Mobil hitam David segera melaju membelah jalanan kota. Atmosfer di dalamnya begitu dingin. Terlebih langit sudah gelap saat mereka keluar dari salon. Lila memilih memainkan jari-jarinya karena gugup.David sendiri benar-benar bungkam. Pria itu sama sekali tak ada niatan untuk memberikan sekedar pujian ringan pada sang pembantu yang telah menurutinya. Lalu mereka harus berhenti di depan lampu merah di mana kecanggungan akan bertambah lama."Tu-Tuan ...." Lila mencoba mencairkan suasana yang begitu sunyi. Bahkan selama keluar tadi, David sama sekali tak memainkan musik apa pun untuk menemani perjalanan mereka.David hanya menoleh. Membuat Lila semakin gugup dan memilih menghindari bertatapan mata dengannya."Emmm. Maaf, Tuan ... Tapi apakah penampilan saya sudah sesuai dengan harapan Tuan? Sa-saya khawatir jika saya mempermalukan Tuan ...." papar gadis itu dengan suara sedikit bergetar. Dia bertanya dengan rasa takut. Sungguh duduk berdua saja dengan David membuat Lila tak nyaman. Terle
Helena dan Norman saling bertukar pandang. Baru kali ini David tersenyum seperti itu setelah sekian lama."Kalian sudah pacaran berapa lama?" tanya Norman penasaran. Pasalnya sang putra tampak begitu peduli dan lembut pada Lilara. Hal ini tentu berbeda dengan sikap David yang selalu dingin pada siapa saja. Bahkan pada gadis secantik Tiara yang pernah berkunjung ke rumahnya."Baru satu bulan, Om," jawab Lila sembari tersenyum sopan."Satu bulan? Jadi kalian baru pacaran?" Helena menimpali."Ah. Iya, Tante ...." jawab Lila sembari mengangguk pelan.Tiba-tiba saja Lila merasakan jemari panjang yang menyusup menggenggam tangannya. Hangatnya tangan David kini terasa di kulitnya yang halus."Meski kami baru pacaran selama satu bulan, tapi aku benar-benar ingin menikahinya, Pah, Mah." David berdusta sembari menatap wajah Lilara.Lila terdiam kaget saat sang majikan tersenyum lembut padanya. Sungguh hal yang di luar kebiasaan."Satu bulan itu terlalu cepat, David. Kalian bahkan belum saling k
Akhirnya David mendapatkan restu dari kedua orang tuanya. Meski tentu saja Helena akan terus mencari keburukan Lila.'Dasar perempuan murahan. Dia pasti menggoda David agar mau tidur dengannya,' batin Helena saat mobil sang putra sudah keluar dari halaman rumah.David kembali berdua saja dengan sang pembantu cantik. Lila menunduk memikirkan ucapan tuannya yang seenaknya saja mengklaim dirinya hamil."Tuan ... Kenapa Tuan bilang kalau saya hamil? Kita bahkan belum pernah melakukan apa pun," tanya Lila mencoba memberanikan diri. Dia meremat tangannya sendiri yang berada di pangkuan.David terus menatap lurus ke arah jalan di depannya. "Itu lebih bagus supaya pernikahan ini segera terlaksana. Lagi pula perjanjiannya memang kamu harus mengandung anakku," paparnya dingin.Atmosfer kembali menjadi dingin saat David membawa Lilara pulang. Pria itu kembali pada sikap awalnya yang sebenarnya tak mempunyai perasaan pada Lilara."Di mana alamat rumahmu?" tanya David.Lila sedikit tersentak. "Di
Malam itu Lila duduk berhadapan dengan dua orang tua angkatnya. Gadis itu kini sedang diinterogasi oleh Weni mengenai hubungan yang dimaksud oleh pria tampan yang mengantarkannya pulang."Jadi apa benar laki-laki bernama David tadi adalah pacarmu?" tanya Weni."Iya, Bu." Lila menjawab dengan memberikan anggukan pelan."Tapi dia ... majikan di tempat kamu kerja?" Weni bertanya lagi."Iya."Weni menatap penampilan putri angkatnya yang begitu cantik malam ini. Wanita itu seolah melihat mantan nona mudanya kembali. Seperti inilah penampilan Lila sebelum dia mendapatkan musibah yang berkelanjutan."Maaf kalau Ibu lancang, tapi apakah Tuan David tahu kalau kamu pernah menikah?" Weni bertanya dengan hati-hati.Lila mengangguk. "Sudah, Bu.""Lalu?""Dia mau menerimaku. Dan ... Aku berharap dengan pernikahan ini aku bisa membalaskan dendamku pada Erik. Aku mau merebut kembali apa yang menjadi milik keluargaku," papar Lila dengan penuh tekad.Weni bertukar pandang dengan suaminya. Setidaknya wa
Hari Sabtu David mengajak Lila untuk memilih gaun pernikahan. Pria itu menjemput calon istrinya di rumah."Ingat, kita tidak perlu hal yang mewah. Lagi pula pernikahan kita hanya sementara," tegas David saat Lila baru saja duduk di samping kemudi."Saya mengerti, Tuan. Pernikahan kita juga tanpa cinta," sahut Lila. Meski dia sudah tahu konsekuensinya, namun dia tetap merasakan nyeri di hati saat David mengatakannya."Baguslah kalau kamu sadar diri."Mobil David melaju menuju ke butik langganannya. Dia kembali disambut dengan hangat dan kini mereka memilih gaun pernikahan untuk Lila."Saya mau ini saja, Mas," ucap Lila masih merasa kaku memanggil sang majikan dengan panggilan baru.David menatap sebuah gaun putih dengan desain sederhana. Memang gaun itu terlihat sederhana dan harganya pun menurut dia sangat murah. Namun jika mengamatinya dengan saksama, gaun tersebut juga terlihat anggun."Coba pakai!" titahnya sembari mendorong pelan punggung Lila."Saya bantu, Tuan," tawar seorang pe
"Turun!" David memberikan perintah pada pembantu cantiknya dengan dingin.Sungguh jika boleh memilih, Lila tak akan menjadikan David suami dalam kehidupan nyatanya. Gadis itu segera turun dari mobil diikuti David. Kini mereka berdua berada di depan sebuah toko perhiasan terkenal dan terbesar di pulau Jawa.David mengajak Lila masuk untuk membeli cincin pernikahan. Dia tak mau susah payah mengukur cincin Lila dan memilih membawa gadis itu secara langsung.Keduanya disambut dengan hangat. Karena David merupakan tamu istimewa, pria itu langsung menuju ke ruangan khusus. Lila sendiri sebenarnya masih penasaran dengan identitas suaminya. David sang majikan dingin, mau menawarkan uang sebanyak sepuluh milyar untuk pembantu seperti dirinya."Bawakan aku contoh cincin pernikahan yang bagus," ucap David pada sang pegawai.Dengan segera beberapa perhiasan dibawakan untuk sang tamu istimewa. Kini ada beberapa macam cincin pasangan yang tampak berkilau. Mata Lila tak dapat mengelak dari indahnya
Lila memasukkan pakaiannya ke dalam lemari dan juga menata seprei pada kasur berukuran sedang itu. Setidaknya kamar ini cukup luas untuknya. Karena merasa lelah, Lila beristirahat dengan tiduran di atas kasur yang empuk.Cklek Saat itu juga pintu kamarnya terbuka tanpa ketukan. David muncul dari ambang pintu dan masuk tanpa permisi. Lila terkesiap akan kedatangan suami kontraknya itu dan segera duduk."Ada apa, Mas?" tanya gadis itu. Jujur saja Lila merasa was-was. Terlebih dengan kejadian yang pernah dia alami di butik.David menutup kembali pintu dan melihat kamar Lila yang sudah rapi. Pria itu berjalan mendekati Lila yang menatap waspada ke arahnya. Tubuh tinggi tegapnya kini berdiri tepat di depan Lila yang tampak mungil.Atmosfer di sekitar Lila selalu berubah menjadi dingin ketika David datang. Gadis itu pun mendongak agar bisa menatap wajah tampan David yang tak pernah ramah padanya saat berdua seperti ini."Kita lakukan sekarang saja," ucap David dengan ekspresi datar. Suara
Suasana berubah canggung. Lila membetulkan pakaian dalamnya dan menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang hampir polos."Saya tidak berbohong. Saya memang sedang datang bulan," lirihnya dengan rona merah yang kentara hingga ke telinga.David menatap kesal pada sang istri kontrak. Pria itu kemudian menarik selimut dan menyerang Lila dengan ciuman lagi. Hingga ciuman itu beralih dengan gigitan-gigitan kecil pada leher dan dada Lila. Nampaknya David kecewa karena tak bisa melaksanakan malam pertamanya.Dengan menggigit bibir bawahnya, Lila mencoba menahan suara desahannya agar tidak kembali muncul. Kedua matanya terpejam merasakan gigitan dan hisapan dari mulut Davidson. Entah apa yang ada di dalam pikiran David melakukannya secara mendadak.Tak lama kemudian, David beranjak dari kasur Lila. Pria itu pun menyambar pakaiannya tanpa menoleh ke arah sang istri."Mas?" Lila merasa tak enak hati. Namun David sama sekali tak merespon panggilannya. Lalu terdengarlah suara bantingan pintu.Pr