Perlahan David mendekati gadis yang dia yakini sebagai pembantu barunya. David mengamati tubuh ramping Lila. Jika dia pria jahat, pastilah David akan menyerang gadis tanpa pertahanan diri itu dengan mudah. Namun David bukanlah orang tak bermoral. Pria itu bahkan tak menyukai kehadiran orang lain di sekitarnya kecuali hanya orang-orang yang dia percaya saja.
Pria itu memilih segera membersihkan diri. Dia berendam ke dalam bathtub dengan air hangat. Seolah tak peduli ada seorang gadis di luar sana. Dia hanya ingin menenangkan diri setelah suasana hatinya buruk karena harus berhadapan dengan perusahaan rekanan yang bermasalah.Sementara itu, Lila mulai terbangun. Gadis itu membuka perlahan kedua matanya dan dia mulai menegakkan badannya. Tak lupa dia melakukan peregangan pada otot-ototnya yang tegang. Dengan mata menyipit, Lila mendongak memeriksa jam dinding.Kedua matanya langsung membulat saat mengetahui jam sudah menunjukkan pukul empat lebih."Ya ampun ... Aku harus beresin ini dan segera pulang!" serunya beranjak dari tempatnya berbaring.Cepat-cepat Lila membawa masuk pakaian sang majikan ke dalam kamar bernuansa abu-abu itu. Dia segera membuka lemari besar dan menata pakaian dengan rapi.CklekPintu kamar mandi perlahan terbuka. Lila yang baru saja menutup lemari menoleh. Kini seorang pria tampan dengan tubuh tegap berototnya keluar dari sana. Dia baru saja selesai mandi. Hal ini tampak jelas dari tubuhnya yang tampak basah serta rambut basahnya yang jatuh terlihat seksi.Lila diam membatu di tempatnya. Baru kali ini dia melihat pahatan sempurna dari tubuh seorang pria. Bahkan saat menghabiskan malam pertama bersama Erik pun dia tak mengamati bagaimana tubuh mantan suaminya itu."Ka-kamu siapa?" tanya Lila takut.David menatap dingin gadis yang berdiri tak jauh dari tempatnya. Lila begitu takut saat melihat dirinya keluar. Seolah tak peduli, pria itu melangkah keluar menuju ke lemari pakaiannya.Saat pria tampan itu mendekat, Lila baru menyadari jika mereka pernah bertemu sebelumnya. Tak salah lagi, pria itu merupakan pria dingin yang dia tabrak tempo hari."Aku pemilik apartemen ini," jawab David dingin.Suasana tiba-tiba menjadi tegang saat David berdiri tegap di samping Lila untuk mengambil pakaian. Pria itu pun menatap pembantunya yang terdiam. Harapan untuk tidak bertemu dengan sang pria dingin tidak dikabulkan oleh Tuhan. Justru pria itu yang memberinya pekerjaan.Sementara Lila dapat mencium aroma maskulin segar dari tubuh sang majikan. Lila telah salah menduga. Majikannya bukanlah pria tua, melainkan pria muda yang bertubuh kekar dan berwajah tampan."Ah, emmm. Maaf, saya tidak tahu kalau Anda adalah Pak Davidson," cicit gadis itu sembari menunduk malu.David melipat kedua tangannya di depan dada. "Kamu Lilara? Pembantu baru di apartemenku?" tanya pria itu dengan tatapan tajam tertuju pada gadis yang delapan tahun lebih muda darinya."I-iya, Tu-Tuan ...." jawab Lila terbata.David masih dalam mode dinginnya. "Kamu pasti paham peraturannya. Sekarang sudah jam berapa?" Saat bertanya, suara David terdengar dalam dan berat. Bulu kuduk Lila bahkan meremang saat mendengar suara bariton yang menurutnya unik.Gadis itu mengangguk, "Iya. Saya seharusnya pulang jam tiga," cicitnya tanpa berani menatap balik pada wajah sang majikan."Lalu kenapa kamu tidur di apartemenku? Apakah kamu sering lalai dalam bekerja?" tuduh David.Lila spontan menegakkan kepalanya sembari menggeleng cepat. "Tidak, Tuan. Saya tidak pernah lalai. Maafkan saya. Tapi baru hari ini saya ketiduran. Saya pikir saya bisa tidur hanya sepuluh menit saja, tapi ternyata saya terlalu lama," akunya mencoba menjelaskan dengan jujur.Tatapan tajam David kini tertuju pada kedua bola mata bening Lila. Gadis itu pun terdiam. Baru kali ini dia berhadapan dengan orang yang memiliki aura dingin seolah ingin memakan seluruh jiwanya.'Apakah aku akan dipecat?' batinnya takut. Jika dia dipecat, maka dia harus mencari pekerjaan lain lagi dan itu tidaklah mudah.Lila harus mencari alasan masuk akal agar dia tidak dipecat di hari ketujuh dirinya bekerja. Namun lidahnya kelu saat melihat tatapan tajam itu ditujukan langsung padanya."Saya –""Kamu tidak kompeten." David memotong ucapan Lila."Maaf ... Tapi pekerjaan saya sudah selesai semuanya. Saya hanya ... Saya hanya kelelahan di hari ini saja," cicit Lila memberanikan diri untuk membantah ucapan sang majikan.David terdiam."Saya janji saya tidak akan mengulangi kesalahan saya lagi.""Aku tidak butuh janji!"Lila benar-benar merasa ngeri dengan sikap dingin sang majikan yang berbeda dengan Farhan."Maaf ....""Sekarang pulanglah! Aku akan memberimu satu kesempatan lagi. Yang penting pekerjaanmu selesai dengan sempurna!""Terima kasih, Tuan." Lila bernapas lega.Seperti tebakan Lila, majikannya itu merupakan seseorang yang perfeksionis. Tapi setidaknya Davidson masih mempertahankannya sebagai pembantu di sana."Sekarang juga keluarlah dari kamarku!" Pria itu mengusir Lila dengan tatapan dingin.***Hari berikutnya Lila kembali ke apartemen nomor 111. Dia tak ingin membuat kesalahan yang sama seperti hari sebelumnya. Maka dari itu dia sudah beristirahat dengan cukup di rumah.Saat baru saja tiba di depan pintu nomor 111, dia melihat seseorang sudah menunggu kedatangannya. Kali ini bukan Farhan, namun sang majikan sendiri."Ternyata benar kamu selalu datang lebih awal," ucap David dingin. Kedua netranya menilik pada arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.Lila mencoba tersenyum. Dia sendiri tak tahu apakah ucapan sang majikan itu merupakan pujian atau celaan."Se-selamat pagi, Tuan David," sapa gadis itu gugup."Hm," sahut David singkat.Lila menelan ludahnya. Di hari sebelumnya dia bahkan diusir saat hendak pulang. Meski David tidak memecatnya dan masih memberikan kesempatan untuknya."Sekarang kamu boleh melanjutkan kerja di sini. Ini password apartemenku. Dan ingat satu hal, jangan berani berbuat yang tidak-tidak dan taati peraturan!" tegas pria itu dingin.Lila menerim
Kedatangan David yang tiba-tiba membuat dua wanita itu cukup terkejut. Paham kini keberadaannya tidak dibutuhkan, dan tidak seharusnya di sini ... Lila pun undur diri.Lila berjalan pergi sembari membetulkan posisi tasnya yang melorot. Dia meninggalkan apartemen sang majikan dingin bersama ibunya."David, apa kabar, putraku?" Helena memeluk putra tunggalnya dengan hangat."Baik, Mah," jawab sang putra datar.Helena tersenyum lembut. "Kamu masih tak berubah.""Ada apa Mamah ke sini?" tanya David saat sang ibu sudah melepaskan pelukan. Pria itu mengajaknya duduk di ruang tamu."Kok kamu tanyanya begitu, sih? Mamah kangen sama kamu," jawab Helena masih tersenyum.Sunyi sejenak sebelum David beranjak dari duduknya. "Mamah mau minum apa?" tanya pria itu.Wanita paruh baya itu menahan lengan putranya. Dia menggeleng pelan sebagai jawaban atas tawaran David."Nggak usah repot-repot, David. Mamah cuma mau berkunjung sebentar."David memilih duduk kembali di samping sang ibu. Wanita itu pun me
Langit sudah berubah gelap. Sesuai dengan janjinya, David akan mengunjungi kedua orang tuanya di rumah lama. Memang dia sudah lama sekali tak menginjakkan kedua kakinya di sana. Merasa berdosa, David memilih menuruti permintaan sang ibu.Mobil melaju dengan pasti melewati jalanan kota yang cukup padat di malam akhir pekan. David dengan setelan kemeja dan celana hitam menuju kembali ke rumah setelah dia sibuk terlalu lama mengurus perusahaan."Selamat datang, Sayang," sapa Helena ketika putranya benar-benar datang. Wanita itu tampak sumringah karena David menepati janjinya."Selamat datang, Kak David." Sapaan lembut lain datang dari bibir merah seorang gadis muda berusia dua puluh delapan tahunan. Gadis itu berjalan mendekati David dengan langkah yang begitu anggun."Siapa dia, Mah?" tanya David dengan ekspresi datar."Kok siapa? Dia ini Tiara. Yang tadi Mamah kasih lihat fotonya," jelas Helena sembari menarik pelan lengan Tiara agar lebih dekat dengannya.David menatap dengan tatapan
"Kamu harus menandatangani kontrak ini!"Pagi hari di hari Senin David menyodorkan satu lembar kertas pada Lila.Gadis yang biasanya akan ditinggal sendiri untuk mengerjakan pekerjaan rumah, kini ditunggu oleh sang majikan tampan namun dingin. Dalam hatinya tentu saja Lila bertanya-tanya mengapa sang majikan masih berada di apartemen pada jam mulai kerja? Pria itu bahkan malah duduk saling berhadapan seperti ini dengannya."I-ini kontrak apa, Tuan?" tanya Lila tak mengerti."Kontrak pernikahan kita," jawab David singkat.Lila tentu saja kaget mendengarnya. Melihat sekilas saja sudah dapat dia tebak bahwa sang majikan telah menyusun kontrak satu lembar itu dengan sangat baik."Tinggal tandatangan saja," ucap David lagi."Tapi .. mengapa Anda memberikan kontrak pernikahan ini pada saya?" tanya gadis itu semakin tak mengerti.David menghela napas. Tentu saja pembantu barunya itu akan bingung jika dihadapkan dengan situasi mendadak seperti ini. Pria itu pun menyandarkan punggungnya pada s
Hari itu Lila bekerja dengan konsentrasi yang terganggu. Gara-gara tawaran sang majikan yang tiada angin tiada hujan memintanya nikah kontrak, dia harus membuat keputusan secepat mungkin. Dia pun harus memikirkan syarat yang hendak dia ajukan nantinya.'Apa aku minta tolong untuk merebut kembali aset keluargaku, ya? Tapi dengan begitu nanti Tuan David bakalan tahu kalau aku janda ....' cicit Lila gamang.Gadis itu tetap melanjutkan pekerjaannya dengan baik. Kini sebelum waktu pulang, Lila masih punya sekitar setengah jam lagi sebelum jam tiga sore. Lila kembali memikirkan syarat apa yang dia ingin sang majikan penuhi. Sungguh menurutnya David itu aneh. Jika pria itu memaksa, seharusnya dia tak memberikan kesempatan pada Lila untuk membuat syarat, bukan?Pukul empat sore, David pulang dari kantornya. Pria itu berharap syarat kontrak pernikahan sudah selesai diletakkan di atas meja untuk dia periksa. Jika dia melihat dari keadaan Lila, dia tahu bahwa pembantu barunya itu butuh uang. Kar
Hari yang ditentukan telah tiba. David memerintahkan Lila untuk tetap menunggunya setelah selesai bekerja. Malam itu ada undangan makan malam di rumah kedua orang tua David lagi."Jadi ... Tuan meminta saya untuk ikut makan malam?" tanya Lila hati-hati saat majikannya sudah selesai mandi.David dengan rambutnya yang masih basah duduk di hadapan sang pembantu."Ya. Malam ini ada makan malam bersama kedua orang tuaku. Aku sudah memberi tahu mereka untuk membawamu," jelas David.Lila terdiam. Begitu cepat dirinya akan dipertemukan dengan kedua orang tua sang majikan."Tapi ...." Lila tentu saja terkejut lantaran ternyata sang majikan mengajaknya makan malam bersama keluarga tanpa memberi tahu dirinya lebih dulu."Tidak ada tapi-tapian! Ini merupakan tugas pertamamu. Kamu harus mengaku sebagai pacarku dan katakan kita sudah pacaran selama satu bulan," ucap David terdengar seperti perintah bagi Lila.Gadis itu sebenarnya enggan untuk menjadi pasangan sang majikan. Selain karena masih traum
Mobil hitam David segera melaju membelah jalanan kota. Atmosfer di dalamnya begitu dingin. Terlebih langit sudah gelap saat mereka keluar dari salon. Lila memilih memainkan jari-jarinya karena gugup.David sendiri benar-benar bungkam. Pria itu sama sekali tak ada niatan untuk memberikan sekedar pujian ringan pada sang pembantu yang telah menurutinya. Lalu mereka harus berhenti di depan lampu merah di mana kecanggungan akan bertambah lama."Tu-Tuan ...." Lila mencoba mencairkan suasana yang begitu sunyi. Bahkan selama keluar tadi, David sama sekali tak memainkan musik apa pun untuk menemani perjalanan mereka.David hanya menoleh. Membuat Lila semakin gugup dan memilih menghindari bertatapan mata dengannya."Emmm. Maaf, Tuan ... Tapi apakah penampilan saya sudah sesuai dengan harapan Tuan? Sa-saya khawatir jika saya mempermalukan Tuan ...." papar gadis itu dengan suara sedikit bergetar. Dia bertanya dengan rasa takut. Sungguh duduk berdua saja dengan David membuat Lila tak nyaman. Terle
Helena dan Norman saling bertukar pandang. Baru kali ini David tersenyum seperti itu setelah sekian lama."Kalian sudah pacaran berapa lama?" tanya Norman penasaran. Pasalnya sang putra tampak begitu peduli dan lembut pada Lilara. Hal ini tentu berbeda dengan sikap David yang selalu dingin pada siapa saja. Bahkan pada gadis secantik Tiara yang pernah berkunjung ke rumahnya."Baru satu bulan, Om," jawab Lila sembari tersenyum sopan."Satu bulan? Jadi kalian baru pacaran?" Helena menimpali."Ah. Iya, Tante ...." jawab Lila sembari mengangguk pelan.Tiba-tiba saja Lila merasakan jemari panjang yang menyusup menggenggam tangannya. Hangatnya tangan David kini terasa di kulitnya yang halus."Meski kami baru pacaran selama satu bulan, tapi aku benar-benar ingin menikahinya, Pah, Mah." David berdusta sembari menatap wajah Lilara.Lila terdiam kaget saat sang majikan tersenyum lembut padanya. Sungguh hal yang di luar kebiasaan."Satu bulan itu terlalu cepat, David. Kalian bahkan belum saling k