Butuh beberapa detik bagi Ryuga untuk mencerna kalimat yang terlontar dari bibir cherry Claudia. Seorang Claudia mengatakan itu tanpa dipancing dulu oleh Ryuga? Jelas Ryuga dibuat speechless. Pria itu mengerutkan dahinya samar. “Ulangi sekali kali lagi, Claudia,” bisiknya dengan suara yang rendah. Rasanya Ryuga ingin merekam suara Claudia barusan dan memutarnya berulang kali sampai dirinya bosan. Claudia menggigit bibir bagian dalamnya. Selagi itu, tangan Claudia yang semula berada di puncak kepala Ryuga perlahan turun hingga menyentuh leher belakang pria itu. Masih saling beradu tatap, Claudia memiringkan kepalanya sedikit ke arah kanan. Dengan mata yang memicing, Claudia berucap, “A-aku–,” jedanya sambil menyunggingkan senyum. “Ah, mie-nya sudah matang, Ryuga.” Claudia dengan cepat membelokkan topik pembicaraan. Ryuga merasakan ada yang hilang ketika Claudia menarik diri dari hadapannya. Dia menggeram tertahan. Sesaat Ryuga memejamkan mata sebelum akhirnya ikut menyusul Claudia.
'Ketuk pintu, panggil nama, atau langsung masuk saja, ya?"Claudia menunjuk ketiga jarinya yang dijadikan sebagai pilihan. Dia sudah berdiri tepat di pintu kamar yang Ryuga masuki tadi dengan nampan yang sempat Claudia simpan di atas meja dekat pintu masuk kamar.Ada dua pilihan yang berisiko. Bisa saja baik Aruna maupun Aland akan memergoki Ryuda dan Claudia ada di satu kamar yang sama. Selagi Claudia memikirkan itu, tiba-tiba saja pintu kamar di depannya terbuka. Terlihat sosok Ryuga muncul dengan wajahnya yang tampak kusut."Kenapa tidak segera masuk, Claudia?" sindir Ryuga dengan suaranya yang setengah ketus. Dia membuka pintu kamar hingga terbuka lebar-lebar. Tadinya Ryuga memang berniat menyusul Claudia karena wanita itu tidak kunjung datang.Dagu Ryuga mengedik ke dalam. "Masuk sekarang." Suara husky-nya terdengar tidak ingin dibantah.Tahu Ryuga menaruh kesal, Claudia segera menganggukkan kepala. "O-oke," jawab Claudia seraya meraih nampan beserta tas bahunya untuk dibawa mas
Di luar pekerjaan utamanya yang hanya mengajar di kelas malam dan kelas non-reguler, Claudia tetap harus berangkat pagi-pagi ke kampus untuk urusan yang lain.Seharusnya pagi ini Claudia sudah di kampus, tapi dia sudah meminta izin pada Bu Yuli untuk berangkat siang sebab ingin menemui ayahnya terlebih dahulu.“Sebagai calon suamimu, aku juga harus ikut untuk bertemu dengan Ayahmu, Claudia.”Pada akhirnya, pagi itu Aruna diantar ke kampus oleh Aland. Sementara Ryuga dan Claudia pergi ke tempat kontrakan Aland tinggal karena Aji masih di sana.Bahtiar menawari Aji untuk singgah di hotel. Namun, ayah dari dua anak itu menolak.“Ryuga,” panggil Claudia kala keduanya sudah turun dari mobil. Dia menahan lengan Ryuga. Refleks, Ryuga menolehkan wajah untuk melihat ke arah Claudia yang baru saja menaikkan pandangan.“Ada apa, Claudia?” sahutnya dengan suara yang mengalun lembut. Kini Ryuga sepenuhnya memutar tubuhnya ke arah wanitanya.Sebelum berucap, Claudia membasahi bibir bawahnya, “Aku i
Sepanjang perjalanan menuju kampus, Aruna tidak berhenti mengoceh. Menanyakan ini dan itu pada Aland. Dia membagikan keresahannya karena memikirkan Ryuga dan Claudia yang tengah menemui Aji. Jujur saja, Aruna takut jika yang menghalangi restunya Aji bagi hubungan Ryuga dan Claudia adalah dirinya sendiri. “Apa Aki Aji sungguh tidak menyukaiku?” “Hah?” sahut Aland sedikit menaikkan volume suaranya. Dia melirik Aruna dari kaca spion. “Lo bilang apa barusan, Ar?” Mendengar itu Aruna mengembuskan napas berat. Dia ikut berteriak. “Nggak, nggak jadi. Sudahi aja ngobrolnya.” Lagipula yang barusan Aruna berbicara pada dirinya sendiri. Aland mendengus. “Kasihan Om Aland kayak ikan hah hah hah-an mulu.” Jawaban Aruna membuat Aland tidak habis pikir. Sudah dirinya dipanggil Om, dikasihani seperti ikan pula. “Ada-ada aja nih bocah,” gumamnya pelan seraya menggelengkan kepala. Kebetulan Aland hanya membawa satu helm dan dia menyuruh Aruna yang memakainya. Tidak lama, motor cagiva Aland masuk
Jika saja Dirga tidak meninggalkan Vape miliknya di dalam bagasi motor, dia tidak akan kembali ke parkiran dan sekarang malah menyaksikan pemandangan yang tidak ingin dirinya lihat.Seharusnya tadi Dirga mengiakan saat Aland mengajaknya untuk merokok bersama. Kini, Dirga menyesal telah menolaknya.“P-Pak Dimitri nggak boleh ya pegang-pegang kayak barusan! Mau aku bilangin Daddy?!” Aruna menepis tangan besar Dimitri dengan terlambat.Mendengar ancaman gadis kecil di hadapannya, Dimitri malah terkekeh. Dia menurunkan wajahnya agar tepat berhadapan dengan Aruna.“Dasar anak kecil, mainnya suka ngadu ke orang tua!” ledek Dimitri seraya kembali mendaratkan usapan di puncak kepala Aruna.“Ish, Pak Dimitrii!!” Air wajah Dirga tampak mengeruh menyaksikan interaksi keduanya lebih lanjut. Kedua alisnya menukik tajam.Tiba-tiba saja kenangan-kenangan saat menjalin hubungan dengan Aruna berputar dalam kepalanya. Dirga bertanya-tanya dalam hati, kapan dia memperlakukan Aruna seperti yang tengah D
Sudah dua hari belakangan Ryuga sama sekali tidak melihat wajah Claudia. Bukan karena kesibukan Ryuga yang harus kembali ke kantor, melainkan Claudia sendiri yang menolak untuk ditemui.[Claudia: Aku menginap di tempatnya Lilia, Ryuga.][Claudia: Pagi ini Lilia ingin menjemputku untuk pergi ke kampus bersama. Ada Idellia dan Zoya juga. Jadi kamu tidak perlu menjemputku, Ryuga.]Pesan-pesan itu membuat Ryuga setengah sekarat. Dia belum melihat Claudia semenjak makan siang kala itu. Hal tersebut jelas membuat seorang Ryuga Daksa merasa bete.Akibatnya, sepanjang hari wajah tampan itu tampak suram. Sampai-sampai klien pentingnya dapat melihat jelas perasaan Ryuga.“Apa ada masalah dengan kontrak kerja sama kita, Ryuga?”Pertanyaan itu membuyarkan lamunan Ryuga. Pria itu langsung mengukir senyum di bibir tipisnya. Suara beratnya menjawab, “Tidak ada. Semua aman, Pak Bahtiar.”Benar. Ryuga sedang mengadakan pertemuan dengan kakeknya Claudia–Bahtiar Madaharsa untuk kerja sama yang sempat t
Kepala Claudia terasa pening. Dia ingin meminta Ryuga berhenti, tapi bagaimana cara mengatakannya?Tampak Bahtiar sedang melihat-lihat menu dengan Aruna.“Eyang belum tahu apa makanan kesukaanmu, jadi pesanlah yang kamu sukai, Aruna.” Kali itu Bahtiar menyebut nama Aruna dengan benar.“Baik, Eyang.”Sementara keduanya sibuk memilah dan memilih menu, Claudia memanfaatkan kesempatan itu dengan memberikan sinyal pada Ryuga melalui dekhaman pelan sambil menatap pria itu lurus-lurus.Dan siapa sangka … berhasil. Manik hitam Ryuga tepat menatap di netra mata Claudia. Kedua sudut bibirnya menyeringai sambil menusukkan lidahnya ke salah satu pipi dan berucap, “Ada yang ingin kamu katakan, Claudia?” Manik hitamnya tampak memicing menggoda.‘BISAKAH KAMU MENGHENTIKAN APA YANG TENGAH KAMU LAKUKAN SEKARANG, RYUGA?!’ Ucapan itu Claudia transfer melalui pandangan matanya pada Ryuga. Dia sampai memelototkan mata.Beberapa hari tidak bertemu Ryuga seperti kehilangan kewarasannya.“Tanpa aku katakan,
“Ryuga ….” Bertepatan Claudia membuka kelopak mata, denting lift berbunyi. Begitu pintu lift sudah terbuka, alih-alih masuk, Claudia malah bergeming di tempatnya. Satu embusan napas menerpa belakang telinga Claudia. “Kenapa diam? Tidak jadi masuk, Claudia?” Suara berat pria itu membuat telinga belakangnya tergelitik. Claudia meneguk ludahnya dalam-dalam. Dia menolehkan wajah dan menemukan wajah tampan Ryuga dekat sekali dengannya sehingga dia mencoba mengambil jarak. “Kamu mengikutiku, Ryuga?” tanya Claudia menatapnya tidak percaya. Detik setelahnya, Claudia menggelengkan kepala. Dia meralat pertanyaannya. “Kenapa mengikutiku?” Manik hitam Ryuga memicing ke arah Claudia. “Aku rasa kamu tidak tahu letak toiletnya ada di mana, Claudia,” jawabnya dengan setengah menyindir. Detik setelah mengatakan itu, Ryuga membawa langkah kakinya maju dan Claudia bergerak mundur tanpa sadar hingga keduanya masuk ke dalam lift yang kebetulan sedang kosong. ‘Hanya berdua dengan Ryuga?’ pikir Claud