Talita sangat terpukul atas kematian Emir, ia setiap malam menangisi kematian sang suami. Ada banyak penyesalan dan kemarahan dalam hati. Talita tidak diberitahu kalau kematian Emis hanya sebuah rekayasa,Setelah beberapa hari Emir dimakamkan Irfan menjadi gila. Sebab para polisi yang tadinya membela dirinya kini malah balik menuduhnya melakukan penembakan pada Emir karena cemburu sebab merebut kekasihnya, kini dokter jahat itu menerima karma atas kejahatan pada Emir selama ini. Arjuna yang tadinya melindunginya justru menjadikannya kambing hitam.Karena rasa amarahnya pada Irfan, Talita membongkar semua kejahatan Irfan yang ia pernah temukan dari komputernya.'Aku bukan malaikat yang bisa terus sabar dan diam saat kamu jahatin, aku akan membongkar semua kejahatanmu, biar kamu tahu bagaimana rasanya hidup di penjara, seperti yang dialami Mas Emir' ucap Talita dalam hati, ia membuka laptop miliknya dan copy semua bukti kejahatan dr. Irfan pada banyak pasiennya, salah satunya Emir.Ap
Disisi lain Emir akan berangkat keluar negeri setelah melihat pemakaman ibunya.“Terimakasih telah membantuku Pak Dimas, tolong jaga anak-anakku, aku berharap Bapak bisa mencintainya seperti anak sendiri sampai aku datang kembali membawa mereka. Jika situasi sudah tenang nanti aku akan membawa mereka tinggal bersamaku,” ujar Emir dengan tulus.“Baiklah Pak Emir, aku tidak tahu apa aku harus senang atau menangis”“Bapak harus senang setidaknya aku memberimu waktu bersama Talita walaupun hanya pura-pura jadi istri, Ingat dia masih istriku,” ucap Emir mengingatkan.“Hidup satu rumah dengan istri orang lain hal yang berat Pak Emir,” ujar Dimas.“Aku tidak punya pilihan Pak Dimas, hanya kamu satu-satunya yang bisa menyelamatkan keluargaku. Aku minta maaf jika merepotkanmu.”“Masalahnya akan semakin berat sebab orang tuaku tidak akan menerima Talita sebagai menantu.”“Hanya sementara Pak Dimas, mungkin tidak sampai dua tahun. Aku berharap kamu menemukan wanita yang baik. Tapi ingat Talita
Talita menempati rumah baru dengan Dimas, walau mereka mantan kekasih yang menjalin hubungan lumayan lama, tetapi hubungan mereka saat ini justru semakin canggung, entah kenapa hati Talita masih sangat terluka atas kepergian Emir.Talita masih mempekerjakan dua suster untuk si kembarUntuk pertama kalinya mereka berdua duduk makan satu meja setelah tinggal satu rumah, saat Talita ingin melakukan perannya sebagai istri, menghidangkan makanan di atas meja untuk Dimas, tetapi Dimas melarang Talita melakukan hal itu, ia tidak mau wanita cantik itu, merasa terbebani.“Tidak usah, biar aku saja,” ujar Dimas saat Talita ingin menyendok nasi ke piring Dimas."Aku hanya ingin melakukan pekerjaanku sebagai istri Mas. Biar mereka tidak curiga,” bisik Talita melirik suster si kembar."Pernikahan kita hanya pura-pura Ta, jadi jangan membebani dirimu, pelan-pelan saja, lakukan seperti itu jika kamu sudah siap melakukannya,” ujar Dimas setengah berbisik.“Baiklah.” Talita menyodorkan piring dan mem
Keesokan paginya, Dimas sudah bangun lebih awal. Ia memasak sarapan sederhana untuk Talita dan anak-anak, sebuah kebiasaan yang ia lakukan untuk mencairkan suasana.Saat Talita masuk ke dapur, ia melihat Dimas sibuk menggoreng telur. “Mas, aku bisa melakukannya,” katanya.Dimas menoleh, tersenyum. “Biarkan aku. Kamu duduk saja, aku akan segera selesai.”Talita menghela napas dan menurut. Dari meja makan, ia memperhatikan Dimas yang tampak tenang meski ia tahu di dalam hati pria itu sedang berjuang melawan perasaannya.Di luar, hujan mulai turun, membuat suasana semakin sendu. Talita memejamkan mata, berdoa dalam hati agar ia bisa menemukan jalan keluar dari kebingungan ini, agar ia bisa mengerti apa yang sebenarnya ia rasakan.Namun, di lubuk hatinya yang paling dalam, ia tahu, ia mulai terbiasa dengan kehadiran Dimas. Dan itulah yang membuat semuanya semakin rumit.“Aku tahu Mas, maafkan aku kalau sikapku canggung, tetapi ini berat bagiku, hatiku baru saja berpindah pada Emir, saat ak
Kini mereka berdua duduk di meja makan setelah Dimas memakai seragam loreng miliknya.“Apa kamu sudah siap kerja di tempat yang baru Ta?” tanya Dimas memulai obrolan.“Aku sebenarnya sedikit khawatir, mungkin, karena sudah sempat vakum selama beberapa minggu”“Kamu, kan, hanya tiga minggu cuti.”“Ya, tapi tiga minggu itu sudah mengubah banyak hal dalam hidupku”Dimas tahu kemana arah pembahasan mereka, ia diam, tidak ingin memperpanjang obrolan mereka tentang cuti.“Aku akan mengantarmu,” usul Dimas.“Tidak usah Mas, aku naik kendaraan umumnya saja, kalau tidak aku akan bawa motor sendiri”“Kita satu arah Talita. Kamu kenapa selalu menolakku? Ingat, semua orang taunya kita pasangan suami istri, jadi bersikaplah layaknya istriku,” tegur Dimas.“Baiklah,” ucapnya kemudian.Setelah serapan Talita pamit sama si kembar, kini bayi gendut lagi gemes-gemesnya, tadinya Talita berpikir kalau Dimas tidak begitu peduli sama mereka berdua, nyatanya … semua pemikiran Talita salah, Dimas sangat s
Hari itu, setelah mengantar Talita untuk kerja, ternyata Dimas putar balik ia kerumah orang tuanya, ia sudah beberapa bulan tidak pulang ke rumah, saat ia dilarang dekat dengan Talita kini ia pulang.“Assalamualaikum”“Waalaikumsalam ,” sahut Bu Yani dari dalam rumah, ia menoleh ke arah pemilik suara.“Dimas …?” Pak Anto yang baru menyelesaikan lima putaran mengelilingi rumah, ia berdiri menatap putranya yang gagah dengan seragam loreng-loreng yang ia kenakan.“Eh … uda, tumben datang pagi-pagi,” timpal Farida adiknya perempuannya yang selalu mengkritik semua yang dilakukan Dimas.“Aku mau bicara sama Bunda dan sama Ayah,” ujar Dimas langsung pada intinya.Kedua suami istri itu langsung saling melihat, baru juga tadi malam mereka membahas tentang gosip yang beredar kalau Dimas menikahi janda dari almarhum Emir.‘Jadi benar gosip yang beredar itu’ ucap Bu Yani menghela nafas panjang.Setelah mereka duduk dengan tenang barulah Dimas memulai obrolan.“Aku dan Talita sudah menikah Bun,
Dimas Tidak menyerah besok sepulang tugas ia datang berkunjung lagi. Duduk santai di rumah orang tuanya, ia hanya ingin memberitahukan secara resmi kalau ia Talita tinggal satu rumah , walau ia tahu sebenarnya kalau orang tuanya tidak akan merestui hubungan mereka. Tetapi setidaknya ia memberitahukannya.Kini ia dibuat memilih wanita yang melahirkanku ke dunia ini atau wanita yang paling ia cintai."Pilih Talita atau Bunda?"Saat Bu Yani meminta memilih, Dimas enggan melakukannya, baginya kedua wanita itu sama penting dalam hidupnya.‘Aku tahu Bunda hanya marah, jika bisa berjalan bersama kenapa harus memilih?’ Dimas membatin.“Lalu … jika kamu sudah menikah, mana istrimu , kenapa kamu datang sendiri?” tanya Pak Anto“Tadinya aku ingi-”“Tidak perlu datang tidak perlu bawa,” potong Bu Yani marah.Dimas terdiam, ia tidak ingin marah ataupun menyahut ucapan sang bunda, sebenarnya ia sudah mempersiapkan hati untuk keadaan seperti ini, karena ia sadar pernikahannya dengan Talita ak
Talita duduk sendirian di ruang tamu, menatap kosong ke arah foto keluarga kecil mereka di atas meja. Hasan dan Hasna tertidur di kamar, sementara dirinya terus memikirkan percakapan tadi dengan Bu Yani. Ada rasa sakit yang mengendap di hatinya, tetapi Talita tahu, ia tidak bisa membiarkan emosinya meluap.Kata-kata Bu Yani terus terngiang di telinganya. “Kenapa kamu menikah dengannya, kalau kamu mudah bercerai?” Pertanyaan itu menghujam tepat di hatinya. Pernikahan ini memang pura-pura, tetapi siapa yang bisa menyangkal bahwa ia sempat larut sebagai istri Dimas.Namun, bagi Talita, kebahagiaan Dimas lebih penting daripada perasaannya sendiri. Jika keberadaannya hanya menjadi penghalang bagi pria itu untuk mendapatkan restu keluarganya, maka ia rela mundur. Ketika Dimas kembali ke rumah malam itu, Talita sedang sibuk menenangkan Hasan yang rewel. Wajah wanita itu terlihat lebih lelah dari biasanya. Dimas langsung menghampiri mereka, mengambil Hasan dari gendongan Talita.“Kamu kelihat
Pernikahan Dila dan DimasPersiapan pernikahan Dila dan Dimas dimulai dengan adat Minang yang kaya tradisi. Tahapan awal, yang disebut Meresek, dilakukan oleh keluarga besar kedua mempelai untuk membicarakan rencana pernikahan. Pada tahap ini, pihak keluarga saling berdiskusi mengenai tanggal, adat yang akan dijalankan, dan persiapan lainnya.Setelah itu, dilanjutkan dengan Menimang dan Batimbang, di mana orang tua memberikan nasihat dan doa restu kepada kedua mempelai. Suasana haru menyelimuti prosesi ini, karena kedua orang tua menyampaikan pesan penuh makna kepada anak-anak mereka yang akan memulai hidup baru.Tahapan berikutnya adalah Mananta Sirih, yaitu prosesi di mana keluarga calon pengantin pria datang menemui ninik mamak (tetua adat) dan keluarga besar calon pengantin wanita untuk menyampaikan maksud baik mereka. Pada prosesi ini, sirih menjadi simbol penghormatan dan persetujuan dari kedua belah pihak.Kemudian, Babako-Babaki menjadi tahap penting dalam adat pernikahan Mina
Beberapa minggu setelah pertemuan keluarga itu, hubungan Dila dan Dimas semakin dekat. Mereka sering menghabiskan waktu bersama, entah sekadar berjalan-jalan di taman atau menikmati kopi di kafe kecil favorit Dila. Seiring berjalannya waktu, keduanya mulai menemukan kenyamanan satu sama lain.Suatu sore, Dimas dan Dila duduk di tepi danau, menikmati semilir angin yang menyejukkan. Dila menatap Dimas dengan lembut, lalu berkata, " Bang Dimas, aku tahu perjodohan ini mungkin terasa mendadak untukmu. Aku ingin kamu tahu bahwa aku tidak ingin memaksakan apa pun. Aku hanya ingin kita jujur dengan perasaan masing-masing."Dimas tersenyum dan menggenggam tangan Dila dengan hangat. "Dila, awalnya aku memang ragu, tapi semakin lama aku mengenalmu, aku merasa lebih nyaman dan percaya bahwa mungkin ini memang jalan yang terbaik. Aku ingin kita menjalaninya dengan hati yang lapang."“Dulu kamu tidak pernah melihatku sebagai wanita, dimatamu hanya ada Talita. Apa kamu yakin bisa melupakannya?”“Se
Talita dan Emir duduk berhadapan dengan Pak Brata di ruang tamu rumahnya yang luas dan elegan. Pria paruh baya itu menatap mereka dengan ekspresi penuh tanya, sementara secangkir teh hangat tersaji di hadapannya."Jadi, ada hal penting yang ingin kalian bicarakan, datang ke rumah saya Emir" tanya Pak Brata sambil menyilangkan tangan di dadanya.Talita tersenyum lembut, sedikit ragu sebelum akhirnya berkata, "Pak Brata, kami datang dengan niat baik. Kami ingin membicarakan tentang Dila dan Dimas. Kami merasa mereka berdua bisa menjadi pasangan yang cocok, dan kami ingin tahu pendapat Bapak tentang ini."Pak Brata mengangkat alisnya, tampak terkejut. "Dila dan Dimas?" Ia menghela napas pelan lalu tersenyum kecil. "Dila memang sudah lama mengagumi Dimas, dan laki-laki itu sudah menolak menikah dengan Dila. Saya tidak ingin memaksakannya lagi. Dimas sangat tergila-gila padamu Talita.”Emir menimpali dengan suara tenang, "Dimas sudah mulai menerima kenyataan. Kami yakin, jika diberi kesem
Pak Anto baru saja pulang dari perjalanannya ke luar kota ketika ia mendengar suara Dimas yang meninggi dari dalam rumah. Langkahnya terhenti di ambang pintu ruang keluarga, matanya yang tajam menangkap ekspresi penuh emosi dari anak sulungnya."Apa yang sedang terjadi di sini?" suaranya dalam dan berwibawa, memecah ketegangan di ruangan itu.Bu Yani terlonjak, sementara Farida menggigit bibir, gelisah. Dimas menoleh ke arah ayahnya, wajahnya masih dipenuhi kemarahan dan kekecewaan."Ayah, lebih baik Ayah duduk. Aku punya sesuatu yang harus Ayah dengar," kata Dimas dengan suara bergetar.Pak Anto mengerutkan dahi tetapi tetap berjalan menuju kursi dan duduk. Dimas menghela napas panjang sebelum menekan tombol di ponselnya, memutar rekaman suara yang baru saja membuat ibunya pucat pasi.Suara Ibu Irfan dan Bu Yani memenuhi ruangan. Kata-kata itu begitu jelas, begitu nyata, hingga tak ada ruang bagi penyangkalan. Rekaman itu berisi percakapan yang membuktikan bahwa Bu Yani berkomplot u
Dimas duduk termenung di kamar apartemennya. Kata-kata Emir terus terngiang di kepalanya. Ia tidak bisa percaya bahwa ibunya, wanita yang selalu ia hormati dan kasihi, tega melakukan hal-hal keji pada Talita. Namun, sebagai seorang tentara, ia tahu bahwa kebenaran harus diungkap. Ia tidak bisa hanya bergantung pada kata-kata Emir. Ia harus mencari bukti.“Aku tidak yakin kalau Bunda melakukan seperti yang dituduhkan Emir,” ucap Dimas sembari bergumam. Tanganya sibuk mencari nama aku media sosial Ibunya dan Farida. Ia beberapa kali memasukkan kata kunci di pencarian banyak orang yang memiliki nama yang sama seperti Ibunya.“Yang mana akun Bunda,” ucapnya sesekali mengaruk kepalanya dengan kasar. Beberapa kali mencoba tidak menemukannya, ia memilih menghentikannya ia berniat bertanya pada kerabat yang berteman di media sosial dengan ibundanya. *Besok harinya ia pura-pura berkunjung ke tempat kerjaan adik sepupunya dan ia pura-pura meminjam ponsel ingin mencari teman di media
Setelah pertemuan yang tegang itu, Talita dan Emir mencoba kembali menata hidup mereka, meskipun ada beban yang masih menggantung. Namun, jauh di dalam hati mereka, baik Talita maupun Emir tahu bahwa Dimas belum selesai. Amarah yang membara di dalam diri Dimas belum surut.“Mas, Aku tidak melakukan kesalahan kan?” tanya Talita di saat mereka berdua menjelang tidur.“Tidak, kamu tidak salah Talita. Dimas hanya merasa kecewa, karena kita menikah tanpa memberitahunya.”“Ibu Yani yang tidak ingin melihatku Mas, dia sangat membenciku,” keluh Talita sambil mengusap-usap pipi Emir yang berbaring disampingnya.“Lupakan masala lalu dan mari kita menata masa depan. Kemarahan Dimas mungkin akan hilang seiring berjalannya waktu,” ujar Emir mengecup kening Talita dan meminta wanita itu untuk tidur.“Bagaimana kalau dia marah dan balas dendam Mas?” tanya Talita menghela nafas panjang.“Kita akan hadapi sayang, istirahatlah. Besok kita sudah mulai bekerja, liburan madu kita sudah habis.” Emir mem
Beberapa bulan kemudian Dimas akhirnya pulih, orang yang pertama yang ingin ia lihat Talita dan si kembar.“Jangan mencarinya lagi, dia meninggalkanmu setelah kamu tidak berdaya di rumah sakit,” ucap sang Ibunda.“Itu tidak mungkin Bu. Dia wanita yang baik.”Wanita itu berdiri dengan wajah geram, “ Bunda sudah katakan padamu Dimas, dia hanya mempermainkanmu. Kamu tahu sekarang dia sudah menikah dengan polisi yang selama ini membantunya, dia menikah dengan Diego!”Dimas sudah bisa menebak siapa sosok yang disebutkan sang ibunda. Diego adalah Emir. Laki-laki itu selama ini memakai topeng karet dan menyamar sebagai Diego. Ia melakukan itu setelah Arjuna dan dr. Irfan menembaknya dan ia berhasil memalsukan kematiannya.‘Emir …?’Melihat Dimas tidak bereaksi keluarganya keheranan, “Uda tidak marah?” tanya Farida.“Apa kamu sudah tahu kalau wanita selama ini selingkuh dengansi polisi itu?” sambung Ibu Yani lagi.Dimas menarik nafas dalam, ia merasa rongga dadanya terasa sesak setelah ta
Pagi itu, Talita terbangun dengan aroma kopi yang harum. Ia menggeliat pelan, lalu membuka matanya. Yang pertama kali ia lihat adalah Emir, berdiri di samping tempat tidur dengan nampan sarapan di tangannya."Selamat pagi, istriku," sapa Emir lembut.Talita tersenyum, masih setengah mengantuk. "Mas, apa ini?""Sarapan di tempat tidur, spesial untuk istri tercinta," jawab Emir sambil meletakkan nampan di atas selimutnya.Di atas nampan, ada roti panggang dengan telur mata sapi berbentuk hati, buah segar yang sudah dipotong rapi, dan secangkir kopi dengan foam berbentuk hati di atasnya.Talita menatap suaminya dengan penuh cinta. "Mas Emir, kamu terlalu manis," katanya sambil tersenyum lebar.Emir duduk di sampingnya. "Aku hanya ingin memastikan kamu selalu merasa dicintai."Talita meraih tangan Emir dan menciumnya lembut. "Aku selalu merasa begitu, Mas. Karena kamu."Emir mengusap pipinya dengan lembut, lalu menyuapkan sepotong roti ke mulutnya. Mereka tertawa bersama, menikmati pagi y
Pagi pertama di bulan madu mereka, Talita menggeliat pelan di tempat tidur. Matahari pagi mengintip dari celah tirai, menyinari ruangan dengan cahaya keemasan yang lembut. Tangannya meraba sisi ranjang, mencari sosok Emir, tetapi tempat di sebelahnya kosong.Talita membuka matanya perlahan. Aroma harum sesuatu yang lezat menyeruak ke dalam kamar. Ia mengerutkan kening, lalu tersenyum kecil.‘Emir memasak?’Dengan rasa penasaran, Talita bangkit, mengenakan jubah tidurnya, lalu berjalan ke arah dapur tempat mereka menghabiskan bulan madu. Di sana, ia menemukan pemandangan yang membuat hatinya berdebar.Emir, dengan celemek yang melingkar di tubuhnya, sibuk di dapur. Ia mengaduk sesuatu di wajan, sesekali mencicipi saus dengan ujung sendok, lalu mengangguk puas.Talita menyandarkan tubuhnya di ambang pintu, menatap suaminya dengan senyum penuh cinta. "Aku juga tidak tahu kapan Emir bisa memasak."Emir menoleh, matanya berbinar melihat Talita yang berdiri di sana dengan rambut yang masih