Jangan lupa kasih dukungan ya kakak agar authornya semakin semangat terimakasih
Ada yang menyatakan perbuatanmu saat muda akan menentukan nasibmu saat kamu Tua. Ibu Emir saat mudanya tidak punya sikap yang baik dan mungkin karma atas perbuatannya pada almarhum kakak perempuan Talita. Semua orang tahu kalau ia dan putrinya yang bernama Dinar memperlakukan Hanum dengan buruk. Hanum tidak pernah cerita pada keluarganya ia takut kedua orang tuanya sakit karena dirinya. Hanum memendam semuany dalam hati. *Melintas ke waktu di mana saat Hanum masih hidup.“Kamu wanita yang mandul Hanum,” tuduh ibu mertua saat itu.Hanum wanita yang memilik sifat yang lembut sama seperti Talita ia tidak mau melawan ibu mertuanya.“Ibu tidak baik menuduhku seperti itu,” sahut Hanum saat itu.“Kamu tidak berguna karena tidak bisa memberi anak untuk Emir.”Hanum menghela napas pelan dan berkata dengan pelan, “ mungkin Allah memberi saja Bu, kalau waktunya sudah tepat nanti akan dikasih.”Sang ibu Mertua berdiri di depannya sambil berdecak pinggang , “sampai kapan Ha
Setelah selesai persidangan Dimas dan Bona membawa Talita keluar dari gedung itu dengan diam-diam. Setelah Dalam mobil Dimas marah padanya.“Talita, kamu ingin cari mati, kenapa kamu datang ke persidangan? aku sudah memintamu untuk tetap di rumah. Kamui datang bawa anak-anak lagi, semua ini tidak semudah yang kamu lihat Talita … kamu membuat suamimu tidak berdaya tadi,” ujar Dimas.Wanita terkadang melakukan sesuatu secara spontan dan mengikuti kata hatinya. Talita tidak berpikir panjang efek yang ditimbulkannya atas kedatangannya ke persidangan. Ia hanya berpikir kalau dengan kehadiran dirinya dan anak-anak akan membuat Emir semangat. Memang hal itu benar Emir merasa sangat bahagia melihat anak dan istrinya. Tetapi dibalik semua itu kekhawatirannya juga sangat besar atas kemunculan Talita di persdidangan.“Aku hanya memberinya semangat,” ucap Talita dengan suara kecil.Dimas dan Bonar menarik nafas panjang, “kantor polisi dan persidangan tidak sama seperti di rumah sakit di tem
Keluarga Dimas sudah beberapa kali mencari wanita untuk menggantikan posisi Talita di hati Dimas, tetapi dari sekian wanita yang dijodohkan, tidak ada satupun yang ia terima. Lelaki bertubuh tegap tinggi itu selalu menolak wanita pilihan sang Bunda, hal itulah membuat keluarga Dimas sangat geram.Keluarga Dimas tidak rela jika anak mereka dekat dengan Talita lagi. Apa jika kembali bersama, hal yang wajar sebenarnya jika mereka marah, sebab Talilah yang meninggalkan Dimas. Apalagui saat itu mereka sudah membahas rencana pernikahan. Ibu manapun di dunia ini tidak akan terima“Lalu kalau kamu tidak mau menikah dengan Dila, lalu kamu mau menikah dengan siapa?” tanya Bu Yani.“Bu … aku akan menemukan jodoh yang tepat untukku nanti, jadi berhentilah mencari wanita untukku,” jawab Dimas.“Dimas, Bunda sama Ayah sudah tua, kami ingin melihat kamu menikah dan memiliki anak.”“Ya … nanti ada saatnya Bun.”“Sampai kapan!?”“Bun … sudahlah jangan marah-marah seperti itu, dia bukan anak kecil ya
Merasa tidak ada dukungan dari tempatnya bekerja dan tidak punya orang lain untuk diminta untuk menolong, akhirnya Emir dengan berat hati ingin meminta Dimas menjaga Talita, agar ia bisa selamat, ia tidak akan rela kalau Talita jatuh ke tangan manusia jahat seperti Irfan, jadi, menyerahkannya kembali pada Dimas.“Kamu gila …! Kamu jahat!” teriak Talita setelah diminta bertemu dengan Emir.“Talita aku tidak ingin hidup kita berdua dipermainkan si Irfan, aku tidak bisa melindungi maafkan aku, hanya ini caraku,” ucap Emir memohon.“Aku bukan barang yang bisa kamu oper pada orang lain,” ujar Talita tangisannya pecah.“Aku mencintaimu Ta sangat mencintaimu. Ini hanya sementara percaya padaku, agar irfan melepaskanmu,” bujuk Emir.“Lalu kenapa kamu memberikanku pada Dimas,” ujar Talita menangis.“Hanya ini caraku Ta.”Emir memeluknya dan membawanya ke dalam dadanya, ia juga menangis, ia sudah memikirkan rencana itu dengan matang, ia tidak punya pilihan lain, kalau ia terus bertahan, Irfan
Mendengar Emir menceraikan Talita Irfan tertawa dengan bahagia. Ia berpikir kalau Emir takut dengan ancaman yang ia berikan, karena sebelumnya ia sudah mengancam akan menyakiti Dinar kakak Emir yang saat itu ada di penjara karena kekerasan pada anak dibawah umur.Bukan hanya itu dr. Irfan juga mengancam akan menyuntik mati ibunya di panti jompo kalau ia tidak mau menceraikan Talita, karena ancaman itulah Emir merencanakan semuanya dengan Dimas.“Coba dari kemarin kamu melakukan itu, kamu tidak akan menderita seperti ini,” ucapnya menyandarkan kepala di kursi ruang kerjanya.Tidak lama kemudian ponsel miliknya berdering, ia mendapat kabar kalau Talita menikah dengan Dimas, mantan kekasihnya, matanya menatap tajam, seketika rasa senang yang tadi rasakan menghilang dan berganti dengan kepanikan“Apa ini? Siapa lelaki keparat ini?”
Dugaannya Emir benar, ia sudah menduga kalau irfan akan dibebaskan dari semua tuduhan, sekalipun bukti kejahatannya sudah didepan mata, laki-laki itu lepas dari semua tuntutan. Apa yang dilakukan Emir dan Dimas sia-sia.Ia hanya diberi surat peringatan. Itu juga yang membuat Dimas dan yang lainnya begitu geram.Dimas dan Emir kembali bertemu.“Aku tidak habis pikir mata mereka semua bisa dibutakan uang,” ucap Dimas geram“Aku sudah menduganya Pak Dimas.”Dimas mengepal tangannya dengan kuat, “sampai kapan negeri kita ini akan seperti itu, sampai kapan?”“Aku yang akan membuatnya di penjara,” ujar Emir tiba-tiba“Dengan apa?” tanya Dimas.Emir mengungkapkan rencana gila yang dia persiapkan. Mendengar itu bola mata Dimas melotot kaget.“Apa kamu yakin akan melakukannya?” tanya Dimas sangat khawatir.“Hanya ini caraku, untuk membalas perbuatan mereka semua. Aku ingin kamu memberikan benda itu padaku biarkan aku yang melakukannya,” ujar Emir dengan yakin.“Apa tidak ada rencana lain lagi
Mendengar kabar Emir meninggal karena ditembak, Talita sangat shock, ia sampai pingsan. Sekarang ia tahu alasan Emir memaksanya bersama Dimas. Akhirnya ia sadar ada banyak orang yang ingin suaminya lenyap. Semua terjadi karena Emir ingin membongkar kejahatan yang dilakukan atasannya dan kloni-kloninya.Talita mengusap butitan kristal yang menetes deras di pipinya “Kenapa harus melakukan itu, kenapa harus mengusik mereka. Bagaimana dengan kami,"ujar Talita menangis.“Kamu harus kuat demi anak-anak,” ucap Bona.Walau Dimas diminta Emir menjaganya dan berpura-pura jadi suaminya, tetapi mereka berdua belum tinggal satu rumah, Dimas pindah ke rumah dinas, sementara Talita masih disembunyikan di rumah Bona.“Aku ingin melihatnya untuk yang terakhir kalinya Pak Bona,” ujar Talita dengan tangisan.“Jangan lakukan itu Bu, pengorbanan yang dilakukan Pak Emir akan sia-sia, jika Ibu terluka, situasi saat ini sedang mencekam, polisi yang menjebak dan memukuli Emir saat itu sedang diselidiki. Dia
Dimas, Reimon, Brain masih di rumah sakit untuk mengurus mayat Emir.Tadinya instruksi dari kepolisian, ingin dimakamkan secara protokol kepolisian, tetapi ibunya Emir yang marah menolak semuanya.“Anakku bukan polisi … kenapa setelah meninggal kalian akui dia sebagai polisi, saat dia masih hidup, kalian perlakukan seperti binatang,” ucap Bu Sima, ia mengusir semua polisi yang mengunjunginya.Wanita yang duduk di kursi roda itu marah dan mengusir para polisi yang meminta persetujuannya.“Bu, kami hanya ingin memberi penghormatan pada Pak Emir”“Tidak perlu, anakku bukan polisi lagi, aku ingin anakku dimakamkan hari ini juga” Dimas mengurus pengambilan jenazah rencana Emir dmakamkan ke Sukabumi disamping ayahnya,Reimon, Brain dan Dimas tidak banyak waktu. Mereka akan melakukannya dengan cepat agar semuanya berjalan sesuai yang mereka inginkan.Bu sima masih menangis piluh meratapi kepergian putranya. Wanita itu merasa sangat hancur karena ia kehilangan semuanya. Putrinya ada dalam pen
Pernikahan Dila dan DimasPersiapan pernikahan Dila dan Dimas dimulai dengan adat Minang yang kaya tradisi. Tahapan awal, yang disebut Meresek, dilakukan oleh keluarga besar kedua mempelai untuk membicarakan rencana pernikahan. Pada tahap ini, pihak keluarga saling berdiskusi mengenai tanggal, adat yang akan dijalankan, dan persiapan lainnya.Setelah itu, dilanjutkan dengan Menimang dan Batimbang, di mana orang tua memberikan nasihat dan doa restu kepada kedua mempelai. Suasana haru menyelimuti prosesi ini, karena kedua orang tua menyampaikan pesan penuh makna kepada anak-anak mereka yang akan memulai hidup baru.Tahapan berikutnya adalah Mananta Sirih, yaitu prosesi di mana keluarga calon pengantin pria datang menemui ninik mamak (tetua adat) dan keluarga besar calon pengantin wanita untuk menyampaikan maksud baik mereka. Pada prosesi ini, sirih menjadi simbol penghormatan dan persetujuan dari kedua belah pihak.Kemudian, Babako-Babaki menjadi tahap penting dalam adat pernikahan Mina
Beberapa minggu setelah pertemuan keluarga itu, hubungan Dila dan Dimas semakin dekat. Mereka sering menghabiskan waktu bersama, entah sekadar berjalan-jalan di taman atau menikmati kopi di kafe kecil favorit Dila. Seiring berjalannya waktu, keduanya mulai menemukan kenyamanan satu sama lain.Suatu sore, Dimas dan Dila duduk di tepi danau, menikmati semilir angin yang menyejukkan. Dila menatap Dimas dengan lembut, lalu berkata, " Bang Dimas, aku tahu perjodohan ini mungkin terasa mendadak untukmu. Aku ingin kamu tahu bahwa aku tidak ingin memaksakan apa pun. Aku hanya ingin kita jujur dengan perasaan masing-masing."Dimas tersenyum dan menggenggam tangan Dila dengan hangat. "Dila, awalnya aku memang ragu, tapi semakin lama aku mengenalmu, aku merasa lebih nyaman dan percaya bahwa mungkin ini memang jalan yang terbaik. Aku ingin kita menjalaninya dengan hati yang lapang."“Dulu kamu tidak pernah melihatku sebagai wanita, dimatamu hanya ada Talita. Apa kamu yakin bisa melupakannya?”“Se
Talita dan Emir duduk berhadapan dengan Pak Brata di ruang tamu rumahnya yang luas dan elegan. Pria paruh baya itu menatap mereka dengan ekspresi penuh tanya, sementara secangkir teh hangat tersaji di hadapannya."Jadi, ada hal penting yang ingin kalian bicarakan, datang ke rumah saya Emir" tanya Pak Brata sambil menyilangkan tangan di dadanya.Talita tersenyum lembut, sedikit ragu sebelum akhirnya berkata, "Pak Brata, kami datang dengan niat baik. Kami ingin membicarakan tentang Dila dan Dimas. Kami merasa mereka berdua bisa menjadi pasangan yang cocok, dan kami ingin tahu pendapat Bapak tentang ini."Pak Brata mengangkat alisnya, tampak terkejut. "Dila dan Dimas?" Ia menghela napas pelan lalu tersenyum kecil. "Dila memang sudah lama mengagumi Dimas, dan laki-laki itu sudah menolak menikah dengan Dila. Saya tidak ingin memaksakannya lagi. Dimas sangat tergila-gila padamu Talita.”Emir menimpali dengan suara tenang, "Dimas sudah mulai menerima kenyataan. Kami yakin, jika diberi kesem
Pak Anto baru saja pulang dari perjalanannya ke luar kota ketika ia mendengar suara Dimas yang meninggi dari dalam rumah. Langkahnya terhenti di ambang pintu ruang keluarga, matanya yang tajam menangkap ekspresi penuh emosi dari anak sulungnya."Apa yang sedang terjadi di sini?" suaranya dalam dan berwibawa, memecah ketegangan di ruangan itu.Bu Yani terlonjak, sementara Farida menggigit bibir, gelisah. Dimas menoleh ke arah ayahnya, wajahnya masih dipenuhi kemarahan dan kekecewaan."Ayah, lebih baik Ayah duduk. Aku punya sesuatu yang harus Ayah dengar," kata Dimas dengan suara bergetar.Pak Anto mengerutkan dahi tetapi tetap berjalan menuju kursi dan duduk. Dimas menghela napas panjang sebelum menekan tombol di ponselnya, memutar rekaman suara yang baru saja membuat ibunya pucat pasi.Suara Ibu Irfan dan Bu Yani memenuhi ruangan. Kata-kata itu begitu jelas, begitu nyata, hingga tak ada ruang bagi penyangkalan. Rekaman itu berisi percakapan yang membuktikan bahwa Bu Yani berkomplot u
Dimas duduk termenung di kamar apartemennya. Kata-kata Emir terus terngiang di kepalanya. Ia tidak bisa percaya bahwa ibunya, wanita yang selalu ia hormati dan kasihi, tega melakukan hal-hal keji pada Talita. Namun, sebagai seorang tentara, ia tahu bahwa kebenaran harus diungkap. Ia tidak bisa hanya bergantung pada kata-kata Emir. Ia harus mencari bukti.“Aku tidak yakin kalau Bunda melakukan seperti yang dituduhkan Emir,” ucap Dimas sembari bergumam. Tanganya sibuk mencari nama aku media sosial Ibunya dan Farida. Ia beberapa kali memasukkan kata kunci di pencarian banyak orang yang memiliki nama yang sama seperti Ibunya.“Yang mana akun Bunda,” ucapnya sesekali mengaruk kepalanya dengan kasar. Beberapa kali mencoba tidak menemukannya, ia memilih menghentikannya ia berniat bertanya pada kerabat yang berteman di media sosial dengan ibundanya. *Besok harinya ia pura-pura berkunjung ke tempat kerjaan adik sepupunya dan ia pura-pura meminjam ponsel ingin mencari teman di media
Setelah pertemuan yang tegang itu, Talita dan Emir mencoba kembali menata hidup mereka, meskipun ada beban yang masih menggantung. Namun, jauh di dalam hati mereka, baik Talita maupun Emir tahu bahwa Dimas belum selesai. Amarah yang membara di dalam diri Dimas belum surut.“Mas, Aku tidak melakukan kesalahan kan?” tanya Talita di saat mereka berdua menjelang tidur.“Tidak, kamu tidak salah Talita. Dimas hanya merasa kecewa, karena kita menikah tanpa memberitahunya.”“Ibu Yani yang tidak ingin melihatku Mas, dia sangat membenciku,” keluh Talita sambil mengusap-usap pipi Emir yang berbaring disampingnya.“Lupakan masala lalu dan mari kita menata masa depan. Kemarahan Dimas mungkin akan hilang seiring berjalannya waktu,” ujar Emir mengecup kening Talita dan meminta wanita itu untuk tidur.“Bagaimana kalau dia marah dan balas dendam Mas?” tanya Talita menghela nafas panjang.“Kita akan hadapi sayang, istirahatlah. Besok kita sudah mulai bekerja, liburan madu kita sudah habis.” Emir mem
Beberapa bulan kemudian Dimas akhirnya pulih, orang yang pertama yang ingin ia lihat Talita dan si kembar.“Jangan mencarinya lagi, dia meninggalkanmu setelah kamu tidak berdaya di rumah sakit,” ucap sang Ibunda.“Itu tidak mungkin Bu. Dia wanita yang baik.”Wanita itu berdiri dengan wajah geram, “ Bunda sudah katakan padamu Dimas, dia hanya mempermainkanmu. Kamu tahu sekarang dia sudah menikah dengan polisi yang selama ini membantunya, dia menikah dengan Diego!”Dimas sudah bisa menebak siapa sosok yang disebutkan sang ibunda. Diego adalah Emir. Laki-laki itu selama ini memakai topeng karet dan menyamar sebagai Diego. Ia melakukan itu setelah Arjuna dan dr. Irfan menembaknya dan ia berhasil memalsukan kematiannya.‘Emir …?’Melihat Dimas tidak bereaksi keluarganya keheranan, “Uda tidak marah?” tanya Farida.“Apa kamu sudah tahu kalau wanita selama ini selingkuh dengansi polisi itu?” sambung Ibu Yani lagi.Dimas menarik nafas dalam, ia merasa rongga dadanya terasa sesak setelah ta
Pagi itu, Talita terbangun dengan aroma kopi yang harum. Ia menggeliat pelan, lalu membuka matanya. Yang pertama kali ia lihat adalah Emir, berdiri di samping tempat tidur dengan nampan sarapan di tangannya."Selamat pagi, istriku," sapa Emir lembut.Talita tersenyum, masih setengah mengantuk. "Mas, apa ini?""Sarapan di tempat tidur, spesial untuk istri tercinta," jawab Emir sambil meletakkan nampan di atas selimutnya.Di atas nampan, ada roti panggang dengan telur mata sapi berbentuk hati, buah segar yang sudah dipotong rapi, dan secangkir kopi dengan foam berbentuk hati di atasnya.Talita menatap suaminya dengan penuh cinta. "Mas Emir, kamu terlalu manis," katanya sambil tersenyum lebar.Emir duduk di sampingnya. "Aku hanya ingin memastikan kamu selalu merasa dicintai."Talita meraih tangan Emir dan menciumnya lembut. "Aku selalu merasa begitu, Mas. Karena kamu."Emir mengusap pipinya dengan lembut, lalu menyuapkan sepotong roti ke mulutnya. Mereka tertawa bersama, menikmati pagi y
Pagi pertama di bulan madu mereka, Talita menggeliat pelan di tempat tidur. Matahari pagi mengintip dari celah tirai, menyinari ruangan dengan cahaya keemasan yang lembut. Tangannya meraba sisi ranjang, mencari sosok Emir, tetapi tempat di sebelahnya kosong.Talita membuka matanya perlahan. Aroma harum sesuatu yang lezat menyeruak ke dalam kamar. Ia mengerutkan kening, lalu tersenyum kecil.‘Emir memasak?’Dengan rasa penasaran, Talita bangkit, mengenakan jubah tidurnya, lalu berjalan ke arah dapur tempat mereka menghabiskan bulan madu. Di sana, ia menemukan pemandangan yang membuat hatinya berdebar.Emir, dengan celemek yang melingkar di tubuhnya, sibuk di dapur. Ia mengaduk sesuatu di wajan, sesekali mencicipi saus dengan ujung sendok, lalu mengangguk puas.Talita menyandarkan tubuhnya di ambang pintu, menatap suaminya dengan senyum penuh cinta. "Aku juga tidak tahu kapan Emir bisa memasak."Emir menoleh, matanya berbinar melihat Talita yang berdiri di sana dengan rambut yang masih