Jangan lupa berikan dukungannya ya kakak dengan cara like, komen dan berikan gem terimakasih
Keluarga Dimas sudah beberapa kali mencari wanita untuk menggantikan posisi Talita di hati Dimas, tetapi dari sekian wanita yang dijodohkan, tidak ada satupun yang ia terima. Lelaki bertubuh tegap tinggi itu selalu menolak wanita pilihan sang Bunda, hal itulah membuat keluarga Dimas sangat geram.Keluarga Dimas tidak rela jika anak mereka dekat dengan Talita lagi. Apa jika kembali bersama, hal yang wajar sebenarnya jika mereka marah, sebab Talilah yang meninggalkan Dimas. Apalagui saat itu mereka sudah membahas rencana pernikahan. Ibu manapun di dunia ini tidak akan terima“Lalu kalau kamu tidak mau menikah dengan Dila, lalu kamu mau menikah dengan siapa?” tanya Bu Yani.“Bu … aku akan menemukan jodoh yang tepat untukku nanti, jadi berhentilah mencari wanita untukku,” jawab Dimas.“Dimas, Bunda sama Ayah sudah tua, kami ingin melihat kamu menikah dan memiliki anak.”“Ya … nanti ada saatnya Bun.”“Sampai kapan!?”“Bun … sudahlah jangan marah-marah seperti itu, dia bukan anak kecil ya
Merasa tidak ada dukungan dari tempatnya bekerja dan tidak punya orang lain untuk diminta untuk menolong, akhirnya Emir dengan berat hati ingin meminta Dimas menjaga Talita, agar ia bisa selamat, ia tidak akan rela kalau Talita jatuh ke tangan manusia jahat seperti Irfan, jadi, menyerahkannya kembali pada Dimas.“Kamu gila …! Kamu jahat!” teriak Talita setelah diminta bertemu dengan Emir.“Talita aku tidak ingin hidup kita berdua dipermainkan si Irfan, aku tidak bisa melindungi maafkan aku, hanya ini caraku,” ucap Emir memohon.“Aku bukan barang yang bisa kamu oper pada orang lain,” ujar Talita tangisannya pecah.“Aku mencintaimu Ta sangat mencintaimu. Ini hanya sementara percaya padaku, agar irfan melepaskanmu,” bujuk Emir.“Lalu kenapa kamu memberikanku pada Dimas,” ujar Talita menangis.“Hanya ini caraku Ta.”Emir memeluknya dan membawanya ke dalam dadanya, ia juga menangis, ia sudah memikirkan rencana itu dengan matang, ia tidak punya pilihan lain, kalau ia terus bertahan, Irfan
Mendengar Emir menceraikan Talita Irfan tertawa dengan bahagia. Ia berpikir kalau Emir takut dengan ancaman yang ia berikan, karena sebelumnya ia sudah mengancam akan menyakiti Dinar kakak Emir yang saat itu ada di penjara karena kekerasan pada anak dibawah umur.Bukan hanya itu dr. Irfan juga mengancam akan menyuntik mati ibunya di panti jompo kalau ia tidak mau menceraikan Talita, karena ancaman itulah Emir merencanakan semuanya dengan Dimas.“Coba dari kemarin kamu melakukan itu, kamu tidak akan menderita seperti ini,” ucapnya menyandarkan kepala di kursi ruang kerjanya.Tidak lama kemudian ponsel miliknya berdering, ia mendapat kabar kalau Talita menikah dengan Dimas, mantan kekasihnya, matanya menatap tajam, seketika rasa senang yang tadi rasakan menghilang dan berganti dengan kepanikan“Apa ini? Siapa lelaki keparat ini?”
Dugaannya Emir benar, ia sudah menduga kalau irfan akan dibebaskan dari semua tuduhan, sekalipun bukti kejahatannya sudah didepan mata, laki-laki itu lepas dari semua tuntutan. Apa yang dilakukan Emir dan Dimas sia-sia.Ia hanya diberi surat peringatan. Itu juga yang membuat Dimas dan yang lainnya begitu geram.Dimas dan Emir kembali bertemu.“Aku tidak habis pikir mata mereka semua bisa dibutakan uang,” ucap Dimas geram“Aku sudah menduganya Pak Dimas.”Dimas mengepal tangannya dengan kuat, “sampai kapan negeri kita ini akan seperti itu, sampai kapan?”“Aku yang akan membuatnya di penjara,” ujar Emir tiba-tiba“Dengan apa?” tanya Dimas.Emir mengungkapkan rencana gila yang dia persiapkan. Mendengar itu bola mata Dimas melotot kaget.“Apa kamu yakin akan melakukannya?” tanya Dimas sangat khawatir.“Hanya ini caraku, untuk membalas perbuatan mereka semua. Aku ingin kamu memberikan benda itu padaku biarkan aku yang melakukannya,” ujar Emir dengan yakin.“Apa tidak ada rencana lain lagi
Mendengar kabar Emir meninggal karena ditembak, Talita sangat shock, ia sampai pingsan. Sekarang ia tahu alasan Emir memaksanya bersama Dimas. Akhirnya ia sadar ada banyak orang yang ingin suaminya lenyap. Semua terjadi karena Emir ingin membongkar kejahatan yang dilakukan atasannya dan kloni-kloninya.Talita mengusap butitan kristal yang menetes deras di pipinya “Kenapa harus melakukan itu, kenapa harus mengusik mereka. Bagaimana dengan kami,"ujar Talita menangis.“Kamu harus kuat demi anak-anak,” ucap Bona.Walau Dimas diminta Emir menjaganya dan berpura-pura jadi suaminya, tetapi mereka berdua belum tinggal satu rumah, Dimas pindah ke rumah dinas, sementara Talita masih disembunyikan di rumah Bona.“Aku ingin melihatnya untuk yang terakhir kalinya Pak Bona,” ujar Talita dengan tangisan.“Jangan lakukan itu Bu, pengorbanan yang dilakukan Pak Emir akan sia-sia, jika Ibu terluka, situasi saat ini sedang mencekam, polisi yang menjebak dan memukuli Emir saat itu sedang diselidiki. Dia
Dimas, Reimon, Brain masih di rumah sakit untuk mengurus mayat Emir.Tadinya instruksi dari kepolisian, ingin dimakamkan secara protokol kepolisian, tetapi ibunya Emir yang marah menolak semuanya.“Anakku bukan polisi … kenapa setelah meninggal kalian akui dia sebagai polisi, saat dia masih hidup, kalian perlakukan seperti binatang,” ucap Bu Sima, ia mengusir semua polisi yang mengunjunginya.Wanita yang duduk di kursi roda itu marah dan mengusir para polisi yang meminta persetujuannya.“Bu, kami hanya ingin memberi penghormatan pada Pak Emir”“Tidak perlu, anakku bukan polisi lagi, aku ingin anakku dimakamkan hari ini juga” Dimas mengurus pengambilan jenazah rencana Emir dmakamkan ke Sukabumi disamping ayahnya,Reimon, Brain dan Dimas tidak banyak waktu. Mereka akan melakukannya dengan cepat agar semuanya berjalan sesuai yang mereka inginkan.Bu sima masih menangis piluh meratapi kepergian putranya. Wanita itu merasa sangat hancur karena ia kehilangan semuanya. Putrinya ada dalam pen
Ketegangan memenuhi udara setelah mereka berhasil mengeluarkan Dimas dari rumah sakit. Mereka berusaha menunjukkan wajah sedih dan penuh haru. Mereka tidak boleh melakukan kesalahan sedikitpun. Dengan kemampuan profesinal ketiganya akhirnya berhasil keluar dari rumah sakit. Keringat membanjiri pakaian ketiganya.. Di dalam ambulans, Dimas, Reimon, dan dokter Brain berusaha menyembunyikan kegugupan mereka. Sementara itu, Emir mulai menyesuaikan diri dengan kenyataan bahwa ia baru saja keluar dari kematian palsunya."Aku tidak percaya ini berhasil," gumam Emir, suaranya serak. "Tapi kita tidak bisa bersantai dulu. Ini baru permulaan."Brain mengangguk. "Aku sudah memastikan semua prosedur berjalan lancar. Tapi kita harus bergerak cepat. Kalau sampai ada yang mencurigai mayat pengganti, rencana ini bisa terbongkar." **Suara sirene ambulans memecah keheningan malam. Jalanan yang lengang memberikan sedikit kenyamanan bagi Dimas, Reimon, dokter Brain, dan Emir, tetapi ketegangan
Setelah pemakaman Emir sudah berada di kendaraan lain yang membawa dirinya ke tempat persembunyian. Sebuah rumah kecil di pinggir hutan telah disiapkan oleh Reimon dan Brain sebagai tempat aman untuk sementara waktu."Kau harus tetap di sini sampai keadaan mereda," ujar Reimon ketika mereka tiba. "Polisi dan pihak lain pasti akan mencurigai sesuatu. Kita tidak bisa gegabah.""Aku mengerti," jawab Emir. "Tapi aku tidak akan tinggal diam. Kita harus melanjutkan rencana untuk menjatuhkan mereka semua."Namun, Emir tidak menyadari bahwa musuh-musuhnya mulai mencium sesuatu yang aneh. Salah satu anak buah Arjuna yang ditempatkan di rumah sakit mulai merasa ada yang janggal dengan proses pengambilan jenazah Emir. Ia melaporkan hal ini langsung kepada Arjuna."Bagaimana mungkin mereka bisa membawa jenazah itu tanpa persetujuanku?" geram Arjuna, tangannya mengepal di atas meja. Laki-laki itu masih dalam proses penyelidikan."Kami menemukan bukti bahwa ada dokter yang membantu mereka," ujar a
TING! Suara lift berbunyi, pintunya terbuka.Talita melangkah keluar dengan hati berdebar. Ia masih mencurigai Emir yang berganti nama jadi Diego—pria yang tiba-tiba muncul dalam hidupnya, menolongnya dari ancaman, tetapi tetap penuh rahasia.Apartemen itu luas, dengan interior modern yang didominasi warna hitam dan abu-abu. Ada aroma kopi yang masih hangat di udara, menambah kesan nyaman di dalam ruangan.Begitu pintu terbuka lebih lebar, suara langkah kaki kecil terdengar."Bunda!"Hasan dan Hasna langsung berlari menghampiri Talita, memeluknya erat. Air mata mengalir di pipinya saat ia mengecup kening mereka satu per satu."Sayang... Maafkan Bunda telat datang..."Hasna memegang pipi Talita dengan tangan mungilnya. "Bunda jangan pergi lagi..."Talita tersenyum di tengah air matanya. "Bunda nggak akan kemana-mana, sayang..."Emir berdiri beberapa langkah di belakang, mengamati momen itu dengan mata yang dalam. Kerinduan, cinta, dan rasa bersalah berbaur di hatinya.Namun, ia tetap m
Wajah perawat itu asing. Ia belum pernah melihatnya di rumah sakit ini sebelumnya. Gerak-geriknya juga mencurigakan, seolah sedang menyembunyikan sesuatu.Talita memperhatikan lebih saksama. Tangan perawat itu gemetar saat menyentuh kantong infus.‘Ada yang tidak beres...’ ucapnya dalam hati.Saat perawat itu mencoba menyuntikkan sesuatu ke dalam selang infus Dimas, Talita tersentak."Sebentar!" serunya, matanya membelalak curiga.Perawat itu terkejut, tetapi segera memasang ekspresi tenang. "Ada apa, Bu?"Talita menatapnya tajam. "Siapa nama Anda?"Perawat itu terdiam sesaat."Perkenalkan, saya Suster Rina," jawabnya akhirnya, tetapi Talita tidak percaya.“Aku hafal semua perawat di rumah sakit ini. Aku bekerja di sini tidak pernah melihatmu sebelumnya!"Talita segera berdiri dan menahan tangan perawat itu sebelum jarum suntik menyentuh infus Dimas."Apa yang Anda suntikkan?" suara Talita bergetar, tapi penuh ketegasan.Wajah perawat itu langsung berubah pucat.Dan dalam hitungan de
Saat Dimas berangkat ke kerja menggunakan motor, tiba-tiba sebuah mobil menabrak dari belakang.Dimas merasakan benturan keras yang membuat tubuhnya terpental ke aspal. Motor yang ia kendarai terseret beberapa meter sebelum akhirnya berhenti di pinggir jalan. Rasa nyeri menyebar ke seluruh tubuhnya, terutama di lengan dan kakinya yang terbentur aspal kasar.Beberapa orang yang menyaksikan kejadian itu segera berlari mendekat. Pengemudi mobil yang menabraknya melarikan diri.Terlihat jelas kalau dia ingin mencelakai Dimas. Dimas masih sempat melihat warna mobil sebelum tubuhnya terhembas ke aspal.‘Siapa mereka? Apa itu orang-orang suruhan Arjuna?” tanya Dimas dalam hati.Seorang bapak berlari menghampiri tubuh Dimas yang tergelatak, lukanya sangat parah.“Pak. Apa Bapak bisa mendengar saya?” Pria itu membantu Dimas untuk duduk.Dimas mencoba menggerakkan tubuhnya, cairan merah mengalir di wajahnya. Rasa sakit menjalar di bagian kakinya, tangannya. Lalu rasa sakit itu menguasai selu
“Jangan khawatir aku orang yang menepati janji.”Sebelum Dimas melangkah pergi, ia berbalik badan lagi.“Aku harap kalian bisa bersama lagi.”Emir terdiam, ia tidak tahu mengambarkan ekpresi wajah Dimas, apakah laki-laki itu bicara dari hati atau ia hanya pura-pura tegar.“Pak Dimas, terimakasih sudah menjaga keluargaku. Aku berhutang banyak padamu. Aku berharap suatu saat aku bisa membalasnya,” ujar Emir.“Aku berterimakasih, sebab Bapak memberiku kesempatan menjaga Talita dan tinggal satu atap bersamanya, walau hanya pura-pura pasangan suami istri itu sudah cukup bagiku. Aku berharap Pak Emir sembuh,” ucap Dimas, wajahnya terlihat sangat sendu.“Apa Pak Dimas baik-baik aja?” tanya Emir menatap begitu dalam.“Iya, aku baik. Kami pulang dulu. Aku takut Talita marah karena kami lama,” ucapnya melambaikan tangan pada Emir.Dalam hati Emir ada rasa yang tidak bisa digambarkan dengan kata-kata saat Dimas dan si kembar ke dalam mobil. Tidak lama kemudian mobil itu melaju dan menghilan
Satu tahun kemudian. Setelah berpikir panjang dan butuh waktu yang lama Emir akhirnya mengikuti saran Seno untuk mengganti wajahnya. Ia akan pulang kembali ke Indonesia dengan identitas yang baru.Hubungannya dan Dimas masih tetap baik. Lelaki yang berprofesi sebagai tentara itu menepati janjinya menjaga Talita dan anak kembarnya. Walau semua keluarga melarang Dimas bersama Talita. Namun ia tetap berpura-pura sebagai suami untuk Talita, semua itu ia lakukan supaya tidak ada yang menganggu Talita dan kedua anak kembarnya. Musuh yang mengincar Emir masih berkeliaran di sekitar mereka. Arjuna masih curiga kalau Emir masih hidup.Kali ini Dimas janjian akan bertemu seseorang.Terkadang kedua pengasuh mereka kewalahan mengawasi Hasan, Hasna masih mau nurut kalau dilarang, tetapi kalau Hasan semakin dilarang semakin di lakukan, rasa ingin tahunya lebih besar dari adiknya. Kedua anak kembar itu tumbuh menjadi anak y
Emir masih di Batam, Pak Seno dan Brata yang memintanya datang untuk urusan pekerjaan yang akan mereka kerjakan bersama, sebab Emir juga ikut terlibat dalam menangani kasus yang pernah di pegang Pak Brata, sebelum ia di mutasi ke daerah.Tadinya kedua orang itu meminta akan bertemu Emir kembali di Singapura, tetapi, bapak dua anak itu tidak enak hati karena Pak Brata mantan atasannya yang selalu datang menjenguk, jadi Emir mengusulkan untuk bertemu di Batam, biar sama-sama enak. Seperti kita ketahui Batam ke Singapura sudah sangat dekat, tinggal menyebrang dengan kapal saja sudah sampai.Mereka setuju, baru juga Emir tiba di hotel dan akan makan siang di resto hotel, tetapi siapa yang menduga, kalau Talita juga ada di hotel tersebut , hotel yang sama dengan dengan Brata, karena Talita juga ada seminar di sana.Untung Brata mengenal Talita, jadi ia buru-buru menelepon Emir, meminta Emir menghindar, saat itu Talita masih mencari di halaman hotel sementara Emir bersembun
Talita berdiri di trotoar luar hotel, matanya memindai setiap orang yang lewat. Jantungnya berdegup kencang, seakan firasatnya benar bahwa pria yang ia lihat tadi adalah Emir. Rasa rindu pada sang suami yang sudah meninggalkanya.‘Ya Allah aku sangat merindukannya, maafkan hamba kalau belum iklas. Hati ini rasanya berat untuk mengiklaskannya’ ucapnya dalam hati.Hatinya seolah-olah berkata kalau ia akab bertemu Emir di sana. Mulutnyah menolak namun hatinya berkata iya.“Tidak mungkin. Tapi … aku tidak bisa mengabaikan perasaanku,” gumamnya sambil terus berjalan ke arah yang ia kira menjadi tujuan pria itu pergi.Di sisi lain, Emir yang mengenakan topeng karet dan jaket hitam duduk di sebuah kafe kecil di pinggir jalan bersama anak buah Pak Brata. Mata Emir terus memperhatikan keluar jendela, waspada kalau Talita masih mencarinya.“Kamu harus berhati-hati, Emir. Talita wanita cerdas. Kalau dia tahu siapa kamu, penyamaran kita bisa hancur,” ujar Pak Brata di ujung teleponsambil menyer
Setelah pulang dari rumah orang tua Dimas, Talita dan Dimas hanya diam di dalam mobil.“Aku tidak ingin kamu pergi Mas,” ucap Talita kemudian.“Lalu kamu ingin aku melakukan apa?”“Ya jangan ikut ke tempat konflik itu, mereka kan sangat kejam,” ujar Talita.“Itu sudah jadi tugasku sebagai abdi negara Talita.”“Ya, tapi kenapa harus kamu?”“Bukan hanya aku, ada banyak orang yang akan ikut , itu sudah jadi tugas kami menjaga keamanan negara ini,” ujar Dimas.“Tapi kamu pergi saat kita ada masalah.”“Jangan khawatir , dengan begitu bunda tidak akan mengusik kamu lagi, aku juga tidak ingin kamu pergi dari rumah. Aku sudah berjanji pada Emir kalau aku akan menjaga kamu.”“Lalu bagaimana?”“Kamu tetap tinggal di rumah itu dengan anak-anak, biarkan aku yang pergi.”Talita tidak bisa bicara lagi, ia hanya diam, ia bahkan tidak tahu harus berkata apa, tetapi ia berpikir mungkin itu hal yang tepat untuk mereka, Dimas menepati janjinya.Setelah tiba di rumah, ia mengumpulkan pakaiannya da
Emir terpaksa menceritakan semuanya pada Dimas, karena lelaki itu hampir menyerah, menghadapi sikap Talita.“Apa kamu punya waktu?” tanya Emir.“Besok, aku ingin istirahat beberapa hari”“Apa latihan di luar kota melelahkan?”“Latihan seberat apapun tidak pernah berarti untukku, yang membuatku tidak bisa berdaya tidak bisa menghadapi sikap dingin istrimu,” ucap Dimas.Emir memikirkan satu hal, ia baru ingat kalau Talita orang yang sangat patuh pada orang tua, terlihat dari sikapnya yang tidak bisa menolak pernikahan mereka berdua saat itu.“Ya, masih … apa orang tuamu menolak Talita?”Dimas diam, ia bahkan tidak memberikan waktu untuk Talita memberikan alasan.“Tunggu … apa bapak pikir orang tuaku menemui Talita lagi?”“Bisa jadi, kenapa kamu tidak bertanya pada Talita”“Kamu benar … mungkin bunda datang lagi membuat masalah, dia sudah pernah melakukannya juga.”Dimas terdiam, ia baru ingat, sehari setelah ia tiba di luar kota Farida kakaknya menelepon dan bertanya dirinya sedang d