Suara itu kembali menggelegar dan membuat jantung Jessica semakin berdentum di dalam sana. Bibir Jessica terlihat sedikit memucat, dan itu membuat Joandra segera berdiri dan berjalan ke arah Jessica.
“Jessica Sayang ... apa yang sebenarnya sudah terjadi? Kenapa kamu malah melaporkan Claudia seperti itu Sayang?”
Saat ini ponsel Madam Donna sudah berpindah tangan, ternyata kali ini Madam Donna langsung memberikan ponselnya pada suaminya yang sejak tadi mendengarkan semua pembicaraan putri bungsu dan istrinya itu dengan begitu jelas, karena suara panggilan itu sudah pun di loundspeakerkan oleh Madam Donna sejak awal.
Melihat Joandra sudah berjalan ke arahnya, Jessica segera menghindar dan kembali berjalan masuk ke dalam kamarnya. Pemandangan itu membuat Joandra mengkerutkan keningnya. Akhirnya Joandra hanya diam dan kembali berjalan ke arah sofa di ruang tengah lantai dua, dan kembali duduk di sana dengan pikirannya yang mulai berkelana.
“J
Sebenarnya Joandra sangat enggan menemui orang yang sudah meminta waktunya sejak 2 hari belakangan ini. Hanya saja, Joandra ingin melihat apa yang membuat orang yang sudah berkata begitu sombong sebelumnya dengannya itu, dan Joandra ingin tau apa sebenarnya kehebatan manusia sombong satu itu sehingga dia begitu berani mencabarnya terang-terangan. Padahal, kesalahan itu ada padanya, namun tingkah manusia satu itu seolah dia merupakan orang yang begitu bergengsi dan disegani sejagad raya!Begitu mereka bertiga melangkah masuk ke dalam sana, Joandra tersenyum samar ketika melihat puluhan bodyguard berbaris di dalam ruangan itu, dan itu tepat di belakang meja makan yang salah satu kursinya sedang diduduki oleh seorang pria paruh baya bertubuh gemuk itu.“Selamat sore Tuan Joandra. Akhirnya Tuan datang juga, terima kasih sudah bersedia meluangkan waktunya untuk memenuhi undangan saya hari ini.”Pria paruh baya itu terlihat berdiri dari duduknya, terlihat
Dan Joandra tidak lagi ingin melihat wajah bengis itu. Joandra langsung berbalik dan berjalan pergi diikuti oleh Leonal dan juga Ricko.Gilbert dan semua orangnya langsung digiring ke kantor polisi dan langsung di amankan di sana.Joandra bersama kedua orang kepercayaannya juga sudah pergi dari Restoran mewah itu dengan mobil mereka masing-masing.Malam sudah pun mulai merayap, dan ketika Joandra sedang melajukan mobilnya dia langsung melihat ke arah jarum jam.‘Sudah hampir pukul 7 malam. Apa Jessica sudah bangun dari tidurnya?’Joandra membatin sambil terus melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata.Tepat pukul setengah delapan mobil Joandra masuk ke pekarangan teras gedung megahnya. Dan baru saja akan melangkah masuk ke dalam rumah mewahnya itu, terlihat Jessica sudah pula berdiri di bawah anak tangga yang paling terakhir.Joandra merasa lega ketika dia melihat senyuman terukir dari kedua sudut bibir gadis p
“Abang bau keringat loh.”“Gak pa pah, wangi kok keringatnya.”Jessica tetap memaksa dan ini untuk pertama kalinya. Jessica terlihat kekeh dengan keinginannya, seperti sedang ingin membicarakan sesuatu yang sangat penting. Dan Joandra yang merasakan itu hanya terdiam dan ikut berjalan ke arah sofa.“Apa Jessica ingin mengatakan sesuatu?”Setelah duduk Joandra langsung melontarkan pertanyaannya saat dia melihat wajah Jessica terlihat sedikit tegang. Ya, semenjak kepulangannya tadi, gadis kesayangannya itu memang terlihat agak berbeda dari biasanya.Jessica menelan salivanya lagi. Sejak sore tadi dia sudah memikirkan semuanya dan sudah pula menyusun segala sesuatu yang ingin disampaikannya kepada Joandra. Hanya saja, entah kenapa setelah duduk berhadapan seperti saat ini membuatnya merasa begitu nervous, dan bibirnya juga seolah sulit untuk digerakkannya.“Ehemm!”Jessica berdehem untuk me
Tidak. Joandra tidak mengejarnya dan memohon pengertian dari gadis kecilnya itu. Joandra juga merasa sedikit kecewa karena tanggapan Jessica terhadapnya menjadi begitu terbalik, apa lagi gadisnya itu langsung melangkah pergi dan masuk ke dalam kamarnya begitu saja.Baru saja rasa senang yang didapatkannya tadi membuat hatinya berbunga-bunga, kini tangkai-tangkai yang sudah bermekaran itu kembali layu dalam sekelip mata. Joandra sadar gadis kecilnya itu memang terlalu polos dan terlalu baik hati, sehingga dia begitu gampang memaafkan seseorang meski sudah diperlakukan sedemikian rupa selama ini.Malam itu berlalu dengan kedua hati insan yang sebenarnya sama-sama sudah saling menyukai dan mencintai itu dalam keadaan yang dingin. Rasa kecewa pada hati kedua insan itu membuat malam panjang itu berlalu dengan begitu lambat karena keduanya sama-sama sulit untuk memejamkan mata mereka.Ketika pagi menjelang, kebetulan sekali pintu kamar mereka berdua sama-sama terbuka dalam waktu yang sama.
“Sudah Tuan Presdir. Saya sudah mengembalikannya secara langsung sebagian dari nilai Nominal yang sudah saya gunakan. Ini lampirannya.”Aleta Windy berkata santai sambil menyodorkan sebuah berkas yang dibawanya ke sana.Ricko membuka dokumen yang sudah disodorkan oleh wanita muda yang terlihat sangat berani itu, dan lalu mencocokkannya dengan apa yang sudah masuk dalam laporan kantor Pusat dalam minggu ini.“Tepat, Tuan Presdir. Semuanya sesuai laporan,” Ricko segera memberitahu Joandra.“Bagus jika memang demikian. Lalu ... untuk Nominal 1,5 M yang sudah terlanjur kamu gunakan itu, bagaimana caranya kamu mengembalikannya pada saya?” tanya Joandra terlihat tegas.“I-itu ... saya belum bisa menjamin, Tuan Presdir. Semua biaya itu memang sudah digunakan untuk biaya pengobatan ibu saya, dan proses pemakamannya.”Aleta Windy menjawab sambil mencengkeram kedua tangannya. Meremas tangannya sendiri te
Ya. Pria itu bernama Hermanto, dan putri mereka bernama Tasya.“Jangan sentuh Tasya dengan tangan kotormu, Aleta. Pantas kamu sering tidak pulang dengan alasan lembur dan keluar kota. Ternyata selama ini kamu melakukan ini di belakangku?”Terdengar suara parau Hermanto. Suara pertanyaan itu terdengar datar dan tak begitu membahana. Untuk kategori orang yang sedang disakiti, suara itu terdengar begitu pelan. Mungkin hati pria itu sudah terlanjur kecewa.Ya, jika sudah tidak pulang dan istrinya itu bermalam dengan prmuda yang terlihat bagai seorang brandalan itu, tentu saja hak sebagai seorang suami itu sudah dinodai. Hermanto yakin istrinya sudah tidur dan memberikan apa yang seharusnya hanya boleh menjadi miliknya selama ini. Dan itu membuat kekecewaan yang begitu dalam terlihat nyata dengan suara parau dan juga bibir tebalnya yang terlihat bergetar.Sebenarnya ini menjadi salah satu alasan Joandra tidak membiarkan Aleta Windy dan pemuda pemai
Ya, saat ini semua kemarahan Joandra sedang bercampur aduk. Semua kemarahannya sedang berkecamuk dan berbaur dengan perasaan galaunya yang saat ini sedang menghadapi masa sulit dengan Jessica.Kedua tangan Aleta Windy saat ini juga sudah dipegang oleh dua orang anggota polisi. Dan sepertinya kedua polisi itu masih sedang menunggu perintah Joandra yang selanjutnya.Joandra menoleh ke arah Hermanto yang sedang mendekap putri kecilnya dan sedang mencium sayang gadis kecil yang sejak tadi berada di dalam gendongannya. Mata pria itu juga sudah terlihat basah oleh rasa panik dan mungkin juga rasa harunya karena putrinya masih dalam keadaan baik-baik saja.Sejak awal Joandra sudah mencari tahu bagaimana tentang Hermanto dan bagaimana latar belakang pria yang ternyata merupakan anggota dari pada salah satu kepala bagian konstruksi di bawah naungan perusahaannya. Ya, pria itu memang pria yang sangat pekerja keras dan terlihat sangat berdedikasi dalam menjalankan segala m
Ketika mendengarkan perkataan Joandra kali ini, wajah Hermanto langsung terlihat memerah. Ya, dalam beberapa bulan ini hudupnya memang agak terasa sulit. Apa lagi setelah istrinya tidak pernah lagi memberikan uang hasil kerjanya untuk biaya terapi putri mereka yang harus dilakukan setiap akhir pekan. Semua hasil kerja istrinya ternyata sudah diberikannya pada selingkuhannya, dengan alasan dia sedang ada keperluan pribadi.“Baik, Tuan Presdir. Terima kasih banyak sekali lagi. Saya tidak akan pernah melupakan bantuan Tuan Presdir. Saya berjanji akan selalu bekerja dengan baik.”“Tidak masalah. Pulanglah. Leonal akan mengantarkanmu.”“Terima kasih Tuan Presdir. Terima kasih. Kami pamit dulu.”Hermato menunduk hormat dengan begitu dalam, dan lalu memutar tubuhnya mengikuti langkah Leonal yang sudah berjalan pergi terlebih dahulu.“Kita meeting darurat sekarang, Ricko. Panggil semuanya ke sini sekarang juga.”Terdengar perintah Joandra sambil dia mendudukkan tubuhnya di atas kursi kebesara