"Dasar Anak kurang ajar! Tidak tahu di untung. Pergi kamu dari rumahku! Aku tidak butuh anak sepertimu!" teriak Anggraini murka.Mata Vallen melotot mendengar kalimat ibu tercintanya. Vallen sadar, ini konsekuensi yang harus ia terima jika membangkang pada orang tuanya."Baik Ma. Aku lebih baik hidup gelandangan dari pada terus begini!""Pergi kamu!"Vallen berjalan meninggalkan rumah besarnya. Kala kaki semakin menjauh, keluar dari ruang tamu. Tiba-tiba terdengar teriakan Fernando memanggil Vallen. Ia berjalan tergesa-gesa mengejar Vallen dengan kursi rodanya."Nak! Kamu mau kemana Sayang?" tanya Fernando."Aku harus pergi Pa. Hidup disini sama saja mengorbankan banyak nyawa. Aku pengen hidup normal," terang Vallen."Jangan tinggalkan Papa Nak. Hanya kamu anak perempuan Papa satu-satunya," mohon Fernando menggenggam kedua tangan Vallen."Tidak Pa. Ini jalan yang sudah aku tentukan. Papa jaga kesehatan yah, jangan telat makan dan minum obat. Maafkan Vallen jika Vallen hanya menyusahka
"Kamu Laila kan?" tanyanya dengan wajah mengingat-ingat."Ridwan?" jawab Laila sambil tersenyum."Yaampun! Aku pikir siapa. Hahaha. Kamu ngapain di sini La?" tanya Ridwan."Aku kerja disini.""Apa? Jadi kamu kerja disini?" tanya Ridwan kaget."Iya. Memang kenapa?" tanya Laila bingung."Kamu tidak tahu La, ini restoran siapa?" tanya Ridwan."Memang punya siapa?" tanya Laila penasaran."Ini punya ..."Titttt titttt.Bel kembali berbunyi, tanda semua karyawan harus segera memasuki restoran untuk bekerja. Dengan cepat Laila berjalan."Ridwan, aku tidak berlama-lama disini. Aku harus masuk ke dalam karena sudah jam masuk kerja. Lain kali kita sambung lagi," ucap Laila sambil berlari."Laaaa. Tunggu!" panggil Ridwan. Namun tidak dihiraukan Laila, ia terus berlari memasuki restoran kelas mewah itu."Duuh Laila nih gimana sih ninggalin gue. Gue belum juga bilang kalo pemilik restoran itu malik, mantannya dulu," ucap Ridwan. Ia lantas meninggalkan tempat itu.Ridwan ialah teman satu kelas Laila
Semua orang kembali bekerja seperti biasa. Laila tidak lagi bertanya soal pendapat Anwar mengenai kabar yang Laila anggap kabar burung itu. Tidak mungkin supervisor bisa dengan mudah menggantikan posisi Sindi padanya, apalagi Laila belum genap setahun kerja di sana."La, nanti kamu dengar langsung aja pas briefing nanti sore. Denger-denger, Pak Dion bakalan umumkan siapa aja leader baru yang diganti tahun ini," ucap Anwar."Memangnya setiap tahun diganti?" tanyaku kembali penasaran karena Anwar selalu membuat Laila merasa ingin tahun lebih banyak soal perusahaan ini."Iyalah. Tiap tahun akan ganti pemimpin.""Hah!" teriak Laila kaget."Kenapa kaget?" tanya Anwar bingung."Iya kaget aja. Kenapa harus ganti terus," jawab Laila."Soalnya Bos besar pingin semua karyawan merasakan jadi atasan. Ya meski sekelas leader, intinya mah di puter gitu biar merasakan. Kalo bagus, ya ada yang sampe dua tahun belum diganti," jawab Anwar membuat Laila mulai memahami peraturan di restoran ini."Makanya
"Zidan, kita coba makan di sini. Denger-denger ini restoran mewah di daerah sini," ucap Anggraini.Laila terus bersembunyi di balik tembok, agar tubuhnya tidak diketahui oleh mantan keluarga yang tidak punya hati itu. Laila selalu ingat bagaimana kejadian ia dipecat dari rumah makan Padang oleh keluarga itu, ditambah dengan kejadian ia melukai Zidan dan berakhir di jeruji besi, semua terekam jelas di ingatannya. Laila tidak mau, keluarga itu mengganggu hidupnya lagi. Karena sekarang ia cukup bahagia dengan hidupnya."Zidan baru tahu kalo disini ada restoran sebesar ini Ma," ucap Zidan."Sebenarnya udah lama restoran ini berjalan. Cuma kitanya aja yang belum pernah kesini. Itulah yang membuat Mama ingin mencoba," balas Anggraini.Laila hanya menatap mereka dari jauh, hanya Jonathan yang tidak ikut berbicara dengan ibu dan saudaranya itu, wajahnya pun seakan tidak ceria. Laila seperti menyadari jika Jonathan sedang tidak baik-baik saja. Ia seperti memikirkan sesuatu yang berat."Udahlah
"Stttttttt! Jangan berisik, Do. Nanti kedengaran sama mereka," bisik Laila.Aldo mengeryit dengan sikap Laila, tidak biasanya Laila setakut itu. Apa benar keluarga mantan suaminya begitu menorehkan luka pada Laila, sampai-sampai ia nampak takut, pikir Aldo menatap Laila begitu was-was."Iya, sorry. Aku jadi penasaran sama orangnya yang mana," ucap Aldo mulai mengecilkan volume suaranya."Sini, ikut aku," ajak Laila.Aldo mengangguk dan mulai mengikuti langkah Aldo, ketika sampai di depan khususnya di samping tembok yang diapit ruang bartender dan dapur, Laila menunjuk keluarga Zidan. Ia meminta Aldo mengikuti gerakan tangannya."Tuh, kamu liat tidak yang diujung sana, meja nomor delapan. Itu Keluarga Mantan Suamiku," tunjuk Laila penuh hati-hati takut jika yang di tunjuk sadar."Yang mana Mantan Suamimu?" tanya Aldo."Yang duduk di pojokan, memakai kaos biru, itu Mantan Suamiku," ucap Laila lagi.Aldo menatap tajam ke arah mereka, ingin benar-benar memastikan wajah lelaki brengsek yan
"Bagaimana La, apa kamu.sudah kasih tau temen-temen lain untuk rapat sore nanti?" tanya Dion tiba-tiba datang dari ruangannya menghampiri Laila yang sedang berdiri mematung di dapur."Eh, iya Pak. Sudah saya sampaikan sama temen-temen yang lain, dan mereka siap," jawabku."Bagus kalo gitu. Ngomong-ngomong, kenapa kamu pake masker?"Degh.Mata Laila membulat saat atasannya menanyakan soal masker yang bertengger di wajahnya. Laila bingung harus menjelaskan apa pada atasannya itu, tidak mungkin ia mengatakan hal jujur pada bosnya kalau ia melakukan itu untuk terhindar dari mantan keluarga suaminya itu. Laila semakin bingung harus jawab apa. "La, kok diem?" tanya pak Dion."Anu ... Hmm ini,""Maaf Pak, saya yang menyuruhnya. Tadi Laila bantu saya sebentar di bartender, dia saya minta untuk memakai masker dalam meracik minuman serbuk. Tidak mungkin Laila sanggup mencium aromanya, karena ada beberapa minuman menyengat di bagian bartender, ia pasti tidak biasa mencium aroma itu, makanya say
Sore hari pun datang, dimana rapat akan dilangsungkan secara bersama. Laila, Aldo dan leader lain nampak bingung dengan seruan rapat kali ini. Biasanya, rapat hanya akan dilakukan dalam satu tim saja, dan di ketuai oleh leader dari bagian itu sendiri. Tetapi berbeda dengan sekarang, rapat itu diadakan serentak oleh semua karyawan tanpa terkecuali. Bahkan, pemimpin rapat ini akan diketuai oleh pak Dion sendiri, atau lebih tempatnya pimpinan restoran cabang daerah sini."La, ini rapat apa sih? Tumben semua suruh kumpul," tanya salah seorang karyawan dari bagian bartender."Aku juga nggak tau Gus, aku cuma diminta untuk bilang ke kalian semua hadir di rapat ini," jawab Laila apa adanya, ia hanya menyampaikan kabar ini tanpa tahu maksud dari rapat itu sendiri."Selamat sore semuanya. Bagus kalo kalian sudah pada kumpul." Dikala sedang kebingungan pak Dion datang dan menyapa mereka. Ia mulai duduk di kursi paling depan, dimana ia yang akan memimpin rapat kali ini."Maaf Pak. Ini ada rapat
"Assalamualaikum Bu, Yah!" Dengan berlari, Laila memasuki rumahnya. Ia sudah tak sabar menyampaikan kabar ini pada pernah tuanya soal apa yang didengarnya di restoran."Waalaikumsalam, ya ampun La! Kamu kenapa sih? Masuk rumah kok grasak-grusuk," ucap Susi kesal dengan putrinya."Iya Bu, Ayah sampe kaget," timpal Anton. Pasalnya, saat Laila sampai Anton dan Susi tengah menikmati film kesukaan mereka di televisi, barang yang baru beberapa bulan yang lalu dibelikan Laila untuk mereka."Maaf Pak, Bu. Laila bawa berita penting, makanya ngga salah ketemu kalian," jawab Laila yang membuat kedua orang tuanya bingung."Berita apa sih?" tanya Susi penasaran.Laila mulai duduk di depan kedua orang tuanya, matanya tajam menatap keduanya."Bu, Yah. Kalian tahu ngga kalo Laila tadi ketemu keluarga Bang Zidan!""Apa?" teriak Anton kaget.Laila langsung mengangguk."Lalu, apa yang mereka lakukan padamu?" tanya pak Anton lagi."Tidak Yah. Meraka tidak melakukan apa-apa, Laila tidak menunjukkan wajah