Rasa-rasanya Claudia tidak akan selamat mendengar suara geraman Ryuga yang tengah memanggilnya barusan. ‘Jika tadi Ryuga betulan marah dan sekarang malah tambah marah … aku harus apa?!’ panik Claudia yang hanya bisa menundukkan wajah serta menggigit-gigit kecil bibirnya. Di tengah keheningan itu, semuanya menunduk ketakutan setelah Ryuga datang. Tiba-tiba saja sosok Riel yang menjadi bahan gosip di antara gadis magang baru saja tiba di ruangan tersebut. Dia tampak kebingungan dengan apa yang dilihatnya sekarang, terutama rambut-rambut semua gadis itu yang terlihat berantakan. Termasuk Claudia dan Diana yang juga tak kalah berantakannya. “Apa terjadi sesuatu, Pak Ryuga?” tanyanya pada sang atasan. Ryuga mendengus lalu menganggukkan kepalanya. Pria itu masih setia menatap Claudia sebelum beralih menatap Riel. “Tolong bereskan kekacauan ini, Riel.” “Baik, Pak Ryuga,” angguk Riel dengan patuh. “Kalian ikut saya,” kata Riel dengan tegas. Tidak jauh dari ruangan Ryuga, ada sofa untuk m
Dengan posisi yang cukup intim, Claudia cukup ketakutan apabila seseorang menerobos masuk ke dalam ruangan Ryuga dan menyaksikan ketidakberdayaan Claudia dalam kungkungan Sang Presdir.Claudia mencoba memperingati Ryuga akan hal tersebut. “Nanti ada yang masuk, Ryuga. Aku mohon lepaskan,” pintanya sambil merengut pelan.Jangan sampai kejadian di apartemen Ryuga terulang dua kali. Claudia menggelengkan kepalanya. Tidak boleh! Jangan! Sekalipun orang tersebut adalah Riel–orang kepercayaan Ryuga.Senyum seringaian Ryuga terbit. Dia memainkan lidahnya di dalam mulut sebelum berucap, “Tidak perlu khawatir. Aku sudah mengunci pintunya, Claudia.”Sahutan Ryuga membuat Claudia meneguk ludahnya dalam-dalam. Rasanya Claudia kewalahan menyikapi sikap Ryuga yang sedikit-sedikit harus physical touch.Wanita itu menggerakkan lengannya yang dicekal oleh Ryuga. “Mana bisa bicara kalau posisinya seperti ini?” kilah Claudia. Keinginannya hanya satu: Ryuga mau melepaskan tangannya.Kepala Ryuga bergerak
Katanya jika wanita tidak dibuat sibuk dengan aktivitasnya, dia akan cenderung memikirkan perasaannya. Dan itu terjadi pada Claudia sekarang.Dia memikirkan Ryuga, padahal pria itu tepat di hadapannya: sedang sibuk dibalik layar komputer usai menerima telepon.“Aku mau merampungkan pekerjaanku dulu. Mau menunggu atau pulang saja–“Menunggu saja, Ryuga,” jawab Claudia setengah jam lalu. Maka itu yang tengah dilakukannya sekarang.Setelah hampir dua bulan Claudia selalu sibuk, baru kali ini dia memiliki waktu senggang. Dia seharusnya bisa mengisi waktunya dengan sesuatu yang lebih bermanfaat. Namun, alih-alih melakukan hobi atau menonton video idolanya, Claudia lebih senang menikmati ketampanan Ryuga yang tampak seksi dibalik meja kerjanya.Eh, sebentar … apa yang Claudia pikirkan?! Seksi? Kedua matanya mengerjap lucu.‘Sepertinya aku sudah kehilangan setengah dari kewarasanku!’ cibirnya sambil menggelengkan kepalanya tidak percaya.Claudia tahu dia akan terjebak dengan pemikirannya. Un
Setelah mengaku dan mengeluarkan unek-unek, perasaan Claudia menjadi jauh lebih baik dibandingkan sebelumnya. Dia merasa lega. Kini, dia bisa pergi ke kantin bersama Diana dengan perasaan yang tenang. Namun, hal itu berbeda dengan apa yang dirasakan oleh Diana. "Tadi bagaimana, Diana? Riel menyelesaikan masalah dengan cara apa?" tanya Claudia membuka topik obrolan setelah dia memesan satu cup coffe berukuran sedang. Keduanya duduk berhadapan. Wajah Diana tampak lesu. Dia menjatuhkan kepalanya di meja kantin. "Tadi ya, Bu Claudia?" perjelas Diana. Jika bisa, Diana ingin menghapus ingatannya soal tadi. Itu sangat memalukan dan Diana rasanya ingin mengganti identitas saja. "Apa terjadi hal yang serius, Diana? Gadis-gadis magang itu menyerangmu?" Claudia mendadak khawatir. Bagaimana pun gadis magang itu berempat, sementara Diana hanya sendirian. Claudia pernah tahu rasanya ada di posisi itu. Detik berikutnya, Diana mengangkat kepalanya lagi. Dia lalu celingukan memastikan tidak ada ka
“Riel …, Diana,” beritahu Claudia sambil mengedikkan dagunya ke arah depan: sosok pria tinggi itu semakin membawa kakinya yang panjang untuk masuk lebih dalam.Diana percaya jika Claudia tidak mungkin berbohong. Seketika rasa panik menyerangnya. Jika Riel menghampirinya–maksud Diana, menghampiri Claudia, otomatis mereka akan bertemu ‘kan?Wanita muda itu kemudian mengangkat kedua tangannya dan menjambak pelan rambutnya sendiri. “Apa yang harus aku lakukan?!”Claudia hendak mengatakan sesuatu, “Bersikap–“Menghindar,” sela Diana sambil menganggukkan kepalanya kuat-kuat. Hanya itu yang terlintas dalam pikirannya.Mendengar itu, Claudia mengerjapkan mata. Belum sempat dia mencegah kepergian Diana, wanita itu lebih dulu bangkit dari duduknya dan membalikkan tubuh.Namun, naasnya niat ingin menghindari Riel pupus karena wajah dan tubuh Diana menabrak pria tersebut yang baru saja tiba di belakangnya. Dia meringis karena menabrak tubuh yang keras oleh otot-otot dada Riel.Begitu pun Claudia
Demi menyambut ulang tahun Ryuga, Claudia menolak apa pun ajakan untuk pergi. Termasuk Lilia yang kembali mengajaknya untuk berkumpul bersama yang lain. "Maaf, Lilia. Tapi, aku tidak bisa jika hari ini. Aku sedang sibuk ...." Pun, Aji yang menyuruh Claudia pulang di hari Jum'at. Claudia mencoba untuk jujur. Dia menjawab, "Besok saja ya, Ayah? Hari ini Ryuga berulang tahun, aku tidak mungkin tidak ada di hari penting-nya." Dan untungnya Aji memperbolehkan karena suara Claudia tampak memohon dan terdengar putus asa. Tidak hanya sampai di sana, Claudia juga harus menolak ajakan Emma dan Aruna yang sedang mempersiapkan kue ulang tahun untuk Ryuga. "Nggak apa-apa, Tante Em?" tanya Claudia memastikan. Pandangannya jatuh pada keik di hadapannya yang dihias baru setengah jadi. Ajakan itu terlambat karena Claudia sudah lebih dulu membuatnya atas inisiatif sendiri. "Tidak masalah. Lanjutkan saja, sayang," jawab Tante Emma di seberang sana yang berhasil membuat Claudia menghela napas le
Akhir-akhir ini Aruna merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Namun, dia tidak ingin terlalu bahagia. Konon setelah perasaan bahagia itu habis akan datang rasa kesedihan.Dan Aruna tidak menginginkan bentuk kesedihan apa pun lagi untuk saat ini.“Sedang melamunkan apa, Aruna?”Mendengar suara yang familier itu, Aruna seketika menolehkan wajah dari jendela ke pintu kamarnya yang memang terbuka.“Mommy!” pekik Aruna setelah melihat Claudia yang mengintip dibalik pintu kamarnya. Gadis itu dengan cepat berbalik badan dan melangkah cepat supaya bisa tiba di hadapan Claudia.Mata besar itu menatap lamat-lamat Claudia dari atas ke bawah lalu begitu sebaliknya dengan ekspresi wajah serius.“Apa ada yang salah dengan Mommy, Aruna?” tanya Claudia mengusap leher belakangnya. Tatapan Aruna membuat Claudia sedikit salah tingkah.Bibir tipis Aruna mengulas senyum. “Mommy Clau cantik banget,” pujinya. Lalu Aruna menambahkan, “Aruna kalau jadi laki-laki bakalan naksir deh sama Mommy,” lanjutnya lagi s
Tidak sulit bagi Ryuga dan Claudia berpamitan pergi dari mansion. Aruna juga tampak tidak keberatan tidak diajak. Gadis itu sepertinya paham jika Ryuga dan Claudia membutuhkan ruang dan privasi.Ketika di mobil, berkali-kali Ryuga melirik Claudia yang garis wajahnya menunjukkan ketegangan. Dia menunggu Claudia mengatakan sesuatu. Namun, itu tidak pernah terjadi sampai mobil hitam Ryuga tiba di basement.Barulah Ryuga memutuskan bertanya sebelum keduanya turun. Dia menolehkan kepala ke arah Claudia. “Ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu, Claudia?”Sontak Claudia kebingungan mendengar pertanyaan Ryuga. Wanita itu tersenyum simpul sambil menatap tepat di manik hitam Ryuga.“Tidak ada, Ryuga,” gelengnya.Jawaban singkat itu tidak serta merta membuat Ryuga puas. Dia menautkan kedua alisnya dan berkata, “Ayahmu tidak berubah pikiran lagi ‘kan, Claudia?”Ryuga Daksa juga manusia. Dan dia juga memiliki ketakutan. Meskipun ketakutannya sedikit konyol karena takut tidak diberikan restu.Menden
Kegiatan olahraga berakhir, kegiatan Claudia di kampus pun selesai. Claudia berusaha untuk tidak memikirkan soal Lilia lebih lanjut karena sekarang ini dia akan menemui Aruna untuk pergi ke suatu tempat.“Mommy!”Baru saja Claudia tiba di pintu utama Gimnasium, dia mendengar suara ceria Aruna memanggilnya dari arah samping. Diperhatikannya Aruna yang mendadak memelankan langkah sambil tersenyum malu-malu saat bertukar pandangan dengan dosen-dosen yang ikut berjalan ke luar bersama Claudia.‘Duh, takutnya Mommy malu kalau aku samperin,’ ringis Aruna merasa gamang.Kini, hampir seantero kampus mengetahui jika Claudia adalah Mommy muda-nya Aruna. Sebenarnya kesalahan ada pada dirinya karena dia tidak bisa menahan diri untuk mengunggah kebersamaannya dengan Claudia di sosial media. Dan secara tidak sengaja, Aruna beberapa kali menunjukkan sikap manjanya di hadapan publik.“Rasanya aku pengen seret Aruna ke sini deh, Clau,” celetuk Zoeya yang merasa gemas dengan tingkah malu-malu Aruna.“
“Jawabanku tetap tidak!”Detik setelah Idellia melayangkan sebuah penolakan pada teman-teman dosennya, dia meraih bola voli yang ada di dekat kakinya untuk dia pukul sekuat tenaga ke tengah lapangan yang untungnya tidak mengenai dosen lainnya yang ada di sana.Bahunya naik turun menahan amarah yang tiba-tiba saja melambung tinggi begitu Fanya menanyai hal yang tidak ingin Idellia dengar, ‘Besok kamu hadir di pernikahan Lilia ‘kan? Ingat, kalian itu sepupuan loh, Del. Masa kamu tega tidak akan datang, sih?’Satu bulan semenjak Lilia mengumumkan tanggal pernikahan, saat itulah berakhirnya hubungan sepersepupuan Idellia dan Lilia. Mata Idellia memerah kala mengingat hari saat dirinya terpukul dengan kabar bahagia itu. Dia menatap Fanya dengan buas seolah ingin menerkamnya. Sebelum Idellia sempat melakukan sesuatu, aksinya tertahan oleh teriakkan di bawah sana.“APA ADA MASALAH, GUYS?”Sontak baik Idellia maupun yang lain menatap ke bawah lapangan. Seorang pria yang sangat mereka kenali
Membutuhkan waktu sekitar setengah jam dari flat Diana menuju kediaman Ryuga. Selagi menunggu kedatangan sekretarisnya, Ryuga kembali masuk ke dalam kamar. Manik hitamnya langsung menyorot ke arah Claudia yang tengah menyisir rambut panjangnya di depan meja rias. Ada banyak pertimbangan dalam kepala Ryuga sampai dia menyeletuk, “Temui Diana besok saja. Kamu perlu istirahat yang cukup malam ini, Claudia.” Refleks, Claudia menolehkan wajahnya ke arah Ryuga yang saat ini berjalan menghampiri. Sorot mata Claudia penuh akan protes. “Loh, kenapa? Aku sudah cukup istirahat tadi siang, Ryuga.” Tiba di hadapan Claudia, Ryuga mendaratkan kedua tangannya di bahu Sang wanita. Tubuh tegapnya setengah membungkuk dan kepalanya saling bersejajar. Suara dalam Ryuga berbisik, “Diana sepertinya mengalami patah hati jilid kedua. Aku tidak ingin kamu merasa terbebani ketika mendengarkan cerita Diana nanti.” Melalui meja rias itu pandangan Claudia dan Ryuga saling bersinggungan. Butuh waktu beberapa det
Panggilan telepon tersambung. Namun, alih-alih suara Ryuga yang terdengar, suara lembut Claudia yang menyapa, “Halo, Diana.” Ketika Claudia sedang asyik-asyiknya memainkan sebuah permainan salon di ponsel Ryuga, nama Diana tertera di layar. Tanpa berpikir panjang, Claudia menggeser ibu jarinya ke arah tombol berwarna hijau. “Kamu masih di sana, Diana? Mau berbicara dengan Ryuga, ya?” Karena tidak ada respons dari lawan bicaranya, Claudia bertanya lagi. “Ryuga sedang di kamar mandi. Nanti aku sampaikan jika kamu menghubungi.” “E–eh, kalau begitu, aku bicara dengan Mbak Clau saja,” ucap Diana dengan suara yang terdengar serak. Hal itu disadari Claudia. Sesaat dia terdiam sebelum kembali menyahut, “Ada apa, Diana?” Entah karena mendapati pertanyaan singkat itu atau karena mendengar suara Claudia yang khawatir, Diana hampir menangis dalam sambungan telepon. Dengan satu tangan yang memegang ponsel dan tangan lainnya meremas gaun di bagian dadanya yang terasa sesak, Diana menimpali,
Sepanjang perjalanan pulang, Diana benar-benar mengunci mulutnya rapat. Kepalanya menghadap ke arah jendela mobil, enggan menatap Riel yang sedang menyetir. Isi pikirannya sedang membuat keributan sehingga Diana memutuskan diam.‘Tidak bisa, Diana. Tidak bisa kalau begini!’Sementara Riel terus-menerus melirik ke arah Diana dengan perasaan khawatir. Pria itu mengembuskan napas berat saat mobil yang dikendarainya tiba di parkiran flat. Lantas Riel membuka suara, “Beritahu aku apa yang membuatmu tidak nyaman.”Mendengar Riel menyeletuk demikian, Diana menyunggingkan senyum getirnya. “Kamu masih boleh berubah pikiran, Riel.”Usai mengatakan hal tersebut, baru Diana menolehkan wajah. Riel menatapnya tidak mengerti. Dan reaksi itu membuat Diana tiba-tiba saja tertawa dengan miris.Pada satu titik, Diana merasa tidak bisa menahan kegilaannya. Tubuhnya mulai bergetar, menahan tangis yang ingin wanita itu ledakan. Belakangan, Diana terlalu dibuat bahagia. Sekarang, Diana tahu jika kebahagian
Diana hanya pernah bertemu wanita itu satu kali di malam resepsi pernikahan Ryuga Claudia. Untuk pertama dan terakhir kali itu, wanita tersebut sudah menegaskan bahwa dia dan Riel tidak memiliki hubungan apa pun.“Kenapa Lilia juga ada di sini, Yel?” tanya Diana tidak bisa menahan rasa penasarannya.“Aku belum menceritakan padamu soal Lilia dan Kak Nuel. Nanti saja, Diana,” jawab Riel seadanya karena langkahnya sudah semakin dekat di meja makan. Tangan Riel menggenggam tangan Diana lebih erat daripada sebelumnya seiring semua pandangan mata tertuju ke arah keduanya.Memberanikan diri, Diana membalas tatapan itu satu persatu hingga terakhir Diana bertukar tatapan dengan Lilia Lua Latesha. Refleks, Diana juga melemparkan senyum.Kala itu Lilia bereaksi di luar kendalinya. Dia membuang wajah karena tidak sengaja menatap ke arah tangan Diana dan Riel yang saling bertautan. Lilia membatin, ‘Ada apa sama lo sebenarnya, Li!’Karena entah ada apa masalahnya, perasaannya seperti tengah dicubit
Sesi perpisahan Aruna dan Dirga sudah berakhir. Pemuda itu melerai pelukannya pada tubuh Aruna dengan berat hati. Kedua sudut Dirga tertarik ke atas, memperlihatkan senyum yang Aruna inginkan sejak dulu.Merasa diperhatikan, refleks Aruna ingin menolehkan wajah. Akan tetapi, aksinya tertahan oleh tangan besar yang mendarat di puncak kepalanya. Suara Dirga mengudara, “Berani menolehkan wajah, aku akan menganggapmu ingin kembali padaku, Aruna.”Mata besar Aruna menyipit. ‘Apaan, sih, Dirga,’ ucapnya tidak habis pikir.Detik berikutnya, Aruna merasakan kepalanya diusap dengan sayang. Sesuatu yang tidak pernah Dirga lakukan sekali pun. Mata besar Aruna memejam, dia mengepalkan kedua tangan. Dengan sikap tegas dan berani, dia menepis lengan Dirga, membuatnya cukup terkejut dengan reaksi Aruna.“Udah ‘kan? Aku mau masuk.” Aruna tidak ingin terbawa suasana hanya karena sikap Dirga yang satu itu.Sementara Dirga tampak mengembuskan napas berat. “Kamu bisa masuk sekarang.” Karena Dirga tidak m
Tampan tapi tidak berperasaan. Julukan itu cocok disematkan untuk seorang Dirga Disastra. Akan tetapi, sejujurnya Dirga hanya cukup payah mengakui apa yang dia rasakan. Apa dia cemburu melihat kedekatan Aruna dan Pras? Dirga hanya menautkan kedua alisnya sambil mendengus kasar begitu mobil yang dikendarainya berhenti tepat di posisi Aruna dan Pras berdiri. Tanpa menatap Aland, Dirga berkata, “Turun duluan, Al.” Suara rendahnya terdengar dingin. Pun, ekspresinya. Mengembuskan napas, Aland menganggukkan kepala, “Oke.” Sementara di luar mobil, Aruna terang-terangan melihat ke arah jendela kaca mobil yang terbuka. Dia tidak menyadari jika Pras sudah menurunkan kepala untuk berbisik rendah di telinganya, “Kamu berhutang penjelasan, Aruna.” Kedua tangan Aruna mengepal di sisi tubuh. Dia sama sekali tidak menyesali tindakannya pada Pras. Gadis itu membatin, ‘Cuma ini satu-satunya cara.’ “Apalagi, Al?” tanya Dirga keheranan melihat Aland yang tidak kunjung ke luar dari mobil. Saat Dirga
Aruna memiliki niatan akan pergi menemui Diana setelah kepulangan Ryuga ke rumah. Karena sekarang ini, Aruna akan fokus menjaga Claudia. Meskipun Emma juga ikut menemani, Aruna tetap ingin bersama Claudia. Bahkan ketika Claudia berbaring dan tertidur, Aruna juga ada di sampingnya. Dia memeluk Claudia dari samping dan menunjukkan sisi manjanya, membuat Emma yang baru kembali dari dapur menggelengkan kepala. “Grammie lihat-lihat kamu nempel terus sama Mommy-mu.” Mendengar itu, Aruna menjawab dengan santai, “Aruna lagi puas-puasin momen, Grammie. Besok-besok, pasti yang nempelin Mommy adik bayi.” Pandangan Aruna turun untuk melihat perut rata Claudia. Dia juga mengangkat sedikit kepalanya. Menyadari satu hal, Aruna mengembuskan napas berat. Dia menambahkan, “Belum Daddy ….” Suaranya terdengar lesu. Meskipun Ryuga adalah Daddy-nya, tetapi pria itu juga adalah saingan terberatnya. “Cari pengganti Dirga sana, biar nggak kesepian,” celetuk Emma dengan entengnya. Dia bertukar pandangan de