Sepanjang perjalanan menuju kampus, Aruna tidak berhenti mengoceh. Menanyakan ini dan itu pada Aland. Dia membagikan keresahannya karena memikirkan Ryuga dan Claudia yang tengah menemui Aji. Jujur saja, Aruna takut jika yang menghalangi restunya Aji bagi hubungan Ryuga dan Claudia adalah dirinya sendiri. âApa Aki Aji sungguh tidak menyukaiku?â âHah?â sahut Aland sedikit menaikkan volume suaranya. Dia melirik Aruna dari kaca spion. âLo bilang apa barusan, Ar?â Mendengar itu Aruna mengembuskan napas berat. Dia ikut berteriak. âNggak, nggak jadi. Sudahi aja ngobrolnya.â Lagipula yang barusan Aruna berbicara pada dirinya sendiri. Aland mendengus. âKasihan Om Aland kayak ikan hah hah hah-an mulu.â Jawaban Aruna membuat Aland tidak habis pikir. Sudah dirinya dipanggil Om, dikasihani seperti ikan pula. âAda-ada aja nih bocah,â gumamnya pelan seraya menggelengkan kepala. Kebetulan Aland hanya membawa satu helm dan dia menyuruh Aruna yang memakainya. Tidak lama, motor cagiva Aland masuk
Jika saja Dirga tidak meninggalkan Vape miliknya di dalam bagasi motor, dia tidak akan kembali ke parkiran dan sekarang malah menyaksikan pemandangan yang tidak ingin dirinya lihat.Seharusnya tadi Dirga mengiakan saat Aland mengajaknya untuk merokok bersama. Kini, Dirga menyesal telah menolaknya.âP-Pak Dimitri nggak boleh ya pegang-pegang kayak barusan! Mau aku bilangin Daddy?!â Aruna menepis tangan besar Dimitri dengan terlambat.Mendengar ancaman gadis kecil di hadapannya, Dimitri malah terkekeh. Dia menurunkan wajahnya agar tepat berhadapan dengan Aruna.âDasar anak kecil, mainnya suka ngadu ke orang tua!â ledek Dimitri seraya kembali mendaratkan usapan di puncak kepala Aruna.âIsh, Pak Dimitrii!!â Air wajah Dirga tampak mengeruh menyaksikan interaksi keduanya lebih lanjut. Kedua alisnya menukik tajam.Tiba-tiba saja kenangan-kenangan saat menjalin hubungan dengan Aruna berputar dalam kepalanya. Dirga bertanya-tanya dalam hati, kapan dia memperlakukan Aruna seperti yang tengah D
Sudah dua hari belakangan Ryuga sama sekali tidak melihat wajah Claudia. Bukan karena kesibukan Ryuga yang harus kembali ke kantor, melainkan Claudia sendiri yang menolak untuk ditemui.[Claudia: Aku menginap di tempatnya Lilia, Ryuga.][Claudia: Pagi ini Lilia ingin menjemputku untuk pergi ke kampus bersama. Ada Idellia dan Zoya juga. Jadi kamu tidak perlu menjemputku, Ryuga.]Pesan-pesan itu membuat Ryuga setengah sekarat. Dia belum melihat Claudia semenjak makan siang kala itu. Hal tersebut jelas membuat seorang Ryuga Daksa merasa bete.Akibatnya, sepanjang hari wajah tampan itu tampak suram. Sampai-sampai klien pentingnya dapat melihat jelas perasaan Ryuga.âApa ada masalah dengan kontrak kerja sama kita, Ryuga?âPertanyaan itu membuyarkan lamunan Ryuga. Pria itu langsung mengukir senyum di bibir tipisnya. Suara beratnya menjawab, âTidak ada. Semua aman, Pak Bahtiar.âBenar. Ryuga sedang mengadakan pertemuan dengan kakeknya ClaudiaâBahtiar Madaharsa untuk kerja sama yang sempat t
Kepala Claudia terasa pening. Dia ingin meminta Ryuga berhenti, tapi bagaimana cara mengatakannya?Tampak Bahtiar sedang melihat-lihat menu dengan Aruna.âEyang belum tahu apa makanan kesukaanmu, jadi pesanlah yang kamu sukai, Aruna.â Kali itu Bahtiar menyebut nama Aruna dengan benar.âBaik, Eyang.âSementara keduanya sibuk memilah dan memilih menu, Claudia memanfaatkan kesempatan itu dengan memberikan sinyal pada Ryuga melalui dekhaman pelan sambil menatap pria itu lurus-lurus.Dan siapa sangka âĶ berhasil. Manik hitam Ryuga tepat menatap di netra mata Claudia. Kedua sudut bibirnya menyeringai sambil menusukkan lidahnya ke salah satu pipi dan berucap, âAda yang ingin kamu katakan, Claudia?â Manik hitamnya tampak memicing menggoda.âBISAKAH KAMU MENGHENTIKAN APA YANG TENGAH KAMU LAKUKAN SEKARANG, RYUGA?!â Ucapan itu Claudia transfer melalui pandangan matanya pada Ryuga. Dia sampai memelototkan mata.Beberapa hari tidak bertemu Ryuga seperti kehilangan kewarasannya.âTanpa aku katakan,
âRyuga âĶ.â Bertepatan Claudia membuka kelopak mata, denting lift berbunyi. Begitu pintu lift sudah terbuka, alih-alih masuk, Claudia malah bergeming di tempatnya. Satu embusan napas menerpa belakang telinga Claudia. âKenapa diam? Tidak jadi masuk, Claudia?â Suara berat pria itu membuat telinga belakangnya tergelitik. Claudia meneguk ludahnya dalam-dalam. Dia menolehkan wajah dan menemukan wajah tampan Ryuga dekat sekali dengannya sehingga dia mencoba mengambil jarak. âKamu mengikutiku, Ryuga?â tanya Claudia menatapnya tidak percaya. Detik setelahnya, Claudia menggelengkan kepala. Dia meralat pertanyaannya. âKenapa mengikutiku?â Manik hitam Ryuga memicing ke arah Claudia. âAku rasa kamu tidak tahu letak toiletnya ada di mana, Claudia,â jawabnya dengan setengah menyindir. Detik setelah mengatakan itu, Ryuga membawa langkah kakinya maju dan Claudia bergerak mundur tanpa sadar hingga keduanya masuk ke dalam lift yang kebetulan sedang kosong. âHanya berdua dengan Ryuga?â pikir Claud
Baru Claudia menolehkan wajah untuk menanyakan lebih lanjut, bibir cherry-nya dibungkam lebih dulu oleh bibir tipis Ryuga melalui kecupan singkat sebanyak dua kali.Claudia merasa tubuhnya seperti tersengat aliran listrik. Matanya tampak sayu ketika bersinggungan dengan manik hitam Ryuga yang dihiasi kabut gairah.âJangan menolakku kali ini, Claudia.â Suara berat Ryuga melirih dan serak. Jika sebelum-sebelumnya ucapan Ryuga terdengar memerintah, yang satu ini terdengar seperti memohon.Pria itu meneguk ludah seiring tangan besarnya mengelusi pinggang ramping Claudia. Masing-masing keduanya terlihat saling menahan diri satu sama lain sampai akhirnya secara perlahan Ryuga melepaskan Claudia.Detik setelahnya, Claudia merasakan kehilangan hanya sesaat sebelum Ryuga berucap, âKita membutuhkan kamar, Claudia.ââKAMAR?!â Mendengarnya, detak jantung Claudia menggila. Dia berusaha menyeimbangkan tubuhnya agar tetap berdiri dan memberanikan diri menghadap Ryuga seluruhnya. Dia mengepalkan kedu
Sebuah repetisi. Ryuga membawa Claudia ke kamar hotel selayaknya malam itu terjadi. Saat pintu kamar hotel itu terbuka, manik hitam milik Ryuga menoleh ke arah Claudia dan menyorotnya dalam.âKamu yakin dengan ini, Claudia?â Suara tegas Ryuga mengudara. Ekspresi wajahnya menunjukkan keseriusan.Di satu sisi Ryuga ingin memaksakan kehendaknya. Di sisi lainnya, Ryuga takut membuat Claudia merasa tidak nyaman padanya.Claudia bisa merasakan keraguan dari pertanyaan Ryuga. âSebenarnya aku juga tidak merasa yakin, Ryuga,â sahut Claudia sambil menggigit bibir bawah bagian dalamnya.Jawaban Claudia membuat Ryuga mengembuskan napas berat. Dia sudah menduga Claudia akan mengatakan demikian. Meskipun tidak ada ketakutan dibalik mata indah wanita itu. Namun, Ryuga bisa membaca jelas kegugupan yang tergambarkan dari wajah cantik Claudia.âMau dibatalkan saââJ-jangan!â sela Claudia menggelengkan kepalanya cepat. Dia mengepalkan kedua tangannya erat di sisi tubuh. Lantas menerobos tubuh Ryuga aga
Selagi tangannya bekerja di bawah sana, Ryuga membuat bibir dan lidahnya sibuk mengeksplorasi mulut Claudia lebih dalam melalui ciumannya yang berhasil membuat Claudia mabuk. Kedua tangan Claudia berpindah, yang tadinya berada di pundak Ryuga menjadi naik ke belakang kepala pria itu. Sesekali Claudia meremat halus ke dalam helaian rambut mullet Ryuga. Dan satu lenguhan tertahan di tenggorokannya begitu Claudia merasakan gesekan tipis dari jari Ryuga di organ intimnya. Perutnya terasa tergelitik merasakan kulit tangan Ryuga menyentuhnya tanpa kain penghalang. Tampaknya Ryuga berhasil menurunkan short leggings beserta kain segitiga berenda hingga setengah paha Claudia. Bagaimana pun, Ryuga cukup kesulitan melepaskannya secara hati-hati dan penuh kelembutan. Sentuhan kecil itu semakin membakar gairah baik Ryuga maupun Claudia. Ryuga bisa memastikan Claudia berada dalam satu jalur yang sama dengannya. Tidak ada penolakan dari wanita tersebut. CUP Kini, terdengar bunyi pagutan m
Jika bukan karena disibukkan oleh berbagai aktivitas, Claudia lebih rentan terserang penyakit pikiran. Baik memikirkan tentang dirinya maupun sosok terdekatnya seperti pernikahan Lilia yang akan terjadi besok.âAruna coba gaunnya di ruangan ganti dulu ya, Mommy.âKesadaran Claudia pulih. Dia menganggukkan kepala saat melihat Aruna dibantu oleh satu orang karyawan untuk mencoba gaun yang sudah dipesan jauh-jauh hari sebelumnya.âEng~ Mommy tunggu di sini,â jawab Claudia mempersilakan. Satu tangannya naik begitu Aruna melambaikan tangannya. Senyum di bibir cherry Claudia terbit menatap punggung kepergian Aruna yang hilang dibalik pintu ruangan ganti tersebut.Mengenai ucapan Aruna tadi, Claudia sempat membalas sebelum mengajaknya kembali berjalan agar tidak membiarkan Garvi dan Pras menunggu terlalu lama.Claudia mengatakan, âUntuk kebaikan masing-masing, Mommy dan Bu Claire memang memutuskan agar tidak kembali bersama seperti sebelumnya.ââApakah Nyonya juga ingin mencoba gaunnya sekar
Kegiatan olahraga berakhir, kegiatan Claudia di kampus pun selesai. Claudia berusaha untuk tidak memikirkan soal Lilia lebih lanjut karena sekarang ini dia akan menemui Aruna untuk pergi ke suatu tempat.âMommy!âBaru saja Claudia tiba di pintu utama Gimnasium, dia mendengar suara ceria Aruna memanggilnya dari arah samping. Diperhatikannya Aruna yang mendadak memelankan langkah sambil tersenyum malu-malu saat bertukar pandangan dengan dosen-dosen yang ikut berjalan ke luar bersama Claudia.âDuh, takutnya Mommy malu kalau aku samperin,â ringis Aruna merasa gamang.Kini, hampir seantero kampus mengetahui jika Claudia adalah Mommy muda-nya Aruna. Sebenarnya kesalahan ada pada dirinya karena dia tidak bisa menahan diri untuk mengunggah kebersamaannya dengan Claudia di sosial media. Dan secara tidak sengaja, Aruna beberapa kali menunjukkan sikap manjanya di hadapan publik.âRasanya aku pengen seret Aruna ke sini deh, Clau,â celetuk Zoeya yang merasa gemas dengan tingkah malu-malu Aruna.â
âJawabanku tetap tidak!âDetik setelah Idellia melayangkan sebuah penolakan pada teman-teman dosennya, dia meraih bola voli yang ada di dekat kakinya untuk dia pukul sekuat tenaga ke tengah lapangan yang untungnya tidak mengenai dosen lainnya yang ada di sana.Bahunya naik turun menahan amarah yang tiba-tiba saja melambung tinggi begitu Fanya menanyai hal yang tidak ingin Idellia dengar, âBesok kamu hadir di pernikahan Lilia âkan? Ingat, kalian itu sepupuan loh, Del. Masa kamu tega tidak akan datang, sih?âSatu bulan semenjak Lilia mengumumkan tanggal pernikahan, saat itulah berakhirnya hubungan sepersepupuan Idellia dan Lilia. Mata Idellia memerah kala mengingat hari saat dirinya terpukul dengan kabar bahagia itu. Dia menatap Fanya dengan buas seolah ingin menerkamnya. Sebelum Idellia sempat melakukan sesuatu, aksinya tertahan oleh teriakkan di bawah sana.âAPA ADA MASALAH, GUYS?âSontak baik Idellia maupun yang lain menatap ke bawah lapangan. Seorang pria yang sangat mereka kenali
Membutuhkan waktu sekitar setengah jam dari flat Diana menuju kediaman Ryuga. Selagi menunggu kedatangan sekretarisnya, Ryuga kembali masuk ke dalam kamar. Manik hitamnya langsung menyorot ke arah Claudia yang tengah menyisir rambut panjangnya di depan meja rias. Ada banyak pertimbangan dalam kepala Ryuga sampai dia menyeletuk, âTemui Diana besok saja. Kamu perlu istirahat yang cukup malam ini, Claudia.â Refleks, Claudia menolehkan wajahnya ke arah Ryuga yang saat ini berjalan menghampiri. Sorot mata Claudia penuh akan protes. âLoh, kenapa? Aku sudah cukup istirahat tadi siang, Ryuga.â Tiba di hadapan Claudia, Ryuga mendaratkan kedua tangannya di bahu Sang wanita. Tubuh tegapnya setengah membungkuk dan kepalanya saling bersejajar. Suara dalam Ryuga berbisik, âDiana sepertinya mengalami patah hati jilid kedua. Aku tidak ingin kamu merasa terbebani ketika mendengarkan cerita Diana nanti.â Melalui meja rias itu pandangan Claudia dan Ryuga saling bersinggungan. Butuh waktu beberapa det
Panggilan telepon tersambung. Namun, alih-alih suara Ryuga yang terdengar, suara lembut Claudia yang menyapa, âHalo, Diana.â Ketika Claudia sedang asyik-asyiknya memainkan sebuah permainan salon di ponsel Ryuga, nama Diana tertera di layar. Tanpa berpikir panjang, Claudia menggeser ibu jarinya ke arah tombol berwarna hijau. âKamu masih di sana, Diana? Mau berbicara dengan Ryuga, ya?â Karena tidak ada respons dari lawan bicaranya, Claudia bertanya lagi. âRyuga sedang di kamar mandi. Nanti aku sampaikan jika kamu menghubungi.â âEâeh, kalau begitu, aku bicara dengan Mbak Clau saja,â ucap Diana dengan suara yang terdengar serak. Hal itu disadari Claudia. Sesaat dia terdiam sebelum kembali menyahut, âAda apa, Diana?â Entah karena mendapati pertanyaan singkat itu atau karena mendengar suara Claudia yang khawatir, Diana hampir menangis dalam sambungan telepon. Dengan satu tangan yang memegang ponsel dan tangan lainnya meremas gaun di bagian dadanya yang terasa sesak, Diana menimpali,
Sepanjang perjalanan pulang, Diana benar-benar mengunci mulutnya rapat. Kepalanya menghadap ke arah jendela mobil, enggan menatap Riel yang sedang menyetir. Isi pikirannya sedang membuat keributan sehingga Diana memutuskan diam.âTidak bisa, Diana. Tidak bisa kalau begini!âSementara Riel terus-menerus melirik ke arah Diana dengan perasaan khawatir. Pria itu mengembuskan napas berat saat mobil yang dikendarainya tiba di parkiran flat. Lantas Riel membuka suara, âBeritahu aku apa yang membuatmu tidak nyaman.âMendengar Riel menyeletuk demikian, Diana menyunggingkan senyum getirnya. âKamu masih boleh berubah pikiran, Riel.âUsai mengatakan hal tersebut, baru Diana menolehkan wajah. Riel menatapnya tidak mengerti. Dan reaksi itu membuat Diana tiba-tiba saja tertawa dengan miris.Pada satu titik, Diana merasa tidak bisa menahan kegilaannya. Tubuhnya mulai bergetar, menahan tangis yang ingin wanita itu ledakan. Belakangan, Diana terlalu dibuat bahagia. Sekarang, Diana tahu jika kebahagian
Diana hanya pernah bertemu wanita itu satu kali di malam resepsi pernikahan Ryuga Claudia. Untuk pertama dan terakhir kali itu, wanita tersebut sudah menegaskan bahwa dia dan Riel tidak memiliki hubungan apa pun.âKenapa Lilia juga ada di sini, Yel?â tanya Diana tidak bisa menahan rasa penasarannya.âAku belum menceritakan padamu soal Lilia dan Kak Nuel. Nanti saja, Diana,â jawab Riel seadanya karena langkahnya sudah semakin dekat di meja makan. Tangan Riel menggenggam tangan Diana lebih erat daripada sebelumnya seiring semua pandangan mata tertuju ke arah keduanya.Memberanikan diri, Diana membalas tatapan itu satu persatu hingga terakhir Diana bertukar tatapan dengan Lilia Lua Latesha. Refleks, Diana juga melemparkan senyum.Kala itu Lilia bereaksi di luar kendalinya. Dia membuang wajah karena tidak sengaja menatap ke arah tangan Diana dan Riel yang saling bertautan. Lilia membatin, âAda apa sama lo sebenarnya, Li!âKarena entah ada apa masalahnya, perasaannya seperti tengah dicubit
Sesi perpisahan Aruna dan Dirga sudah berakhir. Pemuda itu melerai pelukannya pada tubuh Aruna dengan berat hati. Kedua sudut Dirga tertarik ke atas, memperlihatkan senyum yang Aruna inginkan sejak dulu.Merasa diperhatikan, refleks Aruna ingin menolehkan wajah. Akan tetapi, aksinya tertahan oleh tangan besar yang mendarat di puncak kepalanya. Suara Dirga mengudara, âBerani menolehkan wajah, aku akan menganggapmu ingin kembali padaku, Aruna.âMata besar Aruna menyipit. âApaan, sih, Dirga,â ucapnya tidak habis pikir.Detik berikutnya, Aruna merasakan kepalanya diusap dengan sayang. Sesuatu yang tidak pernah Dirga lakukan sekali pun. Mata besar Aruna memejam, dia mengepalkan kedua tangan. Dengan sikap tegas dan berani, dia menepis lengan Dirga, membuatnya cukup terkejut dengan reaksi Aruna.âUdah âkan? Aku mau masuk.â Aruna tidak ingin terbawa suasana hanya karena sikap Dirga yang satu itu.Sementara Dirga tampak mengembuskan napas berat. âKamu bisa masuk sekarang.â Karena Dirga tidak m
Tampan tapi tidak berperasaan. Julukan itu cocok disematkan untuk seorang Dirga Disastra. Akan tetapi, sejujurnya Dirga hanya cukup payah mengakui apa yang dia rasakan. Apa dia cemburu melihat kedekatan Aruna dan Pras? Dirga hanya menautkan kedua alisnya sambil mendengus kasar begitu mobil yang dikendarainya berhenti tepat di posisi Aruna dan Pras berdiri. Tanpa menatap Aland, Dirga berkata, âTurun duluan, Al.â Suara rendahnya terdengar dingin. Pun, ekspresinya. Mengembuskan napas, Aland menganggukkan kepala, âOke.â Sementara di luar mobil, Aruna terang-terangan melihat ke arah jendela kaca mobil yang terbuka. Dia tidak menyadari jika Pras sudah menurunkan kepala untuk berbisik rendah di telinganya, âKamu berhutang penjelasan, Aruna.â Kedua tangan Aruna mengepal di sisi tubuh. Dia sama sekali tidak menyesali tindakannya pada Pras. Gadis itu membatin, âCuma ini satu-satunya cara.â âApalagi, Al?â tanya Dirga keheranan melihat Aland yang tidak kunjung ke luar dari mobil. Saat Dirga