Tanpa Claudia ketahui, sebenarnya Dirga dan Aland sengaja mengenakan pakaian itu demi melihat Claudia tersenyum senang seperti barusan.“Mbak, ganteng gue apa Dirga?” tanya Aland dengan iseng. Dia menunjuk dirinya sendiri dan Dirga.Claudia tampak berpikir. “Siapa, yaaaaa?” Suara Claudia jelas terdengar menggoda.Rasa-rasanya kedua adiknya ini sama-sama tampan. Namun, bagi Claudia ada yang lebih tampan dibandingkan keduanya hari ini.Alih-alih menjawab pertanyaan Aland, netra Claudia tertuju pada satu titik di tribun atas Gymnasium. Dan objek yang sedang ditatapnya juga kebetulan tengah menatapnya balik.‘Ryuga yang paling tampan,’ batin Claudia. Bersinggungan mata dengan jarak yang cukup jauh dengan pria itu tetap membuat debar Claudia menggila.Claudia menggigit bibir bagian bawahnya.“Mbak lihat apa, sih?” tanya Aland keheranan. Begitu kepala Aland hendak menoleh ke belakang, Claudia mencegahnya dengan membenarkan topi sang adik.“Kamu,” ucap Claudia lantas juga melakukan hal yang
Riel harus berterima kasih pada Claudia karena Ryuga tidak membuat percakapan keduanya berlarut. Dia menyadari dirinya melakukan kesalahan dengan mendebat Ryuga.“M-maaf atas kelancangan saya, Pak Ryuga,” ucap Riel menundukkan kepalanya.Ryuga mengibaskan tangannya ke udara. “Lupakan. Ayo kembali. Aku tidak ingin melewatkan Claudia.”Seakan-akan Ryuga tengah menantikan film favoritnya, pria itu sama sekali tidak ingin tertinggal barang satu menit pun.Alhasil Ryuga bergegas kembali, disusul Riel di belakangnya. Dia sebenarnya ingin sekali menghampiri wanitanya secara langsung, tapi menahan diri agar tidak melakukannya.“Riel, bunga untuk teman-teman Claudia sudah kamu taruh di ruangan dosen ‘kan?” tanya Ryuga memastikan.“Sudah, Pak Ryuga,” angguk Riel. Pria itu lantas menambahkan, “Bisa dipastikan bunga-nya aman.”Karena sosok Claire sedang berada di sel tahanan sekarang. Wanita itu tidak akan berbuat macam-macam atau berani menyentuh Claudia.Claire tidak dapat melakukan apapun. Han
Ada rasa gemas tersendiri bagi Ryuga menerima keputusan Claudia. Di satu sisi, Ryuga ingin menentang keras. Tapi, di sisi lain Ryuga tidak ingin memaksakan kehendaknya dan menyakiti wanita pujaan hatinya.“Pak Ryuga, saya pikir di set dua ini tim Bu Claudia bisa meraih poin.” Ucapan Riel menyadarkan lamunan Ryuga.Beberapa saat lalu, Ryuga menerima pesan jika Bellanca sudah dibebaskan dari kepolisian setempat. Dia mengantongi kembali ponselnya.Lalu Ryuga menaikkan pandangan ke arah papan skor, hanya tinggal satu skor bagi tim prodi Seni bisa mendapatkan poin.“Tinggal satu set lagi,” gumam Ryuga. Bibirnya menyunggingkan senyum. Sejauh ini, Ryuga menikmati kegiatannya.Melihat wajah Claudia tampak bahagia saat bermain voli membuat perasaannya menghangat. Senyum Claudia terlihat lepas dan tentu saja … manis.“Daddy,” panggil Aruna di sebelahnya.“Mmm, kenapa sayang?” balas Ryuga melirik ke arah putrinya.Sedari tadi Aruna juga tampak anteng, sesekali menyerukan nama Claudia. Bahkan mem
“Dimitri, kamu salah alamat tau!” Idellia dengan tingkahnya yang bar-bar mendorong punggung Dimitri agar menjauh dari area dosen prodinya berkumpul. Usaha Idellia itu percuma karena tenaga Dimitri jauh lebih besar darinya. Tidak sejengkal pun Dimitri beranjak dari posisi berdirinya, membuat Idellia kesal tidak terima. “Liliaaaaa,” rengek Idellia, mengadu. “Kenapa deh? Salah? Nggak boleh saya di sini?” tanya Dimitri memasang wajah tampang tidak bersalahnya. “Nggak boleh!” jawab Idellia dengan galak. Kali ini dia serius. Tatapan dari dosen-dosen wanita prodi Manajemen terlihat sinis. Dan itu tidak hanya dirasakan oleh Idellia, yang lainnya juga merasa begitu. Pun, Claudia yang sedari tadi memilih diam mengistirahatkan diri. Dimitri melirik jam yang melingkar di tangannya. Masih tersisa dua menit terakhir sebelum set terakhir di mulai, sekaligus set penentuan siapa yang akan lolos ke dalam babak final. “Cabut gih, Dim. Beneran nggak enak suasananya,” ucap Lilia mengedikkan dagunya
Peluit dibunyikan dengan panjang setelah tiga puluh menit berlangsung pada set tiga, menandakan pertandingan tim voli putri dosen sudah selesai.Raut wajah lelah samar terlihat pada wajah cantik Claudia. Senyumnya mengembang sambil kedua tangan menumpu pada lutut.Lilia menghampiri dan mengajaknya untuk bertos.“Lo keren, Clau, hari ini!” puji Lilia.Tubuh Claudia menegak dan dia menyambut ajakan tos Lilia, berakhir memeluk pundak wanita itu.“Kamu juga keren, Lilia!” balas Claudia memberikan pujian.Tapi, itu bukan sembarang pujian sebab Lilia memang keren saat bermain tadi. Selaku ketua tim, Lilia banyak menyumbangkan poin.“Aaa mau pelukan jugaaa,” rengek Idellia yang menghampiri keduanya dengan langkah tergopoh-gopoh.“Ke pinggir aja yuk,” celetuk Praya dari belakang Idellia. Yang lain mengangguk dan lekas bergegas.Pada akhirnya yang berhasil lolos ke babak final besok adalah tim voli prodi Manajemen. Demikian, itu artinya tim voli prodi Seni dinyatakan kalah.“Nggak apa-apa, guy
Paling tidak, Ryuga bisa menahan diri untuk tidak menghampiri Dimitri dan mengatakan, “Jangan mengganggu tunanganku!” sampai pertandingan benar-benar selesai. Atau paling parah menyuruh Claudia untuk tidak mengikuti set berikutnya. Tidak mungkin. Jadi sepanjang sisa pertandingan, senyum mahal Ryuga terenggut. Yang ada hanya aura mencekam yang bisa dirasakan oleh Riel, Diana bahkan Aruna. “Ayo pergi,” ajak Ryuga di sisa menit pertandingan terakhir. Pria itu menolehkan wajah ke arah Aruna. Meskipun menyeramkan di mata orang lain, tapi di depan Aruna, Ryuga selalu memasang wajah yang hangat namun tetap tegas. “Pertandingannya belum beres, Dad. Kita belum tahu siapa yang lolos ke babak final,” ujar Aruna menatap Ryuga tidak mengerti. “Tim voli prodi dosenmu kalah, Aruna,” ucap Ryuga dengan entengnya. Pria itu mengembuskan napas. “Claudia tidak akan menang.” Sontak saja Aruna keheranan mendengar ucapan Daddy-nya itu. Satu alisnya bertaut. ‘Kalau Daddy mengatakan ini pada Bu Clau, ras
Tapi, memangnya ada hantu berjenis pria tampan? Lalu bermasker pula?!Sosok yang Claudia duga sebagai hantu melepaskan bekapan tangannya sehingga Claudia bisa bicara sekarang, “Ryuga?!” serunya kaget.Dia mengais napas banyak-banyak seraya memalingkan wajah karena sosok tersebut tepat berada di hadapan Claudia.Pada detik yang sama, Ryuga menendang ujung pintu dengan kaki kirinya sehingga pintu tertutup rapat-rapat dengan bunyi yang nyaring.Claudia mengerjapkan mata, terkejut bukan main. Debar jantungnya mulai berdetak berlebihan, antara takut dan senang bahwa Ryuga ada di hadapannya.“Mmm, ini aku,” sahut Ryuga dengan enteng. Satu tangan Ryuga menarik masker putihnya turun lantas beralih meraih dagu Claudia agar wanita itu menatap lurus ke arahnya.Manik hitam Ryuga menyorotnya tajam dengan kedua alis yang bertaut. Ini tatapan yang sering Claudia lihat sejak awal-awal mengenal Ryuga.“Sudah ada lampu di sini. Kenapa tatapanmu masih menunjukkan kalau kamu takut, Claudia?” tanya Ryug
Alih-alih menjawab pertanyaan Claudia, Ryuga malah mendekatkan wajahnya. Refleks, Claudia memalingkan wajah ke arah samping, menghindar. Pun, Ryuga hanya menatap wajah Claudia dari jarak beberapa senti lalu mendengus tidak percaya. Ryuga … ditolak. Hening. Hanya napas keduanya yang saling bersahutan. Claudia merasa gugup bukan main. Takut jika membuat pria itu marah. Tapi, tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan demikian. Maka, Claudia memutuskan untuk bicara terlebih dahulu. “Jangan lakukan apa pun pada Pak Dimitri, Ryuga,” ucap Claudia benar-benar serius. Sebelum Ryuga memprotesnya, Claudia menambahkan, “Bagaimana pun kontrak di antara kita masih berlaku ‘kan, Ryuga?” “Pak Dimitri hanya rekan dosen bagiku.” Claudia masih tetap dalam posisinya. Tidak mungkin Claudia membuat kepalanya menoleh karena Ryuga masih tepat di depan pipinya. Sial. “Katakan sambil melihatku, Claudia,” tantang Ryuga menarik mundur wajahnya. Namun, dia sama sekali tidak menjauhkan tubuhnya. Claudia mencob