Keterkejutan Claudia menghibur Bahtiar dan Aland yang langsung tertawa cukup keras di tempatnya.Claudia menautkan kedua alisnya. Dia merasa telah ditipu! Satu kakinya menghentak kesal. Kedua tangannya mengepal erat di sisi tubuh.“Kakek membohongiku supaya aku bisa datang menemui Kakek?” tanya Claudia menggelengkan kepalanya.Bahtiar menepuk-nepuk sebelah sofa yang masih luas. “Duduklah, Claudia.”“Tidak mau,” tolak Claudia tanpa pikir panjang. Dia hendak membalikkan badannya dan pergi. Namun, suara Aland mencegah pergerakannya.“Bukan Kakek, tapi gue,” kata Aland mengakui. Dia lantas membalikkan tubuhnya untuk menatap sang kakek. Aland kembali tersenyum.“Bagaimana, Kek? Ideku berhasil ‘kan? Sudah kukatakan Mbak Claudia pasti datang–”“–AW AW AW sakit sakit sakit!” ringis Aland kala merasakan telinga kanannya mendapatkan jeweran ganas dari tangan Claudia.Tangan Aland berusaha menepuk-nepuk tangan Claudia agar melepaskannya. “MBAK SAKIT!”Sebelum benar-benar melepaskannya, Claudia m
“Jelaskan, Aland!” Seandainya apa yang diucapkan cucu laki-lakinya itu benar, maka Bahtiar tidak akan membiarkan Claudia bersama pria tidak normal seperti Ryuga. Bahtiar tidak mengenal Ryuga secara personal. Mungkin setelah ini, dia akan mulai mencari tahu mengenai anak tunggal dari keluarga Daksa tersebut. “Baik, Kakek,” sahut Aland menarik napas terlebih dahulu. Claudia gelisah dalam duduknya. Netra matanya menatap marah ke arah Aland. ‘Bisa-bisanya Aland berpikir demikian tentang Ryuga … dari sudut mananya Ryuga tampak seperti— Sesaat Claudia terdiam. Dia juga pernah salah mengira Ryuga sebagai gigolo. “Kamu pasti salah paham,” geleng Claudia dengan dahi yang mengerut. Aland turut menggelengkan kepala. Dia mengatakan, “Mbak ingat waktu gue nonton pertandingan bola voli di kampus Tuma, gue sempat pergi ke toilet ‘kan ….” Aland sibuk menjelaskan kejadian di toilet kala dia mendapati Ryuga dan Riel dalam posisi yang tampak salah di matanya. Selagi mendengarkan, Claudia mengembu
Seharian ini Claudia dibuat gelisah. Usai kembali ke kampus setelah makan siang bersama, dia terus memikirkan ucapan Bahtiar yang mengatakan, “Besok pagi Ayahmu akan datang. Kakek akan bicara dengannya mengenai hubunganmu dan Ryuga, Claudia.” Tidak ada tanda-tanda Sang Ayah menghubungi Claudia lagi setelah Bahtiar menelepon Aji. Pun, begitu juga dengan Ryuga yang sampai detik ini tidak ada kabar. Claudia menggelengkan kepalanya. ‘Sudahlah, Clau. Mungkin Ryuga sibuk, jadi tidak sempat menghubungimu.’ Detik berikutnya, ponsel Claudia berbunyi pendek, menandakan ada pesan yang masuk. Wanita itu memutuskan untuk melipir di tepi koridor. Ya, kini Claudia tengah berjalan ke arah parkiran hendak pulang. [Ryuga: Aku merindukanmu, Claudia.] [Ryuga: Aku di parkiran kampus.] Membaca pesan tersebut otomatis membuat kedua sudut bibir Claudia menyunggingkan senyum. Perutnya terasa digelitik ribuan kupu-kupu. Claudia dengan cepat membalas pesan itu. [Claudia: Oke, aku ke sana sekarang, Ryuga
*Siang tadiPenolakan Aji tidak membuat Ryuga mengurungkan niatnya untuk tetap menjadi donatur bagi program baru yang akan dijalankan di desa tempat Claudia tinggal.Pria itu menyerahkan uang tersebut kepada Sekretaris Desa untuk dikelola.“Maafkan saya, Pak Ryuga,” ucap Riel memecah keheningan di dalam mobil. Atas perintah dari Ryuga, keduanya kembali ke kota di hari yang sama.“Tidak perlu, Riel,” dengus Ryuga yang tidak menyukainya ucapan permintaan maaf Riel barusan. Manik hitamnya melirik Riel sekilas. “Itu sama sekali bukan kesalahanmu.”Meskipun begitu, Riel tetap merasa dirinya kurang maksimal. Jarang-jarang hasil pekerjaannya mengecewakan Ryuga.“Apa yang akan Pak Ryuga lakukan selanjutnya?” Riel memutuskan bertanya. Dia akan melakukan pekerjaan lainnya dan berjanji akan memberikan hasil yang memuaskan.Ryuga tidak menangkap konteks pembicaraan Riel mengarah kemana. Namun, dia menyahut dengan suara dalamnya, “Aku akan pergi ke toko perhiasan.” Seringaian tipisnya terbit.Mend
“Aruna …,” rengek Anjani yang merasa terkejut karena diam-diam dia sebenarnya sedang mencuri dengar.Yang lain mungkin tidak mempedulikan pekikan Aruna barusan karena sedang menikmati waktu istirahat. Sementara Anjani sangat “Maaf, Jani he he,” ringis Aruna seraya memperlihatkan cengiran khasnya. Lantas setelah itu, Aruna kembali fokus pada sambungan telepon yang masih menyala, “Halo, Dad. Aruna butuh penjelasan, tapi sebentar … Aruna mau sambil ke luar dulu,” ucapnya dengan ceriwis.Di seberang sana Ryuga terkekeh mendapati Aruna yang tampak bersemangat. Perasaannya yang sedikit terluka oleh penolakan Aji tadi seakan sembuh hanya dengan mendengar suara ceria putrinya.The power of Aruna Lusa Daksa.“Mmm, baiklah,” angguk Ryuga seraya menyunggingkan senyum di sudut bibirnya.Maka, Aruna langsung bangkit dari duduknya. Hal itu tidak luput perhatian dari Anjani. “Mau ke mana, Runa?”Ditodong pertanyaan seperti itu, Aruna menaikkan jari telunjuknya dan mengarah ke pintu ke luar. Dia mel
Udara malam ini terasa dingin di dalam lift apartemen. Namun, entah kenapa rasanya panas sekali untuk Ryuga. Pria itu sampai melonggarkan dasi dan membuka satu kancing atas kemejanya.Tiba-tiba kesiur angin datang dari arah samping. Manik hitam Ryuga mendapati sebuah kipas angin portabel milik Claudia melayang tepat di bawah lehernya.Claudia tersenyum dengan matanya. Wanita itu menggoyangkan pelan kipas portabel berwarna Lilac tersebut sambil mengatakan, “Aku rasa kamu membutuhkan ini, Ryuga.”“Berikan padaku, Claudia,” pinta Ryuga menengadahkan tangan. Sepertinya benda kecil itu lumayan membantu mengurangi rasa gerahnya.Namun, Claudia menolak memberikan. Wanita itu menggelengkan kepala. “Biar aku saja, Ryuga.”Kedua alis Ryuga langsung menukik. Dia tetap menengadahkan tangan. Tapi, Claudia tetap tidak mau memberikan.“Jangan katakan itu saat bersamaku, Claudia,” ucap Ryuga dengan tegas.Claudia memicingkan mata sambil melipat kedua bibirnya ke dalam lantas menggelengkan kepalanya t
Claudia tidak ingin merusak suasana makan malam romantis yang telah disiapkan Ryuga. Demikian, Claudia berusaha untuk menunda keinginannya untuk memberitahu Ryuga tentang apa yang terjadi tadi siang. “Ryuga,” panggil Claudia selagi tangannya menaruh alat makan di piring. Claudia sudah selesai makan. Pandangannya naik untuk menatap Ryuga yang ternyata juga tengah menatapnya. “Mmm?” sahutnya dengan suara yang dalam. “Mau es krim untuk penutup mulut, Claudia?” tawarnya. Ditawari makanan kesukaannya, Claudia mana mungkin menolak. Dia menganggukkan kepalanya. “Mauuuu.” Bibir cherry-nya merespons dengan sedikit maju ke depan, membuat Claudia tampak terlihat lucu. Ryuga balas terkekeh. “Barusan ada apa memanggilku?” Dia sengaja mengalihkan topik untuk suatu hal. “Besok malam, kamu ada kegiatan, Ryuga?” Claudia sengaja menanyakan ini untuk berjaga-jaga jika kakek dan ayahnya meminta Ryuga datang menemui keduanya. “Apa memikirkan seseorang termasuk kegiatan, Claudia?” Alih-alih langsung
Menikah itu menakutkan. Tapi, jika calon pengantin prianya adalah Ryuga Daksa, Claudia tidak akan menolak … lagi. Ini berbeda dari ajakan pertama saat Ryuga mengajaknya menikah hanya karena kesalahannya. Dia mendekati Ryuga dan Aruna yang masih berpelukan. Claudia menggigit bibir bagian bawahnya sebelum menyeletuk pelan, “Ini Mommy nggak ikut dipeluk juga?” Celetukkan Claudia sukses membuat Aruna melepaskan diri dari pelukan Ryuga. Mata besarnya bertukar pandang dengan Ryuga. “Dad …,” panggil Aruna dengan suara lirihnya. Kepala Ryuga mengangguk pelan. Dagu Ryuga mengedik ke samping, menyuruh Aruna untuk menghampiri Claudia. Sudut bibirnya berkedut menahan senyum. Baru ketika Aruna beranjak dari hadapannya, Ryuga menunjukkan gummy smile-nya. Dia terenyuh dengan apa yang Claudia katakan barusan. Pun, Aruna yang kini berhadapan dengan Claudia. Keduanya saling bertukar pandang. Belah bibirnya terbuka, suara Aruna yang serak mengudara, “Aruna boleh panggil Bu Claudia … Mommy?” “Bol
Menjelang sore hari, usai semua acara sudah selesai, Claudia dan Ryuga baru akan pergi ke kamar hotel. Berdua saja. Aruna dan keluarganya juga menginap di hotel yang sama. Namun, berbeda lantai dan kamar. “Ryuga,” panggil Claudia sambil menolehkan wajah ke arah Ryuga. Pria itu balas menoleh, “Mmm?” Ryuga menyahut singkat sembari tangannya memberikan rematan halus di sisi lengan kanan Claudia. “Ada apa … sayang?” Manik hitam Ryuga yang menyorot Claudia dalam ditambah suara berat Ryuga yang terdengar seksi di telinganya, membuat Claudia meneguk ludah. Jujur saja, Claudia mulai merasa gugup membayangkan tidak hanya nanti malam dia dan Ryuga akan tinggal bersama, tetapi selamanya. Baru membayangkannya saja tiba-tiba pipi Claudia bersemu. Cepat-cepat dia menepis pikiran itu. ‘Mikir apa, sih, Clau!’ Untungnya Claudia mengajak Ryuga berbicara sehingga hal itu mengaburkan suara-suara di dalam pikirannya. “Kenapa kita tidak satu lantai dengan Aruna dan yang lain, Ryuga?” tanya Claudia pena
Pemberkatan pernikahan Ryuga dan Claudia berlangsung hanya beberapa jam saja. Toh, memang tamu yang hadir juga tidak banyak. Sebelum selesai, para tamu dipersilakan untuk menikmati jamuan yang sudah disiapkan di taman Azzata. Sementara Sang pengantin–Ryuga dan Claudia masih harus melakukan sesi foto, kali ini diminta untuk berfoto dengan sosok lain. “Misiii, Aruna mau ikut foto juga. Tapi, wajib di tengah!” celetuk Aruna–sesosok gadis yang sedari tadi sudah tidak sabar untuk berada di antara Ryuga dan Claudia. Dengan berat hati, Ryuga melerai tautan tangannya dengan tangan Claudia. Ada sedikit ketidakrelaan. Mau tidak mau, Ryuga menggeser beberapa langkah agar Aruna bisa bersebelahan dengan Claudia. Pria itu berkomentar, “Setelah kamu, gantian Daddy juga mau di tengah, Aruna.” Nada suaranya seolah menyiratkan jika Aruna harus setuju dengan apa yang Ryuga katakan. Mata besar Aruna melirik Ryuga dengan horror. Sikap keposesifan Ryuga bahkan berlaku untuk putrinya sendiri. Aruna mengg
Lain halnya di ruangan mempelai pengantin pria, Ryuga saat ini hanya ditemani oleh sahabatnya, dr.Tirta. Pembawaan Ryuga yang tampak tenang diacungi jempol oleh sahabatnya. “Tinggal beberapa menit lagi prosesi pemberkatan pernikahan dimulai, Ryu,” beritahu Tirta saat melirik jam yang melingkar di tangan kirinya. “Kamu dan Claudia akan menikah,” geleng Tirta masih tidak percaya sampai detik sekarang. Selaku orang yang paling mengenal Ryuga sedari lama, Tirta merasa takjub pada akhirnya Ryuga bisa menemukan seseorang yang dicintai dan juga mencintainya. Ryuga memperlihatkan senyum mahalnya. “Mmmm,” angguknya. Kemudian dia merasakan tepukan di pundaknya. Begitu Ryuga menoleh, dia menemukan wajah Tirta tahu-tahu sudah dekat dengannya. Pria itu berbisik di telinga Ryuga. “Sudah siap untuk malam pertamamu, Ryu?” Pertanyaan Tirta jelas menggoda Ryuga. Obrolan semacam ini terkadang terjadi saat pernikahan. Lagipula Tirta adalah orang terdekat Ryuga dan keduanya sama-sama pria. Air wajah R
Satu hari bergerak bak dalam satu kedipan. Karena saat membuka mata, Claudia tahu-tahu sudah ada di sebuah ruangan yang terdapat cermin berukuran besar di pojokan sehingga pandangannya tertuju ke arah sana. Claudia meneguk ludahnya dalam-dalam. Di depan cermin tersebut Claudia bisa melihat dirinya sendiri tengah duduk mengenakan gaun pengantin putih dan tengah memegangi buket bunga kecil dalam genggaman kedua tangannya. Wajah cantik yang dilihatnya adalah hasil make up dari satu jam yang lalu. Dia mengangkat satu tangan untuk menyentuh pipinya. Namun, tidak benar-benar menyentuh, dibiarkan mengambang. Claudia bergumam pelan, “I–ini bukan mimpi ‘kan?” Rasa-rasanya baru dua hari yang lalu dia masih sibuk bekerja di kampus, kemudian menghabiskan malam bersama teman-temannya, dan kejadiannya begitu cepat … hari pernikahannya sudah tiba. Claudia akan menikah dengan Ryuga–pria yang dia cintai. Pun, sebaliknya. Pintu besar di hadapannya diketuk. Sebuah suara berat menyeletuk dari luar, “
Mendadak saja Ryuga terkekeh hambar. Bahkan saat statusnya sudah resmi menjadi suami dari Claudia Mada nanti, Ryuga tetap harus menahan diri?! Wah, buruk sekali nasibnya. “Yang benar saja,” gumamnya pelan sambil menggelengkan kepalanya tidak percaya. Dia sampai membuang wajahnya ke samping. Sial. Raut wajah Ryuga yang tampak kesal membuat Claudia keheranan. Dia bertanya, “Ada apa, Ryuga?” Claudia membenahi posisi duduknya. Sedikit ragu, dia meraih rahang pria itu dan mencoba menggerakkannya agar menatap lurus tepat pada netra matanya. Dia meralat pertanyaannya tadi, “Apa ada yang salah, Ryuga?” Ditodong pertanyaan seperti itu, Ryuga memicingkan mata. Satu tangannya naik, meraih tangan Claudia di sisi rahangnya kemudian tanpa diduga Ryuga mendaratkan kecupan di pergelangan tangan Claudia. Napas Claudia tercekat. Dia tidak bisa berkutik saat pria itu menaikkan pandangan untuk bertukar pandangan. Jantung Claudia kian berdebar kencang. Pertama, karena aksi Ryuga barusan. Kedua, mere
“Claudia ….”Ekspresi wajah Ryuga sedikit memerah. Rahangnya tampak mengeras. Manik hitamnya menyorot tajam ke arah Claudia. Perlahan Ryuga melangkahkan kaki untuk berjalan mendekati wanitanya.‘Astaga, sepertinya aku membuat kesalahan!’ ringis Claudia dalam batinnya.Tanpa mengatakan apa pun, Ryuga segera menarik lembut tangan Claudia dan menyembunyikan tubuh wanita tersebut dari pandangan sosok pria lain di hadapannya.“Ayolah, yang benar saja,” dengus pria tersebut. Dia menunjuk dasinya yang belum selesai dipasangkan dengan jari-jari tangannya yang terluka. “Wanita itu belum selesai–“Wanita yang kamu maksud wanitaku, Argus Adiwilaga,” sela Ryuga penuh penekanan. Manik hitamnya menyorot tajam Argus.Sosok Argus Adiwilaga terkekeh sinis. Dia sama sekali tidak terintimidasi oleh Ryuga. Pria itu menyahut dengan santai. “Ya, tentu aku tahu siapa wanita cantik di belakangmu.”“Claudia Mada,” jeda Argus sambil berusaha mencuri pandang ke arah Claudia dibalik tubuh Ryuga.Sementara itu Cl
“Dirga.” Tidak hanya memanggil dengan lembut, Aruna juga mendaratkan satu tangannya di atas tangan Dirga. Mata besarnya menatap Dirga penuh harap. Pandangan Dirga jatuh, menatap tangan Aruna yang menyentuhnya. Jauh di dalam lubuk hatinya, ada perasaan yang tidak bisa Dirga jabarkan dengan gamblang. “Please … Dirga.” Aruna tampak memohon dengan suara yang lirih. Firasatnya mendadak buruk. Lantas pandangan Dirga naik untuk menatap Aruna lagi. Sekelebat wajah Garvi muncul bak layar hologram. Gadis itu kembali berucap, “Kasih tahu aku maksud kamu apa, Dir?” Tangan Aruna meremat halus tangan pemuda itu. Terdengar embusan napas berat Dirga. “Besok selesai kuliah, gue jemput lo, Aruna. Kita ketemu sama Garvi.” Dirga mengatakan itu dengan nada suara yang final. Kepala Aruna mengangguk kuat-kuat. “Oke, besok aku ikut!” sahut Aruna terdengar antusias. Dia belum menyadari keanehan yang bisa ditemukan pada Dirga. Diam-diam pemuda itu bersyukur Aruna berhenti bicara dan berhenti bertanya. K
Selagi Aruna memundurkan langkah, sosok pria itu kian maju mendekati Aruna ditambah senyum seringaiannya yang tampak membuat ngeri.“T–to-long …,” gumam Aruna dengan napas yang terdengar putus-putus. Bahunya naik turun dan badannya tampak gemetar. Perasaannya bergemuruh. Entah apa yang membuatnya sampai bereaksi berlebihan seperti ini.“Runa?” panggil Anjani yang belum membaca keadaan. Dia kebingungan melihat Aruna yang tampak ringkih ketakutan.Sementara Lilia dan teman-temannya di belakang sana menyadari ada kejanggalan. Mereka persis di belakang Aruna. Dengan sigap Lilia langsung maju dan menempatkan dirinya di hadapan Aruna.Gadis itu segera dipegangi oleh Zoya dan Fanya di masing-masing kanan dan kiri. Fanya segera melayangkan pertanyaan, “Kamu baik-baik saja, Aruna?”Namun, Aruna belum memberikan respons. Zoya dan Fanya saling menatap satu sama lain seolah bertanya, ‘Apa yang terjadi?’“Aku mau berbicara dengan gadis kecil itu,” tunjuk sosok pria tadi ke arah Aruna yang tertutu
“Kamu lihat Aruna, Claudia?” Usai keluar dari ruangan pintu darurat, Ryuga melirik Claudia dan baru menanyakan soal putrinya. Sebelum tiba di kampus, selain mengirimkan pesan pada Bu Yuli, Ryuga juga mengirimkan pesan untuk Aruna. Tapi, tidak ada tanda-tanda Aruna membalas pesan bahkan membacanya. Claudia menggelengkan kepalanya ragu. “Aku belum bertemu Aruna hari ini, Ryuga.” Pun, Claudia sendiri tidak keluar jauh-jauh dari ruangan dosen dan prodi. Menelisik raut wajah tampan Ryuga yang tampak gelisah, Claudia memberikan rematan halus pada tangan pria itu. Pandangannya jatuh ke arah jam tangan yang dipakainya, mengira-ngira waktu yang tersisa sebelum acara dimulai. Lantas Claudia menatap Ryuga lagi. Dia meneguk ludahnya dalam-dalam. “Kamu keberatan kalau aku meminta bantuan Dirga untuk mencari Aruna, Ryuga?” Mendengar nama Dirga disebut, Ryuga menaikkan kedua alisnya. “Pemuda itu belum pergi, Claudia?” Ryuga tidak lupa pembicaraan Dirga dan Aruna di ruang tamu rumahnya pagi itu