Bab 48"Iya nanti kita bicara lagi ya Bang! Jangan cengeng gini deh. Aku jadi bingung. Abang tidur dulu, istirahat di kamar, nanti kita ke tempat papi agar pikiran kita sedikit terbuka kalau cerita sama orang tua."Aku beranjak hendak beberes rumah, tapi kembali Bang Linggom menahannya. Dia kembali memelukku dengan sangat erat. Menciumi wajahku berulangkali lalu dengan perlahan mencium bibir ini dengan sangat lembut. "Abang selalu merindukanmu Sayang. Abang tidak mau kau jauh dariku, temani aku tidur di kamar," bisiknya lembut di telingaku.Gemuruh di dadaku berdebar tidak beraturan. Sudah lama aku tidak merasakan denyar-denyar seperti ini. Bukan berarti cinta hilang ataupun pudar, tapi kerasnya kehidupan, masalah demi masalah yang datang, membuat kemesraan di antara kami suami istri jadi seperti terabaikan. Beruntung saat ini anak-anak ada di rumah papi, sehingga ada waktu buat kami berdua untuk saling menyalurkan kerinduan setelah hampir tiga Minggu berpisah.Ciuman Bang Linggom di
Bab 49"Inang ini, tidak mungkin Kak Susi tidak mau mengurus. Paling itu Inang yang ngadu yang nggak-nggak sama Bang Dapot makanya mereka jadi tengkar," ucapku kesal."Sudahlah, namanya orang tua. Baru kehilangan anaknya, sementara suaminya tempat untuk berbagi pun sudah tidak ada, jadi wajar kalau emosinya tidak stabil. Kau yang muda mengertilah."Mami menegurku dengan tatapan sedikit mengintimidasi. Aku menunduk pasrah. Ada sedikit perasaan kesal, kenapa Mami selalu saja mengajak aku mengerti setiap urusan dengan pihak Bang Linggom. Sebenarnya kadang aku capek juga. Bukan apa-apa, saat ini hidup lagi banyak masalah. Tabungan semakin menipis, kalau bolak-balik kampung jadinya semua jadi berantakan. Sementara kalau aku mengundurkan diri, bulan depan tidak lagi dapat gaji. Pusing kepalaku."Saat-saat beginilah di uji bagaimana kalian bersikap kepada orang tua, lalu bagaimana kalian bersikap agar keharmonisan keluarga kalian tetap terjaga, walau kenyataan tidak seperti yang kalian ingin
Bab 50"Sejak kau berteman dengan Reni, sudah sangat sering kau bicara kasar kepada aku. Sekarang kau bahkan tidak punya sopan bicara seperti itu pada kakak iparmu sendiri, lalu uang Riska dan Linggom yang selama ini pernah kau pakai apa bisa kau kembalikan?"Ibu mertua menatap tajam putrinya. Suara ibu mertua yang tadinya lemas, mendadak melengking setelah mendengar jawaban Neli padaku."Tunggu saja aku kerja, akan ku kembalikan kok. Hitung saja dulu disana berapa total yang harus ku bayarkan nantinya."Neli bahkan tidak merasa bersalah atas ucapannya sendiri. "Sudah, sudah Inang. Jangan diperpanjang lagi." Aku membereskan dapur tempat kami makan tadi bersama ibu mertua. Entah kenapa memang akhir-akhir ini Neli terlihat ketus kalau di ajak cerita.Sementara Neli pergi keluar dengan membanting kasar pintu tengah penghubung dapur dan ruang keluarga."Nelli! Mau kemana kau?" tanya ibu mertua dengan nada yang begitu marah."Terserah aku," jawabnya langsung pergi menjauh dengan sepeda m
Bab 51"Kak, kok aku dengarnya jadi ngeri ya? Emang si Reni itu siapa sih Kak?""Reni itu anaknya Bu Restu tadi Riska, sudah menjadi rahasia umum kalau si Reni ini di Medan itu, kerjaannya menjajakan dirinya ke om-om yang kesepian."Aku meneguk sedikit kopi yang disediakan Kak Susi, sport jantung juga mendengarkan pengakuan kak Susi tentang si Reni teman Nelly itu."Tapi mereka tidak ke Medan Kak, Nelly tadi bilangnya ke Batam. Dan herannya lagi, di ijinkan ataupun tidak, Nelly harus pergi besok pagi.""Ke Medan itu Riska, aduh ... sudah berapa teman-teman si Reni ini dia jual di Medan sana. Si Nelly saja yang bodoh tidak pintar cari teman. Mungkin mata si Nelly silau melihat barang-barang Reni sehingga dia mau seperti Reni." "Berarti harus kita cegah dong Kak. Masa kita biarkan adik ipar kita terjerumus ke dalam dosa.""Yang ada nanti kau yang pasti di benci Ibu Mertua kita Riska, lebih baik diam saja daripada cari masalah.""Tapi aku tidak bisa Kak membiarkan saudara sendiri terje
Bab 52"Kumpulkan uang itu dan berikan baik-baik kepadaku," ucapku dengan berusaha santai, meski sesungguhnya hatiku sudah ingin menelannya hidup-hidup."Kumpulkan!" Bang Dapot kembali memberinya perintah.Dengan terpaksa Nelly mengumpulkan uang tersebut. Lalu meletakkannya di atas meja yang ada di dekatku."Berikan baik-baik kepada Riska," ucap Kak Susi dengan intimidasi.Dengan terpaksa juga, Nelly mengambil uang tersebut lalu memberi padaku."Di Batam kau mau ke tempat siapa?"Bang Dapot melanjutkan interview nya kepada adik bungsunya itu setelah urusan uang perhiasan sudah aman."Kami mau ngekost bukan mau ke rumah siapa-siapa," jawab Nelly mulai gemetaran."Siapa temanmu?" "Reni Bang, siapa lagi," ucapnya dengan percaya diri."Kalau kami bilang tidak pergi, apa kau masih tetap pergi juga?" Suara Bang Dapot tetap datar, tapi pertanyaannya membuat Nelly sulit menjawabnya."Aku hanya ingin bekerja, kalian sampai segitunya melarangmu?" Sanggahan Nelly membuat kami semua merasa jaw
Bab 53Plak ....Satu tamparan keras dariku melayang di pipi Nelly. Rasanya dadaku sesak nafas mendengar jawaban darinya yang sesungguhnya tidak pernah kubayangkan.Masih ingat pertama kali aku jadi menantu di keluarga ini, Nelly yang polos dan lugu. Aku selalu mengajak dia kemana-mana setiap kali aku pulang kampung, sehingga setiap pulang aku lebih sering memikirkan apa yang akan aku beli untuknya.Saat dia tamat SMA, Nelly hendak merantau karena Mertua sudah menyerah tidak akan sanggup membuat dia kuliah. Aku melihat keinginan dia melanjutkan pendidikan masih saja menggebu. Akhirnya tanpa diskusi ke Abang Linggom aku langsung bersedia membayar uang kuliah dia, jadi kalaupun nantinya ada rezeki Mertua untuk membantu syukur, kalaupun tidak ada maka akulah dan bang Linggom yang menguliahkan dia.Hingga aku dan bang Linggom berhasil menamatkan dia dari fakultas ekonomi, Universitas Sumatra Utara. Nelly yang pintar dan penurut entah sejak kapan dia berubah menjadi Nelly yang kurang aj*r
Bab 54Apa mungkin Nelly hamil? Ucapku dalam hati. Hening, kami semua hanya mendengar Nelly yang muntah-muntah, tanpa seorangpun di antara kami yang berusaha ingin membantu. Aku, Ibu Mertua, Kak Susi serta Bang Dapot, saling tatap satu sama lain, dalam masing-masing kami ada kata yang tidak bisa kami ucapkan entah apa, kami sama-sama bingung dan hanya pasrah pada kenyataan.Nelly terlihat pucat setelah keluar dari kamar mandi. Dia duduk dimana tadi dia, dan menunduk sambil melap wajahnya dengan tisu, sepertinya dia baru saja cuci muka saat dia muntah."Sekarang jelaskan! Anak siapa yang kau kandung ini?" Suara bariton Bang Dapot tiba-tiba menggema membuat hati semakin takut akan amarah sang Abang pengganti almarhum Ayah Mertua itu."Maafkan aku Bang....""Katakan? Maafmu tidak akan mengubah apapun. Kau paham?"Suara Bang Dapot semakin keras, terlihat wajah dan ekspresi yang begitu marah. Sekilas aku membayangkan wajah suamiku akan sangat kecewa jika berita ini sampai kepadanya.Nell
Bab 55"Sekarang katakan Kau mau tanggung jawab tidak? Nih anak Ibu nekat lompat dari jendela hanya untuk menghindar dari tanggungjawab." Bang Dapot menarik kasar tangan Rendi kehadapan Ibunya. "Aku sudah bilang aku belum siap menikah, kenapa Kau malah datang kemari?" sungut Rendi menatap Nelly."Kalau Kau belum siap kenapa melakukannya, hah?" protes ku garang."Lagi pula aku tidak yakin itu anakku, bisa saja dia ingin menjebak ku, pura-pura melakukan denganku padahal dia sudah melakukannya pada orang lain."Plak ....Dengan kasar, satu tamparan keras dariku melayang ke pipi lelaki yang telah menodai adik iparku itu."Kenapa Kau menampar anakku?" berang Ibunya seakan ingin menelanku hidup-hidup."Itu pantas dia terima. Dia sendiri yang chating kepada adik iparku ini berkata, terimakasih telah memberikan keperawanannya, tapi sekarang dia mau berdalih. Oke anak bajingan, penjara akan menantimu.""Dengar-dengar, dia juga katanya yang memenjarakan suami adik iparnya yang di Riau itu. Ma