Gladys masih berdiri di depan pintu ruang pengawasan kantor. Tak lama kemudian pria yang tadi dia mintai tolong telah kembali."Mari, Mbak. Saya bantu carikan dari rekaman CCTV," ujarnya."Anu, Pak. Maaf ... Barusan saya malah ditelfon sama teman saya. Dia bilang barang saya sudah ketemu. Ternyata dia yang bawa ...." dusta Gladys sembari tersenyum."Sudah ketemu?""Iya, Pak," jawab Gladys sembari mengangguk."Ya sudah kalau sudah ketemu. Bilangin sama temennya, Mbak. Jangan suka gondol barang orang," ucap pria tersebut."Iya, Pak. Maaf merepotkan Bapak jadinya.""Nggak, kok, Mbak.""Mari, Pak." Gladys segera pergi meninggalkan tempat tersebut.Wanita itu bergegas kembali ke ruang kerjanya. Dia harus berakting senatural mungkin sebagai korban dari kebejatan sang atasan. Dengan begini citra David pasti akan menjadi buruk dan mungkin saja istrinya juga akan kecewa padanya."Dys. Ini makanan sama minumannya," ucap rekan Gladys sembari menyerahkan pesanan Gladys."Makasih, ya?""Iya. Tapi
Tangan Lila bergetar saat melihat foto yang diunggah pada sebuah grup perusahaan. Wanita itu merasakan sesak di dadanya. Apa lagi dia baru saja melihat suaminya sedang bersama wanita asing dengan pakaian wanita itu yang terbuka.Tangan kirinya menutupi mulutnya yang kaget dengan unggahan tersebut. "Apa ... Apa yang sebenarnya terjadi?" gumamnya dengan perasaan sedih.Di dalam foto yang dia dapat, terlihat David dan wanita itu begitu dekat dan saling berpelukan di dalam lift. Lalu wanita di foto itu terlihat sedang memasang ekspresi sedihnya."Tunggu ... Kenapa dia ... Mas David nggak mungkin berkhianat, kan?" gumam Lila dengan dada yang bergemuruh.Baru saja wanita itu merasakan cinta dan kasih sayang dari suaminya yang dingin, kini muncul seorang wanita asing yang berpelukan dengan suaminya."Wajah ini ...." Lila kembali bergumam saat mulai mengenali wajah wanita yang sedang bersama suaminya.Wanita itu kini teringat dengan wajah anak kecil yang pernah dia tolong di mall. Anak kecil
Lila menghela napas pelan. Dia tatap wajah suaminya. "Aku percaya, Mas. Aku percaya padamu," ucapnya dengan tatapan lembut.Wajah David perlahan mulai terlihat lega. Pria itu pun tersenyum lembut. "Terima kasih, Sayang. Aku bersumpah akan menyelesaikan masalah ini secepatnya," ucapnya sembari memeluk Lilara."Iya, Mas," sahut Lila membalas pelukan suaminya.David bersyukur memiliki istri seperti Lila yang tidak langsung menerima informasi secara mentah. Wanita itu selalu berkepala dingin. Semakin besarlah cinta David terhadapnya.Keduanya menikmati pelukan hangat tersebut. Lila benar-benar suka berada dalam dekapan suaminya, merasakan aroma parfum David yang begitu lembut. Membuatnya tenang dari ketegangan yang sempat mendera hatinya sejak tadi."Oh iya, Mas. Bagaimana kalau besok aku mulai berangkat ke kantor?" tanya Lila saat dia melepaskan pelukan.David menatap wajah sang istri. "Jangan dulu ...." tolaknya lembut pada usulan Lilara."Tapi ....""Aku mengerti kamu pasti ingin meneg
Tatapan mata tak percaya kini ditujukan pada sang bos ketika David baru saja tiba di perusahaannya sendiri. Gladys pun tak terlihat batang hidungnya sejak membuat kekacauan."Kasihan sekali Gladys. Dia sepertinya trauma," ucap salah satu rekan Gladys yang bersimpati pada wanita itu."Pastinya. Apa lagi bajunya sampai terbuka kaya gitu.""Benar ... Aku nggak nyangka kalau Pak David bakalan berbuat seperti itu. Ternyata orang sedingin apa pun juga bakalan nafsuan, ya?"Terdengar beberapa cemoohan yang dilontarkan oleh beberapa karyawan wanita yang sedang berkumpul. Mereka tentu saja hanya berani mengutarakan pendapatnya secara sembunyi-sembunyi."Aku kemarin denger sendiri kalau ternyata Gladys itu mantan pacarnya Pak David," ucap salah satu teman Gladys yang cukup dekat dengannya."Apa?!"Orang-orang yang mendengarnya pun terkejut. Tak menyangka jika seorang karyawan biasa seperti Gladys merupakan mantan kekasih dari bos mereka."Serius?""Iya. Kemarin waktu Gladys nangis dia cerita se
Wajah David sudah tak ramah lagi. Pria itu benar-benar marah dengan tindakan Gladys yang tak bermoral. Akan tetapi semua tuduhan itu kini malah tertuju padanya. Hingga dua hari ini Gladys tak juga menampakkan dirinya di kantor."Jadi dia tidak datang lagi?" tanya David pada salah satu bawahannya yang dia perintahkan untuk menjemput Gladys."Iya, Pak. Menurut teman-temannya dia sakit," jawab pria itu.David menatap datar padanya. Membuat pria itu ketakutan akan sikap dinginnya. "Kalau begitu kita buat pengumuman. Lagi pula aku tidak bersalah. Rekaman itu memang tidak ada, tapi bukan aku yang menghapusnya."Bawahan David terdiam, tak berani memberikan tanggapan. Lalu pria itu melirik ke arah Farhan yang juga diam menunggu perintah dari sang direktur."Kamu sudah menyiapkannya, Farhan?" tanya David."Sudah, Pak. Besok pers akan datang. Beberapa dari mereka dari media online," jawab Farhan."Bagus. Aku tidak mau orang-orang di luar perusahaan ikut menilai dengan seenaknya tentang diriku d
Kedatangan David yang memasuki kantor perusahaannya menjadi pusat perhatian bagi para wartawan. Pria itu pun segera duduk pada kursi yang telah disediakan untuknya. Kini dia menghadap pers untuk memberikan konfirmasi mengenai skandalnya. Tak lupa dia juga menyiapkan beberapa bukti yang telah didapat. Semua kamera wartawan mulai menyorot wajah tampan sang direktur muda. Pria itu tampak begitu tenang dan kini waktunya memberikan penjelasan. Farhan pun duduk di sebelahnya untuk membantu memberikan bukti dan keseksian, begitu juga dengan Cindy sebagai perwakilan perusahaan. "Pak David, apakah benar Anda melakukan tindakan tidak senonoh bersama salah satu karyawan wanita Anda?" Pertanyaan itu pun akhirnya disampaikan. David tak memberikan senyuman apa pun. Aura dinginnya benar-benar terasa oleh orang-orang yang berada di sekitarnya. Pria itu pun menarik napas sebelum memberikan jawaban. "Seperti yang kita ketahui, foto yang tersebar sudah semakin luas. Bahkan sudah dihapus pun masih
"Mah ... Aku harus segera ke sana," ucap Lila. Wanita itu merasakan ada sesuatu hal yang buruk yang akan terjadi."Tapi di sana ....""Aku harus ke sana, Mah," ulang Lila sembari beranjak dari duduknya. Dia terlihat khawatir.Helena menatap wajah sang menantu. "Kalau begitu Mamah ikut," sahutnya. Tentu saja Helena tak akan membiarkan menantunya pergi seorang diri.Kedua wanita itu pun segera pergi meninggalkan kediaman Davidson dan Lilara. Mereka langsung menuju ke kantor perusahaan DR yang kini sedang terdapat banyak orang.Sementara itu, Gladys melangkahkan kakinya semakin dekat dengan David. Wanita itu memasang ekspresi sedih di hadapan para wartawan."Kamu seharusnya malu!" ucap Gladys sembari menunjuk wajah David. Dia berdiri sekitar tiga meter dari sang direktur."Apa sih maunya?" gumam Cindy merasa kesal dengan tingkah wanita itu."Tenanglah, Cindy," ucap David. Namun pria itu sebenarnya yang paling harus menahan kemarahannya. Terlihat jelas di wajahnya bahwa dia tak suka denga
Kilatan kamera para wartawan terus saja menyorot seperti sambaran petir. Wajah Lucas semakin pucat ketakutan. Anak laki - laki itu menatap bingung kemudian memeluk ibunya yang sedang mengklaim bahwa Davidson adalah ayah biologis putranya.Kamera juga menyorot pada David yang kaget atas pernyataan menghebohkan dari Gladys. Pria itu terdiam dengan ekspresi yang tak dapat diartikan."Kita pernah pacaran, bukan? Kamu sendiri juga mengakuinya. Dan sekarang saat kamu tahu bahwa aku melahirkan anakmu, kamu mau lepas tanggung jawab, begitu?" teriak Gladys dengan air mata.David terdiam. Pikirannya melayang ke masa lalunya saat dia bersama Gladys. Kenangan - kenangan indah kini tiba - tiba terlintas di dalam otaknya. Memanggil memori bahwa Gladys dulunya merupakan gadis yang paling berharga dan selalu dia lindungi. Juga ... dia jaga kehormatannya."Tidak mungkin!" bantah pria itu lagi. Dia ingat betul bahwa dia belum pernah menyentuh Gladys sampai sejauh itu. Hal yang paling lancang yang perna