"Ayah yakin? Meminta Aldo untuk menikahi Laila?" tanya Susi tak percaya."Bukan untuk menikahi Bu. Tapi Ayah cuma mau minta tolong pada Nak Aldo untuk menasehati Laila. Menurut Ayah hanya Aldo yang bisa menasehati Laila saat ini. Dia lelaki yang dipercaya anak kita," ucap Susi.Susi terdiam, ia pikir suaminya itu akan menikahkan Laila dengan Aldo. Tapi ternyata itu hanya salah paham. Bukan Susi tak ingin Aldo menjadi suami Laila. Tetapi, jarak usia Aldo dan Laila sangat jauh, Aldo masih berusia sembilan belas tahun, sedangkan Laila sudah berusia dua puluh enam tahun. Susi hanya tidak percaya jika Aldo bisa menjadi imam Laila, di samping usianya yang begitu jauh."Sekarang Ayah mau ke rumah Aldo dulu, dia pasti sudah pulang karena sifat kerjanya sama dengan Laila," ucap Anton."Yasudah. Hati-hati Yah.""Iya Bu."Anton pun berjalan keluar rumah, ia membawa kendaraan motor yang dibeli Laila beberapa hari yang lalu. Hampir
"Jawab Pak!" tanya Aldo lagi."Maaf Nak Aldo, bukannya Bapak tidak setuju. Hanya saja saya mau Laila menikah dengan pria yang jauh lebih dewasa, usianya harus lebih tua dari Laila."Mendengar kalimat penolakan dari pak Anton, Aldo terdiam seakan kecewa dengan penolakan itu. Ia memang sadar, dirinya belum sepenuhnya mencintai Laila, hanya kagum karena Laila wanita mandiri dan tangguh. Tapi disisi lain, ia juga memahami tindakan pak Anton yang tidak mau lagi putrinya salah memilih pendamping hidup."Saya yakin bisa Pak. Jangan karena usia saya muda, Bapak meragukan saya," ucap Aldo meyakinkan."Bukan begitu Nak aldo. Tapi ...""Aldoooo!" teriak seseorang. Keduanya menoleh ke asal suara."Paman Amin," ucap Aldo."Pak Amin?" panggil Anton.Ia mendekati kedua orang itu dengan wajah yang sulit dimengerti."Aldo! Apa-apaan kamu ngomong gitu dengan Pak Anton, hah! Ingat Aldo, kamu baru lulus sekolah. Kamu saja baru setahun bekerja, jangan buru-buru nikah! Bukankah kamu ingin meneruskan pendid
"Nak Doni. Ini apa-apaan? Jelaskan sama saya, siapa wanita itu?" tanya Anton bingung tapi pancaran wajahnya menyiratkan kemarahan."Jawab Mas! Jangan diam saja!" Justru wanita seksi itu yang menjawab.Anton, Susi dan Laila hanya bisa menatap mereka dengan kebingungan. Benarkah wanita berpakaian terbuka itu istri dari Doni? Pikir mereka semua."Ma-af." Hanya kalimat itu yang terdengar dari bibir Doni."Ada apa ini sebenarnya? Jelaskan sama saya!" bentak Anton sudah geram. "Jangan permainan saya Doni! Apa benar apa yang dikatakan wanita ini, bahwa kamu suaminya. Jawab!" teriak Anton marah."Sabar Yah. Kendalikan diri Ayah," pinta Susi."Bagaimana Ayah bisa tenang dan sabar. Lelaki ini bisa-bisanya mempermainkan kita!" tunjuk Anton dengan geram."Maafkan saya Pak. Maaf," lirih Doni. Pancar wajahnya masih penuh ketakutan. Bahkan ia tak berani menatap wajah istri dan yang lain, ia menunduk seakan sudah ketangkap basah."Bapak dan Ibu itu seharusnya kalo mau menjodohkan anak jangan asal pil
Sudah setahun setelah menceraikan Laila, kini Zidan kembali memiliki hubungan lagi dengan seorang gadis kota, mantan kekasihnya dulu saat menempuh pendidikan di bangku kuliah. Rupanya, kecelakaan yang pernah ia alami dari Laila tidak membuatnya berubah. Ia justru semakin menjadi-jadi dan ingin menikah lagi. Tentu, keinginan itu langsung disetujui oleh Anggraini, karena ia memang ingin anak-anaknya kembali menikah dan memiliki keturunan."Ma, Oliv ini Ayahnya seorang pengusaha lho," ucap Zidan bangga."Wah. Benarkah itu?" tanya Anggraini senang. Kali ini Zidan lebih pintar dari sebelumnya dalam memilih kekasih. Kini, ia menemukan kekasih yang sepadan. Dari bebet, bobot dan kelasnya, Oliv jauh berbeda, tidak seperti Laila, kampungan dan berasal dari keluarga miskin."Iya Tante. Papa pengusaha di bidang Fashion. Beliau sudah mengenalkan desain terbaiknya di mancanegara," tutur Oliv."Wah, keren sekali Papamu," puji Anggraini lagi. Binar mata memiliki menantu orang kaya membuat ia semakin
"Kenapa Mama melakukan itu Ma? Kenapa?" teriak Zidan."Jadi ... Jadi Anakku meninggal dijadikan tumbal?" rintih Vallen mulai tersadar, ada bulir bening membasahi pipinya."Mama jahat!" teriak Jonathan.Satu-persatu anak-anaknya menyalahkan Anggraini soal tradisi itu, bagaimana bisa seorang ibu begitu tega mengorbankan hidup anak-anaknya. Benar-benar tidak bisa diterima dengan akal sehat."Cukup! Enteng sekali kalian menyalahkan aku! Apa kalian ngga mikir itu kemewahan yang kalian nikmati dari mana, hah! Terus selama ini beli barang-barang mewah dari mana? Jangan seenak jidat kalian menyalahkan aku!" bentak Anggraini tak terima.Mereka terdiam, merasa apa yang dikatakan ibunya benar. Selama ini mereka sendiri sangat bergantung dengan kekayaan orang tuanya. Satu anakpun tak sanggup hidup tanpa harta dari keluarganya. Apalagi Zidan, bisa dipastikan pengeluaran dia paling besar dari kedua kakaknya."Kalian tidak usah banyak protes dan komentar! Nikmati saja. Sampai tradisi itu berakhir!"
"Iya Sam. Apa kamu ingat?" tanya Anggraini."Mantan kekasihku saat kuliah Ma? Kenapa Mama bisa berpikir begitu?" tanya Vallen tak mengerti.Padahal, hubungan Vallen dan Sam sudah sangat lama tidak terjalin. Bahkan, Anggraini tidak tahu penyebab putusnya mereka. Semua itu Vallen lakukan karena tidak mau berpisah dengan Sam. Vallen sangat tahu tradisi keluarga saat itu, ia tidak mau nasib rumah tangganya berakhir dengan perceraian. Cukup ia pernah menyaksikan itu langsung di depannya, saat Anggraini dengan tegas meminta Jonathan sang kakak menceraikan istrinya di depan mereka. Itulah sebab, Vallen memutus hubungan dia dengan Sam. Ia sangat tahu, bahwa ia sangat mencintai Sam. Vallen tak akan bisa hidup tanpa Sam. Saat itu, pikiran Vallen mengenai hubungan adalah, lebih baik mengakhiri sebelum menikah, daripada harus diakhiri dengan terpaksa setelah menikah karena tradisi keluarga dulu."Iya. Kemarin Mama ketemu Sam, ia ternyata orang kaya Vallen. Kenapa kamu putuskan hubungan kamu denga
"Dasar Anak kurang ajar! Tidak tahu di untung. Pergi kamu dari rumahku! Aku tidak butuh anak sepertimu!" teriak Anggraini murka.Mata Vallen melotot mendengar kalimat ibu tercintanya. Vallen sadar, ini konsekuensi yang harus ia terima jika membangkang pada orang tuanya."Baik Ma. Aku lebih baik hidup gelandangan dari pada terus begini!""Pergi kamu!"Vallen berjalan meninggalkan rumah besarnya. Kala kaki semakin menjauh, keluar dari ruang tamu. Tiba-tiba terdengar teriakan Fernando memanggil Vallen. Ia berjalan tergesa-gesa mengejar Vallen dengan kursi rodanya."Nak! Kamu mau kemana Sayang?" tanya Fernando."Aku harus pergi Pa. Hidup disini sama saja mengorbankan banyak nyawa. Aku pengen hidup normal," terang Vallen."Jangan tinggalkan Papa Nak. Hanya kamu anak perempuan Papa satu-satunya," mohon Fernando menggenggam kedua tangan Vallen."Tidak Pa. Ini jalan yang sudah aku tentukan. Papa jaga kesehatan yah, jangan telat makan dan minum obat. Maafkan Vallen jika Vallen hanya menyusahka
"Kamu Laila kan?" tanyanya dengan wajah mengingat-ingat."Ridwan?" jawab Laila sambil tersenyum."Yaampun! Aku pikir siapa. Hahaha. Kamu ngapain di sini La?" tanya Ridwan."Aku kerja disini.""Apa? Jadi kamu kerja disini?" tanya Ridwan kaget."Iya. Memang kenapa?" tanya Laila bingung."Kamu tidak tahu La, ini restoran siapa?" tanya Ridwan."Memang punya siapa?" tanya Laila penasaran."Ini punya ..."Titttt titttt.Bel kembali berbunyi, tanda semua karyawan harus segera memasuki restoran untuk bekerja. Dengan cepat Laila berjalan."Ridwan, aku tidak berlama-lama disini. Aku harus masuk ke dalam karena sudah jam masuk kerja. Lain kali kita sambung lagi," ucap Laila sambil berlari."Laaaa. Tunggu!" panggil Ridwan. Namun tidak dihiraukan Laila, ia terus berlari memasuki restoran kelas mewah itu."Duuh Laila nih gimana sih ninggalin gue. Gue belum juga bilang kalo pemilik restoran itu malik, mantannya dulu," ucap Ridwan. Ia lantas meninggalkan tempat itu.Ridwan ialah teman satu kelas Laila