Setalah membawa benda yang Mbok Asih beri Rasti berlari cepat menuju rumahnya, dilihatnya benda itu
'Bagaimana bisa Kang Sena memiliki benda ini, rasanya tidak mungkin' Guman Rasti memegang erat ponsel yang sepertinya baterainya sudah mati, bagaimana cara menghidupkannyapun Rasti tak tau, satu-satunya cara adalah ke kota, begitu pikir Rasti.Malam semakin larut, tapi kantuk tak kunjung mendera.'Kalau memang ini milik Kang Sena, pasti dia punya kabel untuk menghidupkan ponsel ini' Rasti bangkit dari tidunya, membuka semua laci yang ada di kamarnya memeriksa lemari dan baju-baju yang tidak seberapa yang mereka punya.PlukSebuah kabel terjatuh dari atas lemari yang sudah koyak itu, mungkin jika ada yang menendangnya, lemari itu bisa ambruk karena sudah rapuh termakan usia.'Apa mungkin ini ya sepertinya ini aku pernah melihat Pak Lurah membawa ini'Dengan hati-hati Rasti mencolokan ponsel itu, wajar saja dia tak tau bagaimana caranya ponsel itu hidup, karena selama ini hanya keluarga pak lurah yang memiliki ponsel, kalaupun ada sanak keluarga yang merantau pasti akan menghubungi kerumah pak Lurah nantinya.Setelah terhubung ponselnya tak kunjung hidup, dengan yakin sepertinya besok Rasti akan ke kota memastikan apa isi dari ponsel yang kata Mbok Asih ada di saku celana Kang Sena.***"Kang bagaimana? Apa ponselnya masih bisa hidup?" Tanya Rasti ketika sudah sampai di tempat konter hp yang jaraknya cukup jauh, harus naik ojek dan angkot juga jalanan yang berbatu."Bisa, ini cuma habis daya saja Teh, tinggal di charger pake ini sudah bisa hidup" Jawabnya."Oh begitu, maaf nih Kang boleh ajarin aku? Aku sebenarnya belum pandai pakai ponsel ini" Dengan malu-malu Rasti meminta mengajari benda pintar itu, walaupun bukan ponsel keluaran terbaru, tapi bagi Rasti yang baru pertama kali menyentuh tentu saja akan kesulitan."Bisa, ini dipinggir untuk tombol power Teh, ini untuk volume, nah ini untuk pesan tapi harus ada pulsa kalau mau berkirim pesan Teh, nah ini Teteh tinggal mengetik mau kirim pesan kesiapa, kalau mau nelpon Teteh tinggal cari disini kontak, lalu cari nama siapa yang akan Teteh telpon, sepertinya sudah ada kartu disini, ada beberapa pesan masuk juga boleh Teteh lihat silahkan" Ucap tukang konter itu dengan panjang lebar dan Rasti mendengarkan dengan seksama."Wah canggih ya Kang" Kang konter hanya menanggapi dengan senyuman.(Sena! Datang temui saya atau saya akan bawa istrimu!)Pesan itu terkirim sudah beberapa hari lalu, apa maksudnya tidak ada nama di ponselnya, ada beberapa pesan masuk juga yang dikirim dari nomor yang sama tepat saat kejadian naas meninggalnya suaminya.(Jika kamu ingkar janji maka nyawa Rasti yang akan menggantikannya)(Berani berbohong pada saya Rasti yang akan menanggungnya)(Datangi aku di bukit tebing)Tangan Rasti gemeter, siapa yang melakukan ini, benar dugaannya kalau suaminya itu dibunuh, bukan jatuh seperti kata orang Desa."Kenapa Teh?" Karena melihat tangan Rasti yang gemeter sontak Kang konter itu begitu panik."Tidak apa-apa Kang, berapa saya harus membayar?" Rasti buru-buru bersikap biasa seolah tidak pernah membacaa apapun."Tidak usah teh ponselnya tidak kenapa-kenapa itu hanya perln di charger seperti tadi saja ya" Jawabnya.Setelah mengucapkan Terimakasih Rasti cepat pergi dari konter Hp, karena waktu juga sudah akan sore, takut sudah tidak akan ada angkutan umum, karena jalan menuju Desa Rasti cukup jauh jaraknya.Setelah sekian puluh menit menunggu angkutan umum menuju Desa kemuning akhirnya ada juga walaupun harus berdesak-desakan karena penuh."Teh Rasti darimana?" Tanya seorang Gadis yang mengenakan seragam SMA itu."Ehh Ella, ini habis dari konter hp, baru pulang sekolah La?" Tanya Rasti karena memang jika ingin bersekolah SMA jaraknya cukup jauh dari Desa."Iya Teh, habis kerja kelompok"Rasti hanya mengangguk dan kembali fokus kejalanan, tidak enak juga mengobrol karena angkutan umum yang Rasti tumpangi cukup padat.ChitttttTiba-tiba angkot berhenti mendadak membuat semua penumpang mengumpat karena terbentur satu sama lain."Turun kalian semua!"'Ya allah ada apa ini' lirih Rasti merasa ini bahaya.Semua yang ada diangkot itu turun satu persatu dengan rasa was was, ada lima orang pria berpakaian hitam dan masker menodongkan senjata. 'Ada apa ini' Gumam Rasti dalam hati."Serahkan semua barang berharga kalian!" Teriak preman serba hitam itu pada sekelompok penumpang angkutan umum yang dinaiki Rasti.Satu dari kelima orang itu menghampiri Rasti menodong pisau lipat tepat di depan wajah Rasti"Keluarkan barang berhargamu!" Teriaknya pada Rasti, wanita itu hanya menggeleng, mempertahankan tas yang berisi barang berharga menurut dirinya."Tidak ada apa-apa di dalam tasku" Sekuat tenaga Rasti menpertahankan tas nya yang berisi ponsel milik mendiang suaminya, karena belum sepenuhnya Rasti tau apa yang ada di ponsel itu."Kau mau mati hah?!" Teriaknya dengan menarik tas selempang yang Rasti gunakan."Toloong! Lepas! Aku tidak punya apapun untuk diberikan padamu!" Teriak Rasti sekuat tenaga. Tak ada yang berniat menolong Rasti, suasananya sangat menegangkan sepertinya mereka juga menja
Rasti mencoba mengetik balasan, di bertekad akan berpura-pura, agar tau apa rencana mereka sebenernya.(Saya belum mati)Dengan jantung yang berdebar, Rasti memberanikan diri mengirim sms itu, siapa tau ini adalah petunjuk untuk dirinya tau apa yang terjadi. (Bagus! Aku pikir kau sudah dibunuh oleh si Imron)Deg! Imron adalah anaknya Pak Lurah, semakin membuat Rasti bingung, karena ada hubungannya dengan pria yang pernah mengejarnya itu untuk menjadi istrinya, bahkan sampai sekaramg Imron masih terus mendekati Rasti.Tok Tok Tok"Iya siapa?" Teriak Rasti didalam, Rasti buru-buru menyimpan ponsel itu dilipatan baju mereka.Begitu membuka pintu terlihat sosok Pak lurah dan 2 konconya yang selalu mengikuti Pak lurah kemana-mana."Ada apa ya Pak?" Tanya Rasti langsung begitu dia tau yang berada diluar sana adalah Pak Lurah."Kamu tidak akan menyuruh saya masuk Neng Rasti?" Pak Lurah tanpa melihat keseseling, apakah dia memastikan kalau istrinya tidak akan mengikutinya. Karena biasanya i
"Kamu ngapain masih disini Neng Rasti? Pak lurah bilang sama saya kalau kamu sudah tidak bisa kerja disini lagi" Tegur Rozak, orang suruhan pak lurah di kebun teh miliknya ini"Saya sudah tidak boleh kerja disini lagi memang Kang? Kenapa?" Tanya Rasti, walaupun Rasti tahu mungkin karena kejadian kemarin dan mungkin juga Pak Lurah kali ini benar-benar marah."Mana saya tau Neng, ini perintah Pak Lurah, saya hanya menjalankan tugas saja" Jawabnya seperti sungkan terhadap Rasti, bagaimanapun Pak Rozak cukup prihatin atas musibah yang dialami oleh janda kembang di desanya ini."Yasudah, kalau begitu tidak apa apa Kang, Rasti pulang saja, kalau bayaran untuk 2 minggu ini bagaimana?" Tanya Rasti lagi, karena setiap 2 minggu sekali akan diberi upah, dan kebetulan Rasti sudah bekerja selama 2 minggu."Pak Lurah tidak menitip upah Neng Rasti, tapi nanti biar saya tanyakan ya Neng, kalau ada saya anterin kerumah Neng Rasti" Rasti hanya menghela nafas dan mengangguk.Rasti pulang kerumah dengan p
Kini Rasti dan dion berada di rumah Pak Lurah ketika seseorang dari tetangganya melihat Rasti masuk mobil asing itu."Heh janda! Kamu tau kan kamu janda belum sampe 40 hari? Kenapa kamu berani berduaan dengan lelaki asing ini!" Sinis Bu Rosi yang memang selalu mencari perkara padanya."Bu, memang ibu lihat kita melakukan apa di mobil? Kita hanya ngobrol biasa" Jawab Rasti dengan tegas dan menatap manik mata Bu Rosi yang salah tingkah. "Jadi bagaimana kronologinnya? Coba dari sisi Bu Rosi bagaimana? Tanya Pak Lurah pada Bu Rosi."Saya melihat Rasti masuk mobil pria ini, bahkan ada 2 pria di depan rumahnya, apalagi kalau mereka tidak zinah Pak Lurah?" Tuduh Bu Rosi hanya perkara dia melihat Rasti masuj mobil."Apa anda melihat saya bercinta dengan Rasti? Ciuman? Atau berhubungan badan Ibu?" Ketus Dion, karena dia tidak terima di perlakukan seperti ini oleh warga."Saya ada urusan dengan Rasti, penting! Saya bisa perkarakan ini ke jalur hukum dengan tuduhan tidak menyenangkan! Padahal sa
"Ayo turun" Ajak Dion, karena daritadi Rasti hanya bengong juga sedikit takjub dengan bangunang gedung tinggi yang ada di hadapannya, bahkan sepanjang jalan Rasti dibuat terheran-heran, bagaiamana gedung ini dibangun karena saking tingginya."Ini rumah Kang Dion?" Tanya Rasti sambil keluar dari mobil yang pintunya sudah Rendra buka."Ini apartemen bukan rumah" Jawab Dion dan melangkah pergi meyeret lengan Rasti."Pelan-pelan dong Kang sakit ditarik-tarik begini, lagiaj mana Rasti tau seumur-umur Rastu belum pernah ke kota jakarta ini" Gumam Rasti dengan mengikuti langkah lebar Dion yang ada di depannya. Rasti dan Dion menaiki lift menuju lantai 15 dimana itu akan menjadi tempat untuk Rasti."Ini kartu masuk kamar kamu, nanti kamu tingga disini" Ucap Dion kala mereka tiba di depan pintu bernomorkan 21 dilantai ini hanya 3 kamar, masing-masing diisi oleh Dion, Rendra dan sekarang okeh Rasti."Kartu apa ini? Bukannya buka pintu harus pake kunci ya?" Tanya Rasti dengan polos, sambil memb
Rendra sampai geleng-geleng kepala melihat tingkah Rasti yang sangat norak, bagaimana tidak di tahun 2023 ini dia tidak tau apa itu shower, dengan sabar dan sedikit misuh-misuh karena jengkel dengan kelakuan Rasti, Rendra menjelaskan dengan sangat detail bagaimana menggunakan kamar mandi yang sudah modern ini."Masa sih begini saha tidak tau?" Sinis Rendra kala dia selesai menjelaskan, air dingin dan hangat yang bisa Rasti gunakan ketika mandi."Di kampung nggak ada yang beginian Kang, mandi ya harus nimba, pake gayung, disini kok nggak ada gayung, ini juga tempat tidur kok ada dikamar mandi" Sahut Rasti sambil memainkan air shower, seperti air hujan, bagus itulah yang terlintas di pikiran Rasti."Sekarang kamu harus belajar modern, nanti Pak Dion akan kasih handphone sama kamu" Rastu terdiam, dia ingat handphone milik mendiang suaminya, apa yang sering menghubinya itu adalah Pak Dion dan Pak Rendra begitu pikirnya."Saya boleh tiduran dikasur ini?" Tanya Rasti dengab menunjuk bathhu
Memasak memang sudah ahlinya Rasti selama ini, dia bisa memasak apapun dengan bahan seadanya menjadi lebih enak, apalagi dengan bahan uqng super komplit seperti yang Dion beli, pasti rasanya jauh lebih enak."Kang Dion mau Rasti masakin apa?" Tanya Rasti karena dengan menu bahan begitu banyak Rasti berpikir kalau Dion ingin menu beragam varian."Terserah" Jawabnya dengan mata masih fokus kelayar ponsel pintarnya.Memasak Sop Iga sepertinya enak untuk malam ini karena cuaca cukup dingin, dengan telaten Rasti memotong semua bahan."Kang Dion nggak ada cobek?" Lagi-lagi Rasti mengganggu Dion."Cobek? Apa itu?" Dion malah balik bertanya."Cobek batu" Jawab Rasti lagi dengan kesal.Dion menggeleng tanpa melihat kearah Rasti."Buat mengahaluskan bumbu" Ucap Rasti"Oh, ada blender diatas ambil aja" Jawab Dion."Aku nggak bisa pakainya" Ucap Rasti dengan polos."Apa? Kamu hidup di jaman mana? Menggunakan ini saja kamu tidak bisa?" Tanya Dion dengan kening berkerut, pasalnya dia juga tidak tah
"Tidak! Suamiku tidak mungkin meninggal! Dia hanya berpamitan bekerja ke ladang padaku Mbok Asih." Teriak wanita itu dengan linangan air mata, mendengar kabar kala suaminya mati terjatuh ke jurang dan ditemukan dengan keadaan tidak bernyawa."Yang sabar ya Neng, ini sudah takdirnya Allah." Ucap wanita tua yang sedari tadi memeluknya, meratapi kesedihan kala mendengar kabar suami yang baru tiga bulan menikah dengannya sudah tiada."Kenapa Mbok? Itu bisa saja kan bukan Kang Sena, Rasti yakin Mbok." Sanggahnya cepat, dia yakin bahwa suami yang sangat dia cintai itu tak mungkin pergi meninggalkannya sendirian di dunia ini."Sabar Neng sabar, kita tunggu disini , Pak Kades dan semua warga sedang membawa mayat Sena kesini." Ujar Bu Rum, yang ikut menenangkan Rasti di kediamannya. Rasti hanya menangis, membayangkan jasad suaminya itu, masih tak percaya kalau suaminya itu terjatuh, bahkan dia begitu sangat hati-hati dan kuat, tau jalan di desa ini yang mana bisa dilewati atau tidak, bahkan j
Memasak memang sudah ahlinya Rasti selama ini, dia bisa memasak apapun dengan bahan seadanya menjadi lebih enak, apalagi dengan bahan uqng super komplit seperti yang Dion beli, pasti rasanya jauh lebih enak."Kang Dion mau Rasti masakin apa?" Tanya Rasti karena dengan menu bahan begitu banyak Rasti berpikir kalau Dion ingin menu beragam varian."Terserah" Jawabnya dengan mata masih fokus kelayar ponsel pintarnya.Memasak Sop Iga sepertinya enak untuk malam ini karena cuaca cukup dingin, dengan telaten Rasti memotong semua bahan."Kang Dion nggak ada cobek?" Lagi-lagi Rasti mengganggu Dion."Cobek? Apa itu?" Dion malah balik bertanya."Cobek batu" Jawab Rasti lagi dengan kesal.Dion menggeleng tanpa melihat kearah Rasti."Buat mengahaluskan bumbu" Ucap Rasti"Oh, ada blender diatas ambil aja" Jawab Dion."Aku nggak bisa pakainya" Ucap Rasti dengan polos."Apa? Kamu hidup di jaman mana? Menggunakan ini saja kamu tidak bisa?" Tanya Dion dengan kening berkerut, pasalnya dia juga tidak tah
Rendra sampai geleng-geleng kepala melihat tingkah Rasti yang sangat norak, bagaimana tidak di tahun 2023 ini dia tidak tau apa itu shower, dengan sabar dan sedikit misuh-misuh karena jengkel dengan kelakuan Rasti, Rendra menjelaskan dengan sangat detail bagaimana menggunakan kamar mandi yang sudah modern ini."Masa sih begini saha tidak tau?" Sinis Rendra kala dia selesai menjelaskan, air dingin dan hangat yang bisa Rasti gunakan ketika mandi."Di kampung nggak ada yang beginian Kang, mandi ya harus nimba, pake gayung, disini kok nggak ada gayung, ini juga tempat tidur kok ada dikamar mandi" Sahut Rasti sambil memainkan air shower, seperti air hujan, bagus itulah yang terlintas di pikiran Rasti."Sekarang kamu harus belajar modern, nanti Pak Dion akan kasih handphone sama kamu" Rastu terdiam, dia ingat handphone milik mendiang suaminya, apa yang sering menghubinya itu adalah Pak Dion dan Pak Rendra begitu pikirnya."Saya boleh tiduran dikasur ini?" Tanya Rasti dengab menunjuk bathhu
"Ayo turun" Ajak Dion, karena daritadi Rasti hanya bengong juga sedikit takjub dengan bangunang gedung tinggi yang ada di hadapannya, bahkan sepanjang jalan Rasti dibuat terheran-heran, bagaiamana gedung ini dibangun karena saking tingginya."Ini rumah Kang Dion?" Tanya Rasti sambil keluar dari mobil yang pintunya sudah Rendra buka."Ini apartemen bukan rumah" Jawab Dion dan melangkah pergi meyeret lengan Rasti."Pelan-pelan dong Kang sakit ditarik-tarik begini, lagiaj mana Rasti tau seumur-umur Rastu belum pernah ke kota jakarta ini" Gumam Rasti dengan mengikuti langkah lebar Dion yang ada di depannya. Rasti dan Dion menaiki lift menuju lantai 15 dimana itu akan menjadi tempat untuk Rasti."Ini kartu masuk kamar kamu, nanti kamu tingga disini" Ucap Dion kala mereka tiba di depan pintu bernomorkan 21 dilantai ini hanya 3 kamar, masing-masing diisi oleh Dion, Rendra dan sekarang okeh Rasti."Kartu apa ini? Bukannya buka pintu harus pake kunci ya?" Tanya Rasti dengan polos, sambil memb
Kini Rasti dan dion berada di rumah Pak Lurah ketika seseorang dari tetangganya melihat Rasti masuk mobil asing itu."Heh janda! Kamu tau kan kamu janda belum sampe 40 hari? Kenapa kamu berani berduaan dengan lelaki asing ini!" Sinis Bu Rosi yang memang selalu mencari perkara padanya."Bu, memang ibu lihat kita melakukan apa di mobil? Kita hanya ngobrol biasa" Jawab Rasti dengan tegas dan menatap manik mata Bu Rosi yang salah tingkah. "Jadi bagaimana kronologinnya? Coba dari sisi Bu Rosi bagaimana? Tanya Pak Lurah pada Bu Rosi."Saya melihat Rasti masuk mobil pria ini, bahkan ada 2 pria di depan rumahnya, apalagi kalau mereka tidak zinah Pak Lurah?" Tuduh Bu Rosi hanya perkara dia melihat Rasti masuj mobil."Apa anda melihat saya bercinta dengan Rasti? Ciuman? Atau berhubungan badan Ibu?" Ketus Dion, karena dia tidak terima di perlakukan seperti ini oleh warga."Saya ada urusan dengan Rasti, penting! Saya bisa perkarakan ini ke jalur hukum dengan tuduhan tidak menyenangkan! Padahal sa
"Kamu ngapain masih disini Neng Rasti? Pak lurah bilang sama saya kalau kamu sudah tidak bisa kerja disini lagi" Tegur Rozak, orang suruhan pak lurah di kebun teh miliknya ini"Saya sudah tidak boleh kerja disini lagi memang Kang? Kenapa?" Tanya Rasti, walaupun Rasti tahu mungkin karena kejadian kemarin dan mungkin juga Pak Lurah kali ini benar-benar marah."Mana saya tau Neng, ini perintah Pak Lurah, saya hanya menjalankan tugas saja" Jawabnya seperti sungkan terhadap Rasti, bagaimanapun Pak Rozak cukup prihatin atas musibah yang dialami oleh janda kembang di desanya ini."Yasudah, kalau begitu tidak apa apa Kang, Rasti pulang saja, kalau bayaran untuk 2 minggu ini bagaimana?" Tanya Rasti lagi, karena setiap 2 minggu sekali akan diberi upah, dan kebetulan Rasti sudah bekerja selama 2 minggu."Pak Lurah tidak menitip upah Neng Rasti, tapi nanti biar saya tanyakan ya Neng, kalau ada saya anterin kerumah Neng Rasti" Rasti hanya menghela nafas dan mengangguk.Rasti pulang kerumah dengan p
Rasti mencoba mengetik balasan, di bertekad akan berpura-pura, agar tau apa rencana mereka sebenernya.(Saya belum mati)Dengan jantung yang berdebar, Rasti memberanikan diri mengirim sms itu, siapa tau ini adalah petunjuk untuk dirinya tau apa yang terjadi. (Bagus! Aku pikir kau sudah dibunuh oleh si Imron)Deg! Imron adalah anaknya Pak Lurah, semakin membuat Rasti bingung, karena ada hubungannya dengan pria yang pernah mengejarnya itu untuk menjadi istrinya, bahkan sampai sekaramg Imron masih terus mendekati Rasti.Tok Tok Tok"Iya siapa?" Teriak Rasti didalam, Rasti buru-buru menyimpan ponsel itu dilipatan baju mereka.Begitu membuka pintu terlihat sosok Pak lurah dan 2 konconya yang selalu mengikuti Pak lurah kemana-mana."Ada apa ya Pak?" Tanya Rasti langsung begitu dia tau yang berada diluar sana adalah Pak Lurah."Kamu tidak akan menyuruh saya masuk Neng Rasti?" Pak Lurah tanpa melihat keseseling, apakah dia memastikan kalau istrinya tidak akan mengikutinya. Karena biasanya i
Semua yang ada diangkot itu turun satu persatu dengan rasa was was, ada lima orang pria berpakaian hitam dan masker menodongkan senjata. 'Ada apa ini' Gumam Rasti dalam hati."Serahkan semua barang berharga kalian!" Teriak preman serba hitam itu pada sekelompok penumpang angkutan umum yang dinaiki Rasti.Satu dari kelima orang itu menghampiri Rasti menodong pisau lipat tepat di depan wajah Rasti"Keluarkan barang berhargamu!" Teriaknya pada Rasti, wanita itu hanya menggeleng, mempertahankan tas yang berisi barang berharga menurut dirinya."Tidak ada apa-apa di dalam tasku" Sekuat tenaga Rasti menpertahankan tas nya yang berisi ponsel milik mendiang suaminya, karena belum sepenuhnya Rasti tau apa yang ada di ponsel itu."Kau mau mati hah?!" Teriaknya dengan menarik tas selempang yang Rasti gunakan."Toloong! Lepas! Aku tidak punya apapun untuk diberikan padamu!" Teriak Rasti sekuat tenaga. Tak ada yang berniat menolong Rasti, suasananya sangat menegangkan sepertinya mereka juga menja
Setalah membawa benda yang Mbok Asih beri Rasti berlari cepat menuju rumahnya, dilihatnya benda itu 'Bagaimana bisa Kang Sena memiliki benda ini, rasanya tidak mungkin' Guman Rasti memegang erat ponsel yang sepertinya baterainya sudah mati, bagaimana cara menghidupkannyapun Rasti tak tau, satu-satunya cara adalah ke kota, begitu pikir Rasti.Malam semakin larut, tapi kantuk tak kunjung mendera.'Kalau memang ini milik Kang Sena, pasti dia punya kabel untuk menghidupkan ponsel ini' Rasti bangkit dari tidunya, membuka semua laci yang ada di kamarnya memeriksa lemari dan baju-baju yang tidak seberapa yang mereka punya.PlukSebuah kabel terjatuh dari atas lemari yang sudah koyak itu, mungkin jika ada yang menendangnya, lemari itu bisa ambruk karena sudah rapuh termakan usia.'Apa mungkin ini ya sepertinya ini aku pernah melihat Pak Lurah membawa ini' Dengan hati-hati Rasti mencolokan ponsel itu, wajar saja dia tak tau bagaimana caranya ponsel itu hidup, karena selama ini hanya keluarga
Setelah mendengar itu Rasti hanya terlihat syok, lalu apa hubungannya dengan dirinya, begitu pikirnya karena dia tak merasa telah berbuat apapun kepada Kang Edi. Iya semala yang bertandang kerumahnya adalah kang Edi, temannya Sena, tapi entah apa masalahnya setelah Kang Sena berhenti sekolah mereja jadi tidak akrab lagi."Itu dia janda pembunuh di kampung kita." Terlihat segerombolan warga berjalan cepat kearah rumah Rasti dengan emosi dan cacian yang di lontarkan. Rasti yang tidak tau apa-apa hanya meminta perjelasan pada Mbok Asih apa yang sebenarnya terjadi."Heh! Janda! Kamu sengaja kan bunuh Kang Edi?." Teriak salah satu warga yang seumuran dengan dirinya. Jelas Rasti kenal siapa dia, teman SMP nya itu."Iya! Kang Edi baru dari rumah kamu terus tiba-tiba meninggal persis seperti Kang Sena." Sela warga yang lainnya."Sumpah, Rasti tidak tau apa-apa Kang Edi memang dari rumah, tapi tidak masuk hanya mengetuk pintu ngobrol sebentar kemudian pergi." Jawab Rasti dengan masih tak per