Wanita itu tertidur pulas dalam pelukanku, pada akhirnya aku tak bisa menahan diri untuk tidak menyentuhnya. Suara lembutnya, tatapan matanya yang meminta, membuatku hilang kendali. Jika dikatakan aku melakukannya tanpa cinta, ini tidak benar sepenuhnya. Aku melakukannya dengan hatiku, bukan hanya nafsu semata. Syifa sudah menjadi milikku sepenuhnya, dia tak sama lagi seperti sebelum aku nikahi. Aku tak boleh menyakitinya dengan mengikuti kemauan Carissa. Mungkin Mama bisa membantuku untuk membujuk Papa agar tidak memaksaku meneruskan hubungan dengan Carissa. Setelah itu, aku akan membujuk Carissa, meyakinkan dirinya kalau aku memang sudah menikah. Kukecup kening pemilik mata yang terpejam itu, badannya bergerak sebentar seakan terusik, lalu kembali tenang dengan senyum samar di wajah. ***"Mama harus membantuku membujuk Papa. Jangan sampai aku dipaksa menikah dengan putri temannya," pintaku pada Mama. Setelah pulang kerja aku sengaja pulang ke rumah, mengunjungi Mama sekaligus me
Syifa menyambutku dengan wajah cemberut, pasti dia marah atau curiga karena aku pulang di pagi hari. "Aku menginap di rumah Mama." Aku menjelaskan tanpa diminta. Penjelasannya yang hanya berisi kebohongan, aku terbangun di kamar tamu di rumah Carissa. Aku yakin tidak ada yang terjadi antara kami, aku tidak merasakan apapun saat tiba-tiba tertidur. Jika memang aku melakukan hal yang tidak-tidak, pasti aku bisa merasakannya, bukan. Aku hanya tidur, bukan pingsan ataupun dalam kendali obat-obatan. "Bener?" tanya Syifa memastikan. Manik hitam itu menatap lekat padaku, mencari sebuah kejujuran. "Kamu tidak percaya padaku," ucapku sambil memutar tubuhku, hendak berlalu menuju kamar. Bukan karena marah sebab dicurigai, namun menghindari kebohongan berikutnya. Syifa langsung menghambur padaku, memeluk tubuhku dari belakang. "Aku percaya," bisiknya."Maafkan aku Syifa, jika aku jujur pasti kamu kecewa atau mungkin malah curiga." Perkataan yang hanya bisa kuucapkan dalam hati. "Aku ... a
Spin Off 12"Apa yang terjadi, Kak? Kenapa Carissa berteriak-teriak seperti itu? Karyawan yang kebetulan ada di sekitar sini mendengar semuanya. Wanita itu biang kamu ...." Syifa menggantung ucapnya. Sepertinya Syifa begitu penasaran dengan apa yang terjadi sehingga segera masuk ke ruangan ini begitu Carissa keluar setelah meluapkan emosinya. "Memangnya kedengaran sampai keluar?" Tanyaku sekenanya. Tentu saja kedengaran, wanita itu berteriak dengan lantang. "Mungkin karyawan yang ada di lantai bawah sana dengar juga," sahut Syifa sambil tertawa. Pasti dia sedang meledekku sekarang. Mana mungkin lantai setebel itu bisa ditembus oleh suara Carissa tadi. "Lucu?" Aku bertanya sambil berjalan ke arahnya yang masih berdiri di depan pintu. Saking penasarannya, wanita itu bertanya saat baru menjejakkan kaki di ruangan ini. Mendengar pertanyaanku, segera Syifa mengulum senyuman. Dia sedang meledekku, menertawakanku, tapi berusaha menahan diri. Tentu saja dia merasa lucu karena dia perna
Kok hah sih, Kak!""Apanya yang dites?" Mendadak otakku beku.Syifa berjalan ke depan, perlahan-lahan melangkahkan kakinya meskipun masih ada dalam pelukanku, membuatku harus berjalan mundur. Bruggh! Kami berdua terjatuh di tempat yang sama, ranjang. Dengan posisi Syifa berada di atasku. "Dites, memastikan apakah yang dikatakan oleh Carissa itu benar atau salah," bisik Syifa, tangannya yang lentik menyusuri pipiku hingga ke dagu. Membuat bulu-bulu halus di tubuhku berdiri semua.Oh astaga, kenapa setiap berdiam diri di kamar sebelah, Syifa kembali ke kamar ini dengan liar. Ada apa di kamar sana."Mungkinkah ini yang dilakukan oleh Carissa padamu?" Tangannya berpindah mengelus dadaku yang sudah setengah terbuka kancing bajunya, kecupan ringan mendarat di sana.Tuhan ... aku tak tahan lagi. Tes ini harus segera diselesaikan. Suasana kamar mendadak berubah panas, suara-suara lembut yang keluar dari bibirnya yang ranum membuatku semakin bersemangat saja. Tidak benar kalau aku impoten,
"Kamu bilang apa, Wisnu?" Papa bertanya dengan nada tak percaya. "Ayolah, Pa. Ini hal privasi, Papa tak perlu tahu segalanya tentang kehidupan pribadiku, kan?""Panggil wanita itu ke sini." "Pa ...."Papa tak mempedulikan perkataanku dan memilih untuk meminta sekertarisnya memanggil Syifa. Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya Syifa datang ke ruangan papa. Wanita itu lantas diminta duduk di sofa, di mana aku juga sedang duduk menunggunya."Jawab pertanyaanku dengan jujur. Apakah kamu sudah tidur dengan Wisnu dan dia bisa melakukannya?" Papa bertanya tanpa basa-basi lagi begitu Syifa sudah duduk dengan sempurna.Syifa menatap padaku, aku pikir tatapan itu berarti dia sedang meminta pendapatku. Samar kuanggukkan kepala. Mau bagaimana lagi, semua sudah terjadi dan aku pikir saat ini adalah waktu yang tepat untuk Papa tahu pernikahan kami. Tak peduli apa yang akan terjadi selanjutnya, kami harus mengatakan yang sebenarnya."Iya, Pak," jawab Syifa lirih."Wanita murahan," desis Papa.
Mama meratap sambil menangis seakan terjadi sesuatu yang besar terhadapku, padahal aku hanya kehilangan kenyamanan. Syifa hanya bisa terdiam tak bisa berkata apa-apa, aku berharap dia tidak merasa bersalah melihat hal seperti ini terjadi."Kami akan tinggal di rumah Mas Hanan, Tante. Rumah itu kosong karena mereka tinggal di luar kota." Akhirnya Syifa membuka suara setelah Mama terlihat tenang."Benarkah?" tanya Mama memastikan. "Iya benar, rumah itu kosong. Kami bisa tinggal di sana untuk sementara waktu," jawab Syifa meyakinkan Mama.Mama menarik nafas lega, mungkin wanita yang sudah melahirkanku itu berpikir, setidaknya anaknya punya tempat tinggal. "Jaga Wisnu untuk Mama ya, Nak," pinta Mama pada Syifa sambil menggenggam tangan menantunya. Bukankah seharusnya aku yang menjaga Syifa, bukan Syifa yang menjagaku. Aku juga sudah terbiasa dengan kehidupan keras, anggap saja sekarang sedang mendaki gunung. "Mama tak bisa sering-sering menemui kalian, khawatir Papa semakin murka. Unt
Kami keluar dari kantor Markas Komando Satpol-PP dengan bergandengan tangan dan mengulum senyuman. Kadangkala, musibah memang harus dihadapi dengan tertawa saja. "Sekali lagi kita digrebek, kita dapat hadiah, Fa." "Payung cantik," sahut Syifa tak mau kalah. Begitu aku membuka pintu kamar, kucoba untuk menjelaskan semuanya. Memberitahu kalau kami pasangan suami istri. Tapi mereka tetap tak percaya, akhirnya kami ikut dengan mereka. Aku membawa barang berharga kami dan memasukkannya ke dalam handbag milik Syifa. Kami di bawa ke markas satpol PP untuk didata, di tempat itu kami berusaha untuk membuktikan kami adalah pasangan suami-istri dengan menelpon kakaknya Syifa, Hanan. Termasuk menelpon orang tua Syifa juga, kemudian memastikan kalau kami tidak bersekongkol dengan mereka untuk membuktikan kalau kami adalah pasangan suami-istri. Pada akhirnya, mereka percaya dan kami diperbolehkan pulang sekarang, tentu setelah terjadi pembicaraan yang begitu panjang. Untung saja, mereka tak me
"Carissa," gumamku pelan. Wanita itu menarik sudut bibirnya saat kugumamkan namanya. "Kita bertemu lagi ya, Nu. Dunia memang sesempit ini. Silahkan duduk." Wanita itu menyapa sekaligus memberi perintah padaku. Tanpa banyak bertanya aku tetap duduk di kursi yang ada di seberang mejanya. "Bagaimana rasanya setelah menolakku dan memilih wanita itu?" tanya Carissa. Sebuah pertanyaan pribadi yang tidak ada hubungannya dengan perkerjaan sama sekali."Pertanyaan ini tidak ada hubungannya dengan pekerjaan," sahutku datar."Tapi jawabanmu akan menjadi sebab kamu diterima atau ditolak di sini," ucap Carissa, senyum tetap mengembang di wajah cantiknya. "Aku tak berniat lagi bekerja di sini," sahutku dalam hati. "Jadi kamu tidak mau menjawabnya?" Lagi, Carissa bertanya, karena melihatku tetap bungkam. "Lebih baik aku pergi," ucapku berpamitan. "Kamu tak ingin tahu apa yang terjadi sesungguhnya saat kamu tertidur di rumahku?" Perkataan Carissa refleks membuatku duduk kembali. Aku memang pe
Pesona Istri Season 3 POV Hanan "Selamat ulang tahun Sayang ucapku sambil memberikan sebuket bunga mawar untuknya." Meskipun di rumah ini ada taman bunga mawar, tapi tetap saja memberi bunga padanya selalu membuatnya bahagia. Namun, dia akan berkata tak suka pada bunga yang sudah dipetik. "Terima kasih, Mas," jawabnya tanpa terlihat sedikit pun senyum di wajahnya. Sudah beberapa hari ini Husniah tampak bersedih hati. Aku tahu penyebabnya tak bahagia beberapa hari ini. Sudah hampir dua bulan tak ada dari anak-anaknya yang datang mengunjungi kami baik Hulya yang belum memiliki anak maupun Atma dan Nata yang sudah sibuk dengan keluarga kecilnya ditambah dengan keberadaan anaknya."Kamu rindu pada anak-anak?" tanyaku.Pertanyaanku hanya dijawab Husniah dengan anggukan, seakan dia enggan berbicara. Aku tahu jika dia mengungkapkan isi hatinya, dia akan menangis begitu saja. Entah kenapa di usianya yang tak lagi muda, Husniah semakin melankolis. Kurasa ini terjadi setelah anak-anak perg
Pesona Istri Season 3 "Sayang, Abang minta maaf," ucapku, sembari mencoba mendekat padanya lagi. Dia marah tapi tak mau didekati, bagaimana bisa aku menenangkannya. Lebih baik dia memukuliku daripada menjauh dengan tampang seperti itu. "Kenapa minta maaf," ketus Queena. "Udah bikin kamu kesal," balasku. "Sini, kita bicarakan dengan tenang. Kamu mau apa?" Wajah itu masih cemberut, tapi tak lagi menjauhiku hingga jarak kami semakin dekat. "Maaf ya." Lagi aku mengatakan permintaan maaf, entah untuk kesalahan yang mana. Yang penting aku minta maaf saja, mungkin dengan seperti ini dia kan lebih baik. Tanpa dikomando, air mata Queena meluncur melewati pipinya yang terlihat berisi, lalu kemudian berlanjut dengan isakan kecil terdengar di telingaku. "Abang minta maaf," ucapku, lagi, entah untuk yang berapa kali. Aku merengkuh tubuh Queena dalam pelukan. Istriku itu tak menolak dan melawan, dia terisak dalam dekapanku. Biarlah, dia puas menangis setelah puas memukuliku. Biar dia mel
Pesona Istri Season 3"Nata, Queena pergi meninggalkan Rafka sejak tadi pagi," ucap Tante Syifa dari ujung telepon, ketika aku mengangkat panggilan dari mertuaku tersebut.Mendengar penuturan Tante Syifa, tentu saja membuatku sedikit terkejut. Tadi pagi memang Queena masih marah saat kutinggal pergi kerja. Kali ini bukan masalah postur tubuhnya yang gemuk namun kami bertengkar lagi karena Queena kembali mencurigaiku memiliki kedekatan dengan Yuanita pada hal dia jelas-jelas tahu kalau wanita itu sudah memiliki tunangan. Meskipun sampai sekarang mereka belum berniat untuk menikah. Entah kenapa beberapa hari ini, tidur kami selalu diwarnai dengan pertengkaran. "Quina pergi ke mana, Ma. Dia tak pamit dan meninggalkan Rafka begitu saja. Lalu gimana sekarang keadaan anak itu apakah dia rewel karena tak ada mamanya?" Bertubi-tubi aku bertanya pada mertuaku. Jika di lihat sekarang sudah mulai sore, artinya istriku itu sudah pergi dari rumah cukup lama. Tapi kenapa Tante Syifa baru mengat
Pesona Istri Season 3 "Nggak gitu juga kali konsepnya Kak Yuan," ucap Queena dengan nada sebal.Sepertinya dia tak suka dengan perkataan yang dilontarkan oleh Yuanita barusan, siapa yang suka dengan perkataan seperti itu. Aku pun tak suka, Queena adalah istriku tak ada yang boleh memilikinya selain diriku. "Aku cuma bercanda mengimbangi perkataan Liam barusan," sahut Yuanita, membela diri.Dua wanita ini nampaknya sulit akur sekarang, Queena yang cemburu pada Yuanita karena dulu kami pernah dekat, dan Yuanita yang cemburu pada Queena karena Liam begitu perhatian pada istriku. Kami berbasa-basi beberapa saat, kurang lebih hanya empat puluh lima menit. Karena kami harus segera pergi ke restoran. William pergi sendiri mengendarai mobilnya, sedangkan aku dan Yuanita akan berkendara di mobil yang sama seperti yang kami katakan tadi. "Aku pergi dulu ya, Sayang," pamitku pada Queena. "Kok Kak Yuanita ikut dengan Abang?" tanya Queena, seperti tak suka. "Liam akan langsung ke kantornya,
Pesona Istri Season 3Aku sudah mulai aktif kembali bekerja di restoran bersama dengan Yuanita. Sampai sekarang aku tak pernah tahu lagi, bagaimana hubungan dia dengan William. Kulihat mereka baik-baik saja namun hingga detik ini sepertinya tak ada kemajuan dalam hubungan mereka entah kapan mereka akan memutuskan untuk menikah. Biarlah itu bukan urusanku, mereka adalah dua orang dewasa yang sudah tahu mana yang baik dan mana yang benar. "Bagaimana keadaan Queena?" Tanya William saat aku hendak pulang. "Alhamdulillah sehat dan baik," jawabku. Sejak kejadian Yuanita melihatnya memeluk Queena dan dia marah-marah tidak jelas itu, William lebih banyak menahan diri. Dia tak lagi ingin dekat dengan Queena. Ditambah lagi aku dan istriku pergi ke luar kota, pindah ke rumah Mama dan Papa dalam beberapa bulan. Kupikir, membuat kedekatan Queena dan William tak lagi seperti dulu. "Mau ke sana, kita tengok Mama dan bayinya." Yuanita datang menghampiri kami dengan sebuah usulan. "Kamu mau?" Wil
Pesona Istri Season 3 Aku terbangun saat terdengar suara azan dari ponselku. Malam tadi kami masih tidur dengan nyenyak, Queena juga tidak membangunkanku. Bayi kami pun tidak di bawa ke sini. Perawat bilang, bayi yang baru lahir tidak langsung lapar dan ingin menyusu dari mamanya saat kutanya apa bayi kami tak kelaparan. Aku segera bangun, membersihkan diri dan sholat subuh, setelah itu membangunkan Queena. "Sayang, mau mandi gak?" Tanyaku sambil mengecup keningnya. "Sudah jam berapa?" Queena bertanya. "Jam lima lewat." Queena terlihat susah payah saat ingin bangun dari posisinya. Tentu saja, pasti dia masih kesakitan di bagian intimnya. "Ayo abang bopong," kataku sembari mengambil posisi hendak mengangkat tubuhnya. Queena menatap padaku. "Iya deh," sahutnya sambil memamerkan barisan giginya. Kenapa tak minta tolong saja dari tadi. Dengan hati-hati, kuangkat tubuhnya dan kubawa ke kamar mandi. "Mau dimandiin?" tanyaku. "Apaan sih Abang, aku bisa mandi sendiri." Dia menolak
Pesona Istri Season 3 POV Nata Wajah lelah namun tampak bahagia itu tersenyum bahagia saat menatapku. Aku baru saja mengazani bayi kami yang ada di ruang bayi. Sedangkan Queena masih berada di ruang bersalin tadi saat aku tinggalkan untuk melihat bayi kami. Queena melahirkan tanpa persiapan, kami sedang asyik jalan-jalan di mall tapi tiba-tiba dia pecah ketuban. Lalu saat di bawa ke rumah sakit ternyata sudah pembukaan 4 dan semua berjalan dengan cepat. "Bukannya anak pertama katanya perlu lama kontraksi untuk pembukaan." Itu yang aku tanyakan pada dokter saat dikatakan Queena sudah siap melahirkan. "Aku udah mulas dari kemarin, Abang. Tapi aku tahan, makanya tadi sengaja aku ajak Abang jalan-jalan biar rasa sakitnya teralihkan." Ah, Queena, ada-ada saja. Kuat juga dia menahan rasa sakit itu. Tapi mungkin aku dan kedua mertuaku akan jauh lebih khawatir jika tahi sejak kemarin dia mulas tapi bayi baru lahir hari ini. Kembali kukecup kening Queena yang sudah berada di atas kursi
Pesona Istri Season 3POV Hulya Pengantin baru, rumah baru. Begitu pulang dari hotel, aku hanya menginap di rumah Papa dan Mama dua malam. Lalu hanya semalam berada di rumah mertuaku, kemudian suamiku langsung membawaku pergi ke rumah yang dia inginkan untuk menjadi tempat tinggal kami. Sejauh ini, keluarga mertuaku semuanya baik dan sayang padaku. Termasuk adik iparku yang merupakan adik Mas Aslam. Mereka hanya dua bersaudara. Pantas saja kalau suamiku itu begitu memanjakan adik perempuannya. Aku hanya bisa menurut saat Mas Aslam mengajakku tinggal berdua saja, dia memilih rumah minimalis modern untuk menjadi tempat tinggal kami. "Aku hanya ingin menghabiskan waktu berdua saja denganmu, di rumah yang tak terlalu luas sehingga aku bisa selalu melihat keberadaanmu setiap saat. Selain itu, agar kamu tak kesepian jika sendiri karena rumah tak terlalu besar." Itu yang dikatakan Mas Asalm saat pertama kali kami menginjakkan kaki di rumah ini. Terhitung sudah satu minggu kami tinggal
Pesona Istri Season 3 Suasana pagi terasa mulai ramai oleh orang-orang yang hendak pergi bekerja. Dengan senyum lebar, aku menanti kedatangan moda transportasi umum yang sangat ingin aku coba, kereta listrik. Aku dan Mas Aslam akan naik kendaraan umum itu berbarengan dengan orang-orang yang berangkat ke kantor. "Senangnya akhirnya kita bisa naik kereta ini bareng," ucapku seraya menatap ke arah lintasan kereta. Menunggu alat transportasi tersebut datang. "Kenapa harus di jam segini sih, lihat ramai sekali. Kita ini baru menikah, harusnya bersantai di hotel menikmati kebersamaan bukannya malah ikutan berdesakan dengan para karyawan," omel Mas Aslam.Sebenarnya dia tak setuju aku melakukan ini saat ini, khawatir masih lelah setelah kemarin kami sibuk di acara pernikahan. "Ini letak serunya, ikutan berdesakan dengan penumpang lainnya. Kalau sepi mana seru, biar tahu bagaimana hidup sulit," jawabku sekenanya. Mas Aslam hanya geleng-geleng kepala mendengar perkataanku. "Memangnya gak