"Mas, apa aku boleh ikut ke kantor?" tanya Lila di suatu pagi. Wanita itu sudah siap dan jika diberikan izin, dia bisa langsung berangkat saat itu juga.David menatap sang istri yang duduk di hadapannya sembari menyantap sarapan pagi."Sayang, aku sudah bilang tunggu sampai setidaknya dua bulan. Aku tidak mau kamu kelelahan. Kamu kan masih hamil muda," ucap David dengan lembut. Pria itu meraih tangan istrinya dan mengusap punggung tangannya dengan ibu jari.Lila menatap wajah suaminya. "Baiklah ...." Mendengar helaan napas kecewa itu membuat David tak tega. Namun sebagai suami dia harus tegas. Dia tak mau kejadian yang tidak diinginkan kembali mencelakai istrinya."Jangan marah, Sayang. Aku melakukannya karena ingin melindungimu. Aku tidak mau kamu dan anak kita kelelahan dan nanti kenapa-napa," ujarnya lagi dengan lembut dan penuh kasih sayang.Lila mengangguk. "Iya, Mas. Aku ngerti. Hanya saja aku sudah bosan di rumah terus," cicitnya."Sabar, Sayang. Kamu bisa mengajak Mamah atau
Kedua tangan David refleks menahan tubuh Gladys yang mendadak terjatuh menabrak dada bidangnya. Dalam posisi seperti itu, orang yang melihat mungkin akan salah paham. Cepat-cepat David mendorong tubuh Gladys agar menjauh darinya."Ah!" pekik Gladys yang terhuyung sedikit ke belakang. Wanita itu menatap David dengan sebal."Jangan kurang ajar!" tegas David, kedua matanya menatap tajam Gladys yang berusaha mendekatinya.Wanita itu tersenyum, dia sama sekali tidak menunjukkan rasa takut atau menyesal atas perbuatan kurang ajarnya.Sebagai karyawan baru yang baru saja diterima di perusahaan DR, Gladys seharusnya merasa gentar setelah berbuat tidak sopan pada bosnya. Namun, wanita itu malah merasa tertantang dan tidak sabaran ingin kembali mendekati sang bos yang merupakan mantan pacarnya. Setelah Gladys merasa berhasil menjatuhkan diri dalam pelukan sang direktur, dia yakin akan berhasil lagi. Apa lagi David tidak melawannya."Maaf, saya tersandung," jawab Gladys yang jelas berdusta.Dala
Semua orang yang berada di lantai satu kini menatap ke arah lift. David sendiri terkejut, seolah pria itu merupakan penjahatnya. Beberapa orang diam-diam mengambil gambar kejadian tak senonoh tersebut."Tolong ...." ucap Gladys yang dengan cepat berlari ke luar lift. "Tolong aku ... Pak David mau melecehkanku ...." rengek Gladys dengan air mata yang mulai jatuh membasahi pipinya. Dan ternyata saja itu merupakan air mata palsu."Ya ampun ....""Masa sih Pak David begitu?""Bukankah Pak David sudah beristri?""Astaga ...."Beberapa lontaran kalimat yang menunjukkan ketidak percayaan itu terucap. Seolah memojokkan sang direktur. David pun menegakkan badannya. Dia sedang menahan dirinya agar tidak marah. Pria itu pun melangkah keluar dari lift."Kalian salah sangka. Aku sama sekali tidak melakukan apa pun padanya," ucap David."Huaaaaa!" Gladys menangis sejadi-jadinya. Wanita itu kini terlihat sedang menutupi tubuhnya.David pun mengeratkan rahangnya. Kedua tangannya pun terkepal erat. J
Gladys masih berdiri di depan pintu ruang pengawasan kantor. Tak lama kemudian pria yang tadi dia mintai tolong telah kembali."Mari, Mbak. Saya bantu carikan dari rekaman CCTV," ujarnya."Anu, Pak. Maaf ... Barusan saya malah ditelfon sama teman saya. Dia bilang barang saya sudah ketemu. Ternyata dia yang bawa ...." dusta Gladys sembari tersenyum."Sudah ketemu?""Iya, Pak," jawab Gladys sembari mengangguk."Ya sudah kalau sudah ketemu. Bilangin sama temennya, Mbak. Jangan suka gondol barang orang," ucap pria tersebut."Iya, Pak. Maaf merepotkan Bapak jadinya.""Nggak, kok, Mbak.""Mari, Pak." Gladys segera pergi meninggalkan tempat tersebut.Wanita itu bergegas kembali ke ruang kerjanya. Dia harus berakting senatural mungkin sebagai korban dari kebejatan sang atasan. Dengan begini citra David pasti akan menjadi buruk dan mungkin saja istrinya juga akan kecewa padanya."Dys. Ini makanan sama minumannya," ucap rekan Gladys sembari menyerahkan pesanan Gladys."Makasih, ya?""Iya. Tapi
Tangan Lila bergetar saat melihat foto yang diunggah pada sebuah grup perusahaan. Wanita itu merasakan sesak di dadanya. Apa lagi dia baru saja melihat suaminya sedang bersama wanita asing dengan pakaian wanita itu yang terbuka.Tangan kirinya menutupi mulutnya yang kaget dengan unggahan tersebut. "Apa ... Apa yang sebenarnya terjadi?" gumamnya dengan perasaan sedih.Di dalam foto yang dia dapat, terlihat David dan wanita itu begitu dekat dan saling berpelukan di dalam lift. Lalu wanita di foto itu terlihat sedang memasang ekspresi sedihnya."Tunggu ... Kenapa dia ... Mas David nggak mungkin berkhianat, kan?" gumam Lila dengan dada yang bergemuruh.Baru saja wanita itu merasakan cinta dan kasih sayang dari suaminya yang dingin, kini muncul seorang wanita asing yang berpelukan dengan suaminya."Wajah ini ...." Lila kembali bergumam saat mulai mengenali wajah wanita yang sedang bersama suaminya.Wanita itu kini teringat dengan wajah anak kecil yang pernah dia tolong di mall. Anak kecil
Lila menghela napas pelan. Dia tatap wajah suaminya. "Aku percaya, Mas. Aku percaya padamu," ucapnya dengan tatapan lembut.Wajah David perlahan mulai terlihat lega. Pria itu pun tersenyum lembut. "Terima kasih, Sayang. Aku bersumpah akan menyelesaikan masalah ini secepatnya," ucapnya sembari memeluk Lilara."Iya, Mas," sahut Lila membalas pelukan suaminya.David bersyukur memiliki istri seperti Lila yang tidak langsung menerima informasi secara mentah. Wanita itu selalu berkepala dingin. Semakin besarlah cinta David terhadapnya.Keduanya menikmati pelukan hangat tersebut. Lila benar-benar suka berada dalam dekapan suaminya, merasakan aroma parfum David yang begitu lembut. Membuatnya tenang dari ketegangan yang sempat mendera hatinya sejak tadi."Oh iya, Mas. Bagaimana kalau besok aku mulai berangkat ke kantor?" tanya Lila saat dia melepaskan pelukan.David menatap wajah sang istri. "Jangan dulu ...." tolaknya lembut pada usulan Lilara."Tapi ....""Aku mengerti kamu pasti ingin meneg
Tatapan mata tak percaya kini ditujukan pada sang bos ketika David baru saja tiba di perusahaannya sendiri. Gladys pun tak terlihat batang hidungnya sejak membuat kekacauan."Kasihan sekali Gladys. Dia sepertinya trauma," ucap salah satu rekan Gladys yang bersimpati pada wanita itu."Pastinya. Apa lagi bajunya sampai terbuka kaya gitu.""Benar ... Aku nggak nyangka kalau Pak David bakalan berbuat seperti itu. Ternyata orang sedingin apa pun juga bakalan nafsuan, ya?"Terdengar beberapa cemoohan yang dilontarkan oleh beberapa karyawan wanita yang sedang berkumpul. Mereka tentu saja hanya berani mengutarakan pendapatnya secara sembunyi-sembunyi."Aku kemarin denger sendiri kalau ternyata Gladys itu mantan pacarnya Pak David," ucap salah satu teman Gladys yang cukup dekat dengannya."Apa?!"Orang-orang yang mendengarnya pun terkejut. Tak menyangka jika seorang karyawan biasa seperti Gladys merupakan mantan kekasih dari bos mereka."Serius?""Iya. Kemarin waktu Gladys nangis dia cerita se
Wajah David sudah tak ramah lagi. Pria itu benar-benar marah dengan tindakan Gladys yang tak bermoral. Akan tetapi semua tuduhan itu kini malah tertuju padanya. Hingga dua hari ini Gladys tak juga menampakkan dirinya di kantor."Jadi dia tidak datang lagi?" tanya David pada salah satu bawahannya yang dia perintahkan untuk menjemput Gladys."Iya, Pak. Menurut teman-temannya dia sakit," jawab pria itu.David menatap datar padanya. Membuat pria itu ketakutan akan sikap dinginnya. "Kalau begitu kita buat pengumuman. Lagi pula aku tidak bersalah. Rekaman itu memang tidak ada, tapi bukan aku yang menghapusnya."Bawahan David terdiam, tak berani memberikan tanggapan. Lalu pria itu melirik ke arah Farhan yang juga diam menunggu perintah dari sang direktur."Kamu sudah menyiapkannya, Farhan?" tanya David."Sudah, Pak. Besok pers akan datang. Beberapa dari mereka dari media online," jawab Farhan."Bagus. Aku tidak mau orang-orang di luar perusahaan ikut menilai dengan seenaknya tentang diriku d