Tidak sulit bagi Ryuga dan Claudia berpamitan pergi dari mansion. Aruna juga tampak tidak keberatan tidak diajak. Gadis itu sepertinya paham jika Ryuga dan Claudia membutuhkan ruang dan privasi.Ketika di mobil, berkali-kali Ryuga melirik Claudia yang garis wajahnya menunjukkan ketegangan. Dia menunggu Claudia mengatakan sesuatu. Namun, itu tidak pernah terjadi sampai mobil hitam Ryuga tiba di basement.Barulah Ryuga memutuskan bertanya sebelum keduanya turun. Dia menolehkan kepala ke arah Claudia. “Ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu, Claudia?”Sontak Claudia kebingungan mendengar pertanyaan Ryuga. Wanita itu tersenyum simpul sambil menatap tepat di manik hitam Ryuga.“Tidak ada, Ryuga,” gelengnya.Jawaban singkat itu tidak serta merta membuat Ryuga puas. Dia menautkan kedua alisnya dan berkata, “Ayahmu tidak berubah pikiran lagi ‘kan, Claudia?”Ryuga Daksa juga manusia. Dan dia juga memiliki ketakutan. Meskipun ketakutannya sedikit konyol karena takut tidak diberikan restu.Menden
“A-apa, Ryuga?” Kedengarannya yang dikatakan Ryuga barusan lebih membuat Claudia tercengang dan lebih gila dibandingkan ‘bercinta’-nya sendiri. Ryuga tampak tidak keberatan mengulangi apa yang tadi diucapkannya. “Simulasi … bercinta, Claudia.” Bibir tipisnya tersenyum menyeringai. Dia menempelkan bibirnya di bahu Claudia dan mengecupnya samar disertai usapan sensual di pinggang wanita tersebut. Mendapat sentuhan itu, Claudia cukup dibuat geli. Dia mencoba menyentuh wajah Ryuga agar menjauhkan bibir pria itu. Untungnya berhasil. Ryuga segera mengangkat wajah. Namun, kembali membisikki Claudia dengan nada yang seduktif. “Ini akan menyenangkan, Claudia.” Kali ini ucapan Ryuga terdengar seperti menjanjikan sesuatu. Refleks Claudia menggigit bibir bawah bagian dalamnya. Sebagai seseorang yang mengandalkan visual dan daya imajinasi tinggi, pikiran Claudia seketika meliar ke mana-mana. Perlahan Claudia memiringkan wajah agar bisa bersinggungan dengan manik hitam Ryuga. Claudia bisa men
Cepat-cepat Ryuga menarik jari tangannya keluar dari mulut Claudia. Kepalanya langsung menoleh ke belakang, ke samping nakas tempat tidur, mencari air minum. Namun, nihil. Ryuga kembali menolehkan wajah untuk menatap Claudia lagi. Pria itu berujar, “Aku akan mengambilkan air– “T-tidak perlu, Ryuga,” cegah Claudia sambil berdehem beberapa kali. Dia hanya terbatuk kecil. “Kamu yakin?” tanya Ryuga dengan serius. Manik hitamnya menyorot tajam. Bagaimana pun, kenyamanan Claudia nomor satu bagi Ryuga. Claudia memberikan anggukan. “Maaf yang barusan,” ucapnya disertai ringisan. Netra matanya memandang Ryuga lamat-lamat. “Aku akan melakukannya lebih berhati-hati … pada milikmu.” Usai mengatakan itu, Claudia kembali membuang wajahnya yang sudah memerah bak kepeting rebus. Dia tidak sanggup berlama-lama menatap Ryuga. Manik hitam tajam pria itu seolah-olah menelanjanginya. Dada Claudia semakin dibuat berdebar. “Yang barusan baru jariku, Claudia. Dan kamu sudah tersedak,” dengus Ryuga berni
Karena Ryuga hanya bisa mengandalkan tangan kanannya saja untuk saat ini, pria itu tidak bisa menarik turun kain segitiga hitam Claudia sekaligus memegangi gaun satin tipis yang ditahan Ryuga pada pinggang wanita tersebut. Maka, pilihan Ryuga adalah membiarkan gaun satin tipis itu kembali menutup setengah paha Claudia. Toh melepaskan kain segitiga itu jauh lebih darurat. Tangan Ryuga menarik turun dari samping dengan cekatan. Jari-jarinya menyentuh kulit paha halus Claudia secara langsung. Akibatnya, kaki Claudia bergerak-gerak tidak karuan karena merasa geli. Namun, itu menjadikan Ryuga lebih mudah menarik kain segitiga tersebut hingga turun melewati lutut Claudia dan meluncur bebas ke bawah. Bibir tipis Ryuga tersenyum menyeringai. “Mari kita mulai stimulasinya, Claudia.” Usai mengatakan itu, jari-jari tangan Ryuga bergerak menyentuh betis Claudia dengan gerakan pelan dan sensual. Pria itu mengangkat kedua kaki Claudia bergantian untuk sepenuhnya lepas dari kain segitiga yang d
Esok paginya, Ryuga terbangun kala mendengar bunyi alarm yang berasal dari luar kamar apartemennya. Itu … terdengar cukup berisik. Jadi, tidak hanya membangunkan Ryuga saja, melainkan sesosok wanita yang tertidur di sebelahnya dengan posisi tengah memeluknya. Kedua sudut bibirnya berkedut menahan senyum. Dia menyentuh tangan wanita itu dan mengecupnya tepat di pergelangan nadi. Ryuga hanya meniru apa yang wanita tersebut lakukan padanya. Itu membuat Ryuga merasa dicintai. Perlahan wanita di sebelahnya membuka mata dan berusaha menyesuaikan pandangannya dengan pencahayaan yang ada di dalam kamar menyala terang. “Jam tiga dini hari, Claudia …,” gumam Ryuga menyebut nama wanita tersebut dengan suaranya yang dalam. Bibirnya kembali mengecup di tempat yang sama. Begitu mendengar alarm itu berbunyi, Ryuga langsung melirik ke arah jam dinding yang terpasang di dinding kamar apartemennya. Ryuga membiarkan lampunya menyala semalaman karena mengetahui jelas Claudia tidak menyukai gelap.
Claudia sengaja memasang alarm sepagi itu karena dia harus pergi sepagi mungkin agar tiba di rumah Ayahnya dengan cepat. Dia tidak ingin membuat Ayahnya bisa saja kembali mengubah keputusannya itu.Maka, dengan alasan tersebut, demikian Claudia berpamitan pada Ryuga untuk pergi seorang diri. Kini Claudia sudah tiba di depan shuttle pemberangkatannya. Namun, Claudia tidak sendirian, dia diantarkan oleh Ryuga.Pihak shuttle mengatakan, perjalanan akan dilakukan lima menit lagi. Enam penumpang sudah masuk ke dalam shuttle. Sementara dua penumpang lain belum tiba di titik penjemputan. Selagi menunggu, Claudia memanfaatkan itu dengan bicara dulu bersama Ryuga.“Aku harus masuk sekarang, Ryuga,” beritahu Claudia pada pria di hadapannya.“Tidak mau kamu batalkan saja, Claudia?” Ryuga tidak hanya menanyakan itu sekali. Ini mungkin yang ke-lima kalinya, jika Claudia tidak salah menghitung.Wanita itu menggeleng dengan tegas. “Tidak mau.”Lagipula Claudia sudah membayar biayanya, sayang sekali
Baru akan membuka amplop coklat itu karena dibuat penasaran, dering di ponsel Claudia menghentikan pergerakannya. Claudia mengembuskan napas berat. Dia segera mengambilnya di dalam tas kecil yang dia bawa.Nama Ryuga tertera di layar ponsel.‘Apa ini sudah sepuluh menit berlalu?’ batin Claudia bertanya-tanya. Tidak butuh waktu lama, Claudia langsung mengangkat telepon.“Bagaimana perjalanannya, Claudia?” Ryuga langsung menodong Claudia dengan pertanyaan. Netra mata Claudia memandang lurus-lurus ke depan. Ketujuh kursi penumpang tampak kosong, lengang, menyisakan sang sopir dan dirinya di dalam shuttle.“Hmm, aman-aman saja kok,” jawab Claudia tidak sepenuhnya jujur. Dia tidak mungkin memberitahu Ryuga mengenai Natasha. Setidaknya untuk sekarang, sebelum Claudia tiba di tujuannya.Dia tidak ingin Ryuga khawatir. Claudia sendiri juga tidak ingin mengkhawatirkan sesuatu yang belum jelas kebenarannya. Terlebih yang mengatakan itu adalah Natasha.“Ryuga,” ucap Claudia memotong pembicaraan
Baik Claudia maupun Aland tidak lagi bicara bahkan setelah mobil yang dikendarai Aland tiba di rumah. Pemuda itu turun lebih dahulu. Tapi, Aland masih bersikap baik dengan membawakan tas ransel Claudia.Sementara Claudia mengawasi pergerakan Aland. ‘Aku tahu setelah Mama meninggal, sikap Aland tidak pernah sama seperti dulu lagi.’ Rasa-rasanya hati Claudia sakit mengingat perubahan drastis sang adik.Seperti ada jarak di antara keduanya. Itu sebabnya Claudia lebih dekat dengan Dirga. Namun, cepat-cepat dia menggeleng-gelengkan kepala. Karena kedekatan itulah Claudia yakin Dirga salah mengartikan perasaannya.“Mbak nggak turun?” Dari luar mobil, suara Aland mengudara seraya mengetuk pintu kaca mobil.Claudia seketika tersentak. Buru-buru dia turun. Pandangannya langsung mengarah ke rumah dua lantai milik Aji. Tampak beberapa kendaraan terparkir di halaman depan rumah dan halaman kantor Desa.Claudia memejamkan mata. Aland benar, sepertinya ada banyak tamu di sana. Dia mengembuskan napa
Keesokan harinya, baik Aruna maupun Anjani sama-sama bangun terlambat. Jika alarm Aruna tidak menjerit-jerit, kedua gadis itu tidak akan turun ke restoran hotel untuk sarapan. “Kok lengang, ya?” gumam Aruna saat pandangannya mengedar ke dalam restoran hotel. Di sebelahnya, Anjani bisa mendengar gumaman Aruna. “Kayaknya udah pada selesai sarapan deh, Run.” Ada pun karena jam kedatangan Aruna dan Anjani berada di jam akhir orang-orang selesai bersarapan, jadi hanya menyisakan beberapa anggota keluarga yang tinggal. Mata besar Aruna tidak menemukan dua sosok favoritnya pagi itu. “Pagi, Grammie,” sapa Aruna begitu langkah kakinya berhenti di hadapan Emma yang kini tengah duduk sendirian sambil memakan buah. Anjani ikut menyapa Emma seraya sedikit membungkukkan tubuh. “Pagi, Grammie.” Mendapati kehadiran dua gadis cantik di hadapannya, Emma memasang senyum cerahnya dan membalas ucapan selamat pagi tersebut sebelum menyahut lebih lanjut, “Ya ampun, dua anak gadis baru turun untuk sara
Pras menarik jari miliknya dari bibir Aruna usai menutup pintu kamar hotel yang ditempati Aland dan Dirga. Sementara Aruna termangu menatap wajah pemuda tampan yang baru dua kali ditemuinya.Mata besarnya mengedip lambat, memastikan. ‘Ini beneran Pras? Ya ampun!’Sejujurnya di satu sisi Aruna merasa senang, akhirnya dia memiliki momen untuk bertemu Pras! Mata besarnya berbinar seolah baru saja menemukan sebuah harta karun.“Urungkan niatmu jika ingin menemui Dirga sekarang,” celetuk Pras menatap Aruna lekat-lekat. Dia menambahkan, “Setidaknya, tunggu sampai besok, Aruna.”Ini sudah lebih dari larut malam. Pras tidak bermaksud apa pun, hanya mengatakan untuk kebaikan saja.“Kamu sama Dirga berantem, Pras?”Mengabaikan perkataan Pras, Aruna langsung menodong pemuda itu dengan pertanyaan yang membuat Pras langsung membuang wajah ke samping kiri. Tangannya mengusap sudut bibir yang tampak terluka.Dahi Pras mengerut samar. Terdengar ringisan keluar dari bibirnya. Dugaan Aruna tidak melese
“Sosok yang ada di ruangan itu siapa, Runa? Terus maksudnya Kakakmu, Kak Garvi … koma?” Anjani benar-benar sudah dibuat penasaran. Tapi, mendadak Aruna menghentikkan cerita di tengah-tengah. Pandangan gadis itu tampak mengawang seolah tengah mengingat-ingat kejadian pada hari tersebut. Anjani mengembuskan napas berat. Dia tidak bisa digantungkan. Air wajahnya menunjukkan bentuk protes. “Aku nggak bisa tidur kalau kamu belum kasih tahu– “Iya, Kak Garvi koma, Jani,” sela Aruna dengan suara yang lirih. Aruna mengangkat satu tangannya ke arah langit-langit kamar lantas melipat dua jarinya. “Dirga bilang, hampir jalan tiga tahunan lebih … mungkin aja ini tahun keempat?” Aruna tidak begitu yakin. Lantas Aruna menghadapkan tubuhnya ke arah Anjani dan menatapnya lekat-lekat. “Kamu tahu apa penyebabnya, Jani?” Jika tadi Anjani sangat penasaran, kini mendadak Anjani takut mendengarnya setelah melihat air wajah Aruna yang tampak sendu. “A–apa?” Sudut bibir Aruna menyunggingkan senyum yang
Alih-alih langsung tertidur usai terakhir kali seperti apa yang Claudia katakan, baik Claudia maupun Ryuga masih memiliki energi untuk saling mengobrol sambil berpelukan satu sama lain. Claudia bisa merasakan debar jantung Ryuga begitu tangannya tidak sengaja menyentuh bagian dada. Ketika akan menariknya, Ryuga menahan lengan kecil istrinya agar tetap di sana. “Aku ingin membuat satu pengakuan, Claudia.” Suara beratnya terasa di ubun-ubun Claudia. Penasaran akan hal itu, Claudia mendongakkan kepala agar bisa menatap wajah tampan suaminya. “Pengakuan apa, Ryuga?” Bibir tipis Ryuga mengulas senyum. Dia mendaratkan kecupan di puncak kepala Claudia sebelum mengatakan, “Aku mencintaimu, Claudia.” Pengakuan Ryuga mengundang senyum di bibir cherry Claudia. Dia menatap lamat-lamat manik hitam Ryuga. “Apa yang membuatmu mencintaiku, Ryuga?” Claudia menambahkan, “Jika mengingat aku pernah menyewa gigolo, tidakkah seharusnya kamu berpikir dua kali untuk menaruh perasaan padaku, Ryuga?” Fakt
Ryuga tidak bercanda saat mengatakan akan membuat Claudia mendesahkan namanya sepanjang malam. Sekarang, bahkan sudah lewat dari jam setengah satu dini hari. Dan Ryuga masih belum ingin menyudahi aktivitas favoritnya dengan Claudia. Pria itu masih berada di atas, menatap wajah cantik Claudia lamat-lamat sambil terus menggerakkan bagian pinggangnya ke bawah. Penyatuan itu nyaris membuat Ryuga bergerak secara kasar jika tidak teringat bahwa ini pertama kalinya Claudia bercinta. “Ahh … Ryu~” Beberapa kali Claudia mencoba meredam suara desahan miliknya yang terdengar erotis dengan cara menutup mulut menggunakan punggung tangannya. Akan tetapi, setiap kali Claudia melakukan itu, Ryuga akan menepis tangan Claudia dan menautkan jari lentik itu dengan jari besarnya di atas bantal. Sementara itu, satu tangan Ryuga yang lain sibuk memegangi Claudia yang tersampir di bahu kirinya. Kepala Ryuga sedikit tertunduk untuk bisa mengecup bahkan memberikan belaian halus dari lidahnya pada bawah lutut
“A–aku butuh ke kamar mandi lebih dulu.”Mata Claudia tampak meringis. Gelagatnya juga tampak gelisah. Melihat gerak-gerik tersebut, Ryuga menafsirkan jika memang Claudia butuh pergi ke kamar mandi untuk menyelesaikan urusannya.Maka, pria itu menganggukkan kepala. “Yasudah. Kamu yang pertama pakai kamar mandinya, Claudia.” Kebetulan ada yang harus Ryuga lakukan selagi menunggu gilirannya mandi.“O–oke, Ryuga. Terima kasih,” ucap Claudia sambil berniat untuk pergi. Namun, Ryuga menahan pergelangan tangan wanita itu. Dia menyeletuk tepat di belakang telinga Claudia, “Kamu akan pergi ke kamar mandi dengan gaun pengantinmu … Claudia?”Dibisiki dengan suara rendah Ryuga kembali membuat Claudia merasa geli. Pandangan Claudia menoleh ke samping, ke arah cermin besar yang menampilkan sosok dirinya dan Ryuga di belakang tubuhnya.“Ah … ya, kancingnya,” lirih Claudia menatap kancing-kancing kecil terletak di belakang gaun pengantinnya. Dia tidak sampai untuk membuka kancing-kancing tersebut.
Menjelang sore hari, usai semua acara sudah selesai, Claudia dan Ryuga baru akan pergi ke kamar hotel. Berdua saja. Aruna dan keluarganya juga menginap di hotel yang sama. Namun, berbeda lantai dan kamar. “Ryuga,” panggil Claudia sambil menolehkan wajah ke arah Ryuga. Pria itu balas menoleh, “Mmm?” Ryuga menyahut singkat sembari tangannya memberikan rematan halus di sisi lengan kanan Claudia. “Ada apa … sayang?” Manik hitam Ryuga yang menyorot Claudia dalam ditambah suara berat Ryuga yang terdengar seksi di telinganya, membuat Claudia meneguk ludah. Jujur saja, Claudia mulai merasa gugup membayangkan tidak hanya nanti malam dia dan Ryuga akan tinggal bersama, tetapi selamanya. Baru membayangkannya saja tiba-tiba pipi Claudia bersemu. Cepat-cepat dia menepis pikiran itu. ‘Mikir apa, sih, Clau!’ Untungnya Claudia mengajak Ryuga berbicara sehingga hal itu mengaburkan suara-suara di dalam pikirannya. “Kenapa kita tidak satu lantai dengan Aruna dan yang lain, Ryuga?” tanya Claudia pena
Pemberkatan pernikahan Ryuga dan Claudia berlangsung hanya beberapa jam saja. Toh, memang tamu yang hadir juga tidak banyak. Sebelum selesai, para tamu dipersilakan untuk menikmati jamuan yang sudah disiapkan di taman Azzata. Sementara Sang pengantin–Ryuga dan Claudia masih harus melakukan sesi foto, kali ini diminta untuk berfoto dengan sosok lain. “Misiii, Aruna mau ikut foto juga. Tapi, wajib di tengah!” celetuk Aruna–sesosok gadis yang sedari tadi sudah tidak sabar untuk berada di antara Ryuga dan Claudia. Dengan berat hati, Ryuga melerai tautan tangannya dengan tangan Claudia. Ada sedikit ketidakrelaan. Mau tidak mau, Ryuga menggeser beberapa langkah agar Aruna bisa bersebelahan dengan Claudia. Pria itu berkomentar, “Setelah kamu, gantian Daddy juga mau di tengah, Aruna.” Nada suaranya seolah menyiratkan jika Aruna harus setuju dengan apa yang Ryuga katakan. Mata besar Aruna melirik Ryuga dengan horror. Sikap keposesifan Ryuga bahkan berlaku untuk putrinya sendiri. Aruna mengg
Lain halnya di ruangan mempelai pengantin pria, Ryuga saat ini hanya ditemani oleh sahabatnya, dr.Tirta. Pembawaan Ryuga yang tampak tenang diacungi jempol oleh sahabatnya. “Tinggal beberapa menit lagi prosesi pemberkatan pernikahan dimulai, Ryu,” beritahu Tirta saat melirik jam yang melingkar di tangan kirinya. “Kamu dan Claudia akan menikah,” geleng Tirta masih tidak percaya sampai detik sekarang. Selaku orang yang paling mengenal Ryuga sedari lama, Tirta merasa takjub pada akhirnya Ryuga bisa menemukan seseorang yang dicintai dan juga mencintainya. Ryuga memperlihatkan senyum mahalnya. “Mmmm,” angguknya. Kemudian dia merasakan tepukan di pundaknya. Begitu Ryuga menoleh, dia menemukan wajah Tirta tahu-tahu sudah dekat dengannya. Pria itu berbisik di telinga Ryuga. “Sudah siap untuk malam pertamamu, Ryu?” Pertanyaan Tirta jelas menggoda Ryuga. Obrolan semacam ini terkadang terjadi saat pernikahan. Lagipula Tirta adalah orang terdekat Ryuga dan keduanya sama-sama pria. Air wajah R