Hari berikutnya mentari bersinar cukup cerah. Lila pun dengan semangat sudah bersiap untuk menuju ke tempat kerjanya.
"Huft. Oke. Aku pasti bisa. Di rumah ini aku sudah banyak belajar dari Ibu soal bersih-bersih," gumamnya penuh tekad di depan cermin kecil di kamarnya.Segera saja Lila berpamitan dengan ibu dan ayah angkatnya."Ibu sudah menghubungi orangnya. Dia mau menemui kamu dan ini alamatnya," ucap wanita itu sembari menyerahkan selembar kertas kecil pada anak angkatnya."Terima kasih, Bu. Aku nggak akan mengecewakan ibu," ucap Lila dengan senyuman lembutnya."Iya. Hati-hati di jalan, Lil."Setelah berpamitan, Lila menunggu angkutan umum untuk menuju ke alamat tempat kerjanya yang baru. Kini gadis itu tiba di sebuah apartemen mewah dengan nomor 111. Sesuai dengan alamat yang tertera pada kertas kecil yang dia bawa.Bel pintu dia tekan agar sang penghuni tahu dirinya telah datang."Permisi, apa benar ini tempat tinggalnya Pak Davidson?" tanya Lila saat menatap pria berkacamata."Iya benar. Kamu pasti Lilara, kan?""Iya. Saya Lila, putrinya Bu Weni." Gadis cantik dengan blouse merah muda dan celana krem panjang itu memperkenalkan diri dengan sopan."Silakan masuk, Lila. Aku Farhan, orang kepercayaan Pak David." Pria itu memperkenalkan diri. Pintu dia buka lebar agar tamunya bisa masuk dengan mudah.Lila mengangguk sopan. Gadis itu melangkah masuk mengekori langkah Farhan. Kedua matanya mengamati isi apartemen yang begitu rapi. Tak ada foto keluarga maupun foto diri dari sang pemilik. Seolah sang pemilik memiliki kehidupan yang misterius.Kedua orang itu pun duduk di ruang tamu. Farhan menjelaskan beberapa hal pada sang pembantu baru yang akan bekerja di rumah atasannya."Begitulah kurang lebihnya. Selama kamu bisa jujur, rajin, dan disiplin bekerja kamu akan mendapatkan gaji sesuai dengan kesepakatan awal yang telah kita bicarakan."Lila mengangguk mengerti. "Saya akan berusaha.""Bagus. Karena Bu Weni yang merekomendasikan putrinya sendiri maka tidak diragukan lagi. Kamu bisa mulai bekerja di sini hari ini," ucap Farhan membuat wajah Lila sumringah."Terima kasih."Farhan membetulkan kacamatanya sebelum melanjutkan bicara. "Kamu bekerja hanya membersihkan apartemen dan mencuci pakaian. Tidak perlu memasak apa pun. Dan aku belum akan memberi tahumu nomor password apartemen ini sebelum aku melihat hasil kerjamu selama seminggu. Jadi selama seminggu aku akan membukakan pintu untukmu dan kamu bisa keluar hanya sekali saat kamu pulang saja," papar Farhan."Mengerti. Tapi jam berapa saya mulai bekerjanya?" tanya Lila."Aku akan menunggumu di depan setiap pukul delapan. Kamu tidak boleh terlambat," ucap Farhan."Baik.""Dan kamu boleh pulang pukul tiga sore sebelum Pak Davidson pulang," jelas Farhan lagi.Lila merasa aneh dengan peraturan itu. Ini berarti dia tidak akan bertemu dengan majikannya. Namun dia beruntung karena jam bekerjanya tidak terlalu lama. Terlebih dari perabotan yang ada, dia menilai jika majikannya merupakan orang yang perfeksionis."Baik. Saya mengerti.""Bagus. Sekarang mulailah bekerja. Aku sendiri harus kembali ke kantor. Ingat, harus jujur. Karena Pak Davidson tidak akan melepaskanmu begitu saja jika kedapatan mencuri!" tegas Farhan."Baik."Farhan benar-benar pergi meninggalkan Lila sendirian di apartemen mewah tersebut. Gadis itu mulai melakukan pekerjaan pertamanya. Dia mengambil semua pakaian kotor milik sang majikan. Meski pekerjaannya tidak sesuai dengan yang dia inginkan, tetapi Lila tak mau mundur. Setidaknya dia tetap harus bisa mengumpulkan uang."A-aku harus mencuci pakaian dalamnya juga? Serius?" gumam Lila kaget saat memasukkan pakaian dalam pria ke dalam mesin cuci.'Tapi Pak Davidson ini seperti apa, ya? Apa dia seorang bos yang sudah tua? Kalau iya kasihan karena tinggal sendirian. Tapi dia cukup perfeksionis,' batin Lila dengan tangan yang bergerak mengerjakan pekerjaannya. Sesekali kedua matanya mengamati benda-benda yang tertata rapi.Di hari pertama bekerja Lila tak merasa kesulitan. Namun dirinya penasaran dengan bagaimana rupa sang majikan. Akan tetapi dia mencoba menahan rasa penasarannya dan berusaha bekerja dengan baik.**Hari kedua bekerja dimulai. Lila berangkat menggunakan angkutan umum seperti biasanya. Karena tak ingin terlambat, Lila sengaja berangkat lebih awal.Bruk!"Ah, maaf ...." cicit Lila saat gadis itu tak sengaja menabrak seseorang yang baru keluar dari lift.Lila mundur beberapa langkah dan dia kini sadar baru saja menabrak seorang pria tinggi dan gagah. Bahkan gadis itu harus mendongak saat ingin melihat wajah laki-laki yang tak sengaja dia tabrak. Lila seketika terdiam saat menatap wajah tampan berahang tegas itu kini menatap tajam padanya."Maaf, Mas ...." cicitnya lagi sembari menunduk takut. Melihat wajah tampan membuatnya teringat dengan mantan suaminya. Erik juga memiliki wajah tampan, namun pria di hadapannya jauh lebih tampan dari pada Erik. Pahatan wajahnya begitu sempurna!"Minggir!" Hanya satu kata itu yang terucap dari sang pria dengan setelan jas navy. Tatapannya begitu tajam saat bertemu mata dengan Lila.Atmosfer tiba-tiba berubah dingin ketika pria itu bersuara. Seketika Lila membatu dan dia seolah tak sanggup menggerakkan tubuhnya."Ck!" Pria itu berdecak kesal. Dia lalu melewati Lila begitu saja. Kini Lila hanya dapat mencium aroma parfum saat pria itu berjalan melewatinya.'Benar-benar laki-laki yang menyeramkan ... Semoga aku nggak bertemu dengannya lagi ....' batin Lila bernapas lega. Gadis itu pun menatap sedih saat lift sudah kembali naik karena dia tak segera menggunakannya.Lila menoleh ke arah pria dingin itu pergi. Dadanya tiba-tiba berdesir, 'Aroma parfum ini seperti yang ada di kamar Pak Davidson ....'***"Ternyata kamu cukup rajin juga, ya?" Farhan memberikan pujian atas kedatangan Lila.Gadis cantik itu tersenyum sopan pada pria yang beberapa tahun lebih tua darinya. Dia pun menilik arlojinya yang menunjukkan pukul delapan kurang tujuh menit."Selamat pagi, Pak Farhan," sapa Lila ramah."Pagi." Farhan memutar tubuhnya dan dia mulai memencet tombol kombinasi pada pintu apartemen sang bos. "Masuklah. Aku tidak akan berlama-lama di sini," imbuhnya."Baik."Langkah Lila berlanjut sampai gadis itu kembali ditinggalkan di apartemen oleh Farhan. Lila pun meletakkan tas selempang yang dia bawa dan saatnya mulai bekerja.Seperti sebelumnya, Lila mencuci pakaian sang majikan terlebih dahulu sebelum melanjutkan pekerjaan yang lainnya. Lagi-lagi gadis itu mencium aroma parfum lembut dari pakaian kotor sang majikan. Ingatannya kembali memunculkan sekelebat bayangan pria yang baru saja dia temui di depan lift."Aroma parfumnya sama, tapi parfum seperti ini kan bisa dibeli oleh orang lain. Mungkin
Perlahan David mendekati gadis yang dia yakini sebagai pembantu barunya. David mengamati tubuh ramping Lila. Jika dia pria jahat, pastilah David akan menyerang gadis tanpa pertahanan diri itu dengan mudah. Namun David bukanlah orang tak bermoral. Pria itu bahkan tak menyukai kehadiran orang lain di sekitarnya kecuali hanya orang-orang yang dia percaya saja.Pria itu memilih segera membersihkan diri. Dia berendam ke dalam bathtub dengan air hangat. Seolah tak peduli ada seorang gadis di luar sana. Dia hanya ingin menenangkan diri setelah suasana hatinya buruk karena harus berhadapan dengan perusahaan rekanan yang bermasalah.Sementara itu, Lila mulai terbangun. Gadis itu membuka perlahan kedua matanya dan dia mulai menegakkan badannya. Tak lupa dia melakukan peregangan pada otot-ototnya yang tegang. Dengan mata menyipit, Lila mendongak memeriksa jam dinding.Kedua matanya langsung membulat saat mengetahui jam sudah menunjukkan pukul empat lebih."Ya ampun ... Aku harus beresin ini dan s
Hari berikutnya Lila kembali ke apartemen nomor 111. Dia tak ingin membuat kesalahan yang sama seperti hari sebelumnya. Maka dari itu dia sudah beristirahat dengan cukup di rumah.Saat baru saja tiba di depan pintu nomor 111, dia melihat seseorang sudah menunggu kedatangannya. Kali ini bukan Farhan, namun sang majikan sendiri."Ternyata benar kamu selalu datang lebih awal," ucap David dingin. Kedua netranya menilik pada arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.Lila mencoba tersenyum. Dia sendiri tak tahu apakah ucapan sang majikan itu merupakan pujian atau celaan."Se-selamat pagi, Tuan David," sapa gadis itu gugup."Hm," sahut David singkat.Lila menelan ludahnya. Di hari sebelumnya dia bahkan diusir saat hendak pulang. Meski David tidak memecatnya dan masih memberikan kesempatan untuknya."Sekarang kamu boleh melanjutkan kerja di sini. Ini password apartemenku. Dan ingat satu hal, jangan berani berbuat yang tidak-tidak dan taati peraturan!" tegas pria itu dingin.Lila menerim
Kedatangan David yang tiba-tiba membuat dua wanita itu cukup terkejut. Paham kini keberadaannya tidak dibutuhkan, dan tidak seharusnya di sini ... Lila pun undur diri.Lila berjalan pergi sembari membetulkan posisi tasnya yang melorot. Dia meninggalkan apartemen sang majikan dingin bersama ibunya."David, apa kabar, putraku?" Helena memeluk putra tunggalnya dengan hangat."Baik, Mah," jawab sang putra datar.Helena tersenyum lembut. "Kamu masih tak berubah.""Ada apa Mamah ke sini?" tanya David saat sang ibu sudah melepaskan pelukan. Pria itu mengajaknya duduk di ruang tamu."Kok kamu tanyanya begitu, sih? Mamah kangen sama kamu," jawab Helena masih tersenyum.Sunyi sejenak sebelum David beranjak dari duduknya. "Mamah mau minum apa?" tanya pria itu.Wanita paruh baya itu menahan lengan putranya. Dia menggeleng pelan sebagai jawaban atas tawaran David."Nggak usah repot-repot, David. Mamah cuma mau berkunjung sebentar."David memilih duduk kembali di samping sang ibu. Wanita itu pun me
Langit sudah berubah gelap. Sesuai dengan janjinya, David akan mengunjungi kedua orang tuanya di rumah lama. Memang dia sudah lama sekali tak menginjakkan kedua kakinya di sana. Merasa berdosa, David memilih menuruti permintaan sang ibu.Mobil melaju dengan pasti melewati jalanan kota yang cukup padat di malam akhir pekan. David dengan setelan kemeja dan celana hitam menuju kembali ke rumah setelah dia sibuk terlalu lama mengurus perusahaan."Selamat datang, Sayang," sapa Helena ketika putranya benar-benar datang. Wanita itu tampak sumringah karena David menepati janjinya."Selamat datang, Kak David." Sapaan lembut lain datang dari bibir merah seorang gadis muda berusia dua puluh delapan tahunan. Gadis itu berjalan mendekati David dengan langkah yang begitu anggun."Siapa dia, Mah?" tanya David dengan ekspresi datar."Kok siapa? Dia ini Tiara. Yang tadi Mamah kasih lihat fotonya," jelas Helena sembari menarik pelan lengan Tiara agar lebih dekat dengannya.David menatap dengan tatapan
"Kamu harus menandatangani kontrak ini!"Pagi hari di hari Senin David menyodorkan satu lembar kertas pada Lila.Gadis yang biasanya akan ditinggal sendiri untuk mengerjakan pekerjaan rumah, kini ditunggu oleh sang majikan tampan namun dingin. Dalam hatinya tentu saja Lila bertanya-tanya mengapa sang majikan masih berada di apartemen pada jam mulai kerja? Pria itu bahkan malah duduk saling berhadapan seperti ini dengannya."I-ini kontrak apa, Tuan?" tanya Lila tak mengerti."Kontrak pernikahan kita," jawab David singkat.Lila tentu saja kaget mendengarnya. Melihat sekilas saja sudah dapat dia tebak bahwa sang majikan telah menyusun kontrak satu lembar itu dengan sangat baik."Tinggal tandatangan saja," ucap David lagi."Tapi .. mengapa Anda memberikan kontrak pernikahan ini pada saya?" tanya gadis itu semakin tak mengerti.David menghela napas. Tentu saja pembantu barunya itu akan bingung jika dihadapkan dengan situasi mendadak seperti ini. Pria itu pun menyandarkan punggungnya pada s
Hari itu Lila bekerja dengan konsentrasi yang terganggu. Gara-gara tawaran sang majikan yang tiada angin tiada hujan memintanya nikah kontrak, dia harus membuat keputusan secepat mungkin. Dia pun harus memikirkan syarat yang hendak dia ajukan nantinya.'Apa aku minta tolong untuk merebut kembali aset keluargaku, ya? Tapi dengan begitu nanti Tuan David bakalan tahu kalau aku janda ....' cicit Lila gamang.Gadis itu tetap melanjutkan pekerjaannya dengan baik. Kini sebelum waktu pulang, Lila masih punya sekitar setengah jam lagi sebelum jam tiga sore. Lila kembali memikirkan syarat apa yang dia ingin sang majikan penuhi. Sungguh menurutnya David itu aneh. Jika pria itu memaksa, seharusnya dia tak memberikan kesempatan pada Lila untuk membuat syarat, bukan?Pukul empat sore, David pulang dari kantornya. Pria itu berharap syarat kontrak pernikahan sudah selesai diletakkan di atas meja untuk dia periksa. Jika dia melihat dari keadaan Lila, dia tahu bahwa pembantu barunya itu butuh uang. Kar
Hari yang ditentukan telah tiba. David memerintahkan Lila untuk tetap menunggunya setelah selesai bekerja. Malam itu ada undangan makan malam di rumah kedua orang tua David lagi."Jadi ... Tuan meminta saya untuk ikut makan malam?" tanya Lila hati-hati saat majikannya sudah selesai mandi.David dengan rambutnya yang masih basah duduk di hadapan sang pembantu."Ya. Malam ini ada makan malam bersama kedua orang tuaku. Aku sudah memberi tahu mereka untuk membawamu," jelas David.Lila terdiam. Begitu cepat dirinya akan dipertemukan dengan kedua orang tua sang majikan."Tapi ...." Lila tentu saja terkejut lantaran ternyata sang majikan mengajaknya makan malam bersama keluarga tanpa memberi tahu dirinya lebih dulu."Tidak ada tapi-tapian! Ini merupakan tugas pertamamu. Kamu harus mengaku sebagai pacarku dan katakan kita sudah pacaran selama satu bulan," ucap David terdengar seperti perintah bagi Lila.Gadis itu sebenarnya enggan untuk menjadi pasangan sang majikan. Selain karena masih traum