Davidson langsung masuk kerja tepat sehari setelah hari pernikahannya. Pria itu benar-benar merasa bebas melakukan apa pun setelah lepas dari perjodohan yang direncanakan sang ibu. Dengan mengorbankan Lila, akhirnya dia bisa kembali fokus bekerja tanpa perlu mendatangi acara-acara yang pastinya sudah disiapkan sang ibu jika dia menikah dengan gadis pilihan Helena."Jadi, bagaimana kerja sama dengan perusahaan X?" tanya David lengkap dengan ekspresi dingin. Pria itu duduk tegap pada kursi kerjanya.Kedua mata beriris kecokelatan itu menatap fokus dengan dahi mengernyit pada selembar kertas berisikan laporan yang telah disusun rapi oleh sang asisten setia."Mereka menuntut kerja sama dengan profit yang besar bagi perusahaan mereka," jawab Farhan sembari membetulkan posisi kacamatanya."Sudah kuduga," sahut David sembari meletakkan kertas laporan ke atas meja. Pria itu memijit pelan pangkal hidungnya."Meski kita butuh kerja sama ini, kita tetap harus mencari cara untuk membuat mereka ma
Sore sekitar jam tiga lebih, David pulang ke apartemennya. Tak seperti sebelumnya, dia kini pulang dengan disambut sang istri yang sedang sibuk memasak di dapur."Mas David sudah pulang?" sapa Lila dengan ramah.David menatap sekilas sang istri kontrak sebelum masuk ke dalam kamarnya. "Hm.""Mas David mau makan apa?" tanya Lila."Tidak perlu memasak untukku. Ingat peraturan itu!" jawab David sebelum menutup pintu kamarnya.Lila menghela napas. Memang beginilah sikap sang majikan. Selalu dingin dan acuh tak acuh. Gadis itu pun memilih melanjutkan memasak dan dia menikmatinya seorang diri.Hingga malam tiba, David dan Lila seolah memang hidup di tempat yang berbeda. Meski mereka tinggal di satu apartemen, namun David sama sekali tak mau bergabung dengan Lila. Pria itu bahkan memilih sibuk di dalam kamarnya.Larut malam David membaca berkas-berkas perusahaan lain dari luar negeri yang begitu sulit diajak bekerja sama. Tawarannya pun ditolak. Kini David sedang memikirkan bagaimana caranya
Perlahan David membuka kedua matanya ketika matahari sudah bergeser sedikit ke arah barat. Kepalanya terasa sedikit berat namun tubuhnya merasa lebih baik. Suhu di kamarnya pun tidak terlalu dingin."Apa yang terjadi?" gumam David sembari menatap pada langit-langit kamarnya yang cukup tinggi.Tangannya meraih sapu tangan yang ada di keningnya. Sapu tangan basah itu dia amati sejenak. Dia tak pernah memiliki sapu tangan berwarna merah muda."Ughhh."David duduk secara perlahan di atas kasurnya yang empuk. Pria itu mengamati sekitarnya. Dia masih berada di dalam kamarnya. Lalu dia melihat bahwa meja kerjanya sudah rapi kembali.'Seingatku aku tertidur di meja kerja,' batinnya teringat dengan tempat terakhirnya memejamkan mata.David beranjak dari duduknya. Secara perlahan dia keluar kamar menuju ke kamar mandi. Namun belum sampai dirinya meraih gagang pintu, Lila masuk dan berpapasan dengannya."Syukurlah Mas David sudah bangun," ucap Lila lega saat melihat majikannya.David menatap Lil
David duduk tegap saat berhadapan dengan pemimpin dari perusahaan luar negeri yang hendak dia ajak bekerja sama. Pria itu memerhatikan Farhan yang mewakilinya untuk menyampaikan keunggulan apa saja yang dimiliki oleh perusahaan DR.Farhan begitu antusias dalam menyampaikan sesuai dengan apa yang dituliskan sang bos. Setelah selesai, mereka menunggu pertimbangan dari perusahaan yang berpusat di Singapura tersebut."Inilah yang kami cari. Mau keuntungan seperti apa pun harus dibarengi dengan keunggulan dari perusahaan masing-masing. Anda ternyata paham dengan apa maksud saya. Dengan begini kami jadi yakin jika perusahaan DR adalah perusahaan yang percaya diri," papar seorang pria yang lebih tua dari David."Terima kasih, Pak Andreas Lim," sahut David merasa puas."Sama-sama. Mendengar penjelasan dari Pak Farhan tadi kami jadi teringat dengan perusahaan Mentari. Mereka memiliki seorang gadis muda yang begitu kompeten dan cerdik. Sayangnya perusahaan itu sudah menjadi milik RH," papar And
"Saya sudah siap, Mas," ucap Lila melalui panggilan ponselnya.Siang itu Lila akan ikut makan siang bersama ibu mertuanya. Gadis itu mengenakan blouse merah muda polos yang dipadankan dengan rok putih bermotif bunga. Rambutnya pun dia kuncir ekor kuda. Wajahnya juga sudah dipoles riasan tipis.David memerintahkan sang istri untuk menunggunya di depan apartemen. Dia tak mau berlama-lama dan segera menuju ke restoran yang sudah dipesan oleh sang ibu."Kamu jangan mempermalukanku. Mamah mengajak kita ke restoran mewah pasti karena masih curiga dengan status pembantumu," papar David ketika Lila sedang memasang sabuk pengaman."Saya mengerti," jawab Lila. Tentu saja gadis itu tahu betul etika ketika makan di restoran. Dia sudah mempelajarinya."Bagus. Jika kau tak paham dengan apa yang harus kau lakukan, cukup tunggu saja. Aku yang akan memulainya sebagai contoh untukmu," papar David. Ternyata pria itu peduli. Bukan. Lebih tepatnya David hanya tak ingin ibunya curiga dan kembali mempermasa
Suasana makan siang menjadi hangat di antara Helena dan David. Lila memilih diam saat dirinya tak diajak bicara. Lalu tiba-tiba saja David memegang tangannya."Sayang. Apa kamu baik-baik saja? Apa ada makanan yang membuatmu mual?"Pandai sekali pria itu berpura-pura menganggapnya hamil muda di hadapan ibunya."Kalau ada makanan yang tidak bisa kamu makan, bilang saja, ya?" lanjut David."Ah. Tidak, kok, Mas. Aku baik-baik saja," jawab Lila sembari tersenyum."Syukurlah kalau kamu baik-baik saja." David membalas senyuman Lila.Tiba-tiba ponselnya berdering."Aku harus menerima telepon," ujarnya."Sana kamu angkat dulu aja, Dav," ucap Helena.David beranjak dari tempat duduknya menuju ke tempat yang lebih sepi untuk menerima panggilan. Kini tinggallah Lila berdua saja dengan Helena.Atmosfer menjadi tak mengenakkan saat ini. Lila merasakan tatapan menusuk dari ibu mertuanya. Namun gadis itu mencoba untuk tetap tenang."Beruntung sekali kamu bisa menikahi putraku." Ucapan Helena sengaja
"Kenapa Mamah bisa yakin kalau kamu seorang pembantu? Ini pasti gara-gara ucapanmu waktu itu, kan?" David langsung memarahi Lila saat mereka sudah berada di dalam mobil.Lila menunduk. "Maaf ....""Sudahlah. Kamu hanya perlu memberikanku anak agar Mamah tidak menuntut yang aneh-aneh lagi.""Tapi Mamah bilang aku harus bercerai dari Mas David ...." ucap Lila masih menunduk."Itu tidak perlu dipikirkan. Lagi pula kita kan memang akan berpisah setelah kontrak selesai." David tak menatap sang istri lagi.Lila pun memilih diam saat David menyalakan mesin mobilnya. Pasangan pengantin baru itu pun segera pergi meninggalkan restoran dengan kesunyian di antara keduanya.Saat sedang dalam perjalanan menuju ke apartemen, ponsel David kembali berdering. Pria itu menyalakan bebas genggam agar bisa berbicara dengan Farhan."Ada apa?" ketusnya yang masih kesal."Maaf, Pak David. Saya mau mengabarkan kalau Pak Andreas sudah datang.""Minta untuk menunggu sebentar. Aku akan ke sana," ucap David."Baik
Gelas kaca kembali terisi penuh. David meneguknya sekali lagi untuk menghormati sang penyelenggara acara."Terima kasih karena sudah mau menghadiri undangan makan malam kami, Pak David," ucap seorang pria."Sama-sama, Pak Gunawan," jawab David dengan sopan."Ada apa, Pak David?" tanya Gunawan.David menggeleng pelan. "Tidak apa-apa, Pak. Tapi saya mau permisi dulu. Saya masih ada urusan," ucapnya sembari berdiri.David merasakan alkohol dalam minuman terakhirnya. Pria itu pun undur diri dan segera pergi sebelum terlambat."Pah, mana Pak David tadi?" Seorang gadis cantik dengan gaun merah mendekati Gunawan."Dia sudah pulang," jawab sang ayah."Kenapa nggak ditahan, Pah? Bukannya tadi kata Papah, Pak David tidak tahan dengan alkohol? Aku udah siap-siap ini. Lagi pula siapa sih yang nggak mau jadi istrinya direktur DR?" rengek gadis cantik bergaun merah."Sepertinya gosip itu salah, Putriku. Dan barusan Papah dengar kalau Pak David sebenarnya sudah menikah.""Ck! Kenapa gitu, sih?" sung
Setelah mengetahui siapa yang membuat masalah dengannya, David tentu saja tak tinggal diam. Pria itu memanggil Tristan, orang yang pernah merebut mantan kekasihnya dulu dan berhasil menghancurkan rencana pernikahannya. Dia sendiri mengenal Tristan sebagai anak seorang pemilik perusahaan yang cukup terkenal.Setelah membuat jadwal dan undangan, akhirnya David bisa menemui Tristan. David segera pergi ke Singapura. Dua orang yang sudah lama tak berjumpa itu pun kembali saling berhadapan dengan atmosfer yang penuh dengan ketegangan."Jadi, apa maksud dari semua ini, Pak Tristan?" David langsung memberikan pertanyaan inti meski masih tetap mencoba bersikap sopan pada pria di hadapannya.Tristan melihat laporan yang ditunjukkan asisten kepercayaan David padanya. Kedua alisnya pun saling bertaut. "Saha memang tidak menyukai Anda, Pak David. Tapi saya tidak punya waktu untuk melakukan tindakan kotor seperti ini." Tristan mulai berkilah."Mohon jangan berkilah, Pak Tristan," tekan David menco
Lila menaikkan kedua alisnya. "Aku nggak bentak Mas David ....""Tapi terdengar begitu. Kenapa kamu menyuruhku mandi? Padahal aku capek, Sayang. Aku hanya ingin bermanja - manja denganmu dulu," ujar David dengan ekspresi sedihnya yang berubah menjadi kesal.Lila menatap heran suaminya yang salah sangka. Melihat pertengkaran kecil tersebut, Shiro memilih pergi. Sementara Lila masih menatap suaminya. Dia merasa takut jika David kembali bersikap kasar dan dingin seperti saat mereka masih menikah kontrak."Maaf ...." David menunduk. Pria itu merasa bersalah. Dia pun memeluk sang istri."Aku seharusnya tidak bersikap seperti ini. Maafkan aku, Sayang ...." sesalnya sembari mencium kening Lila dan memeluk lembut wanitanya itu.Lila menghela napas. Sepertinya memang David terlalu banyak pikiran. Wajar saja. Pria itu bekerja tanpa henti. Apa lagi David semakin sibuk selain ikut mengurus anak pertama mereka. Sebelumnya juga dia sering menghadapi masalah dan mungkin saja David sudah jengah."Aku
Keheningan itu membuat Farhan merasa tidak nyaman. Sang bos belum memberikan respon apa pun atas pengakuannya kerena teledor. Perlahan pria itu mendongak, memberanikan diri untuk menatap dan menghadapi sang atasan.David ternyata diam sembari menatap lurus ke arahnya. Ketegangan semakin bertambah saat kedua mata Farhan bertemu dengan iris kecokelatan Davidson."Kalau kamu memang merasa bersalah dan bertanggung jawab soal masalah ini, maka cari dan tangkap karyawan itu! Kamu harus menyerahkannya padaku dan cari tahu alasannya serta pada siapa dia 'menjual' rahasia perusahaan!" David berujar tegas dan dingin saat memberikan perintah.Farhan menelan ludahnya. Sudah lama sekali dia tak diperlakukan sedingin ini oleh sang bos. Namun dia harus tetap patuh."Baik, Pak.""Aku tidak akan memecatmu. Karena bagaimana pun juga kamu telah membantuku agar aku bisa tiba di rumah sakit tepat waktu," imbuh David sembari menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi kerja.Farhan lagi - lagi terkejut at
Penyelidikan segera dilaksanakan. David memerintahkan anak buahnya terlebih dahulu sebelum melibatkan pihak luar. Apa lagi ini merupakan masalah internal yang memang harus diatasi oleh perusahaan.Di dalam perusahaan yang terlihat baik - baik saja dari luar, para petingginya sedang mencoba membereskan masalah yang ada. David bersama Farhan kini sedang memeriksa beberapa data yang sudah terlanjur tersebar dan sedang mencoba menghentikannya.Farhan sendiri sudah mendapatkan rekaman CCTV yang dia butuhkan. Kini pria itu memeriksa rekaman yang ada. Beberapa video dari beberapa sudut telah dia periksa. Namun tak ada yang mencurigakan. Hingga dia menemukan video di mana saat dirinya sebelum mengantarkan sang bos menuju ke rumah sakit untuk mendampingi sang istri yang melahirkan."I-ini ...." Farhan bergumam sembari membetulkan kacamatanya.Kedua alis pria itu saling bertaut. Kini memorinya tertuju pada saat dia menyerahkan hasil rapat pada salah satu karyawan pria yang dia mintai tolong unt
Farhan menarik napas sebelum menjawab. "Maaf, Pak David. Tapi data itu telah bocor."David membulatkan kedua matanya. "Apa?! Bagaimana bisa?" tanya pria itu dengan ekspresi kaget dan tak percaya.Lila pun mendongak menatap heran ke arah suaminya. Terlihat jelas bahwa David sedang terkejut."Maaf, Pak David. Saya dan juga Cindy sedang menyelidikinya. Kami sedang mencari tahu bagaimana data itu sampai bocor," jawab Farhan terdengar ketakutan.David menghela napas kasar. Pria itu kemudian duduk di samping sang istri, tepatnya pada salah satu sisi tempat tidur. Tangan kanannya menggenggam ponsel, sementara tangan kirinya menyugar rambutnya."Kalau begitu teruslah selidiki. Aku akan segera ke kantor," ucap David kemudian sembari menutup panggilan telepon.Pria itu kini menunduk. Lila yang merasa khawatir segera mendekati suaminya dan meraih lengan kekar pria itu dengan lembut."Mas ... Ada apa?" tanya wanita itu khawatir. Melihat dari respon suaminya, dia menduga adanya masalah yang sedang
Malam itu suhu cukup panas. Bayi mungil David dan Lila mulai rewel karena kegerahan. Beruntung sang ayah dengan sigap menyetel suhu dalam ruangan tersebut agar putranya kembali nyaman."Ternyata dia merasa kegerahan juga," ucap David yang kini berjalan mendekati istri dan anaknya."Iya, Mas. Sekarang cukup sejuk," sahut Lila.Bayi mungilnya masih menangis. Lalu segera saja Lila memberikan ASI padanya. Dan ternyata tak hanya kegerahan saja, bayi kecil itu juga meredakan haus dan lapar."Ternyata lapar juga Adek, ya?" Lila bertanya dengan lembut seolah sedang bertanya langsung pada putranya.David duduk di samping Lila yang sedang menyusui putranya. Tatapan pria itu tertuju pada payudara Lila yang terlihat padat dan berisi. Kini dia menelan ludahnya seolah ikut merasakan kehausan."Kenapa lihatinnya kaya gitu, Mas?" tanya Lila menatap curiga pada suaminya.David tersenyum penuh arti. Pria itu kemudian beralih menatap wajah cantik istrinya."Aku hanya penasaran bagaimana rasanya," gumam
Sehari setelahnya, Lila diperbolehkan pulang. Wanita cantik itu pun berjalan dengan menggendong putranya yang tampan dan menggemaskan."Biarkan Mamah yang gendong. Kamu jalan aja duluan sama David," ujar Helena sembari mengulurkan kedua tangannya."Nggak papa, Mah?" tanya Lila merasa tak enak hati karena membiarkan ibu mertuanya yang menggendong bayinya."Nggak papa. Kamu jalan duluan aja. Mamah juga pengen gendong cucu Mamah," jawab Helena dengan senyuman senang dan terlihat jelas bahwa wanita itu tidak sabar ingin menggendong cucunya untuk pertama kali."Baiklah, Mah. Makasih, ya," ucap Lila sembari menyerahkan putranya pada sang ibu mertua.Lila pun berjalan dengan dituntun oleh suaminya. David begitu protektif pada sang istri yang baru saja melahirkan. Sementara di belakangnya ada ibu beserta salah satu asisten rumah tangga yang membantu membawakan barang - barang mereka.Selama dalam perjalanan pulang, putra kecil David tertidur lelap di pangkuan Lila. Terlihat jelas bahwa bayi m
Semua orang yang datang ikut menatap ke arah bayi yang baru saja lahir itu. Mereka ikut penasaran karena David dan Lila tak juga memberi tahu mereka soal jenis kelamin bayinya.Lila pun melirik sang suami. Terlihat David yang sedang tersenyum karena rasa penasaran dari ibunya. Mungkin menurutnya seru merahasiakan jenis kelamin anaknya pada keluarganya sendiri, bahkan sejak kehamilan Lila yang semakin besar."Coba Mamah perhatikan dia laki - laki atau perempuan?" tanya David sengaja ingin menbuat ibunya menebak."Kok gitu? Mamah penasaran, loh. Lila juga nggak mau kasih tahu Mamah pas hamil," protes Helena."Sudahlah, Mah. Nanti kita juga akan tahu sendiri," ucap Norman sembari mengusap lembut bahu istrinya."Tapi Mamah penasaran, Pah. Mamah kan pengen manggil ganteng apa cantik gitu," protes Helena lagi. Terlihat jelas bahwa wanita itu akan sangat menyayangi cucunya."Mas David, kita kasih tahu Mamah saja kenapa, sih? Yang lainnya juga penasaran, tuh," ucap Lila ikut membujuk suaminya
Peluh mulai membasahi dahi Lilara. Dengan sigap dan sabar David mengelapnya dengan sapu tangannya. Tak lupa pria itu terus berdoa di dalam hati agar persalinan sang istri berjalan dengan lancar.Saat ini dia semakin menyadari bahwa wanita hebatnya juga sedang berjuang untuk melahirkan anak pertama mereka. Wajah Lila yang terlihat pucat, menunjukkan bahwa wanita itu merasakan kesakitan. Jujur saja sebagai suami, David tentu merasa tak tega saat melihat kesakitan istrinya."Ughhhh." Lila kembali mengejan sesuai dengan instruksi Dokter Nimas. Tangan kanannya menggenggam erat tangan David yang duduk di sampingnya.'Kamu pasti bisa, Sayang,' bisiknya dalam hati.Lila kembali mengejan lagi. Karena pembukaan sudah lengkap, maka wanita itu siap untuk melahirkan anaknya. Suasana di dalam ruangan begitu menegangkan. Apa lagi David terus saja merasakan desiran tak mengenakkan sehingga dia terus saja berdoa untuk keselamatan anak dan istrinya. Sebagai pria yang sudah sangat mencintai mantan pemb