"Kamu ngapain masih disini Neng Rasti? Pak lurah bilang sama saya kalau kamu sudah tidak bisa kerja disini lagi" Tegur Rozak, orang suruhan pak lurah di kebun teh miliknya ini
"Saya sudah tidak boleh kerja disini lagi memang Kang? Kenapa?" Tanya Rasti, walaupun Rasti tahu mungkin karena kejadian kemarin dan mungkin juga Pak Lurah kali ini benar-benar marah."Mana saya tau Neng, ini perintah Pak Lurah, saya hanya menjalankan tugas saja" Jawabnya seperti sungkan terhadap Rasti, bagaimanapun Pak Rozak cukup prihatin atas musibah yang dialami oleh janda kembang di desanya ini."Yasudah, kalau begitu tidak apa apa Kang, Rasti pulang saja, kalau bayaran untuk 2 minggu ini bagaimana?" Tanya Rasti lagi, karena setiap 2 minggu sekali akan diberi upah, dan kebetulan Rasti sudah bekerja selama 2 minggu."Pak Lurah tidak menitip upah Neng Rasti, tapi nanti biar saya tanyakan ya Neng, kalau ada saya anterin kerumah Neng Rasti" Rasti hanya menghela nafas dan mengangguk.Rasti pulang kerumah dengan perasaan tidak tenang, Rasti jelas tau, ini adalah awal musibah yang akan menimpanya di depan mata, Ya Tuhan semoga semuanya baik-baik saja gumam Rasti sambil terus berjalan menuju rumah kecil miliknya.Sesampainya dirumah Rasti melihat mobil asing terparkir di depan rumahnya. Perasaan dia tidak mengenal siapa-siapa apalagi orang kaya, apa mungkin itu mobil Pak Lurah."Maaf cari siapa ya?" Tanya Rasti begitu melihat sosok tinggi yang sedang melihat kearah rumah Rasti."Cari perempuan" Jawabnya, tanpa melirik Rasti sedikitpun."Iya perempuan siapa? Pasti punya nama" Sinis Rasti, karena dilihat dari wajahnya seperti terkesan angkuh menurutnya."Rasti" Seketika Rasti terkejut karena yang pria itu sebutkan adalah namanya."Saya Rasti, ada apa ya anda mencari saya?" Rasti tersentak ketika pria asing itu menyebut namanya."Oh jadi kamu yang namanya Rasti? Bisa ikut saya sebentar? Ada yang ingin bertemu dengan kamu" Ucapnya dingin dan mempersilahkan Rasti untuk masuk kedalam mobil hitam mengkilap miliknya itu."Tunggu! Anda jangan kurang ajar ya, saya tidak kenal dengan anda! Kenapa saya harus naik mobil ini? Memang mau membawa saya kemana? Mau culik saya?" Rasti begitu menggebu, dadanya naik turun akibtat emosi, dia pikir siapa dia seenaknya menyuruh Rasti untuk masuk mobil yang dia sendiripun tidak kenal."Ck! Sudah masuk saja! Kamu istrinya Sena kan?" Mata Rasti melotot hampir keluar kalau saja bola mata itu tidak merekat pada tempatnya, mendengar nama mendiang suaminya disebut Rasti begitu penasaran ada hubungan apa orang kaya ini dengan suaminya."Kamu kenapa kenal dengan Kang Sena?" Tanya Rasti dengan mata yang mulai berkaca-kaca."Kata saya masuk ya masuk! Nanti saya jelaskan!"Akhirnya Rasti menuruti perintah pria asing itu untuk masuk kedalam mobil miliknya, ketika dia masuk dia dikejutkan dengan seseorang yang sama sekali tidak asing baginya, 'Seperti pernah lihat dia' Gumam rasti."Maaf sepertinya, aku tidak asing dengan wajah kamu" Akhirnya Rasti memberanikan diri berbicara ketika hampir 15 menit mereka hanya saling diam."Ya saya yang menolongmu waktu itu" Ucapnya datar tanpa melihat kearah Rasti."Oh ya aku ingat, Terimakasih ya atas pertolongannya, kalau tidak mungkin barang berhaga kami tidak pernah selamat" Ungkap Rasti dengan tulus."Bukan masalah" Timpal pria itu dengan dingin, membuat bulu kuduk Rasti rasanya berdiri."Lalu apa hubungan kamu dengan Kang Sena?" Tanya Rasti dengan menaikan sebelah alisnya."Perkanalkan saya Dion Tubagus Sanjaya" Ujarnya dengan memberikan tangan kanannya dihadapan Rasti untuk bersalaman."Saya Rasti, Rasti Andriani" Tegas Rasti sambil berjabat tangan dengan Dion."Saya sudah tau" Cetus Dion dengan sinis."Jadi, ada hubungan apa Kang Dion dengan suami saya Kang Sena?" Geram Rasti, yang rasanya ingin sekali dia marah, dia datang padanya tapi dia yang bersifat tidak mengenakan, sedangkan lelaki yang pertama kali menjumpai Rasti masih menunggu dan berdiri di depan mobil yang mereka tumpangi."Kang? Apa anda tidak salah menyebut saya Kang? Memang saya mirip Tukang dagang?" Desis Dion dengan mata sinisnya."Baik, lalu saya harus manggil anda Dion saja ya? Coba tolong cepat jelaskan!" Rasti sudah tidak sabar dengan orang yang ada di hadapannya kini."Keluar kamu wanita jalang!"Teriak seseorang yang berlari mengahampiri mobil yang Rasti tumpangi.Kini Rasti dan dion berada di rumah Pak Lurah ketika seseorang dari tetangganya melihat Rasti masuk mobil asing itu."Heh janda! Kamu tau kan kamu janda belum sampe 40 hari? Kenapa kamu berani berduaan dengan lelaki asing ini!" Sinis Bu Rosi yang memang selalu mencari perkara padanya."Bu, memang ibu lihat kita melakukan apa di mobil? Kita hanya ngobrol biasa" Jawab Rasti dengan tegas dan menatap manik mata Bu Rosi yang salah tingkah. "Jadi bagaimana kronologinnya? Coba dari sisi Bu Rosi bagaimana? Tanya Pak Lurah pada Bu Rosi."Saya melihat Rasti masuk mobil pria ini, bahkan ada 2 pria di depan rumahnya, apalagi kalau mereka tidak zinah Pak Lurah?" Tuduh Bu Rosi hanya perkara dia melihat Rasti masuj mobil."Apa anda melihat saya bercinta dengan Rasti? Ciuman? Atau berhubungan badan Ibu?" Ketus Dion, karena dia tidak terima di perlakukan seperti ini oleh warga."Saya ada urusan dengan Rasti, penting! Saya bisa perkarakan ini ke jalur hukum dengan tuduhan tidak menyenangkan! Padahal sa
"Ayo turun" Ajak Dion, karena daritadi Rasti hanya bengong juga sedikit takjub dengan bangunang gedung tinggi yang ada di hadapannya, bahkan sepanjang jalan Rasti dibuat terheran-heran, bagaiamana gedung ini dibangun karena saking tingginya."Ini rumah Kang Dion?" Tanya Rasti sambil keluar dari mobil yang pintunya sudah Rendra buka."Ini apartemen bukan rumah" Jawab Dion dan melangkah pergi meyeret lengan Rasti."Pelan-pelan dong Kang sakit ditarik-tarik begini, lagiaj mana Rasti tau seumur-umur Rastu belum pernah ke kota jakarta ini" Gumam Rasti dengan mengikuti langkah lebar Dion yang ada di depannya. Rasti dan Dion menaiki lift menuju lantai 15 dimana itu akan menjadi tempat untuk Rasti."Ini kartu masuk kamar kamu, nanti kamu tingga disini" Ucap Dion kala mereka tiba di depan pintu bernomorkan 21 dilantai ini hanya 3 kamar, masing-masing diisi oleh Dion, Rendra dan sekarang okeh Rasti."Kartu apa ini? Bukannya buka pintu harus pake kunci ya?" Tanya Rasti dengan polos, sambil memb
Rendra sampai geleng-geleng kepala melihat tingkah Rasti yang sangat norak, bagaimana tidak di tahun 2023 ini dia tidak tau apa itu shower, dengan sabar dan sedikit misuh-misuh karena jengkel dengan kelakuan Rasti, Rendra menjelaskan dengan sangat detail bagaimana menggunakan kamar mandi yang sudah modern ini."Masa sih begini saha tidak tau?" Sinis Rendra kala dia selesai menjelaskan, air dingin dan hangat yang bisa Rasti gunakan ketika mandi."Di kampung nggak ada yang beginian Kang, mandi ya harus nimba, pake gayung, disini kok nggak ada gayung, ini juga tempat tidur kok ada dikamar mandi" Sahut Rasti sambil memainkan air shower, seperti air hujan, bagus itulah yang terlintas di pikiran Rasti."Sekarang kamu harus belajar modern, nanti Pak Dion akan kasih handphone sama kamu" Rastu terdiam, dia ingat handphone milik mendiang suaminya, apa yang sering menghubinya itu adalah Pak Dion dan Pak Rendra begitu pikirnya."Saya boleh tiduran dikasur ini?" Tanya Rasti dengab menunjuk bathhu
Memasak memang sudah ahlinya Rasti selama ini, dia bisa memasak apapun dengan bahan seadanya menjadi lebih enak, apalagi dengan bahan uqng super komplit seperti yang Dion beli, pasti rasanya jauh lebih enak."Kang Dion mau Rasti masakin apa?" Tanya Rasti karena dengan menu bahan begitu banyak Rasti berpikir kalau Dion ingin menu beragam varian."Terserah" Jawabnya dengan mata masih fokus kelayar ponsel pintarnya.Memasak Sop Iga sepertinya enak untuk malam ini karena cuaca cukup dingin, dengan telaten Rasti memotong semua bahan."Kang Dion nggak ada cobek?" Lagi-lagi Rasti mengganggu Dion."Cobek? Apa itu?" Dion malah balik bertanya."Cobek batu" Jawab Rasti lagi dengan kesal.Dion menggeleng tanpa melihat kearah Rasti."Buat mengahaluskan bumbu" Ucap Rasti"Oh, ada blender diatas ambil aja" Jawab Dion."Aku nggak bisa pakainya" Ucap Rasti dengan polos."Apa? Kamu hidup di jaman mana? Menggunakan ini saja kamu tidak bisa?" Tanya Dion dengan kening berkerut, pasalnya dia juga tidak tah
"Tidak! Suamiku tidak mungkin meninggal! Dia hanya berpamitan bekerja ke ladang padaku Mbok Asih." Teriak wanita itu dengan linangan air mata, mendengar kabar kala suaminya mati terjatuh ke jurang dan ditemukan dengan keadaan tidak bernyawa."Yang sabar ya Neng, ini sudah takdirnya Allah." Ucap wanita tua yang sedari tadi memeluknya, meratapi kesedihan kala mendengar kabar suami yang baru tiga bulan menikah dengannya sudah tiada."Kenapa Mbok? Itu bisa saja kan bukan Kang Sena, Rasti yakin Mbok." Sanggahnya cepat, dia yakin bahwa suami yang sangat dia cintai itu tak mungkin pergi meninggalkannya sendirian di dunia ini."Sabar Neng sabar, kita tunggu disini , Pak Kades dan semua warga sedang membawa mayat Sena kesini." Ujar Bu Rum, yang ikut menenangkan Rasti di kediamannya. Rasti hanya menangis, membayangkan jasad suaminya itu, masih tak percaya kalau suaminya itu terjatuh, bahkan dia begitu sangat hati-hati dan kuat, tau jalan di desa ini yang mana bisa dilewati atau tidak, bahkan j
Saat malam menjelang, di rumah Rasti sudah penuh dengan tetangga yang akan mengadakan tahlilan untuk suaminya.Acara tahlilan berjalan dengan lancar, Rasti masih menangis dengan linangan air mata, mendoakan suaminya agar diterima amal ibadahnya, dia juga berharap semoga diberi petunjuk atas meninggalnya belahan jiwanya itu."Neng, yang sabar jangan terus menangis, apa mau Mbok menemanimu di rumah?" Tanya Mbok Asih saat Rasti masih terlihat murung dengan linangan air mata yang tak henti-hentinya menerobos untuk keluar dari mata coklat indahnya."Tak usah Mbok, terimakasih, Mbok begitu baik pada Rasti." Jawabnya dengan memeluk wanita tua yang sudah dia anggap sebagai ibu itu."Baiklah, Mbok pulang dulu kalau ada apa-apa datang saja ke rumah Mbok, tak usah sungkan." Ujarnya berpamitan, karena hari sudah malam, Rasti hanya mengangguk dan mengucapkan terimakasih kepada tetangga yang lain yang sudah mendoakan suaminya, saat Rasti akan menutup pintu pandangannya terlihat ke arah pohon mangga
Setelah mendengar itu Rasti hanya terlihat syok, lalu apa hubungannya dengan dirinya, begitu pikirnya karena dia tak merasa telah berbuat apapun kepada Kang Edi. Iya semala yang bertandang kerumahnya adalah kang Edi, temannya Sena, tapi entah apa masalahnya setelah Kang Sena berhenti sekolah mereja jadi tidak akrab lagi."Itu dia janda pembunuh di kampung kita." Terlihat segerombolan warga berjalan cepat kearah rumah Rasti dengan emosi dan cacian yang di lontarkan. Rasti yang tidak tau apa-apa hanya meminta perjelasan pada Mbok Asih apa yang sebenarnya terjadi."Heh! Janda! Kamu sengaja kan bunuh Kang Edi?." Teriak salah satu warga yang seumuran dengan dirinya. Jelas Rasti kenal siapa dia, teman SMP nya itu."Iya! Kang Edi baru dari rumah kamu terus tiba-tiba meninggal persis seperti Kang Sena." Sela warga yang lainnya."Sumpah, Rasti tidak tau apa-apa Kang Edi memang dari rumah, tapi tidak masuk hanya mengetuk pintu ngobrol sebentar kemudian pergi." Jawab Rasti dengan masih tak per
Setalah membawa benda yang Mbok Asih beri Rasti berlari cepat menuju rumahnya, dilihatnya benda itu 'Bagaimana bisa Kang Sena memiliki benda ini, rasanya tidak mungkin' Guman Rasti memegang erat ponsel yang sepertinya baterainya sudah mati, bagaimana cara menghidupkannyapun Rasti tak tau, satu-satunya cara adalah ke kota, begitu pikir Rasti.Malam semakin larut, tapi kantuk tak kunjung mendera.'Kalau memang ini milik Kang Sena, pasti dia punya kabel untuk menghidupkan ponsel ini' Rasti bangkit dari tidunya, membuka semua laci yang ada di kamarnya memeriksa lemari dan baju-baju yang tidak seberapa yang mereka punya.PlukSebuah kabel terjatuh dari atas lemari yang sudah koyak itu, mungkin jika ada yang menendangnya, lemari itu bisa ambruk karena sudah rapuh termakan usia.'Apa mungkin ini ya sepertinya ini aku pernah melihat Pak Lurah membawa ini' Dengan hati-hati Rasti mencolokan ponsel itu, wajar saja dia tak tau bagaimana caranya ponsel itu hidup, karena selama ini hanya keluarga