Dengan posisi seperti sedang mendekap bantal gulingnya yang empuk, Joandra mulai memejamkan matanya. Membiarkan sesuatu miliknya yang menegang di bawah sana, menegang hingga kelelahan dan tertidur dengan sendirinya.
Pagi mulai menjelang. Joandra dan Jessica yang tertidur begitu nyenyaknya, langsung terbangun saat mendengar suara ketukan di kamar pintu rawat inap vvip tersebut.
Tok! Tok!
Joandra membuka matanya seketika, sama seperti Jessica. Betepa kagetnya Joandra saat menyadari tangannya sedang berada di depan dada Jessica, dan menggenggam sebuah gumpalan yang berisi itu dengan sebelah telapak tangannya.
Joandra segera memindahkan tangannya ke arah bawah dengan gerakan kilat. Lalu menurunkan wajahnya ke arah bawah melihat ke arah Jessica.
Tap!
Mata mereka berdua kembali bertemu pada satu titik. Dan Jessica tampak membelalakkan matanya.
“Abang, ada yang datang!” panik Jessica ingin segera bangkit dari sana.
&
Joandra yang kaget langsung membopong tubuh Jessica tanpa menghiraukan lagi lengannya yang baru saja selesai diperban oleh dokter Hendra, dan itu membuat Ricko dan Hendra segera berjalan mendekat ke arah ranjang di mana Joandra membaringkan Jessica.“Nona Muda sesak?! Jangan berbicara lagi, saya akan memasang Nebulizer sekarang! Tuan Ricko, tolong panggilkan Dokter yang menangani Nona Muda semalam!”Hendra yang melihat keadaan darurat itu segera mengambil peralatan yang memang sudah disediakan di ruangan itu dan langsung memasangkannya dengan cepat, sambil terus berkata memerintahkan Ricko.Ya, sebagai seorang dokter, dia tahu apa yang sedang terjadi dengan Jessica saat ini dan dia juga tanggap menanganinya dengan cepat sebelum dokter yang menangani Jessica tiba di sana. Dia memang seorang Dokter, tapi sebagai seorang dokter dia juga tahu batasannya di sana apa lagi di sana Jessica memang sedang di tangani oleh dokter spesialis karena keadaan yang menimpa wanita itu semalam.“Tenang y
“Hah? Eh, i-iya. Maaf ya membuat Abang Joan tak bisa menemani Fany. N-nanti biar Abang pulang saja, kakak bisa kok sendirian di sini,” kata Jessica yang mulai paham jika Joandra terlihat serba-salah akibat kemarahan adiknya saat ini.Mendengar Joandra merayu hingga mengatakan dirinya akan menangis tadi, Jessica langsung bisa merasakan seberapa dalamnya Joandra menyayangi adik perempuannya itu. Dia salut melihat joandra bisa begitu menyayangi adiknya dan selalu menurutinya hingga sedemikiannya. Padahal dia tak pernah menuntut apa pun selama ini, bahkan abangnya tak pernah memperlakukan dirinya sedikit lebih baik saja.“Eh jangan dong! Abang harus jagain Kakak Ipar di sana. Fany akan menjenguk Kakak Ipar sebentar lagi. Tungguin Fany ya, Fany mau makan dan bersiap-siap. Sampai ketemu nanti,” ujar Fany dengan suaranya yang terdengar begitu menggebu dan langsung memutuskan panggilan itu.Joandra tersenyum melihat adik kesayangannya kini malah lebih care dengan Jessica dari pada dirinya. Se
Suara itu kembali menggelegar dan membuat jantung Jessica semakin berdentum di dalam sana. Bibir Jessica terlihat sedikit memucat, dan itu membuat Joandra segera berdiri dan berjalan ke arah Jessica.“Jessica Sayang ... apa yang sebenarnya sudah terjadi? Kenapa kamu malah melaporkan Claudia seperti itu Sayang?”Saat ini ponsel Madam Donna sudah berpindah tangan, ternyata kali ini Madam Donna langsung memberikan ponselnya pada suaminya yang sejak tadi mendengarkan semua pembicaraan putri bungsu dan istrinya itu dengan begitu jelas, karena suara panggilan itu sudah pun di loundspeakerkan oleh Madam Donna sejak awal.Melihat Joandra sudah berjalan ke arahnya, Jessica segera menghindar dan kembali berjalan masuk ke dalam kamarnya. Pemandangan itu membuat Joandra mengkerutkan keningnya. Akhirnya Joandra hanya diam dan kembali berjalan ke arah sofa di ruang tengah lantai dua, dan kembali duduk di sana dengan pikirannya yang mulai berkelana.“J
Sebenarnya Joandra sangat enggan menemui orang yang sudah meminta waktunya sejak 2 hari belakangan ini. Hanya saja, Joandra ingin melihat apa yang membuat orang yang sudah berkata begitu sombong sebelumnya dengannya itu, dan Joandra ingin tau apa sebenarnya kehebatan manusia sombong satu itu sehingga dia begitu berani mencabarnya terang-terangan. Padahal, kesalahan itu ada padanya, namun tingkah manusia satu itu seolah dia merupakan orang yang begitu bergengsi dan disegani sejagad raya!Begitu mereka bertiga melangkah masuk ke dalam sana, Joandra tersenyum samar ketika melihat puluhan bodyguard berbaris di dalam ruangan itu, dan itu tepat di belakang meja makan yang salah satu kursinya sedang diduduki oleh seorang pria paruh baya bertubuh gemuk itu.“Selamat sore Tuan Joandra. Akhirnya Tuan datang juga, terima kasih sudah bersedia meluangkan waktunya untuk memenuhi undangan saya hari ini.”Pria paruh baya itu terlihat berdiri dari duduknya, terlihat
Dan Joandra tidak lagi ingin melihat wajah bengis itu. Joandra langsung berbalik dan berjalan pergi diikuti oleh Leonal dan juga Ricko.Gilbert dan semua orangnya langsung digiring ke kantor polisi dan langsung di amankan di sana.Joandra bersama kedua orang kepercayaannya juga sudah pergi dari Restoran mewah itu dengan mobil mereka masing-masing.Malam sudah pun mulai merayap, dan ketika Joandra sedang melajukan mobilnya dia langsung melihat ke arah jarum jam.‘Sudah hampir pukul 7 malam. Apa Jessica sudah bangun dari tidurnya?’Joandra membatin sambil terus melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata.Tepat pukul setengah delapan mobil Joandra masuk ke pekarangan teras gedung megahnya. Dan baru saja akan melangkah masuk ke dalam rumah mewahnya itu, terlihat Jessica sudah pula berdiri di bawah anak tangga yang paling terakhir.Joandra merasa lega ketika dia melihat senyuman terukir dari kedua sudut bibir gadis p
“Abang bau keringat loh.”“Gak pa pah, wangi kok keringatnya.”Jessica tetap memaksa dan ini untuk pertama kalinya. Jessica terlihat kekeh dengan keinginannya, seperti sedang ingin membicarakan sesuatu yang sangat penting. Dan Joandra yang merasakan itu hanya terdiam dan ikut berjalan ke arah sofa.“Apa Jessica ingin mengatakan sesuatu?”Setelah duduk Joandra langsung melontarkan pertanyaannya saat dia melihat wajah Jessica terlihat sedikit tegang. Ya, semenjak kepulangannya tadi, gadis kesayangannya itu memang terlihat agak berbeda dari biasanya.Jessica menelan salivanya lagi. Sejak sore tadi dia sudah memikirkan semuanya dan sudah pula menyusun segala sesuatu yang ingin disampaikannya kepada Joandra. Hanya saja, entah kenapa setelah duduk berhadapan seperti saat ini membuatnya merasa begitu nervous, dan bibirnya juga seolah sulit untuk digerakkannya.“Ehemm!”Jessica berdehem untuk me
Tidak. Joandra tidak mengejarnya dan memohon pengertian dari gadis kecilnya itu. Joandra juga merasa sedikit kecewa karena tanggapan Jessica terhadapnya menjadi begitu terbalik, apa lagi gadisnya itu langsung melangkah pergi dan masuk ke dalam kamarnya begitu saja.Baru saja rasa senang yang didapatkannya tadi membuat hatinya berbunga-bunga, kini tangkai-tangkai yang sudah bermekaran itu kembali layu dalam sekelip mata. Joandra sadar gadis kecilnya itu memang terlalu polos dan terlalu baik hati, sehingga dia begitu gampang memaafkan seseorang meski sudah diperlakukan sedemikian rupa selama ini.Malam itu berlalu dengan kedua hati insan yang sebenarnya sama-sama sudah saling menyukai dan mencintai itu dalam keadaan yang dingin. Rasa kecewa pada hati kedua insan itu membuat malam panjang itu berlalu dengan begitu lambat karena keduanya sama-sama sulit untuk memejamkan mata mereka.Ketika pagi menjelang, kebetulan sekali pintu kamar mereka berdua sama-sama terbuka dalam waktu yang sama.
“Sudah Tuan Presdir. Saya sudah mengembalikannya secara langsung sebagian dari nilai Nominal yang sudah saya gunakan. Ini lampirannya.”Aleta Windy berkata santai sambil menyodorkan sebuah berkas yang dibawanya ke sana.Ricko membuka dokumen yang sudah disodorkan oleh wanita muda yang terlihat sangat berani itu, dan lalu mencocokkannya dengan apa yang sudah masuk dalam laporan kantor Pusat dalam minggu ini.“Tepat, Tuan Presdir. Semuanya sesuai laporan,” Ricko segera memberitahu Joandra.“Bagus jika memang demikian. Lalu ... untuk Nominal 1,5 M yang sudah terlanjur kamu gunakan itu, bagaimana caranya kamu mengembalikannya pada saya?” tanya Joandra terlihat tegas.“I-itu ... saya belum bisa menjamin, Tuan Presdir. Semua biaya itu memang sudah digunakan untuk biaya pengobatan ibu saya, dan proses pemakamannya.”Aleta Windy menjawab sambil mencengkeram kedua tangannya. Meremas tangannya sendiri te