Spin Off 22"Sayang, ayo besok kita jalan-jalan," ajakku malam itu sebelum kami tidur. Sudah seminggu lamanya Syifa keluar dari rumah sakit, dia terlihat sudah sehat."Kemana?""Kemana saja, aku pernah janji akan membawamu pergi jalan-jalan, kan. Melewati tol yang membentang di atas lautan. Banyak tempat bagus di sini, kamu pasti suka. Selama di sini, kamu tidak kemana-mana."Syifa memandangku dengan mata berbinar. Aku yakin dia senang mendengarnya. "Setelah kita puas jalan-jalan di seluruh pulau ini, kita pulang." Aku berkata sambil membelai rambutnya. "Pulang?""Iya, pulang ke kota. Aku sudah bicara dengan Kakek dan beliau setuju kalau kita pulang seperti yang diminta Papa saat kita di rumah sakit dulu," terangku, menjelaskan makna pulang yang barusan kukatakan. "Kakak mau pulang seperti maunya Papa?""Iya, kita bisa berkerja lagi di kantornya. Kali ini jadi sekretarisku seperti dulu. Sekretaris special," ujarku sembari menarik hidungnya. "Sakit," rengeknya manja. Kalau tidak
POV SyifaAku bahagia saat Papa Kak Wisnu mulai mau menerimaku. Bahkan katanya yang menolongku saat ada yang melecehkanku adalah mertuaku itu. Aku memang pingsan saat tangan pria asing itu menghantam wajahku dengan keras. Aku tidak bisa membayangkan apa jadinya jika sampai tidak ada yang menolongku, akan jadi apa diriku saat itu. Mungkin aku akan menghilang dari dunia jika sesuatu buruk terjadi padaku. Di setiap musibah pasti ada hikmah, mungkin itu yang terjadi padaku. Aku terluka, kehilangan, tapi pada akhirnya mendapatkan ganti dengan bisa diterima oleh keluarga Kak Wisnu. Bukan berarti aku menukar nyawa anakku dengan kebahagiaanku, aku tetap bersedih karena kehilangan dirinya. Tapi dia sudah bahagia di alamnya. Kembali bekerja adalah hal yang sangat membahagiakan bagiku, Kak Wisnu juga tampak senang. Kami tak lagi harus lontang-lantung tanpa kerjaan. Hari pertama, semua tampak biasa-biasa saja. Namun hari-hari berikutnya, tatapan mata-mata itu seakan menyerangku. Lalu kemudian
Spin Off 24Hatiku bergemuruh, marah luar biasa saat tak sengaja mendengar ucapan-ucapan buruk tentang Syifa yang aku dengar saat makan siang. Apa karena hal ini Syifa enggan makan bersamaku dan memintaku untuk makan di tempat lain. Kadang kala, aku ingin makan di kantin kantor. Selain karena makanannya enak, aku ingin mengenang kebersamaanku dengan Husniah, kebersamaan sebagai adik dan Kakak tentunya. Saat aku bertemu dengannya di kantor ini, aku sudah mengetahui kalau dia adalah adik sepupuku dan aku banyak menghabiskan waktu bersama di kantin ini saat makan siang, untuk memanas-manasi Hanan sekalian.Bagaimana bisa, Syifa tidak mengatakan apapun padaku tentang semua ini, kenapa dia menelan semuanya sendirian. Apa ini yang sebenarnya hendak dikatakan padaku waktu itu. Saat aku kembali ke ruangan, kuabaikan Syifa, bahkan hingga di rumah. Aku emosi padanya, kutinggalkan dia di mobil agar tahu kalau aku sedang kesal padanya. "Kak, aku salah apa?" Syifa bertanya padaku saat kami hend
"Aku minta maaf ya, Kak. Gak bisa datang ke acara pesta kalian," ucap Husniah saat aku dan Syifa kembali berpamitan. "Lihatlah ini, yang di dalam sini sebentar lagi brojol, jadi gak bisa pergi jauh-jauh. Semoga acaranya lancar tanpa hambatan," sambung Husniah, memberi penjelasan sekaligus mendoakan kami. "Tenang saja, yang penting jaga diri dan segera hadirkan keponakan yang lucu untuk kami. Insyaallah aku dan Syifa juga akan segera menyusul. Ya kan, Fa?" Aku meminta dukungan istriku. Wanita itu menganggukkan kepalanya. Kami memang sudah bersepakat untuk tidak mengatakan kejadian yang terjadi di pulau Dewata, termasuk Syifa yang keguguran. Lebih tepatnya Syifa yang tidak ingin bercerita. Setelah berpamitan, kami kembali berkendara berdua saja kembali ke rumah kami setelah beberapa hari menginap di rumah Hanan dan Husniah. "Bagaimana perasaanmu?" Tanyaku pada Syifa yang duduk di sampingku yang sedang mengemudi. "Perasaan apa maksudnya?" Syifa balik bertanya. "Sebentar lagi kita
Setelah melewati perjalanan dengan menggunakan speedboat, kami sampai pada sebuah Resort yang posisinya menyelinap di antara teluk dan tebing-tebing kapur yang indah juga eksotis. Terdapat delapan bungalo yang beratapkan rumbia. Dari dalam bungalo, pengunjung dapat menyaksikan pemandangan hamparan pasir putih dan air laut biru yang memukau mata.Perairan di tempat ini sangat tenang karena letaknya diantara perbukitan, tidak ada ombak. Terdapat beberapa tipe kamar yang bisa dipilih, yaitu kamar darat, kamar gantung, dan kamar laut. Fasilitas yang disediakan diantaranya makanan dan minuman, shuttle bandara, layanan kebersihan harian, dan kamar keluarga. Menurut yang aku baca, di tempat ini tidak ada koneksi internet, listrik juga tidak setiap saat menyala, hanya pukul 18.00 hingga 06.00 saja. Lokasi ini berada di pulau eksklusif di tengah hutan dan jauh dari keramaian pusat kota. Memang sangat cocok untuk liburan berdua bersama pasangan saja. Tidak akan ada yang menganggu sama sekali.
Syifa berjalan di belakangku seperti biasanya jika kami sampai di kantor. Kali ini pun begitu saat kami menjejakkan kaki ke dalam gendung. Jika langkahku panjang, maka dia akan berjalan dengan cepat dengan kakinya yang tak sepanjang diriku. Jika aku berjalan pelan, dia juga akan berjalan perlahan. Tak pernah sekalipun berjalan sejajar denganku apalagi mendahuluiku jika di kantor. Kuhentikan langkahku saat beberapa langkah masuk ke gedung, Syifa pun ikut berhenti. "Kenapa, Pak?" Syifa bertanya."Semua orang sudah tahu kalau kita suami istri, apa tidak sebaiknya kamu tidak memanggilku Pak lagi? Dan mari kita berjalan beriringan.""Mana bisa begitu, Pak. Semua orang akan memperhatikan kita," bisik Syifa sambil menatap ke sekeliling. "Sejak dulu aku menjadi pusat perhatian, usah biasa," balasku sekenanya. Syifa mencebikkan bibirnya, meledekku. "Ayo berjalan beriringan denganku, sekarang kamu istriku." Aku berkata sambil mengulurkan tangan padanya. "Tapi, Kak ...."Kuraih segera tang
Ekstra Part Hanan Husniah (EP H&H)"Mas, pulang jam berapa? Aku pesan nasi Padang. Pakai rendang, pakai sayur nangka, jangan lupa sambel ijo sama daun singkong." Pesan dari Hunsiah masuk ke ponselku.Sejak mulai ngidam, ada saja permintaannya yang membuatku geleng-geleng kepala, dan aku hanya bisa iya-iya saja. "Bentar lagi pulang. Oke." Kubalas singkat pesan dari Hunsiah tersebut. Sebentar lagi memang jam pulang, mungkin karena itu juga Hunsiah bertanya dan request, pesan makanan. Sebelum masuk ke mobil, kusempatkan melihat ponselku terlebih dahulu. Pesan dari Hunsiah masuk beberapa saat yang lalu, sepertinya saat aku turun dari gedung. "Jangan nasi Padang deh, Mas. Soto ayam saja, kayaknya enak tuh kalau menyeruput kuah soto yang panas dan pedas." Dari nasi Padang ke soto ayam, cukup jauh tapi tetap harus dikabulkan. Kujalankan mobil mencari orang yang berjualan soto ayam. Ponsel ku simpan di atas car holder, jika sewaktu-waktu Husniah berubah pesanan aku akan melihatnya dengan
Ekstrak part Hanan Husniah 2Setelah drama hamil dan ngidam, kali ini drama mengurus bayi dimulai. Untung saja drama melahirkannya tidak banyak terjadi. Di temani oleh Ibu yang notabenenya adalah mertua Husniah, istriku melahirkan dengan lancar. Meskipun dia melahirkan bayi kembar, tapi semua berjalan dengan lancar dan tanpa banyak drama. Ibu hanya bisa membantu mengurus bayi-bayi kami selama setengah bulan saja. Selain tidak betah berlama-lama di kota, ada Bapak yang harus ditemani di rumah. Kami menyewa Babysitter untuk membantu merawat bayi-bayi itu. Hunsiah gagal memberikan ASI langsung dari sumbernya, selain karena baru pertama, bayi-bayi itu kadang tak sabar jika berganti dan akhirnya dibantu dengan ASI perah dan menggunakan Dot. Lalu akhirnya mereka berdua bingung pu-ting permanen yang menyebabkan mereka tidak mau menyusu langsung. Bayi-bayi itu bahkan langsung menjerit dengan keras saat disoroti sumber makanan mereka. Meskipun begitu, aku salut pada istriku yang tetap berusa