Rasti mencoba mengetik balasan, di bertekad akan berpura-pura, agar tau apa rencana mereka sebenernya.
(Saya belum mati)Dengan jantung yang berdebar, Rasti memberanikan diri mengirim sms itu, siapa tau ini adalah petunjuk untuk dirinya tau apa yang terjadi.(Bagus! Aku pikir kau sudah dibunuh oleh si Imron)Deg!Imron adalah anaknya Pak Lurah, semakin membuat Rasti bingung, karena ada hubungannya dengan pria yang pernah mengejarnya itu untuk menjadi istrinya, bahkan sampai sekaramg Imron masih terus mendekati Rasti.Tok Tok Tok"Iya siapa?" Teriak Rasti didalam, Rasti buru-buru menyimpan ponsel itu dilipatan baju mereka.Begitu membuka pintu terlihat sosok Pak lurah dan 2 konconya yang selalu mengikuti Pak lurah kemana-mana."Ada apa ya Pak?" Tanya Rasti langsung begitu dia tau yang berada diluar sana adalah Pak Lurah."Kamu tidak akan menyuruh saya masuk Neng Rasti?" Pak Lurah tanpa melihat keseseling, apakah dia memastikan kalau istrinya tidak akan mengikutinya. Karena biasanya istri pertamanya itu selalu mengikuti Pak Lurah karena juga Pak Lurah memiliki wanita lain."Maaf Pak Lurah saya kan tinggal sendiri disini, bagaimana kalau duduk disini saja'' Rasti menunjuk kursi kosong yang ada didepan rumahnya. Kursi yang dibuat mendiang suaminya, untuk duduk menikmati secangkir kopi."Oh iya baik, maaf saya sudah lancang" Akhirnya mereka berdua duduk cukup lama, entah apa yang akan Pak Lurah katakan pada Rasti, dia hanya melihat Rasti dari ujung kaki sampai ujung kepala, cantik begitu gumamnya."Maaf Pak, ada apa? Sepertinya daritadi Pak Lurah hanya diam? Saya ada urusan harus pergi" Rasti kembali bertanya perihal keperluan Pak Lurah yang datang kerumahnya."Ohh iya begini Neng Rasti, Neng Rasti kan disini tinggal sendiri, tidak ada siapa-siapa, saya mau mengajakk Neng Rasti untuk tinggal bersama saya" Ucapnya dengan melihat Rasti penuh nafsu, dari pertama kali melihat Rasti tumbuh dewasa Pak zlurah bertekad ingin menjadikan Rasti istrinya, tapi sayang dia selalu menolak keinginannya."Maksudnya bagaimana ya Pak? Saya tidak mengerti?" Karena Rasti mungkin benar-benar tidak paham maksud ajakan Pak Lurah untuk tinggal bersama."Menikah dengan saya Neng, maka saya akan mencukupi semua kebutuhan Neng Rasti, saya akan memberikan 2 hektar kebun teh untung Neng Rasti, saya juga akan memberikan nafkah yang layak agar Neng Rasti bisa berbelanja apapun tanpa kesusahan, saya juga Neng akan membuat istana untuk Neng Rasti, agar tidak tinggal dirumah reyod ini, tidak pantas, nanti saya juga akan...""Cukup Pak Lurah! Saya tidak berminat menjadi istri keempat anda! Saya juga tidak ingin harta yang anda iming-imingkan itu, karena saya tau berhektar-hektar kebun teh itu adalah milik istri pertama anda bukan anda, jadi tolong silahkan anda pergi dari rumah saya" Dengan ceoat rasti memotong ucapan Pak Lurah dengan memburu, terlihat Rasti begitu emosi dengaj ucapan gamblang Pak Lurah yang ingin memamerkan hartanya, padahak sekampung saja sudah tau kalau semua itu adalah milik istri pertama Pak lurah."Kurang ajar! Kau berani menghinaku Rasti! Memang kau pikir kau siapa! Hah! Anak tidak tau diri! pantas saja si Sena bunuh diri karena dia tak sanggup hidup bersama wanita sepertimu!" Pak lurah naik pitam dengan ucapan Rasti, harga dirinya merasa terinjak, wajah dan kupingnya sampai merah, dia tidak percaya kalau Rasti akan berkata seperti itu.Begitu juga dada Rasti naik turun dengan ucapan hina Pak Lurah. Sungguh kali ini Pak Lurah sangat keterlaluan."Pergi tua bandot sialan! Saya pastikan besok anda turun jabatan! Saya akan datang kepada istri pertama anda agar dia tau bagaimana kelakuan anda di kampung sebelah!" Rasti menantang walaupun keringat dingin suduh mengucur di sekujur tubuhnya sungguh Rasti juga takut, apalagi tidak ada orang yang lewat di sekitar sini."Brengsek kau Rasti! Tunggu pembalasanku wanita tidak tau diri! Sudah ditawari hidup enak malah tidak mau" Dia menggebrak meja butut milik Rasti sampai ambruk dan berlalu begitu saja.'Astagfirullah setelah ini pasti kehidupanku tak akan baik-baik saja' gumam Rasti dalam hati melihat kepergian Pak lurah dan 2 konconya."Kamu ngapain masih disini Neng Rasti? Pak lurah bilang sama saya kalau kamu sudah tidak bisa kerja disini lagi" Tegur Rozak, orang suruhan pak lurah di kebun teh miliknya ini"Saya sudah tidak boleh kerja disini lagi memang Kang? Kenapa?" Tanya Rasti, walaupun Rasti tahu mungkin karena kejadian kemarin dan mungkin juga Pak Lurah kali ini benar-benar marah."Mana saya tau Neng, ini perintah Pak Lurah, saya hanya menjalankan tugas saja" Jawabnya seperti sungkan terhadap Rasti, bagaimanapun Pak Rozak cukup prihatin atas musibah yang dialami oleh janda kembang di desanya ini."Yasudah, kalau begitu tidak apa apa Kang, Rasti pulang saja, kalau bayaran untuk 2 minggu ini bagaimana?" Tanya Rasti lagi, karena setiap 2 minggu sekali akan diberi upah, dan kebetulan Rasti sudah bekerja selama 2 minggu."Pak Lurah tidak menitip upah Neng Rasti, tapi nanti biar saya tanyakan ya Neng, kalau ada saya anterin kerumah Neng Rasti" Rasti hanya menghela nafas dan mengangguk.Rasti pulang kerumah dengan p
Kini Rasti dan dion berada di rumah Pak Lurah ketika seseorang dari tetangganya melihat Rasti masuk mobil asing itu."Heh janda! Kamu tau kan kamu janda belum sampe 40 hari? Kenapa kamu berani berduaan dengan lelaki asing ini!" Sinis Bu Rosi yang memang selalu mencari perkara padanya."Bu, memang ibu lihat kita melakukan apa di mobil? Kita hanya ngobrol biasa" Jawab Rasti dengan tegas dan menatap manik mata Bu Rosi yang salah tingkah. "Jadi bagaimana kronologinnya? Coba dari sisi Bu Rosi bagaimana? Tanya Pak Lurah pada Bu Rosi."Saya melihat Rasti masuk mobil pria ini, bahkan ada 2 pria di depan rumahnya, apalagi kalau mereka tidak zinah Pak Lurah?" Tuduh Bu Rosi hanya perkara dia melihat Rasti masuj mobil."Apa anda melihat saya bercinta dengan Rasti? Ciuman? Atau berhubungan badan Ibu?" Ketus Dion, karena dia tidak terima di perlakukan seperti ini oleh warga."Saya ada urusan dengan Rasti, penting! Saya bisa perkarakan ini ke jalur hukum dengan tuduhan tidak menyenangkan! Padahal sa
"Ayo turun" Ajak Dion, karena daritadi Rasti hanya bengong juga sedikit takjub dengan bangunang gedung tinggi yang ada di hadapannya, bahkan sepanjang jalan Rasti dibuat terheran-heran, bagaiamana gedung ini dibangun karena saking tingginya."Ini rumah Kang Dion?" Tanya Rasti sambil keluar dari mobil yang pintunya sudah Rendra buka."Ini apartemen bukan rumah" Jawab Dion dan melangkah pergi meyeret lengan Rasti."Pelan-pelan dong Kang sakit ditarik-tarik begini, lagiaj mana Rasti tau seumur-umur Rastu belum pernah ke kota jakarta ini" Gumam Rasti dengan mengikuti langkah lebar Dion yang ada di depannya. Rasti dan Dion menaiki lift menuju lantai 15 dimana itu akan menjadi tempat untuk Rasti."Ini kartu masuk kamar kamu, nanti kamu tingga disini" Ucap Dion kala mereka tiba di depan pintu bernomorkan 21 dilantai ini hanya 3 kamar, masing-masing diisi oleh Dion, Rendra dan sekarang okeh Rasti."Kartu apa ini? Bukannya buka pintu harus pake kunci ya?" Tanya Rasti dengan polos, sambil memb
Rendra sampai geleng-geleng kepala melihat tingkah Rasti yang sangat norak, bagaimana tidak di tahun 2023 ini dia tidak tau apa itu shower, dengan sabar dan sedikit misuh-misuh karena jengkel dengan kelakuan Rasti, Rendra menjelaskan dengan sangat detail bagaimana menggunakan kamar mandi yang sudah modern ini."Masa sih begini saha tidak tau?" Sinis Rendra kala dia selesai menjelaskan, air dingin dan hangat yang bisa Rasti gunakan ketika mandi."Di kampung nggak ada yang beginian Kang, mandi ya harus nimba, pake gayung, disini kok nggak ada gayung, ini juga tempat tidur kok ada dikamar mandi" Sahut Rasti sambil memainkan air shower, seperti air hujan, bagus itulah yang terlintas di pikiran Rasti."Sekarang kamu harus belajar modern, nanti Pak Dion akan kasih handphone sama kamu" Rastu terdiam, dia ingat handphone milik mendiang suaminya, apa yang sering menghubinya itu adalah Pak Dion dan Pak Rendra begitu pikirnya."Saya boleh tiduran dikasur ini?" Tanya Rasti dengab menunjuk bathhu
Memasak memang sudah ahlinya Rasti selama ini, dia bisa memasak apapun dengan bahan seadanya menjadi lebih enak, apalagi dengan bahan uqng super komplit seperti yang Dion beli, pasti rasanya jauh lebih enak."Kang Dion mau Rasti masakin apa?" Tanya Rasti karena dengan menu bahan begitu banyak Rasti berpikir kalau Dion ingin menu beragam varian."Terserah" Jawabnya dengan mata masih fokus kelayar ponsel pintarnya.Memasak Sop Iga sepertinya enak untuk malam ini karena cuaca cukup dingin, dengan telaten Rasti memotong semua bahan."Kang Dion nggak ada cobek?" Lagi-lagi Rasti mengganggu Dion."Cobek? Apa itu?" Dion malah balik bertanya."Cobek batu" Jawab Rasti lagi dengan kesal.Dion menggeleng tanpa melihat kearah Rasti."Buat mengahaluskan bumbu" Ucap Rasti"Oh, ada blender diatas ambil aja" Jawab Dion."Aku nggak bisa pakainya" Ucap Rasti dengan polos."Apa? Kamu hidup di jaman mana? Menggunakan ini saja kamu tidak bisa?" Tanya Dion dengan kening berkerut, pasalnya dia juga tidak tah
"Tidak! Suamiku tidak mungkin meninggal! Dia hanya berpamitan bekerja ke ladang padaku Mbok Asih." Teriak wanita itu dengan linangan air mata, mendengar kabar kala suaminya mati terjatuh ke jurang dan ditemukan dengan keadaan tidak bernyawa."Yang sabar ya Neng, ini sudah takdirnya Allah." Ucap wanita tua yang sedari tadi memeluknya, meratapi kesedihan kala mendengar kabar suami yang baru tiga bulan menikah dengannya sudah tiada."Kenapa Mbok? Itu bisa saja kan bukan Kang Sena, Rasti yakin Mbok." Sanggahnya cepat, dia yakin bahwa suami yang sangat dia cintai itu tak mungkin pergi meninggalkannya sendirian di dunia ini."Sabar Neng sabar, kita tunggu disini , Pak Kades dan semua warga sedang membawa mayat Sena kesini." Ujar Bu Rum, yang ikut menenangkan Rasti di kediamannya. Rasti hanya menangis, membayangkan jasad suaminya itu, masih tak percaya kalau suaminya itu terjatuh, bahkan dia begitu sangat hati-hati dan kuat, tau jalan di desa ini yang mana bisa dilewati atau tidak, bahkan j
Saat malam menjelang, di rumah Rasti sudah penuh dengan tetangga yang akan mengadakan tahlilan untuk suaminya.Acara tahlilan berjalan dengan lancar, Rasti masih menangis dengan linangan air mata, mendoakan suaminya agar diterima amal ibadahnya, dia juga berharap semoga diberi petunjuk atas meninggalnya belahan jiwanya itu."Neng, yang sabar jangan terus menangis, apa mau Mbok menemanimu di rumah?" Tanya Mbok Asih saat Rasti masih terlihat murung dengan linangan air mata yang tak henti-hentinya menerobos untuk keluar dari mata coklat indahnya."Tak usah Mbok, terimakasih, Mbok begitu baik pada Rasti." Jawabnya dengan memeluk wanita tua yang sudah dia anggap sebagai ibu itu."Baiklah, Mbok pulang dulu kalau ada apa-apa datang saja ke rumah Mbok, tak usah sungkan." Ujarnya berpamitan, karena hari sudah malam, Rasti hanya mengangguk dan mengucapkan terimakasih kepada tetangga yang lain yang sudah mendoakan suaminya, saat Rasti akan menutup pintu pandangannya terlihat ke arah pohon mangga
Setelah mendengar itu Rasti hanya terlihat syok, lalu apa hubungannya dengan dirinya, begitu pikirnya karena dia tak merasa telah berbuat apapun kepada Kang Edi. Iya semala yang bertandang kerumahnya adalah kang Edi, temannya Sena, tapi entah apa masalahnya setelah Kang Sena berhenti sekolah mereja jadi tidak akrab lagi."Itu dia janda pembunuh di kampung kita." Terlihat segerombolan warga berjalan cepat kearah rumah Rasti dengan emosi dan cacian yang di lontarkan. Rasti yang tidak tau apa-apa hanya meminta perjelasan pada Mbok Asih apa yang sebenarnya terjadi."Heh! Janda! Kamu sengaja kan bunuh Kang Edi?." Teriak salah satu warga yang seumuran dengan dirinya. Jelas Rasti kenal siapa dia, teman SMP nya itu."Iya! Kang Edi baru dari rumah kamu terus tiba-tiba meninggal persis seperti Kang Sena." Sela warga yang lainnya."Sumpah, Rasti tidak tau apa-apa Kang Edi memang dari rumah, tapi tidak masuk hanya mengetuk pintu ngobrol sebentar kemudian pergi." Jawab Rasti dengan masih tak per