut lakukan padanya. Itu membuat Ryuga merasa dicintai. Perlahan wanita di sebelahnya membuka mata dan berusaha menyesuaikan pandangannya dengan pencahayaan yang ada di dalam kamar menyala terang. “Jam tiga dini hari, Claudia …,” gumam Ryuga menyebut nama wanita tersebut dengan suaranya yang dalam. Bibirnya kembali mengecup di tempat yang sama. Begitu mendengar alarm itu berbunyi, Ryuga langsung melirik ke arah jam dinding yang terpasang di dinding kamar apartemennya. Ryuga membiarkan lampunya menyala semalaman karena mengetahui jelas Claudia tidak menyukai gelap.
Claudia sengaja memasang alarm sepagi itu karena dia harus pergi sepagi mungkin agar tiba di rumah Ayahnya dengan cepat. Dia tidak ingin membuat Ayahnya bisa saja kembali mengubah keputusannya itu.Maka, dengan alasan tersebut, demikian Claudia berpamitan pada Ryuga untuk pergi seorang diri. Kini Claudia sudah tiba di depan shuttle pemberangkatannya. Namun, Claudia tidak sendirian, dia diantarkan oleh Ryuga.Pihak shuttle mengatakan, perjalanan akan dilakukan lima menit lagi. Enam penumpang sudah masuk ke dalam shuttle. Sementara dua penumpang lain belum tiba di titik penjemputan. Selagi menunggu, Claudia memanfaatkan itu dengan bicara dulu bersama Ryuga.“Aku harus masuk sekarang, Ryuga,” beritahu Claudia pada pria di hadapannya.“Tidak mau kamu batalkan saja, Claudia?” Ryuga tidak hanya menanyakan itu sekali. Ini mungkin yang ke-lima kalinya, jika Claudia tidak salah menghitung.Wanita itu menggeleng dengan tegas. “Tidak mau.”Lagipula Claudia sudah membayar biayanya, sayang sekali
Baru akan membuka amplop coklat itu karena dibuat penasaran, dering di ponsel Claudia menghentikan pergerakannya. Claudia mengembuskan napas berat. Dia segera mengambilnya di dalam tas kecil yang dia bawa.Nama Ryuga tertera di layar ponsel.‘Apa ini sudah sepuluh menit berlalu?’ batin Claudia bertanya-tanya. Tidak butuh waktu lama, Claudia langsung mengangkat telepon.“Bagaimana perjalanannya, Claudia?” Ryuga langsung menodong Claudia dengan pertanyaan. Netra mata Claudia memandang lurus-lurus ke depan. Ketujuh kursi penumpang tampak kosong, lengang, menyisakan sang sopir dan dirinya di dalam shuttle.“Hmm, aman-aman saja kok,” jawab Claudia tidak sepenuhnya jujur. Dia tidak mungkin memberitahu Ryuga mengenai Natasha. Setidaknya untuk sekarang, sebelum Claudia tiba di tujuannya.Dia tidak ingin Ryuga khawatir. Claudia sendiri juga tidak ingin mengkhawatirkan sesuatu yang belum jelas kebenarannya. Terlebih yang mengatakan itu adalah Natasha.“Ryuga,” ucap Claudia memotong pembicaraan
Baik Claudia maupun Aland tidak lagi bicara bahkan setelah mobil yang dikendarai Aland tiba di rumah. Pemuda itu turun lebih dahulu. Tapi, Aland masih bersikap baik dengan membawakan tas ransel Claudia.Sementara Claudia mengawasi pergerakan Aland. ‘Aku tahu setelah Mama meninggal, sikap Aland tidak pernah sama seperti dulu lagi.’ Rasa-rasanya hati Claudia sakit mengingat perubahan drastis sang adik.Seperti ada jarak di antara keduanya. Itu sebabnya Claudia lebih dekat dengan Dirga. Namun, cepat-cepat dia menggeleng-gelengkan kepala. Karena kedekatan itulah Claudia yakin Dirga salah mengartikan perasaannya.“Mbak nggak turun?” Dari luar mobil, suara Aland mengudara seraya mengetuk pintu kaca mobil.Claudia seketika tersentak. Buru-buru dia turun. Pandangannya langsung mengarah ke rumah dua lantai milik Aji. Tampak beberapa kendaraan terparkir di halaman depan rumah dan halaman kantor Desa.Claudia memejamkan mata. Aland benar, sepertinya ada banyak tamu di sana. Dia mengembuskan napa
Waktu terus berjalan dan tahu-tahu saja mobil mewah keluarga Ryuga tiba di halaman depan rumah Aji. Kini, jam hampir menunjukkan pukul tiga sore. Sebelum turun, Aruna berdecak kagum mengintip dibalik jendela mobil. “Wahh, banyak burung!” Alih-alih fokus pada rumah dua lantai bercat putih itu, Aruna dibuat salah fokus melihat beberapa sangkar burung yang menggantung menghiasi langit-langit rumah tersebut. Jari-jari lentiknya mengambang di udara, mencoba menghitung, “Satu … dua– “Ayo turun, Aruna,” ajak Ryuga menyela kegiatan gadis itu. “Oke, Dad,” jawabnya tidak membantah. Sepertinya bisa ditemukan lebih dari lima. Aruna bertanya-tanya, ‘Apa Aki Aji memelihara burung?’ Rasa-rasanya tidak mungkin Aland. Mata besar Aruna menatap lurus ke arah teras depan. Sudah ada Aji dan beberapa wanita paruh baya seusianya menyambut kedatangan keluarga Daksa. Rudi dan Emma tampak lebih dulu menghampiri. “Maaf sedikit terlambat, Aji,” kata Rudi membuka percakapan. Sementara Aruna celingukan, di
Ini pertama kalinya Claudia menunggu seseorang siuman dari pingsannya. Dia penasaran sekaligus mengkhawatirkan keadaan Emma. Bagaimana pun, wanita yang sedang berbaring itu adalah calon ibu mertuanya.Claudia masih memikirkan setengah mati, apa benar Emma pingsan setelah melihat foto keluarganya? Tadi … sebelum akhirnya Claudia menyetujui ajakan Aruna untuk melihat Emma, dia sempat mengajukan pertanyaan pada Aji.“Tante Emma kenapa, Yah?” Alih-alih bertanya pada Ryuga, Claudia memilih bertanya pada Ayahnya sendiri.Sebisa mungkin Claudia mencoba untuk bersikap biasa saja ketika bertemu Ryuga, namun kenyataannya tidak semudah itu. Claudia gugup sendiri karena manik hitam Ryuga tidak lepas darinya.“Hanya kecapek-an saja mungkin,” jawab Aji seadanya. Dan itu pula yang dikatakan oleh Rudi. Tapi, rasanya batin Claudia mengatakan ada hal lain dibandingkan alasan itu.“Grammie kok belum sadar juga, Mom?” Suara lirih Aruna terdengar menyentak lamunan Claudia. Wanita itu menegakkan punggungny
“Tante Emma …!” Claudia agak terkejut mendapati wanita paruh baya itu kini sepenuhnya membuka mata. Kebetulan Claudia membuang wajah ke arah wanita itu tertidur sehingga bisa menangkap kesadarannya. Keduanya saling menatap satu sama lain sebelum Claudia akhirnya menatap Ryuga. Pria itu juga tengah menatap ibunya sementara ponsel sudah di tangannya. “Ibu membutuhkan sesuatu?” tanya Ryuga. ‘Waktunya tidak pas,’ batin Claudia menggelengkan kepala. Terlalu egois baginya menuntut jawaban dari Ryuga di tengah kondisi Emma sekarang. “Claudia,” panggil Emma dengan suaranya yang lemah. Mendengar panggilan itu, Claudia segera menolehkan wajah lagi ke arah Emma. Pandangan Claudia turun menatap ke arah tangannya yang digenggam oleh Emma secara tiba-tiba. “Apa Tante Em membutuhkan sesuatu?” Claudia mengulangi pertanyaan Ryuga. Wanita itu membasahi bibir bawahnya. Tanpa menatap Ryuga, Claudia berkata, “Tolong ambilkan minum, Ryuga– “Tidak, Tante ingin meminta maaf padamu, Claudia,” sela Emma
“–Akan tetapi, tolong antarkan aku pergi ke tempat lapangan lari. Aku ingin jalan-jalan pagi.”Riel memukul stir yang dikemudikannya lalu memutar mobilnya ke arah tempat lapangan lari. Bisa-bisanya dia menuruti permintaan Lilia, dan parahnya membiarkan wanita yang tengah mengandung anaknya itu keluyuran sendirian.Sesaat, hatinya dilanda perasaan bersalah. Riel menyadari bahwa semakin hari, setiap minggu, dan beberapa bulan ke belakang sikapnya sangat acuh pada istrinya itu.“Ayo, angkatlah,” gumamnya pelan. Dia memutuskan menghubungi Lilia. Teleponnya aktif. Namun, tidak diangkat.Pikiran Riel terpecah. Sebelum Lilia turun dari mobil, dia sempat menatap Riel seolah ingin mengatakan sesuatu.“Katakan saja.”Berulah saat itu, Lilia mengutarakan pikirannya. Wanita itu mencengkram seatbelt yang sudah terlepas. “Aku serius dengan ucapanku tadi. Ayo berpisah setelah anak ini lahir.”Riel tidak memberikan respons. Manik hitamnya menyorot tajam, mencari kebenaran dibalik pernyataan Lilia ba
Ketegangan pagi itu tidak hanya terjadi pada sepasang ayah dan anak, melainkan juga terjadi pada sepasang suami istri di kediaman keluarga Waluyo.“Tidak bisakah kamu membatalkan agar tidak jadi pergi, Yel?”Istri mana yang tidak marah apabila suaminya baru saja pulang beberapa jam, harus kembali pergi meninggalkannya seorang diri … ditambah dengan keadaan hamil besar.Lilia memperhatikan baik-baik Riel yang sudah siap dengan pakaian berkudanya. Ya, Riel akan pergi berkuda bersama rekan-rekan bisnisnya.“Membatalkannya?” ulang Riel lantas menggelengkan kepala. “Itu tidak mungkin. Aku sudah merencanakannya lama dengan teman-temanku.”Setelah Riel kembali untuk menggantikan sang ayah memimpin perusahaan, dia mulai memiliki kesibukan-kesibukan di luar pekerjaan utama sehingga tidak memiliki banyak waktu untuk menemani Lilia sehingga berujung … mengabaikannya tanpa sadar.“Bagaimana dengan aku, Yel?” tanya Lilia dengan pandangan yang meredup. Perlahan, dia menundukkan pandangan dan mengus
“Daddy!” Sebuah protesan dilayangkan Aruna tepat saat dia diinterograsi Ryuga di ruang tamu bersama Pras. Ya, suara lain itu milik Ryuga. Bukan milik hantu penunggu rumah ataupun kucing jadi-jadian. “Semua yang Daddy tuduhkan pada Kak Pras salah besar,” ucapnya dengan tegas. Aruna sudah menjelaskan kejadian yang sebenarnya. Namun, ekspresi Ryuga menunjukkan jika dirinya tidak percaya. Kedua alis Ryuga berkedut samar. “Oh, kamu membelanya, Aruna?” Mata besar Aruna memicing menatap ke arah Daddy-nya. Besok-besok, Aruna harus memberikan saran pada Aji untuk memasang CCTV di dalam rumah agar kejadian seperti ini bisa terekam oleh bukti. “Bukan begitu, Daddy …,” geleng Aruna dengan suara yang putus asa. Aruna frustasi. Mencoba menghilangkan ketakutannya, dia berucap, “Mommy mana? Cuma Mommy yang bisa bersikap netral dan tidak kekanakan seperti Daddy.” Aruna tidak peduli lagi jika kemarahan Ryuga bertambah dua kali lipat. Saat Ryuga mengeluarkan tanduk tak kasat mata di kepalanya, Arun
Selang beberapa menit di kamar mandi, Aruna baru ke luar dengan wajah yang sudah tampak lebih segar. ‘Nggak perlu panik, Na. Itu cuma Kak Pras ‘kan? Bukan Kak Sam aktor terkenal?’ batinnya mencoba menenangkan diri. Tidak dipungkiri jika debar itu hadir dalam dadanya saat melihat Pras bersama Aland tadi. Wajahnya dibiarkan setengah basah. Tidak ada poni yang menghiasi dahi Aruna. Rambutnya terurai, sedikit berantakan. Namun, justru itu daya pikat alaminya. Mata besar Aruna celingukan melihat ke arah ruang tamu yang sudah tidak ada siapa-siapa. “Ke mana perginya beruang kembar itu?” Satu alis Aruna naik, keheranan. Yang Aruna maksud dengan beruang kembar itu Pras dan Aland. Rasa-rasanya julukan beruang kembar sudah cocok untuk keduanya. Detik setelah gumaman itu mengudara, knop pintu dibuka dari luar. Satu sosok beruang yang Aruna cari muncul. Dia melangkah masuk dan mengambil asbak kecil yang ada di atas meja. Belum sempat Aruna bertanya, suara berat pemuda di hadapannya lebih du
Ternyata Ryuga benar. Dia sama sekali tidak salah mendengar. “Mas Ryuga?” ulang Ryuga lalu menusukkan ujung lidahnya di salah satu pipi. Dia mengurungkan niat–sebenarnya Ryuga hanya sekadar menggoda Claudia. Mendapati Ryuga yang merangkak mendekatinya, Claudia buru-buru meraih selimut dengan susah payah untuk menutupi tubuhnya yang polos. Setengah dari wajahnya sudah hampir tertutupi selimut, hanya saja Ryuga berhasil menariknya turun sebatas leher. “Ulangi, Claudia,” pintanya dengan suara yang rendah. Claudia menaikkan pandangan, menatap Ryuga, sebab tangan suaminya itu mengangkat dagunya. Seluruh wajah Claudia memanas. Bibir cherry-nya perlahan disentuh Ryuga dengan cara yang sensual. “Baiklah, jika memang Nyonya Daksa ini tidak mau bicara, aku menganggapmu tidak ingin melanjutkan– “Ja-hat!” Mendengar Claudia merutuk, sudut bibir Ryuga tertarik ke atas. Demi apapun, Claudia tampak menggemaskan. Apalagi Claudia yang menghindari kontak mata dengan manik hitamnya. “A–aku masih b
Warning: Mature content! Bagi yg kurang nyaman untuk baca, bisa skip bab ini okayyyy. Thank u … di atas ranjang.Namun, bukan berarti kehadiran calon anaknya yang sebentar lagi akan lahir tidak diinginkan oleh Ryuga. Dia sudah sangat menantikannya.“Lebih turun sedikit lagi, Claudia,” pinta Ryuga berbisik pelan di telinga istrinya itu dengan suaranya yang dalam. Tangannya membelai sisi pinggang atas Claudia yang terasa lembut.Pada kehamilan Claudia yang sudah menginjak tujuh bulan, Claudia tampak lebih berisi di beberapa bagian tubuh, salah satunya di bagian dada. Tangan Ryuga sudah bergeser pada bagian itu. Menekan lalu menggoda cherry di dada Claudia menggunakan dua jarinya.Satu lenguhan pelan mengudara. “Engh~”Dia
Mas RyugaMungkin sudah ratusan kali–oke, bagi Claudia itu berlebihan, rasanya sudah puluhan kali dia merapalkannya baik dalam hati maupun isi pikirannya. Bibirnya terlalu kelu untuk memanggil Ryuga demikian.Lidahnya terlalu kaku. Sisi dalam diri Claudia berbisik, ‘Semua akan terbiasa. Jadi, dicoba dulu, Clauuuu!’“Ryuga dan Aland belum pulang, Clau?”Celetukkan itu membuat Claudia mengerjapkan mata lantas menatap Sang Ayah yang sudah tampil rapi di hadapannya. “Ha? O–oh, belum, Yah. Sepertinya sebentar lagi,” jawab Claudia menduga-duga.Dia mengalihkan pandangannya ke arah jam dinding yang kini menunjukkan baru pukul tujuh pagi. Sekitar satu setengah jam lalu, Aji mengatakan jika Ryuga dan Aland ke luar untuk lari pagi.Baru Claudia ketahui setelah menikah jika Ryuga akan pergi berolahraga minimal satu kali dalam seminggu. Claudia menolehkan wajahnya lagi ke arah Aji. “Ayah sudah harus pergi sekarang?”Aji menganggukkan kepalanya. “Rasanya ada yang kurang kalau belum Ayah pastikan s
Pras mengantarkan Aruna pulang sesuai jam yang sudah ditetapkan Aji. Tidak ada keanehan. Sepanjang makan malam pun, Aruna bahkan tak segan memamerkan manik-manik yang dibelikan Pras di Pasar Sabtu. Namun, sekitar hampir jam setengah sembilan malam, gadis itu mulai terbatuk-batuk dan kesulitan bernapas. Asma Aruna … kambuh. Dan di saat-saat seperti itu, kekhawatiran Ryuga datang dua kali lipat. Pria itu cekatan memastikan kebutuhan Aruna terpenuhi. Claudia tidak diperbolehkan membantu, hanya menemani Aruna yang berbaring di ranjang tidur. Lagi-lagi Claudia dibuat terpesona. Dia beberapa kali kedapatan menggigit bibir bawahnya, menginginkan sesuatu dari suaminya itu. Akan tetapi, dengan cepat Claudia menepis jauh-jauh pemikirannya. ‘Ish, mikir apa, sih, kamu, Clau?!’ “Mom, tidur dengan Aruna, ya, malam ini?” pinta gadis itu sambil memeluk lengan Claudia. Hal itu membuat fokus Claudia teralihkan. Dia tidak langsung mengiakan. Malah melemparkan pandangan pada Ryuga yang ternyata sudah
Ryuga menjeda ucapannya, dia belum sepenuhnya selesai. “Coba saja kalau kamu berani, Al.”Suaranya yang terdengar tegas dengan manik hitam yang menyorot tajam membuat Aland perlahan menarik kembali kepalanya ke dalam dan menutup pintu rapat-rapat setelah memberikan cengiran khasnya.‘Ya mana berani kalau sama Om Ryuga.’ Aland berani menghadapi masalah lain di luar sana, tapi jika menyangkut kakak iparnya, Aland rasanya sudah menyerah duluan.Pemuda itu meneguk ludahnya dalam-dalam. “Om Ryuga kapan nggak kelihatan seremnya, sih, Mbak?” keluhnya sambil berjalan mendekati Claudia. Jari telunjuk Aland mengambang, menunjuk ke arah perut besar kakak perempuannya. “Curiga … anaknya bakal mirip Om Ryuga banget kalau sudah dewasa.”Claudia mengelus perutnya dengan sayang. Bibir cherry-nya tersenyum mendengar Ryuga dalam keadaan marah pun masih peduli padanya. “Kok mesti dicurigai segala, Al? Wajar kalau mirip Ryuga, ‘kan memang Daddy-nya.”Mendaratkan bokongnya kembali di ranjang tidur, Aland