Mommy. Satu kata yang menurut Claudia sangat ajaib. Karena sepanjang hari itu, Claudia menghabiskan sisa harinya dengan penuh semangat. Termasuk saat pertandingan berlangsung. Tim voli dosen prodi Seni melawan tim voli dosen prodi Manajemen. Yap, dengan kata lain voli putri dari rekan-rekan dosennya Dimitri. Sementara skor unggul di prodi Manajemen. Di bangku tribun, beberapa kali Aruna duduk lalu berdiri untuk menyemangati Claudia. “Semangat, Bu Clau!!!” Entah sudah berapa kali Aruna meneriakki hal serupa. Dan rupanya banyak sekali yang menonton pertandingan ini. Ryuga menarik Aruna untuk duduk. “Tenggorokanmu bisa sakit Aruna kalau teriak seperti itu,” tegurnya dengan lembut. “Kurang seru kalau nggak teriak, Dad,” ucap Aruna merengut pelan. Dia menunjuk tribun paling bawah dengan alis yang menekuk kesal. “Daddy lihat, Pak Dimitri aja sampe heboh semangatin Bu Claudia. Aruna nggak mau kalah!” Tampaknya Aruna sekarang mulai melihat Dimitri sebagai sosok berbahaya yang bisa sew
Skor masih 16-12 dalam set pertama. Sejauh ini, tim voli dari prodi Manajemen yang masih unggul. Tapi, Claudia dan rekan-rekannya tidak patah semangat. Ini masih permainan awal. “Good job, Clau!” puji Lilia begitu Claudia melakukan servis bawah hingga mengirimkan bola ke area lawan dengan baik. Claudia tersenyum senang mendengarnya. Dia maju beberapa langkah dan tetap fokus pada permainan dengan senyum yang terus mengembang di wajahnya. Itu yang membuat Dirga keheranan saat menyaksikan Claudia di tribun paling bawah, yang jaraknya paling dekat dengan Claudia. ‘Mbak Clau kelihatan happy banget,’ batin Dirga yang tidak melepaskan pandangannya dari wanita cantik itu. Sejujurnya itu kabar yang baik. Dirga sudah khawatir jika Claudia akan sedih mengingat artikel itu pasti sudah menjadi konsumsi orang-orang kampus. Namun, sepertinya banyak juga yang memilih tidak peduli dengan pemberitaan tersebut. Apalagi Dimitri di seberang sana, menyerukan nama Claudia yang mendapat sorakan dari r
Hanya ada dua hal yang bisa membuat Ryuga Daksa tampak gusar dalam duduknya: kalau bukan soal Aruna, pasti Claudia Mada.Kai ini Riel menebak alasannya karena Aruna yang belum kembali dari toilet. Riel berdekham dan berinisiatif bertanya, “Pak Ryuga, Anda ingin saya menyusul Aruna?”Manik hitam Ryuga melirik ke arah Riel. Lantas memandang jauh ke belakang pria itu. Dagu Ryuga mengedik ke depan, “Tidak perlu, Riel.”Riel segera memutar wajahnya dan mengikuti arah pandang Ryuga. Tampak Aruna dan Diana berjalan ke arah mereka.Aruna tampak melangkah terburu. Sebelum kembali duduk di sebelah Ryuga, Aruna sempat melihat skor poin.24-21.Perbedaan yang tipis, namun jika tim voli Manajemen meraih skor satu poin lagi, maka pertandingan voli untuk satu set selesai dan tentu tim voli putri Manajemen akan meraih satu poin.“Dad, Aruna mau tanya sesuatu!” Begitu Aruna duduk, dia tidak sabar ingin menanyakan soal adik dari Claudia.Tepat setelah Aruna mengatakan itu, sorakan gembira terdengar di
Tanpa Claudia ketahui, sebenarnya Dirga dan Aland sengaja mengenakan pakaian itu demi melihat Claudia tersenyum senang seperti barusan.“Mbak, ganteng gue apa Dirga?” tanya Aland dengan iseng. Dia menunjuk dirinya sendiri dan Dirga.Claudia tampak berpikir. “Siapa, yaaaaa?” Suara Claudia jelas terdengar menggoda.Rasa-rasanya kedua adiknya ini sama-sama tampan. Namun, bagi Claudia ada yang lebih tampan dibandingkan keduanya hari ini.Alih-alih menjawab pertanyaan Aland, netra Claudia tertuju pada satu titik di tribun atas Gymnasium. Dan objek yang sedang ditatapnya juga kebetulan tengah menatapnya balik.‘Ryuga yang paling tampan,’ batin Claudia. Bersinggungan mata dengan jarak yang cukup jauh dengan pria itu tetap membuat debar Claudia menggila.Claudia menggigit bibir bagian bawahnya.“Mbak lihat apa, sih?” tanya Aland keheranan. Begitu kepala Aland hendak menoleh ke belakang, Claudia mencegahnya dengan membenarkan topi sang adik.“Kamu,” ucap Claudia lantas juga melakukan hal yang
Riel harus berterima kasih pada Claudia karena Ryuga tidak membuat percakapan keduanya berlarut. Dia menyadari dirinya melakukan kesalahan dengan mendebat Ryuga.“M-maaf atas kelancangan saya, Pak Ryuga,” ucap Riel menundukkan kepalanya.Ryuga mengibaskan tangannya ke udara. “Lupakan. Ayo kembali. Aku tidak ingin melewatkan Claudia.”Seakan-akan Ryuga tengah menantikan film favoritnya, pria itu sama sekali tidak ingin tertinggal barang satu menit pun.Alhasil Ryuga bergegas kembali, disusul Riel di belakangnya. Dia sebenarnya ingin sekali menghampiri wanitanya secara langsung, tapi menahan diri agar tidak melakukannya.“Riel, bunga untuk teman-teman Claudia sudah kamu taruh di ruangan dosen ‘kan?” tanya Ryuga memastikan.“Sudah, Pak Ryuga,” angguk Riel. Pria itu lantas menambahkan, “Bisa dipastikan bunga-nya aman.”Karena sosok Claire sedang berada di sel tahanan sekarang. Wanita itu tidak akan berbuat macam-macam atau berani menyentuh Claudia.Claire tidak dapat melakukan apapun. Han
Ada rasa gemas tersendiri bagi Ryuga menerima keputusan Claudia. Di satu sisi, Ryuga ingin menentang keras. Tapi, di sisi lain Ryuga tidak ingin memaksakan kehendaknya dan menyakiti wanita pujaan hatinya.“Pak Ryuga, saya pikir di set dua ini tim Bu Claudia bisa meraih poin.” Ucapan Riel menyadarkan lamunan Ryuga.Beberapa saat lalu, Ryuga menerima pesan jika Bellanca sudah dibebaskan dari kepolisian setempat. Dia mengantongi kembali ponselnya.Lalu Ryuga menaikkan pandangan ke arah papan skor, hanya tinggal satu skor bagi tim prodi Seni bisa mendapatkan poin.“Tinggal satu set lagi,” gumam Ryuga. Bibirnya menyunggingkan senyum. Sejauh ini, Ryuga menikmati kegiatannya.Melihat wajah Claudia tampak bahagia saat bermain voli membuat perasaannya menghangat. Senyum Claudia terlihat lepas dan tentu saja … manis.“Daddy,” panggil Aruna di sebelahnya.“Mmm, kenapa sayang?” balas Ryuga melirik ke arah putrinya.Sedari tadi Aruna juga tampak anteng, sesekali menyerukan nama Claudia. Bahkan mem
“Dimitri, kamu salah alamat tau!” Idellia dengan tingkahnya yang bar-bar mendorong punggung Dimitri agar menjauh dari area dosen prodinya berkumpul. Usaha Idellia itu percuma karena tenaga Dimitri jauh lebih besar darinya. Tidak sejengkal pun Dimitri beranjak dari posisi berdirinya, membuat Idellia kesal tidak terima. “Liliaaaaa,” rengek Idellia, mengadu. “Kenapa deh? Salah? Nggak boleh saya di sini?” tanya Dimitri memasang wajah tampang tidak bersalahnya. “Nggak boleh!” jawab Idellia dengan galak. Kali ini dia serius. Tatapan dari dosen-dosen wanita prodi Manajemen terlihat sinis. Dan itu tidak hanya dirasakan oleh Idellia, yang lainnya juga merasa begitu. Pun, Claudia yang sedari tadi memilih diam mengistirahatkan diri. Dimitri melirik jam yang melingkar di tangannya. Masih tersisa dua menit terakhir sebelum set terakhir di mulai, sekaligus set penentuan siapa yang akan lolos ke dalam babak final. “Cabut gih, Dim. Beneran nggak enak suasananya,” ucap Lilia mengedikkan dagunya
Peluit dibunyikan dengan panjang setelah tiga puluh menit berlangsung pada set tiga, menandakan pertandingan tim voli putri dosen sudah selesai.Raut wajah lelah samar terlihat pada wajah cantik Claudia. Senyumnya mengembang sambil kedua tangan menumpu pada lutut.Lilia menghampiri dan mengajaknya untuk bertos.“Lo keren, Clau, hari ini!” puji Lilia.Tubuh Claudia menegak dan dia menyambut ajakan tos Lilia, berakhir memeluk pundak wanita itu.“Kamu juga keren, Lilia!” balas Claudia memberikan pujian.Tapi, itu bukan sembarang pujian sebab Lilia memang keren saat bermain tadi. Selaku ketua tim, Lilia banyak menyumbangkan poin.“Aaa mau pelukan jugaaa,” rengek Idellia yang menghampiri keduanya dengan langkah tergopoh-gopoh.“Ke pinggir aja yuk,” celetuk Praya dari belakang Idellia. Yang lain mengangguk dan lekas bergegas.Pada akhirnya yang berhasil lolos ke babak final besok adalah tim voli prodi Manajemen. Demikian, itu artinya tim voli prodi Seni dinyatakan kalah.“Nggak apa-apa, guy
Dua puluh menit lagi seminar untuk career preparation dalam acara Job Fair yang diadakan kampus Tuma akan segera dimulai. Selaku dosen muda yang ikut dilibatkan, Claudia seharusnya saat ini tengah ada di aula acara tersebut.“Kenapa Tante Yuli mengajakku untuk berbicara di sini?” tanya Claudia keheranan. Dia membiarkan punggungnya bersandar di dinding tembok sambil kedua tangan tengah memeluk dirinya sendiri.Pandangan Claudia mengedar ke sekeliling, tidak ada apa pun di dalam ruangan pintu darurat. Hanya ada sebuah tangga untuk akses dari ruangan atas yang belum sepenuhnya jadi. Lima menit yang lalu Tante Yuli menemui Claudia seraya mengatakan, ‘Sebelum acara, bisa kamu ke ruangan pintu tangga darurat dekat gedung prodi kita, Clau? Ada hal penting yang Tante ingin bicarakan.’Alih-alih mengajaknya berbicara di ruangan fakultas, Bu Yuli malah mengajaknya berbicara di ruangan pintu darurat. Sekon berikutnya, Claudia tersentak. Dia segera menegakkan tubuhnya. ‘Tunggu … Tante Yuli tidak
“Saya sudah menyebarkan undangan pernikahan Anda dan Bu Claudia pada kolega penting dari Daksa Company, Pak Ryuga. Kemungkinan besar … kolega yang hadir saat acara seminar nanti sudah menerima undangan pernikahan Anda, Pak.”Pandangan Ryuga terangkat, menatap lurus ke arah sekretarisnya yang sedang menjelaskan di kursi depan mobil. Sang sekretaris lanjut bicara, “Semoga saja itu tidak membuat Anda merasa tidak nyaman ada di sana, Pak Ryuga.”Sang sekretaris hanya mengikuti perintah Ryuga yang sudah menjadwalkan untuk mengirimkan undangan tiga hari sebelum acara. “Kerja bagus,” angguk Ryuga. “Terima kasih banyak, Diana,” ucap Ryuga dengan nada suara yang terdengar tulus.Di depan sana, sesaat Diana merasa tertegun. Wanita itu terkekeh sambil mengibaskan tangan ke udara, “Tolong jangan seperti itu, Pak Ryuga. Sudah tugas saya untuk membantu–“Terima kasih sudah mengurungkan niat pengunduran diri dari perusahaan, Diana.” Tanpa Diana, jadwal kegiatannya pasti akan sangat berantakan. Mesk
Seorang pria cenderung mengikuti logika dibandingkan perasaannya. Riel termasuk pria dengan tipe pertama. Akan tetapi, sepertinya itu tampak berbeda dengan apa yang baru saja dilakukannya. Dengan kesadaran penuh, kini Riel tengah berdiri di sebuah kamar flat–tempat yang baru didatanginya kedua kali. Tangan kanannya sudah terangkat, hendak mengetuk pintu. Namun, mendadak Riel ragu. Tapi, sudah terlanjur disini …. Alhasil tangannya menggantung di udara. Riel membuang wajah sekaligus mengembuskan napas kasarnya. Bertepatan dengan itu, pintu kamar flat tersebut terbuka dari dalam. Refleks, Riel kembali meluruskan pandangan. Maniknya langsung bersitatap dengan sosok penghuni kamar pemilik flat. Bibir Riel sudah terbuka, hendak mengatakan sesuatu selagi dia menurunkan tangan. Namun, sebelum suaranya mengudara, mulutnya dibungkam oleh sebuah tangan mungil di hadapannya. Jarak keduanya dekat sekali. Riel bisa merasakan deru napas pendek wanita di hadapannya. Sementara sang wanita juga bi
Selagi Ryuga mengambil tab dan catatan di ruangan kerjanya, secara bersamaan dia mendapatkan panggilan telepon dari Riel. Pria dengan tahun kelahiran yang sama dengan Claudia itu menanyakan satu dua hal terkait kontrak kerjasama dengan perusahaan lain.“Besok aku tinjau kembali terkait kontrak dari perusahaan yang kamu maksud, Riel. Sekarang, aku harus menemui Claudia dulu.” Dengan kata lain, Ryuga sedang tidak mau diganggu.Bisa berduaan dengan Claudia adalah waktu emas bagi Ryuga. Jadi, tidak boleh disia-siakan.“Baik, Pak Ryuga.”Ibu jari Ryuga yang hendak menekan tombol merah di layar ponsel tertahan saat mendengar suara Riel bicara lagi di seberang sana. “Apa Anda sedang bersama Bu Claudia, Pak Ryuga?”Mendapatkan pertanyaan itu, Ryuga mengurungkan niat untuk mengakhiri panggilan. Dia menautkan alis. “Kenapa kamu ingin tahu, Riel?” tanyanya dengan nada cukup sinis.Riel menahan napas menyadari betapa bodohnya pertanyaan itu. Dia sesaat lupa jika Ryuga benar-benar bersikap posesif
Keputusan Aruna sudah benar dengan tidak ingin menambah urusan Claudia lebih banyak. Kini Claudia tengah dibuat pusing karena Emma menodongkan pertanyaan yang cukup membuat Claudia kepikiran.‘Memikirkan jawaban untuk pertanyaan Tante Em jauh lebih sulit dibandingkan memikirkan jawaban untuk pertanyaan mahasiswa,’ batin Claudia seraya menggeleng-gelengkan kepala.Saking fokus berpikir sambil melamun, Claudia sampai tidak lagi mengikuti alur cerita film yang tengah ditontonnya sejak lima belas menit lalu bersama Ryuga. Merasa diabaikan, Ryuga berusaha mencari perhatian. Bersama Claudia, Ryuga merasa menjadi pria yang haus dengan atensi dan juga … sentuhan.Demikian, Ryuga mengubah posisinya yang duduk menjadi terbaring dengan kepala yang sengaja dijatuhkan di atas paha wanita itu.Tindakan kecil Ryuga tersebut berhasil membuyarkan lamunan Claudia. Pandangan Claudia turun dan langsung bertukar pandangan dengan manik hitam Ryuga.“Beritahu aku apa yang mengganggu pikiranmu saat ini, Clau
Tampak seorang pemuda tengah berdiri seorang diri di dekat tempat pembelian tiket masuk. Dia baru saja membeli dua tiket untuk masuk ke dalam wahana bermain. Bibir tipisnya mengulas senyum kecil menatap tiket di tangannya lamat-lamat. Satu tiket untuk dirinya dan satu lagi untuk seorang gadis berharga baginya. Membayangkan keduanya akan menghabiskan waktu berdua membuat Dirga tersenyum sendiri. Detik berikutnya, Dirga menggelengkan kepalanya. Jangan senang dulu, pikirnya. Lantas Dirga meluruskan pandangannya. Dari jarak satu meter, Dirga melihat Aruna berjalan tidak sendirian. Gadis itu ditemani dua sosok yang sangat Dirga kenali. "Apa itu Aland sama Anjani?" gumam Dirga seraya melorotkan kacamata hitamnya ke bawah. Kedua alis Dirga menukik kesal. Sepertinya tebakannya tidak meleset. Aruna memang datang bersama Aland dan Anjani. "Udah lama nunggunya, Dir?" Hilang sudah sapaan manis dari Aruna yang biasa diucapkannya pada Dirga. Kini, Aruna tampak kehilangan minat untuk berbicara
Jika Ryuga dan Claudia tengah sibuk dan kewalahan karena baik Emma maupun Ratih mulai membahas tentang pernikahan, di sisi lain mobil yang dikendarai Aland baru saja tiba di depan kompleks perumahan Anjani. Tampak Anjani yang ke luar dari pos satpam. Gadis itu sepertinya menunggu di sana. Dia berlarian kecil sehingga membuat poninya bergerak lucu. “Pagi, Runa!” panggil Jani seraya mendekat ke arah mobil. Dibalik poninya yang sedikit menutupi pandangan, dia bisa melihat sosok lain selain Aruna di mobil tersebut. Demikian, Anjani sedikit memiringkan kepalanya untuk menatap ke arah sosok tersebut. Dia tidak lagi terkejut sebab Aruna sudah memberitahunya tentang sosok itu. Karena itulah Anjani setuju untuk ikut. Aruna melambaikan tangan lalu mengembangkan senyum cerahnya dan membalas, “Pagi, Jani. Ayo masuk!” titah Aruna. Detik setelah Aruna mengatakan itu, Aland–sosok lain dan tidak bukan di sebelah Aruna ke luar dari mobil. “Mau ke mana, Om Aland?” tanya Aruna keheranan. Pandangann
Emma mengabaikan Ryuga karena dua hal, pertama karena ternyata Ryuga sudah sembuh. Itu bisa dipastikan saat Emma melihat putra semata wayangnya itu bisa berdiri dan menimpali ucapannya. Dan yang kedua jelas karena Claudia Mada. Emma meneriaki nama wanita itu sekali lagi sesaat sebelum si pemilik nama ke luar dari salah satu ruangan yang ada di rumah Ryuga. “Tante Emma?” panggil Claudia pelan saat melihat sosok Emma. Dalam hatinya Claudia berbicara, ‘Apa tamu barusan itu Tante Emma?’ “Syukurlah ….” Ekspresi wajah Emma yang panik kini perlahan berubah menjadi raut wajah penuh kelegaan. Dia mengelus dadanya perlahan. Baru saja Emma mendapati Claudia keluar dari ruangan kerja Ryuga, bukan dari kamar. Hal itu membuat Emma merasa lega tanpa mengetahui kejadian beberapa saat lalu dirinya datang. Dia mendekati Claudia dengan langkah tergopoh-gopoh. “Kamu di sini karena mendengar Ryuga sakit, Clau?” Seketika Claudia meringis. Dia menatap Emma dengan pandangan tidak enak. “I–iya, Tan
Sadar jika kamar adalah tempat yang paling ‘berbahaya’, Claudia meminta Ryuga untuk membawanya ke ruangan lain. Claudia sempat berpikir, ‘Jika bukan di kamar, semua akan aman. Baik aku dan Ryuga tidak akan berlebihan.’Namun, tidak ada orang yang benar-benar pasti bisa menebak yang akan terjadi selanjutnya.Keduanya berakhir ada di ruangan kerja Ryuga dengan posisi sekarang ini Claudia tengah duduk di atas pangkuan Ryuga. Sementara Ryuga terduduk di atas kursi kerjanya.Mmhh~Suara lenguhan Claudia terdengar. Di sela-sela perang bibir keduanya, Ryuga melarikan kedua tangannya pada tubuh Claudia. Satu di leher dan satu di paha wanita itu. Claudia memberikan respons dengan menyelipkan jari-jari telunjuknya ke dalam helaian rambut Ryuga.Pagutan panas keduanya terlepas kala Sang pria menyadari jika wanitanya membutuhkan pasokan oksigen untuk bernapas. Tampak benang saliva sisa-sisa penyatuan lidah keduanya tampak mengkilat di sekitaran bibir.“Claudia,” panggil Ryuga dengan suara rendah.