POV Syifa. Sebuah mobil mewah mencegatku saat aku keluar dari kantor untuk pulang. Kaca bagian penumpang terbuka, wajah yang aku kenal menyembul keluar dan menyapa. "Masuklah, aku ingin bicara denganmu," perintahnya. Meskipun ragu, mau tak mau aku menuruti maunya. Tak sopan rasanya menolak perintah dari Papa Kak Wisnu, pria yang harusnya kusebut mertua. Lelaki yang kupikir seumuran dengan Bapak itu, membawaku ke dalam private room sebuah restoran. Sepertinya dia hendak membicarakan hal yang penting. Sejak kami diusir dari kantor, aku tidak lagi bertemu dengannya. "Mungkin kamu kaget karena tiba-tiba saja aku mencegatmu dan membawamu ke tempat ini. Aku ingin berbicara sesuatu yang serius, tentang hubunganmu dengan putraku," ucap pria setengah baya itu memulai percakapan. Meskipun sejak awal aku sudah menduganya, namun tak urung juga membuat tanganku berkeringat dingin. Ada banyak kemungkinan berkeliaran di dalam kepalaku. "Bagaimanapun kehidupan kalian setelah Wisnu tak lagi mem
Entah apa yang terjadi dengan Syifa hari ini, pulang kerja sedikit terlambat, dan saat kukatakan aku tak mendapatkan pekerjaan, berbagai kalimat menyalahkan diri sendiri keluar dari mulutnya tanpa henti. Dia mengatakan seolah-olah dialah yang menjadi sebab segala kesusahan yang menimpaku. Sampai dia mengungkapkan perasaannya tanpa basa-basi. Menginginkan aku memberinya buah hati sebagai kenangan-kenangan jika aku meninggalkannya. Bagiamana bisa aku meninggalkan istri dan anakku. Ah, Syifa. Kamu terlihat begitu mengemaskan saat mengoceh seperti ini. Wajah berurai air mata, mulut tak henti bicara, dan sesekali sesenggukan. Tidak ada yang salah denganku hari ini, Syifa. Bagiamana aku bisa mendapatkan pekerjaan, jika yang aku datangi bukan membutuhkan keahlianku tapi membutuhkan hati dan juga tubuhku. Carissa, kenapa lagi-lagi berjumpa dengannya. Sesuatu yang disengaja lagi? Entahlah. Lalu kali ini dia mengatakan semuanya, yang sebenarnya terjadi saat di rumahnya. Benar-benar hilang a
Spin Off 18Setelah Syifa setuju untuk pergi ke tempat kakek, aku dan Istriku itu pertama-tama pergi ke kampung halamannya. Kami berpamitan pada kedua orang tuanya sekaligus mengurus surat-surat untuk mendaftarkan pernikahan kami di Kantor Urusan Agama. Sebelum berangkat ke pulau seberang, kami harus memiliki buku nikah dan mengesahkan pernikahan kami agar kami terhindar dari penggerebekan lagi, atau kalau tidak kami akan digerebek sampai ketiga kalinya. Selain itu, jika punya anak, tidak akan kerepotan mengurus surat-suratnya. "Hati-hati berada di tempat orang, jaga diri dan hormati apapun yang ada di sana," pesan Ibu Syifa pada putrinya dan juga padaku. Rasa tak rela tergambar jelas di wajah mereka, mungkin karena jarak yang memisahkan kami cukup jauh. Namun mereka bisa menerimanya, karena bagaimanapun juga Syifa sudah menikah dan harus ikut ke mana suaminya pergi. Setelah selesai dengan urusan mengurus surat nikah, aku dan Syifa pergi ke tempat Hanan dan husniah berada, kami
"Wah, ada artis Korea," terdengar seruan dari arah samping kami berdiri. Aku dan Syifa reflek menoleh dan clingukan mencari orang yang dikatakan artis Korea tersebut. Kami ikutan penasaran. Tapi tak ada orang yang bisa kami anggap seperti artis Korea saat ini, di sini. "Mas minta foto ya, mirip banget sama artis Korea Kim Woo Bin." Seorang wanita dengan rambut hitam tergerai sebahu mendekat padaku. Aku, artis Korea? Sejak kapan wajahku seperti mereka. Meskipun kulitku memang tidak bisa dikatakan gelap dan mataku tidak lebar alias sipit, tapi bukan berarti aku mirip mereka. "Salah lihat kali, Mbak," ujarku sambil tertawa. "Enggak salah lagi, mirip banget. Apalagi dari samping dan belakang, hampir seratus persen. Gak ada yang ORI yang KW tak jadi soal," timpal teman wanita itu tadi. Wanita yang ini berambut panjang tapi dikuncir kuda. Dua temannya yang lain langsung ikutan menyerbu ke arahku. "Mbak tolong fotoin," pinta si kuncir kuda pada Syifa. Istriku tanpa protes menerima te
Spin Off 19"Ujian pernikahan kita akan terus ada, Fa," ucapku sambil memeluk tubuh polosnya yang terbalut selimut. Sering kali, kami akan berbincang setelah melakukan ritual di atas pembaringan. Kalau salah satu di antara kami tertidur, maka akan berbicara setelahnya."Kita akan menghadapinya dan akan menyelesaikan bersama," sahut Syifa. "Dengan cara bercinta?" Sebuah cubitan mendarat di pinggangku sebagai bentuk protesnya. "Kok nyubit, sih?" Aku bertanya. "Habisnya begitu ngomongnya.""Tiap emosi, kamu mengajakku bercinta," balasku tak mau kalah. "Sebagian usaha dari meredam emosi, apalagi emosi karena cemburu. Aku yakin hati dan pikiranmu tidak kemana-mana, Kak. Tapi hatiku yang selalu panas melihatmu didekati oleh cicak, lalu tadi itu cewek-cewek centil, menyebalkan. Ah, yaa. Aku menikah dengan artis Korea, pantas kalau banyak fans yang menempel dan menyapa," cerocos Syifa. Apa dia mulai emosi lagi?"Fa ....""Apa!" Syifa berseru dengan mata melotot dan bibir manyun. Membuat
"Fa, ini Kak Wisnu." Aku berbicara sepelan mungkin sambil menatapnya dari samping ranjang pasien saat kulihat dia mulai membuka mata.Tidak berani menyentuhnya sama sekali karena dokter menyarankan untuk tidak memberinya sentuhan terlebih dahulu. "Syifa, ini Kak Wisnu." Kuulang perkataanku untuk meyakinkannya. Wanita itu menatapku beberapa saat, kemudian langsung bangun dari posisinya dan memelukku dengan erat. Tak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya sama sekali hanya terdengar isakkan yang begitu menyayat hati. Aku hanya diam dan membalas pelukannya."Jangan bertanya apapun padanya kecuali dia mau bercerita." Itu yang juga dikatakan dokter tadi. Aku melakukannya, meksipun begitu penasaran dengan apa yang terjadi, dan siapa yang melakukannya, aku menahan diri dan diam saja. Hari sudah mulai pagi namun tidak ada yang datang mencari kami sama sekali. Aku bisa memahami jika Kakek tak mencari karena usianya, namun Papa, apa dia benar-benar tak peduli pada menantunya lagi karena me
POV Candra Hal itu terjadi lagi, seperti sebuah Dejavu dalam hidupku. Dulu adik laki-lakiku dan sekarang putraku sendiri yang melakukannya. Mereka menikah dengan wanita yang berbeda agama dengan kami, lalu mereka mengikuti keyakinan istri mereka. Dulu, Krisna juga melakukannya entah apa yang menarik dari wanita-wanita itu hingga adikku dengan rela hati melepas kepercayaan kami dan juga meninggalkan kemewahan. Awalnya papa tetap menerima adikku dan menyokong semua aktivitas dan usahanya. Tentu saja itu membuatku tidak suka, hingga akhirnya kukatakan padanya kalau dia tidak akan pernah hidup bahagia jika tidak mendapatkan dukungan material dari Papa. Sepertinya adikku tersinggung lalu hendak membuktikan kalau hal itu tidaklah benar. Dia menghilang begitu saja dari kehidupan kami untuk membuktikan kalau ucapku salah. Aku senang dengan hal itu, aku tetap berkeyakinan kalau adikku akan kembali pada kami saat dia merasa susahnya tak memiliki harta. Waktu berlalu, hingga bertahun-tahun
Spin Off 22"Sayang, ayo besok kita jalan-jalan," ajakku malam itu sebelum kami tidur. Sudah seminggu lamanya Syifa keluar dari rumah sakit, dia terlihat sudah sehat."Kemana?""Kemana saja, aku pernah janji akan membawamu pergi jalan-jalan, kan. Melewati tol yang membentang di atas lautan. Banyak tempat bagus di sini, kamu pasti suka. Selama di sini, kamu tidak kemana-mana."Syifa memandangku dengan mata berbinar. Aku yakin dia senang mendengarnya. "Setelah kita puas jalan-jalan di seluruh pulau ini, kita pulang." Aku berkata sambil membelai rambutnya. "Pulang?""Iya, pulang ke kota. Aku sudah bicara dengan Kakek dan beliau setuju kalau kita pulang seperti yang diminta Papa saat kita di rumah sakit dulu," terangku, menjelaskan makna pulang yang barusan kukatakan. "Kakak mau pulang seperti maunya Papa?""Iya, kita bisa berkerja lagi di kantornya. Kali ini jadi sekretarisku seperti dulu. Sekretaris special," ujarku sembari menarik hidungnya. "Sakit," rengeknya manja. Kalau tidak