"Fa, ini Kak Wisnu." Aku berbicara sepelan mungkin sambil menatapnya dari samping ranjang pasien saat kulihat dia mulai membuka mata.Tidak berani menyentuhnya sama sekali karena dokter menyarankan untuk tidak memberinya sentuhan terlebih dahulu. "Syifa, ini Kak Wisnu." Kuulang perkataanku untuk meyakinkannya. Wanita itu menatapku beberapa saat, kemudian langsung bangun dari posisinya dan memelukku dengan erat. Tak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya sama sekali hanya terdengar isakkan yang begitu menyayat hati. Aku hanya diam dan membalas pelukannya."Jangan bertanya apapun padanya kecuali dia mau bercerita." Itu yang juga dikatakan dokter tadi. Aku melakukannya, meksipun begitu penasaran dengan apa yang terjadi, dan siapa yang melakukannya, aku menahan diri dan diam saja. Hari sudah mulai pagi namun tidak ada yang datang mencari kami sama sekali. Aku bisa memahami jika Kakek tak mencari karena usianya, namun Papa, apa dia benar-benar tak peduli pada menantunya lagi karena me
POV Candra Hal itu terjadi lagi, seperti sebuah Dejavu dalam hidupku. Dulu adik laki-lakiku dan sekarang putraku sendiri yang melakukannya. Mereka menikah dengan wanita yang berbeda agama dengan kami, lalu mereka mengikuti keyakinan istri mereka. Dulu, Krisna juga melakukannya entah apa yang menarik dari wanita-wanita itu hingga adikku dengan rela hati melepas kepercayaan kami dan juga meninggalkan kemewahan. Awalnya papa tetap menerima adikku dan menyokong semua aktivitas dan usahanya. Tentu saja itu membuatku tidak suka, hingga akhirnya kukatakan padanya kalau dia tidak akan pernah hidup bahagia jika tidak mendapatkan dukungan material dari Papa. Sepertinya adikku tersinggung lalu hendak membuktikan kalau hal itu tidaklah benar. Dia menghilang begitu saja dari kehidupan kami untuk membuktikan kalau ucapku salah. Aku senang dengan hal itu, aku tetap berkeyakinan kalau adikku akan kembali pada kami saat dia merasa susahnya tak memiliki harta. Waktu berlalu, hingga bertahun-tahun
Spin Off 22"Sayang, ayo besok kita jalan-jalan," ajakku malam itu sebelum kami tidur. Sudah seminggu lamanya Syifa keluar dari rumah sakit, dia terlihat sudah sehat."Kemana?""Kemana saja, aku pernah janji akan membawamu pergi jalan-jalan, kan. Melewati tol yang membentang di atas lautan. Banyak tempat bagus di sini, kamu pasti suka. Selama di sini, kamu tidak kemana-mana."Syifa memandangku dengan mata berbinar. Aku yakin dia senang mendengarnya. "Setelah kita puas jalan-jalan di seluruh pulau ini, kita pulang." Aku berkata sambil membelai rambutnya. "Pulang?""Iya, pulang ke kota. Aku sudah bicara dengan Kakek dan beliau setuju kalau kita pulang seperti yang diminta Papa saat kita di rumah sakit dulu," terangku, menjelaskan makna pulang yang barusan kukatakan. "Kakak mau pulang seperti maunya Papa?""Iya, kita bisa berkerja lagi di kantornya. Kali ini jadi sekretarisku seperti dulu. Sekretaris special," ujarku sembari menarik hidungnya. "Sakit," rengeknya manja. Kalau tidak
POV SyifaAku bahagia saat Papa Kak Wisnu mulai mau menerimaku. Bahkan katanya yang menolongku saat ada yang melecehkanku adalah mertuaku itu. Aku memang pingsan saat tangan pria asing itu menghantam wajahku dengan keras. Aku tidak bisa membayangkan apa jadinya jika sampai tidak ada yang menolongku, akan jadi apa diriku saat itu. Mungkin aku akan menghilang dari dunia jika sesuatu buruk terjadi padaku. Di setiap musibah pasti ada hikmah, mungkin itu yang terjadi padaku. Aku terluka, kehilangan, tapi pada akhirnya mendapatkan ganti dengan bisa diterima oleh keluarga Kak Wisnu. Bukan berarti aku menukar nyawa anakku dengan kebahagiaanku, aku tetap bersedih karena kehilangan dirinya. Tapi dia sudah bahagia di alamnya. Kembali bekerja adalah hal yang sangat membahagiakan bagiku, Kak Wisnu juga tampak senang. Kami tak lagi harus lontang-lantung tanpa kerjaan. Hari pertama, semua tampak biasa-biasa saja. Namun hari-hari berikutnya, tatapan mata-mata itu seakan menyerangku. Lalu kemudian
Spin Off 24Hatiku bergemuruh, marah luar biasa saat tak sengaja mendengar ucapan-ucapan buruk tentang Syifa yang aku dengar saat makan siang. Apa karena hal ini Syifa enggan makan bersamaku dan memintaku untuk makan di tempat lain. Kadang kala, aku ingin makan di kantin kantor. Selain karena makanannya enak, aku ingin mengenang kebersamaanku dengan Husniah, kebersamaan sebagai adik dan Kakak tentunya. Saat aku bertemu dengannya di kantor ini, aku sudah mengetahui kalau dia adalah adik sepupuku dan aku banyak menghabiskan waktu bersama di kantin ini saat makan siang, untuk memanas-manasi Hanan sekalian.Bagaimana bisa, Syifa tidak mengatakan apapun padaku tentang semua ini, kenapa dia menelan semuanya sendirian. Apa ini yang sebenarnya hendak dikatakan padaku waktu itu. Saat aku kembali ke ruangan, kuabaikan Syifa, bahkan hingga di rumah. Aku emosi padanya, kutinggalkan dia di mobil agar tahu kalau aku sedang kesal padanya. "Kak, aku salah apa?" Syifa bertanya padaku saat kami hend
"Aku minta maaf ya, Kak. Gak bisa datang ke acara pesta kalian," ucap Husniah saat aku dan Syifa kembali berpamitan. "Lihatlah ini, yang di dalam sini sebentar lagi brojol, jadi gak bisa pergi jauh-jauh. Semoga acaranya lancar tanpa hambatan," sambung Husniah, memberi penjelasan sekaligus mendoakan kami. "Tenang saja, yang penting jaga diri dan segera hadirkan keponakan yang lucu untuk kami. Insyaallah aku dan Syifa juga akan segera menyusul. Ya kan, Fa?" Aku meminta dukungan istriku. Wanita itu menganggukkan kepalanya. Kami memang sudah bersepakat untuk tidak mengatakan kejadian yang terjadi di pulau Dewata, termasuk Syifa yang keguguran. Lebih tepatnya Syifa yang tidak ingin bercerita. Setelah berpamitan, kami kembali berkendara berdua saja kembali ke rumah kami setelah beberapa hari menginap di rumah Hanan dan Husniah. "Bagaimana perasaanmu?" Tanyaku pada Syifa yang duduk di sampingku yang sedang mengemudi. "Perasaan apa maksudnya?" Syifa balik bertanya. "Sebentar lagi kita
Setelah melewati perjalanan dengan menggunakan speedboat, kami sampai pada sebuah Resort yang posisinya menyelinap di antara teluk dan tebing-tebing kapur yang indah juga eksotis. Terdapat delapan bungalo yang beratapkan rumbia. Dari dalam bungalo, pengunjung dapat menyaksikan pemandangan hamparan pasir putih dan air laut biru yang memukau mata.Perairan di tempat ini sangat tenang karena letaknya diantara perbukitan, tidak ada ombak. Terdapat beberapa tipe kamar yang bisa dipilih, yaitu kamar darat, kamar gantung, dan kamar laut. Fasilitas yang disediakan diantaranya makanan dan minuman, shuttle bandara, layanan kebersihan harian, dan kamar keluarga. Menurut yang aku baca, di tempat ini tidak ada koneksi internet, listrik juga tidak setiap saat menyala, hanya pukul 18.00 hingga 06.00 saja. Lokasi ini berada di pulau eksklusif di tengah hutan dan jauh dari keramaian pusat kota. Memang sangat cocok untuk liburan berdua bersama pasangan saja. Tidak akan ada yang menganggu sama sekali.
Syifa berjalan di belakangku seperti biasanya jika kami sampai di kantor. Kali ini pun begitu saat kami menjejakkan kaki ke dalam gendung. Jika langkahku panjang, maka dia akan berjalan dengan cepat dengan kakinya yang tak sepanjang diriku. Jika aku berjalan pelan, dia juga akan berjalan perlahan. Tak pernah sekalipun berjalan sejajar denganku apalagi mendahuluiku jika di kantor. Kuhentikan langkahku saat beberapa langkah masuk ke gedung, Syifa pun ikut berhenti. "Kenapa, Pak?" Syifa bertanya."Semua orang sudah tahu kalau kita suami istri, apa tidak sebaiknya kamu tidak memanggilku Pak lagi? Dan mari kita berjalan beriringan.""Mana bisa begitu, Pak. Semua orang akan memperhatikan kita," bisik Syifa sambil menatap ke sekeliling. "Sejak dulu aku menjadi pusat perhatian, usah biasa," balasku sekenanya. Syifa mencebikkan bibirnya, meledekku. "Ayo berjalan beriringan denganku, sekarang kamu istriku." Aku berkata sambil mengulurkan tangan padanya. "Tapi, Kak ...."Kuraih segera tang