"Nak Doni. Ini apa-apaan? Jelaskan sama saya, siapa wanita itu?" tanya Anton bingung tapi pancaran wajahnya menyiratkan kemarahan."Jawab Mas! Jangan diam saja!" Justru wanita seksi itu yang menjawab.Anton, Susi dan Laila hanya bisa menatap mereka dengan kebingungan. Benarkah wanita berpakaian terbuka itu istri dari Doni? Pikir mereka semua."Ma-af." Hanya kalimat itu yang terdengar dari bibir Doni."Ada apa ini sebenarnya? Jelaskan sama saya!" bentak Anton sudah geram. "Jangan permainan saya Doni! Apa benar apa yang dikatakan wanita ini, bahwa kamu suaminya. Jawab!" teriak Anton marah."Sabar Yah. Kendalikan diri Ayah," pinta Susi."Bagaimana Ayah bisa tenang dan sabar. Lelaki ini bisa-bisanya mempermainkan kita!" tunjuk Anton dengan geram."Maafkan saya Pak. Maaf," lirih Doni. Pancar wajahnya masih penuh ketakutan. Bahkan ia tak berani menatap wajah istri dan yang lain, ia menunduk seakan sudah ketangkap basah."Bapak dan Ibu itu seharusnya kalo mau menjodohkan anak jangan asal pil
Sudah setahun setelah menceraikan Laila, kini Zidan kembali memiliki hubungan lagi dengan seorang gadis kota, mantan kekasihnya dulu saat menempuh pendidikan di bangku kuliah. Rupanya, kecelakaan yang pernah ia alami dari Laila tidak membuatnya berubah. Ia justru semakin menjadi-jadi dan ingin menikah lagi. Tentu, keinginan itu langsung disetujui oleh Anggraini, karena ia memang ingin anak-anaknya kembali menikah dan memiliki keturunan."Ma, Oliv ini Ayahnya seorang pengusaha lho," ucap Zidan bangga."Wah. Benarkah itu?" tanya Anggraini senang. Kali ini Zidan lebih pintar dari sebelumnya dalam memilih kekasih. Kini, ia menemukan kekasih yang sepadan. Dari bebet, bobot dan kelasnya, Oliv jauh berbeda, tidak seperti Laila, kampungan dan berasal dari keluarga miskin."Iya Tante. Papa pengusaha di bidang Fashion. Beliau sudah mengenalkan desain terbaiknya di mancanegara," tutur Oliv."Wah, keren sekali Papamu," puji Anggraini lagi. Binar mata memiliki menantu orang kaya membuat ia semakin
"Kenapa Mama melakukan itu Ma? Kenapa?" teriak Zidan."Jadi ... Jadi Anakku meninggal dijadikan tumbal?" rintih Vallen mulai tersadar, ada bulir bening membasahi pipinya."Mama jahat!" teriak Jonathan.Satu-persatu anak-anaknya menyalahkan Anggraini soal tradisi itu, bagaimana bisa seorang ibu begitu tega mengorbankan hidup anak-anaknya. Benar-benar tidak bisa diterima dengan akal sehat."Cukup! Enteng sekali kalian menyalahkan aku! Apa kalian ngga mikir itu kemewahan yang kalian nikmati dari mana, hah! Terus selama ini beli barang-barang mewah dari mana? Jangan seenak jidat kalian menyalahkan aku!" bentak Anggraini tak terima.Mereka terdiam, merasa apa yang dikatakan ibunya benar. Selama ini mereka sendiri sangat bergantung dengan kekayaan orang tuanya. Satu anakpun tak sanggup hidup tanpa harta dari keluarganya. Apalagi Zidan, bisa dipastikan pengeluaran dia paling besar dari kedua kakaknya."Kalian tidak usah banyak protes dan komentar! Nikmati saja. Sampai tradisi itu berakhir!"
"Iya Sam. Apa kamu ingat?" tanya Anggraini."Mantan kekasihku saat kuliah Ma? Kenapa Mama bisa berpikir begitu?" tanya Vallen tak mengerti.Padahal, hubungan Vallen dan Sam sudah sangat lama tidak terjalin. Bahkan, Anggraini tidak tahu penyebab putusnya mereka. Semua itu Vallen lakukan karena tidak mau berpisah dengan Sam. Vallen sangat tahu tradisi keluarga saat itu, ia tidak mau nasib rumah tangganya berakhir dengan perceraian. Cukup ia pernah menyaksikan itu langsung di depannya, saat Anggraini dengan tegas meminta Jonathan sang kakak menceraikan istrinya di depan mereka. Itulah sebab, Vallen memutus hubungan dia dengan Sam. Ia sangat tahu, bahwa ia sangat mencintai Sam. Vallen tak akan bisa hidup tanpa Sam. Saat itu, pikiran Vallen mengenai hubungan adalah, lebih baik mengakhiri sebelum menikah, daripada harus diakhiri dengan terpaksa setelah menikah karena tradisi keluarga dulu."Iya. Kemarin Mama ketemu Sam, ia ternyata orang kaya Vallen. Kenapa kamu putuskan hubungan kamu denga
"Dasar Anak kurang ajar! Tidak tahu di untung. Pergi kamu dari rumahku! Aku tidak butuh anak sepertimu!" teriak Anggraini murka.Mata Vallen melotot mendengar kalimat ibu tercintanya. Vallen sadar, ini konsekuensi yang harus ia terima jika membangkang pada orang tuanya."Baik Ma. Aku lebih baik hidup gelandangan dari pada terus begini!""Pergi kamu!"Vallen berjalan meninggalkan rumah besarnya. Kala kaki semakin menjauh, keluar dari ruang tamu. Tiba-tiba terdengar teriakan Fernando memanggil Vallen. Ia berjalan tergesa-gesa mengejar Vallen dengan kursi rodanya."Nak! Kamu mau kemana Sayang?" tanya Fernando."Aku harus pergi Pa. Hidup disini sama saja mengorbankan banyak nyawa. Aku pengen hidup normal," terang Vallen."Jangan tinggalkan Papa Nak. Hanya kamu anak perempuan Papa satu-satunya," mohon Fernando menggenggam kedua tangan Vallen."Tidak Pa. Ini jalan yang sudah aku tentukan. Papa jaga kesehatan yah, jangan telat makan dan minum obat. Maafkan Vallen jika Vallen hanya menyusahka
"Kamu Laila kan?" tanyanya dengan wajah mengingat-ingat."Ridwan?" jawab Laila sambil tersenyum."Yaampun! Aku pikir siapa. Hahaha. Kamu ngapain di sini La?" tanya Ridwan."Aku kerja disini.""Apa? Jadi kamu kerja disini?" tanya Ridwan kaget."Iya. Memang kenapa?" tanya Laila bingung."Kamu tidak tahu La, ini restoran siapa?" tanya Ridwan."Memang punya siapa?" tanya Laila penasaran."Ini punya ..."Titttt titttt.Bel kembali berbunyi, tanda semua karyawan harus segera memasuki restoran untuk bekerja. Dengan cepat Laila berjalan."Ridwan, aku tidak berlama-lama disini. Aku harus masuk ke dalam karena sudah jam masuk kerja. Lain kali kita sambung lagi," ucap Laila sambil berlari."Laaaa. Tunggu!" panggil Ridwan. Namun tidak dihiraukan Laila, ia terus berlari memasuki restoran kelas mewah itu."Duuh Laila nih gimana sih ninggalin gue. Gue belum juga bilang kalo pemilik restoran itu malik, mantannya dulu," ucap Ridwan. Ia lantas meninggalkan tempat itu.Ridwan ialah teman satu kelas Laila
Semua orang kembali bekerja seperti biasa. Laila tidak lagi bertanya soal pendapat Anwar mengenai kabar yang Laila anggap kabar burung itu. Tidak mungkin supervisor bisa dengan mudah menggantikan posisi Sindi padanya, apalagi Laila belum genap setahun kerja di sana."La, nanti kamu dengar langsung aja pas briefing nanti sore. Denger-denger, Pak Dion bakalan umumkan siapa aja leader baru yang diganti tahun ini," ucap Anwar."Memangnya setiap tahun diganti?" tanyaku kembali penasaran karena Anwar selalu membuat Laila merasa ingin tahun lebih banyak soal perusahaan ini."Iyalah. Tiap tahun akan ganti pemimpin.""Hah!" teriak Laila kaget."Kenapa kaget?" tanya Anwar bingung."Iya kaget aja. Kenapa harus ganti terus," jawab Laila."Soalnya Bos besar pingin semua karyawan merasakan jadi atasan. Ya meski sekelas leader, intinya mah di puter gitu biar merasakan. Kalo bagus, ya ada yang sampe dua tahun belum diganti," jawab Anwar membuat Laila mulai memahami peraturan di restoran ini."Makanya
"Zidan, kita coba makan di sini. Denger-denger ini restoran mewah di daerah sini," ucap Anggraini.Laila terus bersembunyi di balik tembok, agar tubuhnya tidak diketahui oleh mantan keluarga yang tidak punya hati itu. Laila selalu ingat bagaimana kejadian ia dipecat dari rumah makan Padang oleh keluarga itu, ditambah dengan kejadian ia melukai Zidan dan berakhir di jeruji besi, semua terekam jelas di ingatannya. Laila tidak mau, keluarga itu mengganggu hidupnya lagi. Karena sekarang ia cukup bahagia dengan hidupnya."Zidan baru tahu kalo disini ada restoran sebesar ini Ma," ucap Zidan."Sebenarnya udah lama restoran ini berjalan. Cuma kitanya aja yang belum pernah kesini. Itulah yang membuat Mama ingin mencoba," balas Anggraini.Laila hanya menatap mereka dari jauh, hanya Jonathan yang tidak ikut berbicara dengan ibu dan saudaranya itu, wajahnya pun seakan tidak ceria. Laila seperti menyadari jika Jonathan sedang tidak baik-baik saja. Ia seperti memikirkan sesuatu yang berat."Udahlah
"Mbak kenapa ada disini?" tanya Laila bingung."Aku bekerja di sini La," jawab Vallen menunduk."Bekerja? Maksudnya bekerja bagaimana Mbak?" tanya Laila tak paham.Vallen pun menjelaskan semuanya pada Laila, bagaimana ia diusir oleh Anggraini karena tidak suka dengan sikap keluarganya yang masih tunduk dengan sebuah tradisi. Laila syok, begitu juga Malik ia juga tak menyangka jika keluarga mantan suami Laila memiliki tradisi yang mengerikan."La, aku Minta maaf atas semua kesalahanku dulu. Aku menyesal dulu ikut campur rumah tangga kamu dan Zidan! Bahkan, aku ikut-ikutan mengusirmu juga dari rumah," ucap Vallen."Sudahlah Mbak, lupakan saja. Mungkin aku dan Bang Zidan sudah tidak berjodoh. Aku tidak menyalahkan siapapun. Ini semua takdir, aku sudah berdamai dengan takdir itu," ucap Laila legowo.Mendengar kelapangan dan keikhlasan Laila, membuat Malik kembali kagum. Tak salah dirinya masih mencintai Laila. Karena sifat Laila selalu membuatnya takjub. Malik berjanji tidak akan melepas
"Saya serius," jawabku mantap."Tapi saya bawa motor Pak," balasnya mencari alasan."Titipkan saja disini, restoran saya aman. Sekalian saya juga mau ajak kamu ngobrol," ucapku lagi.Laila nampak berpikir, entah apa yang dia pikirkan. Aku berharap Laila mau menerima ajakan ini, aku akan mengatakan sejujurnya bahwa aku masih mencintainya, cintaku padanya belum berubah dari dulu."Baik Pak, lagian ada yang mau saya tanya juga."DeghKira-kira apa yang akan ditanyakan Laila? Kenapa dada ini langsung berdebar kencang. Aku harus bisa mengendalikan diri, jangan sampai Laila mendengar suaranya."Kalo gitu ayo kita berangkat," ajakku.Kami lalu berjalan bersama menuju mobil. Setelah sama-sama di dalam mobil, aku langsung melajukan kendaraan memecah keramaian kota. Di perjalanan, Laila diam saja. Aku pun bingung harus memulai percakapan seperti apa. Kenapa kedekatan kami sekarang membuatku canggung, mungkin karena status kami yang sudah berubah."La, bagaimana kabar keluargamu? Aku dengar kamu
"Saya serius," jawabku mantap."Tapi saya bawa motor Pak," balasnya mencari alasan."Titipkan saja disini, restoran saya aman. Sekalian saya juga mau ajak kamu ngobrol," ucapku lagi.Laila nampak berpikir, entah apa yang dia pikirkan. Aku berharap Laila mau menerima ajakan ini, aku akan mengatakan sejujurnya bahwa aku masih mencintainya, cintaku padanya belum berubah dari dulu."Baik Pak, lagian ada yang mau saya tanya juga."DeghKira-kira apa yang akan ditanyakan Laila? Kenapa dada ini langsung berdebar kencang. Aku harus bisa mengendalikan diri, jangan sampai Laila mendengar suaranya."Kalo gitu ayo kita berangkat," ajakku.Kami lalu berjalan bersama menuju mobil. Setelah sama-sama di dalam mobil, aku langsung melajukan kendaraan memecah keramaian kota. Di perjalanan, Laila diam saja. Aku pun bingung harus memulai percakapan seperti apa. Kenapa kedekatan kami sekarang membuatku canggung, mungkin karena status kami yang sudah berubah."La, bagaimana kabar keluargamu? Aku dengar kamu
Melihat Laila lagi membuatku merasa ingin segera mengatakan padanya, bahwa aku masih mencintainya. Entah kenapa sulit sekali melupakan Laila, mungkin Laila bisa begitu mudah melupakan aku. Tapi tidak denganku, justru aku ingin memberitahu ia bahwa rasa ini masih sama."Permisi Pak." Senyuman itu masih sama, tatapan dan pesonanya masih berhasil membuat dada ini berdetak lebih cepat. Laila tak bisa membuatku melupakan apapun yang ada padanya. Laila bagiku gadis yang tak pernah bosan dipandang. Aku merasa selalu terhipnotis dengan tatapannya.Padahal sudah bertahun-tahun lamanya kami tidak bertemu. Tapi kenapa aku masih saja gugup melihatnya, Laila selalu berhasil membuatku salah tingkah."Aku mau memperjuangkan Laila lagi, Wan.""Apa? Lo gila?" teriak Ridwan terkejut."Memang kenapa? Kamu kan tahu bagaimana perasaanku pada Laila sejak dulu, kenapa harus kaget?" tanyaku tak paham dengan sikapnya.Setahuku Ridwan selalu memintaku mencari Laila dan memperjuangkan dia lagi, tapi kenapa sek
Sudah beberapa bulan berlalu, Laila dan Malik kembali dekat. Mereka sering bertemu di restoran, Malik bahkan tidak pernah absen mengunjungi restoran miliknya semenjak tahu Laila bekerja disana."Kalian sadar ngga sih kalo Pak Malik sering ke restoran," celetuk Windi. Gadis satu itu memang suka menjadi pemicu untuk mereka membicarakan orang lain."Huss. Kamu tuh Windi, sering banget ngomong asal, dia itu Bos kita," selah Ayu."Seriusan. Kamu ngerasa ngga sih sikap Pak Malik itu beda, apalagi kalo udah ketemu Laila. Aku jadi curiga," balas Windi ."Curiga apa?" tanya Ayu penasaran."Jangan-jangan Pak Malik dan Laila pacaran." Justru Sindi yang menjawab tanpa ragu."Apa?" teriak Windi begitu syok."Ngga mungkin lah Pak Malik pacaran sama Laila," sanggah Ayu tidak percaya."Iya bener, aku juga ngga yakin kalo Pak Malik suka sama Laila. Perbedaan mereka aja bagai langit dan bumi," timpal Windi."Tapi aku bisa lihat perbedaan pandangan Pak Malik saat menatap Laila. Mungkin juga Pak Malik suk
"Apa yang Mama lakukan pada Oliv! Aku ngga terima Ma!" teriak Zidan marah."Mama tidak melakukan apa-apa. Bukannya Istrimu sendiri yang ingin pergi dari sini?" sanggah Anggraini tidak merasa bersalah."Tapi semua itu karna perkataan Mama! Mama yang buat Istriku pergi!""Cukup Zidan! Jangan kurang ajar sama Mama!""Mama yang ngga pernah mengerti aku!" selah Zidan matanya merah menyala, dadanya bergemuruh karena terlalu kesal dengan sikap Anggraini.Sebelumnya Zidan selalu bersikap hormat pada mamanya, tapi tidak dengan sekarang. Menurut Zidan, sang ibu sudah sangat keterlaluan dalam mencampuri urusan rumah tangganya. Mungkin saat dirinya menjalin hubungan dengan Laila, Zidan masih mampu menurut dan menerima perlakuan mamanya terhadap istirnya. Tapi tidak dengan sekarang, Zidan merasa benar-benar mencintai Oliv. Ia merasakan kebahagiaan atas pernikahannya yang sekarang.Ia tidak mau kehilangan Oliv begitu saja karena bagi Zidan Oliv kebahagiaan yang tak akan bisa digantikan oleh apapun.
"Terus gimana Dokter?" tanya Oliv. Ia tidak menyangka jika dirinya akan mengalami hal seperti ini. Keinginan memiliki anak tidak semudah bayangannya, Oliv sedih karena ternyata dialah penyebab sulitnya mendapat keturunan."Kita obati dulu penyakitnya, baru bisa program hamil lagi," tutur dokter."Apa yang harus saya lakukan agar sembuh!" Oliv begitu menggebu-gebu ingin tahu. Ia tidak mau selamanya begini tanpa melakukan tindakan."Sabar Sayang! Sabar," pinta Zidan berusaha menenangkan istrinya."Bagaimana aku bisa sabar Mas. Aku ... Aku ..." Oliv menangis sejadi di depan Zidan. Melihat itu, Zidan tak kuasa langsung memeluk tubuh Oliv, memberinya ketenangan."Ibu, Bapak sabar ya. Ibu bisa hamil kok, mungkin prosesnya memang panjang. Untuk kali ini, kita harus melakukan tindakan operasi untuk mengangkat benjolan di rahim Ibu, kista itu benar-benar besar. Kalo tidak segera di tangani, bukan hanya menyulitkan ibu hamil, tapi bisa juga memperparah kondisi Ibu," tuturnya."Baik Dok. Lakukan
"Sudah empat bulan menikah kenapa Istrimu belum hamil juga, Zidan?" cecar Anggraini menatap kesal putranya."Mama gimana sih? Wajar dong, kita nikah juga belum lama," balas Zidan santai."Jangan terhanyut Zidan! Mama tahu banget kalo pernikahan ini tuh sangat berbeda dengan yang pertama. Tapi, Mama tidak bisa menunggu! Gimanapun kita harus cepat melahirkan keturunan!" desak Anggraini."Tapi Ma ...""Cukup! Mama ngga mau tahu, secepatnya kamu dan Oliv promil. Mama ngga mau kamu terlalu lelet kaya gini!" gerutu Anggraini benar-benar kesal. Selepas ia mengungkapkan kekesalannya, Anggraini pergi meninggalkan Zidan yang masih duduk di sofa ruang tamu dengan kebingungan. Zidan tidak tahu bagaimana cara membujuk Oliv untuk tindakan program hamil, Oliv pasti curiga dengan desakan dia yang ingin hamil. Tapi tidak ada cara lain, Zidan akan mencoba bicara dengan Oliv nanti. ****Zidan memutuskan pulang ke rumah, membicarakan soal ini pada istrinya Oliv. Zidan harus mengatakan ini, daripada ia m
Malik tak menyangka jika ia akan kembali bertemu dengan mantan kekasihnya dulu. Ya Laila gadis yang berhasil membuatnya terbelenggu dengan masa lalu. Sejak lulus sekolah, Malik berhasil menjaga hati ini tetap kosong. Malik tidak menjalin hubungan dengan siapapun setelahnya. Hanya Laila, wanita yang berhasil membuatnya luluh, dan tidak ingin mencari yang lain.Entah apa maksud Tuhan mempertemukan mereka lagi, setelah sekian lama mereka terpisah oleh jarak dan waktu. Sekarang, mereka dipertemukan dengan cara yang berbeda, yaitu, Laila bekerja di restoran miliknya sendiri. Yang artinya, ia akan mudah bertemu dan melihatnya setiap hari.Bayangan tiga tahun lalu terlintas dipikiran Malik, ia ingat betul bagaimana saat mereka menjalin hubungan dulu, Laila berhasil membuatnya takluk, dan mati-matian mengejar cinta Laila. Padahal sebelumnya Malik tak pernah serius dalam hubungan asmara, ia sering gonta-ganti pacar dan tidak benar-benar cinta. Hubungan itu hanya sebatas mainan masa sekolah. Tet