Kira-kira ada yang ngira-ngira(?) nggak Ryuga sama Claudia tuh beda umurnya berapa tahun?
'Ketuk pintu, panggil nama, atau langsung masuk saja, ya?"Claudia menunjuk ketiga jarinya yang dijadikan sebagai pilihan. Dia sudah berdiri tepat di pintu kamar yang Ryuga masuki tadi dengan nampan yang sempat Claudia simpan di atas meja dekat pintu masuk kamar.Ada dua pilihan yang berisiko. Bisa saja baik Aruna maupun Aland akan memergoki Ryuda dan Claudia ada di satu kamar yang sama. Selagi Claudia memikirkan itu, tiba-tiba saja pintu kamar di depannya terbuka. Terlihat sosok Ryuga muncul dengan wajahnya yang tampak kusut."Kenapa tidak segera masuk, Claudia?" sindir Ryuga dengan suaranya yang setengah ketus. Dia membuka pintu kamar hingga terbuka lebar-lebar. Tadinya Ryuga memang berniat menyusul Claudia karena wanita itu tidak kunjung datang.Dagu Ryuga mengedik ke dalam. "Masuk sekarang." Suara husky-nya terdengar tidak ingin dibantah.Tahu Ryuga menaruh kesal, Claudia segera menganggukkan kepala. "O-oke," jawab Claudia seraya meraih nampan beserta tas bahunya untuk dibawa mas
Di luar pekerjaan utamanya yang hanya mengajar di kelas malam dan kelas non-reguler, Claudia tetap harus berangkat pagi-pagi ke kampus untuk urusan yang lain.Seharusnya pagi ini Claudia sudah di kampus, tapi dia sudah meminta izin pada Bu Yuli untuk berangkat siang sebab ingin menemui ayahnya terlebih dahulu.“Sebagai calon suamimu, aku juga harus ikut untuk bertemu dengan Ayahmu, Claudia.”Pada akhirnya, pagi itu Aruna diantar ke kampus oleh Aland. Sementara Ryuga dan Claudia pergi ke tempat kontrakan Aland tinggal karena Aji masih di sana.Bahtiar menawari Aji untuk singgah di hotel. Namun, ayah dari dua anak itu menolak.“Ryuga,” panggil Claudia kala keduanya sudah turun dari mobil. Dia menahan lengan Ryuga. Refleks, Ryuga menolehkan wajah untuk melihat ke arah Claudia yang baru saja menaikkan pandangan.“Ada apa, Claudia?” sahutnya dengan suara yang mengalun lembut. Kini Ryuga sepenuhnya memutar tubuhnya ke arah wanitanya.Sebelum berucap, Claudia membasahi bibir bawahnya, “Aku i
Sepanjang perjalanan menuju kampus, Aruna tidak berhenti mengoceh. Menanyakan ini dan itu pada Aland. Dia membagikan keresahannya karena memikirkan Ryuga dan Claudia yang tengah menemui Aji. Jujur saja, Aruna takut jika yang menghalangi restunya Aji bagi hubungan Ryuga dan Claudia adalah dirinya sendiri. “Apa Aki Aji sungguh tidak menyukaiku?” “Hah?” sahut Aland sedikit menaikkan volume suaranya. Dia melirik Aruna dari kaca spion. “Lo bilang apa barusan, Ar?” Mendengar itu Aruna mengembuskan napas berat. Dia ikut berteriak. “Nggak, nggak jadi. Sudahi aja ngobrolnya.” Lagipula yang barusan Aruna berbicara pada dirinya sendiri. Aland mendengus. “Kasihan Om Aland kayak ikan hah hah hah-an mulu.” Jawaban Aruna membuat Aland tidak habis pikir. Sudah dirinya dipanggil Om, dikasihani seperti ikan pula. “Ada-ada aja nih bocah,” gumamnya pelan seraya menggelengkan kepala. Kebetulan Aland hanya membawa satu helm dan dia menyuruh Aruna yang memakainya. Tidak lama, motor cagiva Aland masuk
Jika saja Dirga tidak meninggalkan Vape miliknya di dalam bagasi motor, dia tidak akan kembali ke parkiran dan sekarang malah menyaksikan pemandangan yang tidak ingin dirinya lihat.Seharusnya tadi Dirga mengiakan saat Aland mengajaknya untuk merokok bersama. Kini, Dirga menyesal telah menolaknya.“P-Pak Dimitri nggak boleh ya pegang-pegang kayak barusan! Mau aku bilangin Daddy?!” Aruna menepis tangan besar Dimitri dengan terlambat.Mendengar ancaman gadis kecil di hadapannya, Dimitri malah terkekeh. Dia menurunkan wajahnya agar tepat berhadapan dengan Aruna.“Dasar anak kecil, mainnya suka ngadu ke orang tua!” ledek Dimitri seraya kembali mendaratkan usapan di puncak kepala Aruna.“Ish, Pak Dimitrii!!” Air wajah Dirga tampak mengeruh menyaksikan interaksi keduanya lebih lanjut. Kedua alisnya menukik tajam.Tiba-tiba saja kenangan-kenangan saat menjalin hubungan dengan Aruna berputar dalam kepalanya. Dirga bertanya-tanya dalam hati, kapan dia memperlakukan Aruna seperti yang tengah D
Sudah dua hari belakangan Ryuga sama sekali tidak melihat wajah Claudia. Bukan karena kesibukan Ryuga yang harus kembali ke kantor, melainkan Claudia sendiri yang menolak untuk ditemui.[Claudia: Aku menginap di tempatnya Lilia, Ryuga.][Claudia: Pagi ini Lilia ingin menjemputku untuk pergi ke kampus bersama. Ada Idellia dan Zoya juga. Jadi kamu tidak perlu menjemputku, Ryuga.]Pesan-pesan itu membuat Ryuga setengah sekarat. Dia belum melihat Claudia semenjak makan siang kala itu. Hal tersebut jelas membuat seorang Ryuga Daksa merasa bete.Akibatnya, sepanjang hari wajah tampan itu tampak suram. Sampai-sampai klien pentingnya dapat melihat jelas perasaan Ryuga.“Apa ada masalah dengan kontrak kerja sama kita, Ryuga?”Pertanyaan itu membuyarkan lamunan Ryuga. Pria itu langsung mengukir senyum di bibir tipisnya. Suara beratnya menjawab, “Tidak ada. Semua aman, Pak Bahtiar.”Benar. Ryuga sedang mengadakan pertemuan dengan kakeknya Claudia–Bahtiar Madaharsa untuk kerja sama yang sempat t
Kepala Claudia terasa pening. Dia ingin meminta Ryuga berhenti, tapi bagaimana cara mengatakannya?Tampak Bahtiar sedang melihat-lihat menu dengan Aruna.“Eyang belum tahu apa makanan kesukaanmu, jadi pesanlah yang kamu sukai, Aruna.” Kali itu Bahtiar menyebut nama Aruna dengan benar.“Baik, Eyang.”Sementara keduanya sibuk memilah dan memilih menu, Claudia memanfaatkan kesempatan itu dengan memberikan sinyal pada Ryuga melalui dekhaman pelan sambil menatap pria itu lurus-lurus.Dan siapa sangka … berhasil. Manik hitam Ryuga tepat menatap di netra mata Claudia. Kedua sudut bibirnya menyeringai sambil menusukkan lidahnya ke salah satu pipi dan berucap, “Ada yang ingin kamu katakan, Claudia?” Manik hitamnya tampak memicing menggoda.‘BISAKAH KAMU MENGHENTIKAN APA YANG TENGAH KAMU LAKUKAN SEKARANG, RYUGA?!’ Ucapan itu Claudia transfer melalui pandangan matanya pada Ryuga. Dia sampai memelototkan mata.Beberapa hari tidak bertemu Ryuga seperti kehilangan kewarasannya.“Tanpa aku katakan,
“Ryuga ….” Bertepatan Claudia membuka kelopak mata, denting lift berbunyi. Begitu pintu lift sudah terbuka, alih-alih masuk, Claudia malah bergeming di tempatnya. Satu embusan napas menerpa belakang telinga Claudia. “Kenapa diam? Tidak jadi masuk, Claudia?” Suara berat pria itu membuat telinga belakangnya tergelitik. Claudia meneguk ludahnya dalam-dalam. Dia menolehkan wajah dan menemukan wajah tampan Ryuga dekat sekali dengannya sehingga dia mencoba mengambil jarak. “Kamu mengikutiku, Ryuga?” tanya Claudia menatapnya tidak percaya. Detik setelahnya, Claudia menggelengkan kepala. Dia meralat pertanyaannya. “Kenapa mengikutiku?” Manik hitam Ryuga memicing ke arah Claudia. “Aku rasa kamu tidak tahu letak toiletnya ada di mana, Claudia,” jawabnya dengan setengah menyindir. Detik setelah mengatakan itu, Ryuga membawa langkah kakinya maju dan Claudia bergerak mundur tanpa sadar hingga keduanya masuk ke dalam lift yang kebetulan sedang kosong. ‘Hanya berdua dengan Ryuga?’ pikir Claud
Baru Claudia menolehkan wajah untuk menanyakan lebih lanjut, bibir cherry-nya dibungkam lebih dulu oleh bibir tipis Ryuga melalui kecupan singkat sebanyak dua kali.Claudia merasa tubuhnya seperti tersengat aliran listrik. Matanya tampak sayu ketika bersinggungan dengan manik hitam Ryuga yang dihiasi kabut gairah.“Jangan menolakku kali ini, Claudia.” Suara berat Ryuga melirih dan serak. Jika sebelum-sebelumnya ucapan Ryuga terdengar memerintah, yang satu ini terdengar seperti memohon.Pria itu meneguk ludah seiring tangan besarnya mengelusi pinggang ramping Claudia. Masing-masing keduanya terlihat saling menahan diri satu sama lain sampai akhirnya secara perlahan Ryuga melepaskan Claudia.Detik setelahnya, Claudia merasakan kehilangan hanya sesaat sebelum Ryuga berucap, “Kita membutuhkan kamar, Claudia.”“KAMAR?!” Mendengarnya, detak jantung Claudia menggila. Dia berusaha menyeimbangkan tubuhnya agar tetap berdiri dan memberanikan diri menghadap Ryuga seluruhnya. Dia mengepalkan kedu
Seorang Riel Waluyo sangat bisa diandalkan dalam pekerjaan, terutama dalam situasi-situasi darurat. Seperti yang terjadi lima belas menit lalu saat Lilia jatuh pingsan. Tanpa banyak bicara, Riel langsung membawanya untuk segera dilarikan ke rumah sakit terdekat bersama Idellia yang ikut membantu.“Tolong cepat ditangani, Sus!”Sementara Lilia ditangani oleh dokter jaga dan suster yang bertugas, Idellia langsung menatap Riel dan menepuk bahunya.“Aku mau membelikan Idellia air minum. Kamu bisa tunggu di sini temani Lilia ‘kan, Riel?” pinta Idellia penuh harap.Riel memberikan anggukan di kepala tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun.“Thanks!” ucap Idellia sambil berlari ke luar dari UGD. Di perjalanan tadi, dia sempat mengecek ponsel untuk melihat keberadaan calon suami Lilia yang sudah diberitahu ketika Idellia masih berada di mobil.[Idellia: Cepat ke RS Permata, El! Lilia pingsan.]Hanya selang beberapa menit dokter melakukan pemeriksaan, dia menolehkan wajah untuk menatap Riel–sat
“Aman kok, Clau, aman.”Jawaban Lilia tampak sangat meyakinkan. Bahkan untuk membuat Claudia percaya jika dirinya baik, Lilia mendaratkan satu tangannya di atas punggung tangan Claudia lantas mengusapnya lembut.“Lihat wajah gue … emang nggak kelihatan baik-baik aja, Clau?” Selagi bertanya, air wajah Lilia menunjukkan bahwa dirinya terlihat baik.Itu dia masalahnya. Jika Idellia sangat ekspresif, Lilia adalah kebalikannya. Kedua sepupu itu memiliki sifat yang berbanding terbalik. Jadi, Claudia tidak bisa memastikan. Ditambah Claudia belum terlalu mengenal Lilia lebih jauh lagi. Claudia sendiri tipe manusia yang cukup tertutup dan sulit membuka diri. Pun, dia juga merasa Lilia masuk ke dalam tipe tersebut. Itu sebabnya keduanya cocok berteman.Claudia berdehem, “Oke, aku berusaha percaya semuanya baik.” Hatinya merasa sedih. Dia paling dekat dengan Lilia dibandingkan teman-teman dosennya yang lain.Senyum Lilia mengembang, walau kelihatan agak sedikit canggung. Kepalanya mengangguk pel
Siang itu, Claudia sudah memiliki janji akan makan siang bersama Lilia. Dan sesuai janji Ryuga, dia tidak akan membiarkan Claudia kehilangan waktu bersama temannya meskipun sudah menikah. Hanya saja, ini tidak sesuai yang dibayangkan Claudia. Pandangannya melirik Ryuga yang melangkah bersamanya ke dalam cafe. Mendadak langkahnya berhenti. Otomatis, di sebelahnya Ryuga juga menghentikkan langkah. “Tidak bisakah kamu meninggalkanku berdua saja dengan Lilia, Ryuga?” Suara Claudia terdengar putus asa. Satu kakinya menghentak kesal. Bukan apa-apa, pertemuan makan siang ini hanya untuk dia dan Lilia. Pasti ada sesuatu, duga Claudia, mengingat Lilia tidak mengikutsertakan teman-temannya yang lain. Sebuah masalah karena Ryuga ‘kan tidak diajak. Belum sempat Ryuga memberikan respons, suara Claudia mengudara lagi. “Ayo berpisah di sini saja, Ryuga.” Ekspresi Ryuga tampak kesulitan. Dia sedikit keberatan harus meninggalkan Claudia seorang diri. Tapi, itu pilihan Claudia. Dengan suara yang en
Claudia seringkali masih kesulitan untuk menolak permintaan Ryuga dalam urusan ranjang. Akan tetapi, sebagian besar alasannya adalah Claudia sendiri juga menikmati aktivitas keduanya. Seperti yang terjadi beberapa saat lalu, Claudia ikut dengan Ryuga ke perusahaan dan menuruti permintaannya. Mengingat itu kembali membuat Claudia tidak tahan untuk menjambak sisi rambutnya. Dia menghela napas. “Aku rasa aku sudah tidak waras!” cibir Claudia sambil menatap dirinya di depan cermin toilet. Pakaiannya sedikit berantakan dengan beberapa kancing atas yang terbuka. Ketika Ryuga menyentuhnya tadi, itu terasa tidak nyaman bagi Claudia. Tidak seperti biasanya. Demikian, dia meminta Ryuga untuk tidak menjangkau bagian dada. Setengah penasaran, Claudia mencoba menyentuh salah satu dadanya sendiri. ‘Kenapa terasa sakit, ya?’ batin Claudia sambil mengernyitkan dahinya samar. Kedua alisnya bertaut. Namun, Claudia tidak ingin memikirkannya lebih lanjut. Cepat-cepat Claudia merapikannya lalu turun
“Sudah dua bulan ….”Pagi itu tiba-tiba saja Aruna bernyanyi dengan suara yang sumbang. Mata besarnya menatap Ryuga dan Claudia bergantian. Kepalanya miring ke arah kiri. Dia pun menyeletuk, “Kapan Aruna bisa tidur bareng Daddy sama Mommy Clau?”Dua bulan waktu yang cukup bagi Ryuga dan Claudia memiliki waktu berdua. Apalagi beberapa kali Aruna mengungsikan dirinya menginap di mansion agar orang tuanya bisa bebas berpacaran. Bukankah Aruna cukup pengertian?Sekarang, Aruna juga ingin bermanja-manja pada Ryuga dan Claudia. Masa bodoh dengan umur. Toh, Aruna setuju ‘Umur hanyalah angka.’Kemudian gadis itu bertopang dagu menggunakan kedua tangan. Mata besarnya mengerjap beberapa kali seraya memasang wajah yang penuh harap layaknya emoji.Claudia yang melihat itu terkekeh pelan. Dia menaikkan satu tangannya di atas meja makan untuk bertopang dagu. Dia berpikir sejenak, “Mmm, tanya Daddy saja, Aruna,” jawab Claudia sambil melirik Ryuga penuh maksud.“Kalau Mommy sendiri, malam ini juga ay
Ada pun, di sisi lain seorang gadis muda juga wajahnya ikut memanas dibalik selimut yang dikenakan. Beberapa detik lalu, dia mendengar suara yang memanggilnya dari luar kamar. “Anjani Ruby.”DEGSuara berat itu lagi-lagi mengudara di dalam kamar hotel yang ditempatinya. Anjani menahan napas dibalik selimut. Itu … jelas-jelas bukan suara Aruna.“Gue tahu lo nggak sakit, lo cuma menghindar dari gue ‘kan?”Mata Anjani memejam erat-erat dengan debar jantung berdebar keras mendengar celetukkan suara berat familier itu di luar kamar. Anjani merasa gamang, haruskah dia menyudahi aksi menghindarinya ini?‘Tapi, aku terlalu malu untuk menunjukkan wajah di hadapan Aland hiyaaaa!’ batin Anjani menjerit. Bahkan sangking malunya, dia tidak sanggup menceritakan hal itu pada Aruna tadi. Sangking malunya, Anjani bahkan memutuskan tidak ikut dalam acara resepsi pesta Ryuga dan Claudia.Gadis itu hanya bisa berguling-guling di atas ranjang tidur sambil memikirkan kejadian di kolam renang yang terus b
Malam itu acara resepsi berjalan lancar dan terkendali. Para tamu undangan terus berdatangan dan memberikan ucapan selamat pada kedua pengantin. Kebanyakan tamu-tamu yang hadir didominasi oleh kenalan Rudi dan Aji. Pun, Ryuga sendiri hanya mengundang kolega bisnis yang dia percaya. Kini, Tirta datang beserta istri untuk memberikan ucapan selamat. Sosok Tirta memeluk Ryuga erat-erat. “Selamat sekali lagi, Ryu.” Terdengar nada suara Tirta yang mengatakannya penuh keharuan. Akhirnya setelah sekian lama menduda, teman dekatnya itu pun menikah. Keharuan lain dirasakan Tirta karena menyaksikan sendiri perjalanan kisah cinta Ryuga dan Claudia yang cukup berliku. Ryuga menyunggingkan senyum tipisnya. Dia balas menepuk punggung Tirta. “Mmm, terima kasih, Ta.” Selagi masih berpelukan, Tirta berkesempatan untuk berbisik di telinga Ryuga, “Kamu akan suka hadiah dariku, Ryu. Jangan lupa digunakan sebaik-baiknya dengan Claudia!” Mendengar ucapan Tirta, tampaknya Ryuga tahu apa yang dihadiahkan
Beberapa jam kemudian, saat malam menjelang acara resepsi dimulai, Aruna yang baru selesai dirias langsung tergopoh-gopoh melangkah menuju sebuah ruangan yang sudah dipersiapkan menjadi ruang tunggu pengantin.‘Pokoknya harus sempat ketemu Mommy Clau dulu!’ batin Aruna bertekad. Sebab sudah dipastikan nanti malam dia tidak akan bertemu dengan ibu sambungnya.Di sisi lain, Aruna senang karena akhirnya Ryuga dan Claudia menikah sehingga bisa hidup bersama. Di sisi lain, Aruna juga ingin memiliki banyak waktu bersama Claudia lebih lama. Tapi, Aruna lihat-lihat Ryuga sering kedapatan tidak mau berbagi Claudia dengannya.Aruna memasang senyum lemah begitu menemukan Ryuga dan Riel yang tengah mengobrol di depan ruangan pengantin. Tangannya terangkat, melambaikan tangan. “Daddy!” seru Aruna. Mata besarnya memicing, “Mommy Clau mana, Dad?” sambungnya sambil celingukan.Ditodong pertanyaan seperti itu, Ryuga langsung menjawab, “Masih di dalam, Aruna,” tunjuknya sambil mengangkat jari dan menga
Di sisi lain restoran, terdapat dua kolam renang dalam hotel Azzata. Satu berada di luar dan satu berada di dalam. Kolam renang privat di dalam ruangan terhubung dengan toilet dan ruangan ganti. Meskipun di luar juga terdapat fasilitas yang sama. Tapi, tadi … Anjani pergi ke kamar mandi yang berada dalam untuk menyelesaikan urusan pribadinya. Siapa sangka dia akan menemukan dua sosok pemuda yang sedang berenang berduaan?! Tanpa menyapa, Anjani terburu memasuki salah satu bilik kamar mandi. ‘Ada hal penting yang lebih darurat!’ Begitu Anjani ke luar dari toilet sekitar sepuluh menit kemudian, dia bermaksud menyapa dua sosok pemuda yang dikenalinya itu. Namun, pandangannya hanya bisa menangkap satu sosok pemuda saja yang masih di area kolam renang. ‘Loh, kok cuma Aland aja, sih? Perasaan tadi sama Dirga ‘kan?’ batin Anjani terdiam di depan pintu kamar mandi. Sesaat, dia merasa gamang untuk meneruskan langkah. Jantungnya berdebar lebih cepat mendapati pemuda itu sendirian. Suara bati