Jangan lupa berikan dukungannya ya like komen dan berikan gem juga ya
Dimas, Reimon, Brain masih di rumah sakit untuk mengurus mayat Emir.Tadinya instruksi dari kepolisian, ingin dimakamkan secara protokol kepolisian, tetapi ibunya Emir yang marah menolak semuanya.“Anakku bukan polisi … kenapa setelah meninggal kalian akui dia sebagai polisi, saat dia masih hidup, kalian perlakukan seperti binatang,” ucap Bu Sima, ia mengusir semua polisi yang mengunjunginya.Wanita yang duduk di kursi roda itu marah dan mengusir para polisi yang meminta persetujuannya.“Bu, kami hanya ingin memberi penghormatan pada Pak Emir”“Tidak perlu, anakku bukan polisi lagi, aku ingin anakku dimakamkan hari ini juga” Dimas mengurus pengambilan jenazah rencana Emir dmakamkan ke Sukabumi disamping ayahnya,Reimon, Brain dan Dimas tidak banyak waktu. Mereka akan melakukannya dengan cepat agar semuanya berjalan sesuai yang mereka inginkan.Bu sima masih menangis piluh meratapi kepergian putranya. Wanita itu merasa sangat hancur karena ia kehilangan semuanya. Putrinya ada dalam pen
Ketegangan memenuhi udara setelah mereka berhasil mengeluarkan Dimas dari rumah sakit. Mereka berusaha menunjukkan wajah sedih dan penuh haru. Mereka tidak boleh melakukan kesalahan sedikitpun. Dengan kemampuan profesinal ketiganya akhirnya berhasil keluar dari rumah sakit. Keringat membanjiri pakaian ketiganya.. Di dalam ambulans, Dimas, Reimon, dan dokter Brain berusaha menyembunyikan kegugupan mereka. Sementara itu, Emir mulai menyesuaikan diri dengan kenyataan bahwa ia baru saja keluar dari kematian palsunya."Aku tidak percaya ini berhasil," gumam Emir, suaranya serak. "Tapi kita tidak bisa bersantai dulu. Ini baru permulaan."Brain mengangguk. "Aku sudah memastikan semua prosedur berjalan lancar. Tapi kita harus bergerak cepat. Kalau sampai ada yang mencurigai mayat pengganti, rencana ini bisa terbongkar." **Suara sirene ambulans memecah keheningan malam. Jalanan yang lengang memberikan sedikit kenyamanan bagi Dimas, Reimon, dokter Brain, dan Emir, tetapi ketegangan
Setelah pemakaman Emir sudah berada di kendaraan lain yang membawa dirinya ke tempat persembunyian. Sebuah rumah kecil di pinggir hutan telah disiapkan oleh Reimon dan Brain sebagai tempat aman untuk sementara waktu."Kau harus tetap di sini sampai keadaan mereda," ujar Reimon ketika mereka tiba. "Polisi dan pihak lain pasti akan mencurigai sesuatu. Kita tidak bisa gegabah.""Aku mengerti," jawab Emir. "Tapi aku tidak akan tinggal diam. Kita harus melanjutkan rencana untuk menjatuhkan mereka semua."Namun, Emir tidak menyadari bahwa musuh-musuhnya mulai mencium sesuatu yang aneh. Salah satu anak buah Arjuna yang ditempatkan di rumah sakit mulai merasa ada yang janggal dengan proses pengambilan jenazah Emir. Ia melaporkan hal ini langsung kepada Arjuna."Bagaimana mungkin mereka bisa membawa jenazah itu tanpa persetujuanku?" geram Arjuna, tangannya mengepal di atas meja. Laki-laki itu masih dalam proses penyelidikan."Kami menemukan bukti bahwa ada dokter yang membantu mereka," ujar a
Reimon segera mengambil senjata dan mengintip dari jendela kecil. “Kita punya masalah. Ada beberapa orang bersenjata mendekat.”Emir langsung sigap. “Mereka pasti orang-orang Arjuna. Kita harus keluar dari sini sekarang.”Brain yang masih lemah mencoba berdiri. “Aku akan membantu...”“Tidak, kau tetap di sini,” potong Emir. “Reimon dan aku akan mengalihkan perhatian mereka.”Emir dan Reimon keluar dari rumah, menggunakan pepohonan dan kegelapan malam sebagai perlindungan. Beberapa pria bersenjata yang mendekat tampak berhenti, mencari jejak di sekitar.“Pastikan mereka tidak sampai ke rumah,” bisik Emir pada Reimon.Reimon mengangguk dan mengarahkan pistolnya ke arah salah satu pria yang terlihat terpisah dari kelompoknya. Dengan tembakan terukur, pria itu langsung tumbang tanpa suara.Namun, suara tembakan itu menarik perhatian kelompok lainnya. Mereka mulai mendekat ke arah Emir dan Reimon.“Cepat, kita harus memancing mereka lebih jauh,” ujar Emir.Dalam baku tembak sengit di antara
Mencari Jejak.Shena terlihat ragu. “Kau gila kalau berpikir aku akan membantumu. Kau tidak tahu siapa yang sedang kau hadapi, Emir. Arjuna punya orang-orang kuat di belakangnya. Bahkan jika kau berhasil menjatuhkannya, mereka tidak akan membiarkanmu hidup dia banyak antek-antek yang akan membantunya,” ucap wanita itu enggan membuka pintu.Emir menatap Shena tajam. “Aku tidak peduli. Ini bukan hanya tentang aku. Ini tentang orang-orang yang sudah dia hancurkan. Aku tahu kau punya rahasia yang bisa menjatuhkannya. Aku hanya butuh itu.”Shena terdiam. Ada ketakutan di matanya, tetapi juga rasa bersalah yang mendalam pada Emir karena selama ini ia tahu atasannya salah tetapi membelanya malah menuduh Emir polisi yang kurang kerjaan karena ia ingin menghentikan kejahatan atasannya.“Shena, saya pikir sudah waktunya kamu berhenti membelanya dan membuka matamu atas semua kejahatannya,” ucap Emir tegas.“Aku tidak ingin terlibat dengan semua ini. Sejak kamu masuk penjara bulan lalu, aku sudah
Emir tersenyum kecil, meskipun senyumnya penuh luka. "Kadang, mencintai berarti melepaskan. Saya tidak bisa mengikat Talita dalam bahaya ini. Dia sudah terlalu banyak menderita karena saya.""Tapi bagaimana kalau dia berpikir Anda meninggalkannya? Apa Anda yakin dia akan mengerti jika suatu hari nanti kebenaran terungkap?" tanya Dimas, nada suaranya penuh kekhawatiran."Saya tidak peduli jika dia membenci saya, selama dia aman dan bahagia," jawab Emir dengan mantap. "Dan itulah alasan saya memintamu untuk menjaganya. Kau pria baik, Dimas. Kau tahu apa yang terbaik untuknya."Dimas hanya bisa diam. Dalam hatinya, ia berjuang melawan perasaan bersalah dan keinginannya sendiri.Ketika mereka sampai di lokasi persembunyian , Emir turun dari mobil dan memandang ke arah Dimas dan Reimon. "Ini mungkin terakhir kali kita bertemu dalam waktu dekat. Setelah ini, aku akan menghilang sepenuhnya."Reimon, yang sejak tadi mendengarkan dengan penuh perhatian, menepuk bahu Emir. "Kau tahu, Pak Emir,
Talita sangat terpukul atas kematian Emir, ia setiap malam menangisi kematian sang suami. Ada banyak penyesalan dan kemarahan dalam hati. Talita tidak diberitahu kalau kematian Emis hanya sebuah rekayasa,Setelah beberapa hari Emir dimakamkan Irfan menjadi gila. Sebab para polisi yang tadinya membela dirinya kini malah balik menuduhnya melakukan penembakan pada Emir karena cemburu sebab merebut kekasihnya, kini dokter jahat itu menerima karma atas kejahatan pada Emir selama ini. Arjuna yang tadinya melindunginya justru menjadikannya kambing hitam.Karena rasa amarahnya pada Irfan, Talita membongkar semua kejahatan Irfan yang ia pernah temukan dari komputernya.'Aku bukan malaikat yang bisa terus sabar dan diam saat kamu jahatin, aku akan membongkar semua kejahatanmu, biar kamu tahu bagaimana rasanya hidup di penjara, seperti yang dialami Mas Emir' ucap Talita dalam hati, ia membuka laptop miliknya dan copy semua bukti kejahatan dr. Irfan pada banyak pasiennya, salah satunya Emir.Ap
Disisi lain Emir akan berangkat keluar negeri setelah melihat pemakaman ibunya.“Terimakasih telah membantuku Pak Dimas, tolong jaga anak-anakku, aku berharap Bapak bisa mencintainya seperti anak sendiri sampai aku datang kembali membawa mereka. Jika situasi sudah tenang nanti aku akan membawa mereka tinggal bersamaku,” ujar Emir dengan tulus.“Baiklah Pak Emir, aku tidak tahu apa aku harus senang atau menangis”“Bapak harus senang setidaknya aku memberimu waktu bersama Talita walaupun hanya pura-pura jadi istri, Ingat dia masih istriku,” ucap Emir mengingatkan.“Hidup satu rumah dengan istri orang lain hal yang berat Pak Emir,” ujar Dimas.“Aku tidak punya pilihan Pak Dimas, hanya kamu satu-satunya yang bisa menyelamatkan keluargaku. Aku minta maaf jika merepotkanmu.”“Masalahnya akan semakin berat sebab orang tuaku tidak akan menerima Talita sebagai menantu.”“Hanya sementara Pak Dimas, mungkin tidak sampai dua tahun. Aku berharap kamu menemukan wanita yang baik. Tapi ingat Talita
Pernikahan Dila dan DimasPersiapan pernikahan Dila dan Dimas dimulai dengan adat Minang yang kaya tradisi. Tahapan awal, yang disebut Meresek, dilakukan oleh keluarga besar kedua mempelai untuk membicarakan rencana pernikahan. Pada tahap ini, pihak keluarga saling berdiskusi mengenai tanggal, adat yang akan dijalankan, dan persiapan lainnya.Setelah itu, dilanjutkan dengan Menimang dan Batimbang, di mana orang tua memberikan nasihat dan doa restu kepada kedua mempelai. Suasana haru menyelimuti prosesi ini, karena kedua orang tua menyampaikan pesan penuh makna kepada anak-anak mereka yang akan memulai hidup baru.Tahapan berikutnya adalah Mananta Sirih, yaitu prosesi di mana keluarga calon pengantin pria datang menemui ninik mamak (tetua adat) dan keluarga besar calon pengantin wanita untuk menyampaikan maksud baik mereka. Pada prosesi ini, sirih menjadi simbol penghormatan dan persetujuan dari kedua belah pihak.Kemudian, Babako-Babaki menjadi tahap penting dalam adat pernikahan Mina
Beberapa minggu setelah pertemuan keluarga itu, hubungan Dila dan Dimas semakin dekat. Mereka sering menghabiskan waktu bersama, entah sekadar berjalan-jalan di taman atau menikmati kopi di kafe kecil favorit Dila. Seiring berjalannya waktu, keduanya mulai menemukan kenyamanan satu sama lain.Suatu sore, Dimas dan Dila duduk di tepi danau, menikmati semilir angin yang menyejukkan. Dila menatap Dimas dengan lembut, lalu berkata, " Bang Dimas, aku tahu perjodohan ini mungkin terasa mendadak untukmu. Aku ingin kamu tahu bahwa aku tidak ingin memaksakan apa pun. Aku hanya ingin kita jujur dengan perasaan masing-masing."Dimas tersenyum dan menggenggam tangan Dila dengan hangat. "Dila, awalnya aku memang ragu, tapi semakin lama aku mengenalmu, aku merasa lebih nyaman dan percaya bahwa mungkin ini memang jalan yang terbaik. Aku ingin kita menjalaninya dengan hati yang lapang."“Dulu kamu tidak pernah melihatku sebagai wanita, dimatamu hanya ada Talita. Apa kamu yakin bisa melupakannya?”“Se
Talita dan Emir duduk berhadapan dengan Pak Brata di ruang tamu rumahnya yang luas dan elegan. Pria paruh baya itu menatap mereka dengan ekspresi penuh tanya, sementara secangkir teh hangat tersaji di hadapannya."Jadi, ada hal penting yang ingin kalian bicarakan, datang ke rumah saya Emir" tanya Pak Brata sambil menyilangkan tangan di dadanya.Talita tersenyum lembut, sedikit ragu sebelum akhirnya berkata, "Pak Brata, kami datang dengan niat baik. Kami ingin membicarakan tentang Dila dan Dimas. Kami merasa mereka berdua bisa menjadi pasangan yang cocok, dan kami ingin tahu pendapat Bapak tentang ini."Pak Brata mengangkat alisnya, tampak terkejut. "Dila dan Dimas?" Ia menghela napas pelan lalu tersenyum kecil. "Dila memang sudah lama mengagumi Dimas, dan laki-laki itu sudah menolak menikah dengan Dila. Saya tidak ingin memaksakannya lagi. Dimas sangat tergila-gila padamu Talita.”Emir menimpali dengan suara tenang, "Dimas sudah mulai menerima kenyataan. Kami yakin, jika diberi kesem
Pak Anto baru saja pulang dari perjalanannya ke luar kota ketika ia mendengar suara Dimas yang meninggi dari dalam rumah. Langkahnya terhenti di ambang pintu ruang keluarga, matanya yang tajam menangkap ekspresi penuh emosi dari anak sulungnya."Apa yang sedang terjadi di sini?" suaranya dalam dan berwibawa, memecah ketegangan di ruangan itu.Bu Yani terlonjak, sementara Farida menggigit bibir, gelisah. Dimas menoleh ke arah ayahnya, wajahnya masih dipenuhi kemarahan dan kekecewaan."Ayah, lebih baik Ayah duduk. Aku punya sesuatu yang harus Ayah dengar," kata Dimas dengan suara bergetar.Pak Anto mengerutkan dahi tetapi tetap berjalan menuju kursi dan duduk. Dimas menghela napas panjang sebelum menekan tombol di ponselnya, memutar rekaman suara yang baru saja membuat ibunya pucat pasi.Suara Ibu Irfan dan Bu Yani memenuhi ruangan. Kata-kata itu begitu jelas, begitu nyata, hingga tak ada ruang bagi penyangkalan. Rekaman itu berisi percakapan yang membuktikan bahwa Bu Yani berkomplot u
Dimas duduk termenung di kamar apartemennya. Kata-kata Emir terus terngiang di kepalanya. Ia tidak bisa percaya bahwa ibunya, wanita yang selalu ia hormati dan kasihi, tega melakukan hal-hal keji pada Talita. Namun, sebagai seorang tentara, ia tahu bahwa kebenaran harus diungkap. Ia tidak bisa hanya bergantung pada kata-kata Emir. Ia harus mencari bukti.“Aku tidak yakin kalau Bunda melakukan seperti yang dituduhkan Emir,” ucap Dimas sembari bergumam. Tanganya sibuk mencari nama aku media sosial Ibunya dan Farida. Ia beberapa kali memasukkan kata kunci di pencarian banyak orang yang memiliki nama yang sama seperti Ibunya.“Yang mana akun Bunda,” ucapnya sesekali mengaruk kepalanya dengan kasar. Beberapa kali mencoba tidak menemukannya, ia memilih menghentikannya ia berniat bertanya pada kerabat yang berteman di media sosial dengan ibundanya. *Besok harinya ia pura-pura berkunjung ke tempat kerjaan adik sepupunya dan ia pura-pura meminjam ponsel ingin mencari teman di media
Setelah pertemuan yang tegang itu, Talita dan Emir mencoba kembali menata hidup mereka, meskipun ada beban yang masih menggantung. Namun, jauh di dalam hati mereka, baik Talita maupun Emir tahu bahwa Dimas belum selesai. Amarah yang membara di dalam diri Dimas belum surut.“Mas, Aku tidak melakukan kesalahan kan?” tanya Talita di saat mereka berdua menjelang tidur.“Tidak, kamu tidak salah Talita. Dimas hanya merasa kecewa, karena kita menikah tanpa memberitahunya.”“Ibu Yani yang tidak ingin melihatku Mas, dia sangat membenciku,” keluh Talita sambil mengusap-usap pipi Emir yang berbaring disampingnya.“Lupakan masala lalu dan mari kita menata masa depan. Kemarahan Dimas mungkin akan hilang seiring berjalannya waktu,” ujar Emir mengecup kening Talita dan meminta wanita itu untuk tidur.“Bagaimana kalau dia marah dan balas dendam Mas?” tanya Talita menghela nafas panjang.“Kita akan hadapi sayang, istirahatlah. Besok kita sudah mulai bekerja, liburan madu kita sudah habis.” Emir mem
Beberapa bulan kemudian Dimas akhirnya pulih, orang yang pertama yang ingin ia lihat Talita dan si kembar.“Jangan mencarinya lagi, dia meninggalkanmu setelah kamu tidak berdaya di rumah sakit,” ucap sang Ibunda.“Itu tidak mungkin Bu. Dia wanita yang baik.”Wanita itu berdiri dengan wajah geram, “ Bunda sudah katakan padamu Dimas, dia hanya mempermainkanmu. Kamu tahu sekarang dia sudah menikah dengan polisi yang selama ini membantunya, dia menikah dengan Diego!”Dimas sudah bisa menebak siapa sosok yang disebutkan sang ibunda. Diego adalah Emir. Laki-laki itu selama ini memakai topeng karet dan menyamar sebagai Diego. Ia melakukan itu setelah Arjuna dan dr. Irfan menembaknya dan ia berhasil memalsukan kematiannya.‘Emir …?’Melihat Dimas tidak bereaksi keluarganya keheranan, “Uda tidak marah?” tanya Farida.“Apa kamu sudah tahu kalau wanita selama ini selingkuh dengansi polisi itu?” sambung Ibu Yani lagi.Dimas menarik nafas dalam, ia merasa rongga dadanya terasa sesak setelah ta
Pagi itu, Talita terbangun dengan aroma kopi yang harum. Ia menggeliat pelan, lalu membuka matanya. Yang pertama kali ia lihat adalah Emir, berdiri di samping tempat tidur dengan nampan sarapan di tangannya."Selamat pagi, istriku," sapa Emir lembut.Talita tersenyum, masih setengah mengantuk. "Mas, apa ini?""Sarapan di tempat tidur, spesial untuk istri tercinta," jawab Emir sambil meletakkan nampan di atas selimutnya.Di atas nampan, ada roti panggang dengan telur mata sapi berbentuk hati, buah segar yang sudah dipotong rapi, dan secangkir kopi dengan foam berbentuk hati di atasnya.Talita menatap suaminya dengan penuh cinta. "Mas Emir, kamu terlalu manis," katanya sambil tersenyum lebar.Emir duduk di sampingnya. "Aku hanya ingin memastikan kamu selalu merasa dicintai."Talita meraih tangan Emir dan menciumnya lembut. "Aku selalu merasa begitu, Mas. Karena kamu."Emir mengusap pipinya dengan lembut, lalu menyuapkan sepotong roti ke mulutnya. Mereka tertawa bersama, menikmati pagi y
Pagi pertama di bulan madu mereka, Talita menggeliat pelan di tempat tidur. Matahari pagi mengintip dari celah tirai, menyinari ruangan dengan cahaya keemasan yang lembut. Tangannya meraba sisi ranjang, mencari sosok Emir, tetapi tempat di sebelahnya kosong.Talita membuka matanya perlahan. Aroma harum sesuatu yang lezat menyeruak ke dalam kamar. Ia mengerutkan kening, lalu tersenyum kecil.‘Emir memasak?’Dengan rasa penasaran, Talita bangkit, mengenakan jubah tidurnya, lalu berjalan ke arah dapur tempat mereka menghabiskan bulan madu. Di sana, ia menemukan pemandangan yang membuat hatinya berdebar.Emir, dengan celemek yang melingkar di tubuhnya, sibuk di dapur. Ia mengaduk sesuatu di wajan, sesekali mencicipi saus dengan ujung sendok, lalu mengangguk puas.Talita menyandarkan tubuhnya di ambang pintu, menatap suaminya dengan senyum penuh cinta. "Aku juga tidak tahu kapan Emir bisa memasak."Emir menoleh, matanya berbinar melihat Talita yang berdiri di sana dengan rambut yang masih