Pesona Istri Season 3POV HananKupeluk erat tubuh mungil yang ada di depanku. Husniah tetap mungil di usianya yang sekarang. Bahkan anak-anaknya jauh lebih besar dari dia, apalagi dua putra laki-laki kami. Mungkin itu juga yang membuatnya terlihat awet muda."Apa kita jual saja rumah ini dan pindah ke rumah yang lebih kecil, Mas. Jadi kita tidak akan terlalu kesepian karena tak ada banyak penghuninya. Atau kita balik lagi aja ke rumah kamu yang dulu. Anggap saja kita jadi pengantin baru lagi," ujar Husniah."Apa kita kasih syarat aja buat calon suami Hulya, kalau mau nikah dengannya harus mau tinggal di sini." Sebuah ide terlintas begitu saja di kepalaku. "Mana boleh begitu, Mas. Kalau gak ada yang mau sama Hulya gimana. Biasanya menantu laki-laki tak akan nyaman di rumah mertuanya." Husniah tak setuju dengan ideku barusan. "Siapa bilang, itu buktinya Nata bisa. Kalau cinta, semua akan dilakukan untuk orang yang dicintainya.""Jadi biar Hulya cinta-cintaan dulu?" Aku terdiam sejak
Pesona Istri Season 3POV Nata"Abang ... Abang ... Abang ...!" Kupingku rasanya pengang mendengar Hulya terus memanggilku. Bahkan sekarang saat dia sudah tak ada lagi di dekatku, panggilan itu rasanya terus bergema. Gara-gara aku mengatakan kalau Aslam banyak yang suka, dia terus saja merengek padaku. Tak percaya dan memastikan kalau Aslam tak peduli meskipun banyak wanita yang suka. "Abang aja ada yang suka tetap cintanya sama Kak Queena. Jika Abang begitu pasti orang lain juga bisa," ucap Hulya tadi, saat kami selesai makan. Setelah makan, Hulya mengikutiku hingga ke kamar demi mencari tahu tentang Aslam. Adik bungsku itu, antara menyakinkan dirinya sendiri dan mencari kepastian dariku tentang temanku itu. "Kamu suka dengan Aslam?" tanyaku padanya. "Ya gak tahu, tapi selama ini aku gak bisa dekat dengan pria. Kalian bertiga, tiga lria. Papa Abang Nata dan Abang Atma udah kaya bodyguard yang selalu pasang badan. Mana ada pria yang berani dekat denganku." "Nggak tahu tapi kekeu
Pesona Istri Season 3Pada akhirnya, kami menerima Aslam dengan tangan terbuka. Namun bukan berarti langsung menyetujui hubungan mereka. Papa tetap saja banyak bertanya ini dan itu pada temanku itu. Beberapa kali dia datang untuk lebih memberikan keyakinan pada Papa. Hulya yang juga tertarik dengannya, membuat kedua orang tua kami tidak mempersulit lagi proses perkenalan mereka. Hanya saja jika Hulya dan Aslam bertukar pikiran, ada kami yang menemani. Entahlah, jika Aslam berpikir kami mengeroyoknya. Tapi pria itu tetap tegar dengan pendiri untuk tetap melanjutkan perkenalan dengan Hulya. "Kapan kamu akan membawa orang tuamu ke sini?" tanya Papa siang itu, saat Aslam datang di hari Minggu. Wajar Papa bertanya, sudah satu bulan pria itu mondar-mandir beberapa kali datang ke rumah ini. Setidaknya sudah empat kali. Dulu saat dengan Zitni, kami juga langsung sat set datang dan melamar, lalu menemukan tanggal pernikahan dan langsung menikah. Memperlama dalam hubungan pertunangan, bisa sa
Pesona Istri Season 3POV Nata Kami semua terdiam, mendengar semua perkataan Papa. Baik aku maupun Atma dan Aslam, tak ada yang berani membantah sama sekali. "Siapa yang mengajak pertama kali, siapa yang punya ide?" tanya Papa setelah puas mengeluarkan semua uneg-unegnya. "Saya, Om," jawab Aslam. Gentleman juga dia. Kupikir, Aslam tak akan langsung menjawab seperti itu. "Kami hanya pergi sebentar untuk makan siang, tak lebih dari tiga jam kami keluar. Hanya lama dalam perjalanan, dan menunggu makanan. Saya jamin, putri Om Hanan tak ada yang berkurang sedikit pun," sambung Aslam menerangkan. "Mungkin hatinya yang sedikit berkurang karena makin ingin dekat denganku," gumam Aslam seperti sebuah dengungan. Tapi aku sangat jelas mendengarnya karena jarak kami sangat dekat. "Aku tak menerima alasan apapun. Minggu depan, bawa orang tuamu ke sini," perintah Papa. "Tapi, Om. Bukannya harusnya masih dua minggu lagi. Bukan apa-apa, tapi ....""Minggu depan atau tidak sama sekali," potong
Pesona Istri Season 3POV Atma Akhirnya aku memutuskan untuk pergi ke pesantren. Meskipun hari ini aku sudah ijin tak datang ke pesantren, karena menang tak ada jadwal mengajar, aku juga penasaran ada apa hingga ustadz Husein memintaku segera datang ke tempatku mengabdikan diri itu. Di hari Minggu, aku memang tidak ada kelas. Hanya saja tetap harus datang karena kadang ada ustadz yang tiba-tiba berhalangan mengajar. Atau kadang ada saja hal yang harus di lakukan. Di tempat itu, aku salah satu pendidik yang dipercaya untuk mengawasi anak-anak dan menenangkan mereka. Sering kali aku bisa berbicara dengan santri-santri itu dari hati ke hati. Kebiasaan yang Mama lakukan padaku dan anak-anaknya sepertinya begitu membekas hingga aku bisa melakukannya juga meskipun aku tak belajar ilmu psikologi secara langsung. Tak ada yang aneh begitu mobil aku belokan memasuki area pesantren. Semua tampak biasa, menenangkan dengan sayup terdengar suara guru yang tengah mengajar dari beberapa kelas. Na
Pesona Istri Season 3POV Atma Aku menyempatkan untuk melihat Bani dulu sebelum pulang, dia nampak termenung di tempat kami tadi berbincang, setelah tak aku temukan keberadaannya tadi di kamarnya. Ah, Bani … kenapa kali ini kamu terlihat rapuh sekali? Padahal biasanya kamu tidak begini? Kamu terlihat kuat dengan bersikap semaunya, meski tetap patuh pada perkataan Kyai Bashori. Sayangnya saat ini kebetulan Bapak Kyai sedang pergi umroh, jadi tidak ada yang merangkulnya laksana ayah yang akan menenangkan anak itu. "Bani!" Anak itu menoleh cepat, lalu terlihat mengusap pipinya. Apakah Bani sedang menangis? "Kamu nggak ngaji? Kan yang lain pada setor hapalan," ujarku, lantas dengan santai menempati tempat kosong di sebelahnya. Persis seperti tadi saat kami berbincang. "Malas, Ustadz" jawab Bani tanpa beban. "Wuih, bisa ya jawabannya malas?!" kekehku menatap langit sore yang begitu cerah. Hawa panas masih menyengat dari Sang Raja Siang, teredam oleh sepoi angin yang berhembus. Beb
Pesona Istri Season 3POV Atma Selapas Maghrib, aku baru sampai rumah. Gara-gara berhati sebentar berbicara dengan Ustadz Fatimah, membuat perjalanan sampai ke rumah sedikit terlambat. Bahkan satu menit saja bisa merubah banyak hal. Tadi, setengah perjalanan, azan Maghrib berkumandang sehingga aku memutuskan untuk menepi di sebuah masjid dan solat Maghrib terlebih dahulu. "Abang!" Sapaan Zitni menyambangi pendengaran saat aku membuka pintu kamar. Dengan penuh rasa rindu, langkahku terayun mendekat padanya yang tengah bersandar di kepala ranjang. Tangannya yang tadi memegang ponsel, terangkat menyambut suaminya ini pulang. Aku langsung pergi ke rumah mertua karena tadi Zitni bilang sudah pulang diantar Hulya. "Abang kenapa tinggalin aku di kamar sendirian, sih," rengeknya, bibirnya terlihat mengerucut."Maaf, Sayang, ada hal darurat terjadi di pesantren," ucapku sambil memeluk tubuh yang selayaknya candu bagiku itu. Aroma manis dan menenangkan saat mendekap raganya, menjadi penawar
Pesona Istri Season 3POV Atma Gara-gara kejadian obrolan di rumah Mama dengan Nata waktu itu, Zitni mendadak sensitif, dia pikir aku akan benar-benar berpoligami. Sekarang, aku jadi agak berhati-hati. Sensi membuatnya jadi mudah menangis meski itu hanya masalah kecil. Seperti ketika terlambat pulang ke rumah, aku langsung dicecar dengan berbagai pertanyaan. Sampai-sampai aku bingung mau menjawab yang mana dulu. Lebih salah lagi kalau aku diam saja, Zitni akan merajuk bahkan menangis. Duh, serba salah sekali. Karena itu, aku mengupayakan selalu memberi kabar kalau pulang terlambat ke rumah. Rumah di pagi hari begitu damai. Zitni masih berbaring di kamarnya. Semalam ia mengeluh sakit pada kandungannya. Jadi, aku memintanya untuk beristirahat. Libur kuliah sehari tak masalah. Kamu terus tinggal di rumah orang tua Zitni sejak ada Nata. Aku mulai sibuk dengan urusanku sendiri dan kurang perhatian perkembangan hubungan Hulya dengan Aslam. Pernikahan mereka akan di langsungkan enam bulan