POV SyifaAku bahagia saat Papa Kak Wisnu mulai mau menerimaku. Bahkan katanya yang menolongku saat ada yang melecehkanku adalah mertuaku itu. Aku memang pingsan saat tangan pria asing itu menghantam wajahku dengan keras. Aku tidak bisa membayangkan apa jadinya jika sampai tidak ada yang menolongku, akan jadi apa diriku saat itu. Mungkin aku akan menghilang dari dunia jika sesuatu buruk terjadi padaku. Di setiap musibah pasti ada hikmah, mungkin itu yang terjadi padaku. Aku terluka, kehilangan, tapi pada akhirnya mendapatkan ganti dengan bisa diterima oleh keluarga Kak Wisnu. Bukan berarti aku menukar nyawa anakku dengan kebahagiaanku, aku tetap bersedih karena kehilangan dirinya. Tapi dia sudah bahagia di alamnya. Kembali bekerja adalah hal yang sangat membahagiakan bagiku, Kak Wisnu juga tampak senang. Kami tak lagi harus lontang-lantung tanpa kerjaan. Hari pertama, semua tampak biasa-biasa saja. Namun hari-hari berikutnya, tatapan mata-mata itu seakan menyerangku. Lalu kemudian
Spin Off 24Hatiku bergemuruh, marah luar biasa saat tak sengaja mendengar ucapan-ucapan buruk tentang Syifa yang aku dengar saat makan siang. Apa karena hal ini Syifa enggan makan bersamaku dan memintaku untuk makan di tempat lain. Kadang kala, aku ingin makan di kantin kantor. Selain karena makanannya enak, aku ingin mengenang kebersamaanku dengan Husniah, kebersamaan sebagai adik dan Kakak tentunya. Saat aku bertemu dengannya di kantor ini, aku sudah mengetahui kalau dia adalah adik sepupuku dan aku banyak menghabiskan waktu bersama di kantin ini saat makan siang, untuk memanas-manasi Hanan sekalian.Bagaimana bisa, Syifa tidak mengatakan apapun padaku tentang semua ini, kenapa dia menelan semuanya sendirian. Apa ini yang sebenarnya hendak dikatakan padaku waktu itu. Saat aku kembali ke ruangan, kuabaikan Syifa, bahkan hingga di rumah. Aku emosi padanya, kutinggalkan dia di mobil agar tahu kalau aku sedang kesal padanya. "Kak, aku salah apa?" Syifa bertanya padaku saat kami hend
"Aku minta maaf ya, Kak. Gak bisa datang ke acara pesta kalian," ucap Husniah saat aku dan Syifa kembali berpamitan. "Lihatlah ini, yang di dalam sini sebentar lagi brojol, jadi gak bisa pergi jauh-jauh. Semoga acaranya lancar tanpa hambatan," sambung Husniah, memberi penjelasan sekaligus mendoakan kami. "Tenang saja, yang penting jaga diri dan segera hadirkan keponakan yang lucu untuk kami. Insyaallah aku dan Syifa juga akan segera menyusul. Ya kan, Fa?" Aku meminta dukungan istriku. Wanita itu menganggukkan kepalanya. Kami memang sudah bersepakat untuk tidak mengatakan kejadian yang terjadi di pulau Dewata, termasuk Syifa yang keguguran. Lebih tepatnya Syifa yang tidak ingin bercerita. Setelah berpamitan, kami kembali berkendara berdua saja kembali ke rumah kami setelah beberapa hari menginap di rumah Hanan dan Husniah. "Bagaimana perasaanmu?" Tanyaku pada Syifa yang duduk di sampingku yang sedang mengemudi. "Perasaan apa maksudnya?" Syifa balik bertanya. "Sebentar lagi kita
Setelah melewati perjalanan dengan menggunakan speedboat, kami sampai pada sebuah Resort yang posisinya menyelinap di antara teluk dan tebing-tebing kapur yang indah juga eksotis. Terdapat delapan bungalo yang beratapkan rumbia. Dari dalam bungalo, pengunjung dapat menyaksikan pemandangan hamparan pasir putih dan air laut biru yang memukau mata.Perairan di tempat ini sangat tenang karena letaknya diantara perbukitan, tidak ada ombak. Terdapat beberapa tipe kamar yang bisa dipilih, yaitu kamar darat, kamar gantung, dan kamar laut. Fasilitas yang disediakan diantaranya makanan dan minuman, shuttle bandara, layanan kebersihan harian, dan kamar keluarga. Menurut yang aku baca, di tempat ini tidak ada koneksi internet, listrik juga tidak setiap saat menyala, hanya pukul 18.00 hingga 06.00 saja. Lokasi ini berada di pulau eksklusif di tengah hutan dan jauh dari keramaian pusat kota. Memang sangat cocok untuk liburan berdua bersama pasangan saja. Tidak akan ada yang menganggu sama sekali.
Syifa berjalan di belakangku seperti biasanya jika kami sampai di kantor. Kali ini pun begitu saat kami menjejakkan kaki ke dalam gendung. Jika langkahku panjang, maka dia akan berjalan dengan cepat dengan kakinya yang tak sepanjang diriku. Jika aku berjalan pelan, dia juga akan berjalan perlahan. Tak pernah sekalipun berjalan sejajar denganku apalagi mendahuluiku jika di kantor. Kuhentikan langkahku saat beberapa langkah masuk ke gedung, Syifa pun ikut berhenti. "Kenapa, Pak?" Syifa bertanya."Semua orang sudah tahu kalau kita suami istri, apa tidak sebaiknya kamu tidak memanggilku Pak lagi? Dan mari kita berjalan beriringan.""Mana bisa begitu, Pak. Semua orang akan memperhatikan kita," bisik Syifa sambil menatap ke sekeliling. "Sejak dulu aku menjadi pusat perhatian, usah biasa," balasku sekenanya. Syifa mencebikkan bibirnya, meledekku. "Ayo berjalan beriringan denganku, sekarang kamu istriku." Aku berkata sambil mengulurkan tangan padanya. "Tapi, Kak ...."Kuraih segera tang
Ekstra Part Hanan Husniah (EP H&H)"Mas, pulang jam berapa? Aku pesan nasi Padang. Pakai rendang, pakai sayur nangka, jangan lupa sambel ijo sama daun singkong." Pesan dari Hunsiah masuk ke ponselku.Sejak mulai ngidam, ada saja permintaannya yang membuatku geleng-geleng kepala, dan aku hanya bisa iya-iya saja. "Bentar lagi pulang. Oke." Kubalas singkat pesan dari Hunsiah tersebut. Sebentar lagi memang jam pulang, mungkin karena itu juga Hunsiah bertanya dan request, pesan makanan. Sebelum masuk ke mobil, kusempatkan melihat ponselku terlebih dahulu. Pesan dari Hunsiah masuk beberapa saat yang lalu, sepertinya saat aku turun dari gedung. "Jangan nasi Padang deh, Mas. Soto ayam saja, kayaknya enak tuh kalau menyeruput kuah soto yang panas dan pedas." Dari nasi Padang ke soto ayam, cukup jauh tapi tetap harus dikabulkan. Kujalankan mobil mencari orang yang berjualan soto ayam. Ponsel ku simpan di atas car holder, jika sewaktu-waktu Husniah berubah pesanan aku akan melihatnya dengan
Ekstrak part Hanan Husniah 2Setelah drama hamil dan ngidam, kali ini drama mengurus bayi dimulai. Untung saja drama melahirkannya tidak banyak terjadi. Di temani oleh Ibu yang notabenenya adalah mertua Husniah, istriku melahirkan dengan lancar. Meskipun dia melahirkan bayi kembar, tapi semua berjalan dengan lancar dan tanpa banyak drama. Ibu hanya bisa membantu mengurus bayi-bayi kami selama setengah bulan saja. Selain tidak betah berlama-lama di kota, ada Bapak yang harus ditemani di rumah. Kami menyewa Babysitter untuk membantu merawat bayi-bayi itu. Hunsiah gagal memberikan ASI langsung dari sumbernya, selain karena baru pertama, bayi-bayi itu kadang tak sabar jika berganti dan akhirnya dibantu dengan ASI perah dan menggunakan Dot. Lalu akhirnya mereka berdua bingung pu-ting permanen yang menyebabkan mereka tidak mau menyusu langsung. Bayi-bayi itu bahkan langsung menjerit dengan keras saat disoroti sumber makanan mereka. Meskipun begitu, aku salut pada istriku yang tetap berusa
Rasa khawatir menyergapku saat sampai di rumah dan tak kudegar suara apapun. Tangisan bayi maupun Husniah. Padahal tadi waktu telepon, Hunsiah bilang kalau mereka sedang menangis bertiga. Apa terjadi sesuatu pada mereka? Berbagai pikiran buruk berkecamuk dalam hatiku Bergegas aku masuk ke dalam kamar bayi-bayi tersebut, kupikir mereka ada di sana. Nihil, tak ada mereka di sana. Pikiranku semakin kacau saat melihat kamar itu begitu berantakan. Popok sekali pakai yang ada kotoran bayinya berserakan di lantai, dua botol Asip tumpah di tempat yang sama. Baju-baju bayi juga berserakan di box mereka. Apa yang terjadi sebenarnya. Aku bergegas keluar kamar tersebut dan pergi ke kamar utama. Berharap mereka ada di sana. Saat pintu terbuka, perasaanku sangat lega. Mereka bertiga tertidur di atas ranjang dengan tenang. Si kembar tertidur pulas, mungkin kekenyangan atau kecapean. Atau mungkin dua-duanya. Dua botol berisi sumber utama makanan mereka hanya menyisakan seperempat bagian saja. Te
Pesona Istri Season 3 POV Hanan "Selamat ulang tahun Sayang ucapku sambil memberikan sebuket bunga mawar untuknya." Meskipun di rumah ini ada taman bunga mawar, tapi tetap saja memberi bunga padanya selalu membuatnya bahagia. Namun, dia akan berkata tak suka pada bunga yang sudah dipetik. "Terima kasih, Mas," jawabnya tanpa terlihat sedikit pun senyum di wajahnya. Sudah beberapa hari ini Husniah tampak bersedih hati. Aku tahu penyebabnya tak bahagia beberapa hari ini. Sudah hampir dua bulan tak ada dari anak-anaknya yang datang mengunjungi kami baik Hulya yang belum memiliki anak maupun Atma dan Nata yang sudah sibuk dengan keluarga kecilnya ditambah dengan keberadaan anaknya."Kamu rindu pada anak-anak?" tanyaku.Pertanyaanku hanya dijawab Husniah dengan anggukan, seakan dia enggan berbicara. Aku tahu jika dia mengungkapkan isi hatinya, dia akan menangis begitu saja. Entah kenapa di usianya yang tak lagi muda, Husniah semakin melankolis. Kurasa ini terjadi setelah anak-anak perg
Pesona Istri Season 3 "Sayang, Abang minta maaf," ucapku, sembari mencoba mendekat padanya lagi. Dia marah tapi tak mau didekati, bagaimana bisa aku menenangkannya. Lebih baik dia memukuliku daripada menjauh dengan tampang seperti itu. "Kenapa minta maaf," ketus Queena. "Udah bikin kamu kesal," balasku. "Sini, kita bicarakan dengan tenang. Kamu mau apa?" Wajah itu masih cemberut, tapi tak lagi menjauhiku hingga jarak kami semakin dekat. "Maaf ya." Lagi aku mengatakan permintaan maaf, entah untuk kesalahan yang mana. Yang penting aku minta maaf saja, mungkin dengan seperti ini dia kan lebih baik. Tanpa dikomando, air mata Queena meluncur melewati pipinya yang terlihat berisi, lalu kemudian berlanjut dengan isakan kecil terdengar di telingaku. "Abang minta maaf," ucapku, lagi, entah untuk yang berapa kali. Aku merengkuh tubuh Queena dalam pelukan. Istriku itu tak menolak dan melawan, dia terisak dalam dekapanku. Biarlah, dia puas menangis setelah puas memukuliku. Biar dia mel
Pesona Istri Season 3"Nata, Queena pergi meninggalkan Rafka sejak tadi pagi," ucap Tante Syifa dari ujung telepon, ketika aku mengangkat panggilan dari mertuaku tersebut.Mendengar penuturan Tante Syifa, tentu saja membuatku sedikit terkejut. Tadi pagi memang Queena masih marah saat kutinggal pergi kerja. Kali ini bukan masalah postur tubuhnya yang gemuk namun kami bertengkar lagi karena Queena kembali mencurigaiku memiliki kedekatan dengan Yuanita pada hal dia jelas-jelas tahu kalau wanita itu sudah memiliki tunangan. Meskipun sampai sekarang mereka belum berniat untuk menikah. Entah kenapa beberapa hari ini, tidur kami selalu diwarnai dengan pertengkaran. "Quina pergi ke mana, Ma. Dia tak pamit dan meninggalkan Rafka begitu saja. Lalu gimana sekarang keadaan anak itu apakah dia rewel karena tak ada mamanya?" Bertubi-tubi aku bertanya pada mertuaku. Jika di lihat sekarang sudah mulai sore, artinya istriku itu sudah pergi dari rumah cukup lama. Tapi kenapa Tante Syifa baru mengat
Pesona Istri Season 3 "Nggak gitu juga kali konsepnya Kak Yuan," ucap Queena dengan nada sebal.Sepertinya dia tak suka dengan perkataan yang dilontarkan oleh Yuanita barusan, siapa yang suka dengan perkataan seperti itu. Aku pun tak suka, Queena adalah istriku tak ada yang boleh memilikinya selain diriku. "Aku cuma bercanda mengimbangi perkataan Liam barusan," sahut Yuanita, membela diri.Dua wanita ini nampaknya sulit akur sekarang, Queena yang cemburu pada Yuanita karena dulu kami pernah dekat, dan Yuanita yang cemburu pada Queena karena Liam begitu perhatian pada istriku. Kami berbasa-basi beberapa saat, kurang lebih hanya empat puluh lima menit. Karena kami harus segera pergi ke restoran. William pergi sendiri mengendarai mobilnya, sedangkan aku dan Yuanita akan berkendara di mobil yang sama seperti yang kami katakan tadi. "Aku pergi dulu ya, Sayang," pamitku pada Queena. "Kok Kak Yuanita ikut dengan Abang?" tanya Queena, seperti tak suka. "Liam akan langsung ke kantornya,
Pesona Istri Season 3Aku sudah mulai aktif kembali bekerja di restoran bersama dengan Yuanita. Sampai sekarang aku tak pernah tahu lagi, bagaimana hubungan dia dengan William. Kulihat mereka baik-baik saja namun hingga detik ini sepertinya tak ada kemajuan dalam hubungan mereka entah kapan mereka akan memutuskan untuk menikah. Biarlah itu bukan urusanku, mereka adalah dua orang dewasa yang sudah tahu mana yang baik dan mana yang benar. "Bagaimana keadaan Queena?" Tanya William saat aku hendak pulang. "Alhamdulillah sehat dan baik," jawabku. Sejak kejadian Yuanita melihatnya memeluk Queena dan dia marah-marah tidak jelas itu, William lebih banyak menahan diri. Dia tak lagi ingin dekat dengan Queena. Ditambah lagi aku dan istriku pergi ke luar kota, pindah ke rumah Mama dan Papa dalam beberapa bulan. Kupikir, membuat kedekatan Queena dan William tak lagi seperti dulu. "Mau ke sana, kita tengok Mama dan bayinya." Yuanita datang menghampiri kami dengan sebuah usulan. "Kamu mau?" Wil
Pesona Istri Season 3 Aku terbangun saat terdengar suara azan dari ponselku. Malam tadi kami masih tidur dengan nyenyak, Queena juga tidak membangunkanku. Bayi kami pun tidak di bawa ke sini. Perawat bilang, bayi yang baru lahir tidak langsung lapar dan ingin menyusu dari mamanya saat kutanya apa bayi kami tak kelaparan. Aku segera bangun, membersihkan diri dan sholat subuh, setelah itu membangunkan Queena. "Sayang, mau mandi gak?" Tanyaku sambil mengecup keningnya. "Sudah jam berapa?" Queena bertanya. "Jam lima lewat." Queena terlihat susah payah saat ingin bangun dari posisinya. Tentu saja, pasti dia masih kesakitan di bagian intimnya. "Ayo abang bopong," kataku sembari mengambil posisi hendak mengangkat tubuhnya. Queena menatap padaku. "Iya deh," sahutnya sambil memamerkan barisan giginya. Kenapa tak minta tolong saja dari tadi. Dengan hati-hati, kuangkat tubuhnya dan kubawa ke kamar mandi. "Mau dimandiin?" tanyaku. "Apaan sih Abang, aku bisa mandi sendiri." Dia menolak
Pesona Istri Season 3 POV Nata Wajah lelah namun tampak bahagia itu tersenyum bahagia saat menatapku. Aku baru saja mengazani bayi kami yang ada di ruang bayi. Sedangkan Queena masih berada di ruang bersalin tadi saat aku tinggalkan untuk melihat bayi kami. Queena melahirkan tanpa persiapan, kami sedang asyik jalan-jalan di mall tapi tiba-tiba dia pecah ketuban. Lalu saat di bawa ke rumah sakit ternyata sudah pembukaan 4 dan semua berjalan dengan cepat. "Bukannya anak pertama katanya perlu lama kontraksi untuk pembukaan." Itu yang aku tanyakan pada dokter saat dikatakan Queena sudah siap melahirkan. "Aku udah mulas dari kemarin, Abang. Tapi aku tahan, makanya tadi sengaja aku ajak Abang jalan-jalan biar rasa sakitnya teralihkan." Ah, Queena, ada-ada saja. Kuat juga dia menahan rasa sakit itu. Tapi mungkin aku dan kedua mertuaku akan jauh lebih khawatir jika tahi sejak kemarin dia mulas tapi bayi baru lahir hari ini. Kembali kukecup kening Queena yang sudah berada di atas kursi
Pesona Istri Season 3POV Hulya Pengantin baru, rumah baru. Begitu pulang dari hotel, aku hanya menginap di rumah Papa dan Mama dua malam. Lalu hanya semalam berada di rumah mertuaku, kemudian suamiku langsung membawaku pergi ke rumah yang dia inginkan untuk menjadi tempat tinggal kami. Sejauh ini, keluarga mertuaku semuanya baik dan sayang padaku. Termasuk adik iparku yang merupakan adik Mas Aslam. Mereka hanya dua bersaudara. Pantas saja kalau suamiku itu begitu memanjakan adik perempuannya. Aku hanya bisa menurut saat Mas Aslam mengajakku tinggal berdua saja, dia memilih rumah minimalis modern untuk menjadi tempat tinggal kami. "Aku hanya ingin menghabiskan waktu berdua saja denganmu, di rumah yang tak terlalu luas sehingga aku bisa selalu melihat keberadaanmu setiap saat. Selain itu, agar kamu tak kesepian jika sendiri karena rumah tak terlalu besar." Itu yang dikatakan Mas Asalm saat pertama kali kami menginjakkan kaki di rumah ini. Terhitung sudah satu minggu kami tinggal
Pesona Istri Season 3 Suasana pagi terasa mulai ramai oleh orang-orang yang hendak pergi bekerja. Dengan senyum lebar, aku menanti kedatangan moda transportasi umum yang sangat ingin aku coba, kereta listrik. Aku dan Mas Aslam akan naik kendaraan umum itu berbarengan dengan orang-orang yang berangkat ke kantor. "Senangnya akhirnya kita bisa naik kereta ini bareng," ucapku seraya menatap ke arah lintasan kereta. Menunggu alat transportasi tersebut datang. "Kenapa harus di jam segini sih, lihat ramai sekali. Kita ini baru menikah, harusnya bersantai di hotel menikmati kebersamaan bukannya malah ikutan berdesakan dengan para karyawan," omel Mas Aslam.Sebenarnya dia tak setuju aku melakukan ini saat ini, khawatir masih lelah setelah kemarin kami sibuk di acara pernikahan. "Ini letak serunya, ikutan berdesakan dengan penumpang lainnya. Kalau sepi mana seru, biar tahu bagaimana hidup sulit," jawabku sekenanya. Mas Aslam hanya geleng-geleng kepala mendengar perkataanku. "Memangnya gak