Share

Bab 4

Penulis: Isna Arini
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Uang dari mana? Kamu pikir bayar kuliah pakai daun, hah?! Jangan bikin susah!" Seruku menahan emosi.

Gadis itu semakin menunduk ketakutan mendengar suaraku yang menggelegar. Sejak pindah ke rumah ini, aku bisa meluapkan emosiku padanya. Hal yang tidak bisa aku lakukan saat kami ada di rumah ibu dulu, selama beberapa hari setelah menikah.

"Aku bayar sendiri, Mas. Aku memiliki tabungan pendidikan yang bisa dipakai untuk membayar biaya kuliahku hingga selesai. Bunda dan ayah sudah menyiapkan sebelum mereka meninggal." Husniah berkata dengan suara yang begitu kecil sambil mengusap sudut matanya.

Aku menarik nafas dalam-dalam, ada sedikit rasa bersalah dalam hatiku sudah membentaknya. Harusnya dia ini anak kecil saja, aku akan menjaganya seperti adikku, bukan menjaganya sebagai istriku.

Dengan cepat kuhabiskan makanan yang ada di piring dan berniat segera pergi bekerja. Sepertinya aku akan lebih nyaman tinggal di kantor daripada di rumah.

"Mas, boleh ya," pintanya sambil membuntutiku yang hendak pergi bekerja.

"Besok Minggu kita cari kampus yang cocok denganmu," sahutku dingin.

Biarlah dia melakukan apa yang dia inginkan, aku tidak ingin tahu juga seberapa banyak uang yang dia miliki. Kalau dia sampai tidak sanggup membayar dan harus putus di tengah jalan, aku juga tidak akan peduli.

"Terimakasih, Mas," ucapnya sambil membungkukkan badannya berulang-ulang.

Astaga ... Siapa yang dia ikuti dengan melakukan hal seperti itu.

***

Minggu malam.

Sebelum mencari kampus untuk Husniah, kami browsing terlebih dahulu. Aku sengaja melakukan agar tidak banyak membuang waktu. Mencari di mesin pencari itu beberapa kampus, lihat jurusan dan juga biaya kuliahnya baru survei tempat.

"Mas, aku mau lihat kampus ini, ini dan ini," ucap Husniah sambil menggeser tiga gambar dari smartphonenya padaku. Beberapa website kampus yang sudah di screenshot olehnya.

Setelah menyerahkan ponselnya padaku, gadis itu kembali duduk di sofa yang ada di depanku. Aku memang tidak mengijinkannya duduk di sampingku apalagi di dekatku.

"Mau ambil jurusan apa?" tanyaku tanpa mengalihkan pandangan dari beda pintar milik Husniah.

Aku sibuk menggeser dan membaca nama kampus juga alamatnya.

"Akuntasi, sekertaris, atau apa saja yang berhubungan dengan perkantoran," sahut Husniah.

"Kenapa mau ambil jurusan itu?"

"Biar aku bisa mandiri, bisa bekerja di kota ini dan tidak menyusahkan Mas Hanan lagi. Aku bisa pergi dari sini setelah cukup mandiri dan mengerti keadaan kota ini, aku bisa menghidupi diriku sendiri saat sudah bekerja. Mas Hanan bisa bebas dariku, saat pulang kampung kita bisa pura-pura jadi suami istri agar Ibu tidak khawatir," tuturnya panjang lebar dengan mata berbinar.

Beberapa saat yang lalu aku tertarik melihatnya saat dia mengungkapkan segala keinginannya. Binar itu tak pernah kulihat selama ini, baru malam ini saja aku melihatnya. Mata kami bertemu, dadaku berdebar. Shit! Perasaan apa ini, itu hanya mata bocah ingusan.

Aku segera menguasai diri. "Kamu pikir semudah itu mendapatkan pekerjaan di kota. Setiap tahun banyak lulusan yang jadi pengangguran. Jangan terlalu tinggi berkhayal!" Seruku dengan suara kembali meninggi.

"Setidaknya aku sudah berusaha," cicitnya sambil menunduk kembali.

Aku geram pada diriku sendiri, kenapa mulutku selalu pedas padanya. Apa aku akan dimurkai Tuhan karena menyakiti hati anak yatim piatu. Ah dia bukan anak-anak lagi, bahkan status dia sudah sebagai istri.

***

Perlahan aku menjalankan kendaraan roda empat milikku keluar gerbang. Lalu menunggu Nia naik ke mobil setelah sebelumnya gadis itu mengunci gerbang dari luar.

Hidup di kompleks sangat membantuku, setidaknya tidak ada yang kepo dengan kehidupanku. Bu Mery yang bertanya siapa gadis di rumahku beberapa waktu yang lalu juga bukan orang yang rajin bergosip. Jadi aman-aman saja, tidak akan ada yang peduli dengan hubunganku dengan Nia.

Aku hanya mengatakan pada ketua RT tentang status Nia yang sebenarnya saat aku melaporkan ada warga baru yang tinggal di rumahku.

"Kita coba kampus paling dekat dulu." Aku berkata tanpa beralih padangan dari jalan.

"Iya, terimakasih ya, Mas. Mau anterin cari kampus," ucapnya dengan tulus.

"Hemmm."

Kami sampai di kampus pertama, setelah memarkirkan kendaraan, kami langsung menuju ke pusat informasi. Bertanya tentang banyak hal di sana. Meminta brosur lalu keluar lagi setelah cukup mendapatkan informasi. Sepertinya Husniah tidak tertarik dengan kampus ini.

Kami kembali ke mobil, berkendara menuju kampus ke dua. Di kampus ke dua, kami melakukan hal yang sama. Dan lagi, Husniah terlihat tidak tertarik. Aku menarik nafas dalam-dalam.

"Kalau kampus ketiga ini kamu tidak suka juga, carilah sendiri. Capek aku!" ucapku mengancamnya.

"Maaf ya, Mas."

"Minta maaf saja terus!" Seruku ketus.

Gadis itu diam, dan lagi-lagi mengigit bibir bawahnya. Bocah cupu seperti ini bagaimana mau kuliah di kota besar. Akan seperti apa dia saat di kampus nanti.

Di kampus ke tiga kami melakukan hal yang sama seperti di kampus pertama dan kedua. Sepertinya di tempat ini, Husniah tertarik.

"Anaknya mau mengambil jurusan apa, Pak?" tanya wanita yang sejak tadi memberi penjelasan kepada kami.

Mataku membulat mendengar perkataan wanita itu, dia bilang Husniah anakku dan aku bapaknya.

"Beliau bukan Bapak saya, Mbak. Saya saudara jauhnya," terang Husniah sambil tersenyum.

"Maaf, Pak," ucap wanita itu sambil menatapku tak enak.

"Apa aku setua itu?"

"Bukan bapak yang terlihat tua, tapi Mbak ini terlalu imut," tutur wanita berseragam itu sambi tersenyum.

Apa kubilang, Husniah memang bocil. Bisa-bisanya dikira anakku.

Karena tertarik dengan tempat ini, gadis itu meminta formulir lalu memintaku untuk menunggunya berkeliling kampus dulu. Baru hendak berjalan tiba-tiba ponselku berdering, panggilan dari Lita, wanita idamanku.

"Mas, aku lagi ada di mall. Bisa ke sini gak? Jalan-jalan sambil nonton yuk." Lita berbicara dari ujung telepon.

Aku menatap ke arah Husniah yang begitu antusias untuk melihat calon tempat belajarnya. Ingin menemaninya tapi aku juga lebih ingin pergi menemui Lita.

"Gimana, Mas? Mau gak? Kalau gak mau juga gak apalah, aku mendadak juga ngajakinnya." Lagi, terdengar suara dari Lita karena tidak segera mendengar jawaban dariku.

"Mau, tunggu," jawabku tanpa berpikir lagi.

Lita mematikan sambungan telepon kemudian tak lama setelahnya mengirim lokasi dimana dia berada.

"Nia, kamu pulang sendiri ya. Nanti aku kasih tahu kudu naik apa lewat pesan singkat. Atau kalau enggak kamu naik ojek aja, nanti kukirim alamat lengkap rumah."

Husniah baru beberapa hari tinggal bersamaku dan dia memang tidak tahu alamat rumah yang kami tinggali dengan lengkap.

Tanpa menunggu jawaban dari gadis itu, aku meninggalkannya begitu saja. Memilih menemani pujaan hatiku. Tidak peduli kalau gadis itu kecewa daripada aku mengecewakan hati Lita.

๐Ÿ ๐Ÿ ๐Ÿ

Komen (30)
goodnovel comment avatar
Ai Siti Rahmayati
semangat nia
goodnovel comment avatar
Ninyoman Nyoman
ceritanya bikin penasaran
goodnovel comment avatar
Ayu
hanan kurang ajar kau
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan ย ย ย Bab 5

    Aku menghabiskan waktu bersama Lita hingga malam. Tidak biasanya wanita itu mengajakku jalan seperti ini. Kami menghabiskan waktu bersama untuk makan, nonton dan berbelanja. Aku tidak peduli harus mengeluarkan banyak uang hari ini, lagian Lita tidak pernah juga memintaku jalan bersamanya. Mungkin seperti yang dia katakan, dia akan mulai mencari pasangan dan apa yang dilakukan ini adalah cara untuk memilih pasangannya. Mengetes apakah aku laki-laki yang baik dan loyal atau pelit. Wanita berprinsip seperti Lita pasti tidak suka pria pelit. Langsung akan dicoret dari list calon suaminya. Lita memang banyak yang suka, tapi wanita itu tidak pernah menjalin komitmen dengan siapapun dengan alasan masih punya adik yang ada dalam tanggungannya. Hanya denganku saja dia tampak nyaman karena aku tak pernah mengungkapkan perasaan. Aku sedang menunggu waktu yang tepat. Mungkin sebentar lagi. "Terimakasih untuk hari ini ya, Mas. Maaf ngajak jalannya mendadak. Sampai ketemu besok di kantor," ucapn

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan ย ย ย Bab 6

    Aku terbangun karena mendengar suara tangisan. Malam-malam begini siapa yang menangis, apa Husniah? Kamarku dan kamar tempat dia tidur memang berdampingan dan tanpa pengedap suara. Jika malam hari suasana begitu sepi, pasti akan terdengar suara-suara jika posisinya sedekat ini. Aku bangkit dari tempat tidur, melihat jam analog di ponselku. 3.30 masih terlalu pagi. Kenapa sudah menangis saja. Bergegas aku pergi ke kamar sebelah, untung saja sudah tidak dikunci lagi. Pelan kubuka pintu kamar tersebut. Tampak olehku gadis itu berbaring di atas sajadah. Apa mungkin dia menangis setelah sholat dan berdoa. Tapi kenapa posisinya berbaring seperti itu. "Bunda, ajak aku bersamamu," ucapnya sambil terisak-isak. Pelan kudekati tubuh itu, matanya terpejam. Sepertinya dia ketiduran lalu mengigau. Bibirnya terlihat kering dan pucat. Apa dia sakit?Dengan keraguan kupegang keningnya, benar saja suhu tubuhnya begitu panas menyengat. Pantas saja dia mengigau. Nyusahin aja, pakai sakit segala. Sege

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan ย ย ย Bab 7

    "Kamu siapa?" Tanya Lita pada Husniah karena tidak mendapatkan jawaban dariku. Gadis itu menatap padaku, entah apa maksud dari tatapan itu. "Saya Nia, Mbak. Pembantu di rumah ini," jawab Husniah sambil tersenyum pada Lita. Aku merasa lega mendengar jawaban dari Husniah tersebut, tapi sudut hatiku yang lain seperti merasa tidak enak. Entah bagaimana rasanya aku tidak bisa mengungkapkannya. "Oh, kalau gitu bawa ini ke belakang. Cuci lalu bawa ke sini lagi, ya," perintah Lita pada Husniah."Biar aku saja, Ta," ucapku menawarkan diri."Kamu ini gimana sih Mas, katanya sakit. Punya pembantu kok malah mau kerjain kerjaan sendiri. Duduk dan kita tunggu saja di ruang tamu," ajak Lita sambil menggandeng tanganku setelah buah-buahan yang dibawanya berpindah tangan. Husniah menatapku sekilas, kemudian berlalu menuju dapur. "Dia yang sakit, bukan aku." Kalimat yang hanya aku ucapkan dalam hati saja. Kami menunggu sambil berbincang, aku merasa Lita sekarang tampak lain. Sepertinya wanita in

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan ย ย ย Bab 8

    "Mas Hanan perlu sesuatu? Mas!" Panggilan Husniah menarik kesadaranku. Ah, shit! Aku membayangkan hal yang tidak-tidak. Husniah sudah menutupi seluruh tubuhnya kembali. Memakai kardigan dan jilbab segiempat bertengger di kepalanya seperti biasanya. Gadis itu terlihat canggung dengan keberadaanku, pipinya memerah. Pipinya yang mulai berisi, terlihat chubby dan mengemaskan dibalik jilbab yang membalutnya. Oh Hanan, berhentilah berpikir yang tidak-tidak, aku mengumpat diriku sendiri. "Mas Hanan perlu sesuatu?" tanya Husniah lagi. "Aku mau kopi," jawabku asal. Padahal tadi pagi aku sudah meminum kopi dan ini baru jam sembilan. "Lagi?" tanya Husniah memastikan. Mungkin merasa aneh karena dia tahunya aku hanya minum kopi di pagi hari. "Ya." Aku kembali turun dari tempat itu, berlalu meninggalkannya, seolah tidak terjadi apa-apa. Padahal aku merasa ada yang aneh di dalam dadaku, masa iya aku jatuh cinta pada gadis itu. Tidak! Dia bukan tipeku. Aku suka wanita modis dan cerdas sepert

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan ย ย ย Bab 9

    "Kak, bisa mampir sebentar gak?" Lirih Husniah pada pria yang belum aku ketahui namanya itu. "Tentu saja, dengan senang hati. Aku ingin bertemu dan berkenalan dengan orang tuamu," sahut pemuda tengil itu. Aku sudah membencinya hanya dengan mendengar suaranya. Husniah dan pria itu masuk ke dalam teras di mana aku sedang menunggu keduanya."Permisi, Om. Nama saya Wisnu," ucapnya memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangannya. Aku membiarkan tangannya tetap di udara, tak berniat sama sekali menyambutnya. "Om katamu? Aku bukan om-om," seruku tidak suka "Oh, Om bukan ayahnya Nia?" Om lagi! astaga lagi-lagi aku dikira ayah Husniah. "BUKAN!" "Lalu siapa? Saudara, Kakak, atau emang Om?" Aku terdiam, tak berniat sama sekali menjawab pertanyaan pemuda tengil itu. Aku hanya memandangnya dari ujung kaki hingga kepala. Cara berpakaiannya khas anak muda, celana jeans dan kaos polos yang dibalut jaket kulit. "Saya pembantu di rumah ini, Kak," ucap Husniah menjelaskan siapa dirinya karena

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan ย ย ย Bab 10

    Sejak kejadian malam itu, aku dan Husniah perang dingin. Dia tetap melakukan semuanya seperti biasanya. Namun semakin hari, jadwal kuliahnya terlihat semakin padat. Gadis itu terus saja pulang lebih lambat daripada aku. Lebih sering kulihat dia berjalan kaki, dia tak lagi diantara oleh pemuda itu. Mungkin dia naik angkot yang berhenti di pintu gerbang perumahan ini. Untuk masuk ke dalam komplek perumahan cukup jauh, dan pasti melelahkan. Kenapa dia tidak naik ojek saja. Dia tak pernah lagi terlihat duduk dan mengerjakan tugas kuliahnya di ruang tamu seperti dulu, kadang kala kulihat dia merendam kakinya saat aku sudah beranjak masuk ke kamar. Aku pernah melihatnya secara tak sengaja saat hendak mengambil air minum. Apa dia kelelahan? Tak lagi kudapati dia menyetrika di pagi hari saat libur seperti dulu, entah jam berapa Husniah melakukan pekerjaan itu sekarang. Pokoknya sebisa mungkin dia tidak berpapasan denganku di rumah ini. Rumah ini tidaklah besar, tapi untuk bisa bersua dengan

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan ย ย ย Bab 11

    Kenapa semua jadi kacau begini, kuremas rambutku dengan kencang, ingin rasanya ku cabut sekalian. Kepalaku mendadak pusing. Hal yang aku tunggu selama ini adalah menikahi Lita, tapi sekarang aku tidak berniat lagi melakukannya. Aku sudah punya istri, Husniah. Dia istriku dan aku mencintainya, sekarang. Apa Lita akan terluka jika aku menolaknya, apa ayahnya akan memakiku karena mempermainkan anaknya. Selama ini tidak ada istilah pacaran dalam hubunganku dengan Lita. Tidak ada komitmen, kami hanya sering bersama dan sesekali bermesraan. Aku memiliki sesuatu yang bisa kunikmati dengan tenang di rumah, tapi malah memilih wanita yang tanpa ikatan. Benar-benar pria bod0h. "Ayo, Mas," ajak Lita saat waktu pulang sudah tiba. "Kemana?" tanyaku seperti orang beg0"Pulang bareng lalu mampir ke rumahku," jawabannya menjelaskan."Aku tidak bisa, Lita. Maaf ya, aku harus menjemput Husniah. Dia sedang PKL di sebuah perusahaan yang jauh sekali dari rumah kami," tuturku panjang lebar. "Husniah? N

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan ย ย ย Bab 12

    Aku terus melihat satu persatu foto yang dikirim oleh Husniah padaku. Ada beberapa foto dimana aku sedang bermesraan dengan Lita. Bahkan ada foto di mana bibir kami saling menempel. Bisa-bisanya si pemotret ini dapat momen seperti ini, padahal itu hanya ciuman sekilas. Ini adalah momen yang terjadi sudah sangat lama, saat aku pergi dengan Lita di malam Minggu, kami makan bersama di sebuah restoran yang bernuansa romantis. Memilih sport yang jauh dari kebanyakan pengunjung, bagian lebih remang-remang dengan kesan romantis begitu nyata. Lalu terjadi adegan seperti yang di foto ini. Siapa yang memberikan foto-foto ini pada Husniah. Pasti pria bernama Wisnu itu, siapa lagi yang kenal aku dan juga Nia secara bersamaan, hanya dia. Apa karena foto ini juga sikap Husniah begitu berubah padaku. Dulu saat aku galak padanya, masih ada senyuman yang dia tampakkan padaku. Tapi sekarang, tak pernah tersenyum sama sekali padaku.Bagaimana aku akan menjelaskan semua ini pada Husniah. Makin rumit sa

Bab terbaru

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan ย ย ย End

    Pesona Istri Season 3 POV Hanan "Selamat ulang tahun Sayang ucapku sambil memberikan sebuket bunga mawar untuknya." Meskipun di rumah ini ada taman bunga mawar, tapi tetap saja memberi bunga padanya selalu membuatnya bahagia. Namun, dia akan berkata tak suka pada bunga yang sudah dipetik. "Terima kasih, Mas," jawabnya tanpa terlihat sedikit pun senyum di wajahnya. Sudah beberapa hari ini Husniah tampak bersedih hati. Aku tahu penyebabnya tak bahagia beberapa hari ini. Sudah hampir dua bulan tak ada dari anak-anaknya yang datang mengunjungi kami baik Hulya yang belum memiliki anak maupun Atma dan Nata yang sudah sibuk dengan keluarga kecilnya ditambah dengan keberadaan anaknya."Kamu rindu pada anak-anak?" tanyaku.Pertanyaanku hanya dijawab Husniah dengan anggukan, seakan dia enggan berbicara. Aku tahu jika dia mengungkapkan isi hatinya, dia akan menangis begitu saja. Entah kenapa di usianya yang tak lagi muda, Husniah semakin melankolis. Kurasa ini terjadi setelah anak-anak perg

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan ย ย ย Dua Ratus Tujuh

    Pesona Istri Season 3 "Sayang, Abang minta maaf," ucapku, sembari mencoba mendekat padanya lagi. Dia marah tapi tak mau didekati, bagaimana bisa aku menenangkannya. Lebih baik dia memukuliku daripada menjauh dengan tampang seperti itu. "Kenapa minta maaf," ketus Queena. "Udah bikin kamu kesal," balasku. "Sini, kita bicarakan dengan tenang. Kamu mau apa?" Wajah itu masih cemberut, tapi tak lagi menjauhiku hingga jarak kami semakin dekat. "Maaf ya." Lagi aku mengatakan permintaan maaf, entah untuk kesalahan yang mana. Yang penting aku minta maaf saja, mungkin dengan seperti ini dia kan lebih baik. Tanpa dikomando, air mata Queena meluncur melewati pipinya yang terlihat berisi, lalu kemudian berlanjut dengan isakan kecil terdengar di telingaku. "Abang minta maaf," ucapku, lagi, entah untuk yang berapa kali. Aku merengkuh tubuh Queena dalam pelukan. Istriku itu tak menolak dan melawan, dia terisak dalam dekapanku. Biarlah, dia puas menangis setelah puas memukuliku. Biar dia mel

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan ย ย ย Dua Ratus Enam

    Pesona Istri Season 3"Nata, Queena pergi meninggalkan Rafka sejak tadi pagi," ucap Tante Syifa dari ujung telepon, ketika aku mengangkat panggilan dari mertuaku tersebut.Mendengar penuturan Tante Syifa, tentu saja membuatku sedikit terkejut. Tadi pagi memang Queena masih marah saat kutinggal pergi kerja. Kali ini bukan masalah postur tubuhnya yang gemuk namun kami bertengkar lagi karena Queena kembali mencurigaiku memiliki kedekatan dengan Yuanita pada hal dia jelas-jelas tahu kalau wanita itu sudah memiliki tunangan. Meskipun sampai sekarang mereka belum berniat untuk menikah. Entah kenapa beberapa hari ini, tidur kami selalu diwarnai dengan pertengkaran. "Quina pergi ke mana, Ma. Dia tak pamit dan meninggalkan Rafka begitu saja. Lalu gimana sekarang keadaan anak itu apakah dia rewel karena tak ada mamanya?" Bertubi-tubi aku bertanya pada mertuaku. Jika di lihat sekarang sudah mulai sore, artinya istriku itu sudah pergi dari rumah cukup lama. Tapi kenapa Tante Syifa baru mengat

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan ย ย ย Dua Ratus Lima

    Pesona Istri Season 3 "Nggak gitu juga kali konsepnya Kak Yuan," ucap Queena dengan nada sebal.Sepertinya dia tak suka dengan perkataan yang dilontarkan oleh Yuanita barusan, siapa yang suka dengan perkataan seperti itu. Aku pun tak suka, Queena adalah istriku tak ada yang boleh memilikinya selain diriku. "Aku cuma bercanda mengimbangi perkataan Liam barusan," sahut Yuanita, membela diri.Dua wanita ini nampaknya sulit akur sekarang, Queena yang cemburu pada Yuanita karena dulu kami pernah dekat, dan Yuanita yang cemburu pada Queena karena Liam begitu perhatian pada istriku. Kami berbasa-basi beberapa saat, kurang lebih hanya empat puluh lima menit. Karena kami harus segera pergi ke restoran. William pergi sendiri mengendarai mobilnya, sedangkan aku dan Yuanita akan berkendara di mobil yang sama seperti yang kami katakan tadi. "Aku pergi dulu ya, Sayang," pamitku pada Queena. "Kok Kak Yuanita ikut dengan Abang?" tanya Queena, seperti tak suka. "Liam akan langsung ke kantornya,

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan ย ย ย Dua Ratus Empat

    Pesona Istri Season 3Aku sudah mulai aktif kembali bekerja di restoran bersama dengan Yuanita. Sampai sekarang aku tak pernah tahu lagi, bagaimana hubungan dia dengan William. Kulihat mereka baik-baik saja namun hingga detik ini sepertinya tak ada kemajuan dalam hubungan mereka entah kapan mereka akan memutuskan untuk menikah. Biarlah itu bukan urusanku, mereka adalah dua orang dewasa yang sudah tahu mana yang baik dan mana yang benar. "Bagaimana keadaan Queena?" Tanya William saat aku hendak pulang. "Alhamdulillah sehat dan baik," jawabku. Sejak kejadian Yuanita melihatnya memeluk Queena dan dia marah-marah tidak jelas itu, William lebih banyak menahan diri. Dia tak lagi ingin dekat dengan Queena. Ditambah lagi aku dan istriku pergi ke luar kota, pindah ke rumah Mama dan Papa dalam beberapa bulan. Kupikir, membuat kedekatan Queena dan William tak lagi seperti dulu. "Mau ke sana, kita tengok Mama dan bayinya." Yuanita datang menghampiri kami dengan sebuah usulan. "Kamu mau?" Wil

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan ย ย ย Dua Ratus Tiga

    Pesona Istri Season 3 Aku terbangun saat terdengar suara azan dari ponselku. Malam tadi kami masih tidur dengan nyenyak, Queena juga tidak membangunkanku. Bayi kami pun tidak di bawa ke sini. Perawat bilang, bayi yang baru lahir tidak langsung lapar dan ingin menyusu dari mamanya saat kutanya apa bayi kami tak kelaparan. Aku segera bangun, membersihkan diri dan sholat subuh, setelah itu membangunkan Queena. "Sayang, mau mandi gak?" Tanyaku sambil mengecup keningnya. "Sudah jam berapa?" Queena bertanya. "Jam lima lewat." Queena terlihat susah payah saat ingin bangun dari posisinya. Tentu saja, pasti dia masih kesakitan di bagian intimnya. "Ayo abang bopong," kataku sembari mengambil posisi hendak mengangkat tubuhnya. Queena menatap padaku. "Iya deh," sahutnya sambil memamerkan barisan giginya. Kenapa tak minta tolong saja dari tadi. Dengan hati-hati, kuangkat tubuhnya dan kubawa ke kamar mandi. "Mau dimandiin?" tanyaku. "Apaan sih Abang, aku bisa mandi sendiri." Dia menolak

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan ย ย ย Dua Ratus Dua

    Pesona Istri Season 3 POV Nata Wajah lelah namun tampak bahagia itu tersenyum bahagia saat menatapku. Aku baru saja mengazani bayi kami yang ada di ruang bayi. Sedangkan Queena masih berada di ruang bersalin tadi saat aku tinggalkan untuk melihat bayi kami. Queena melahirkan tanpa persiapan, kami sedang asyik jalan-jalan di mall tapi tiba-tiba dia pecah ketuban. Lalu saat di bawa ke rumah sakit ternyata sudah pembukaan 4 dan semua berjalan dengan cepat. "Bukannya anak pertama katanya perlu lama kontraksi untuk pembukaan." Itu yang aku tanyakan pada dokter saat dikatakan Queena sudah siap melahirkan. "Aku udah mulas dari kemarin, Abang. Tapi aku tahan, makanya tadi sengaja aku ajak Abang jalan-jalan biar rasa sakitnya teralihkan." Ah, Queena, ada-ada saja. Kuat juga dia menahan rasa sakit itu. Tapi mungkin aku dan kedua mertuaku akan jauh lebih khawatir jika tahi sejak kemarin dia mulas tapi bayi baru lahir hari ini. Kembali kukecup kening Queena yang sudah berada di atas kursi

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan ย ย ย Dua Ratus Satu

    Pesona Istri Season 3POV Hulya Pengantin baru, rumah baru. Begitu pulang dari hotel, aku hanya menginap di rumah Papa dan Mama dua malam. Lalu hanya semalam berada di rumah mertuaku, kemudian suamiku langsung membawaku pergi ke rumah yang dia inginkan untuk menjadi tempat tinggal kami. Sejauh ini, keluarga mertuaku semuanya baik dan sayang padaku. Termasuk adik iparku yang merupakan adik Mas Aslam. Mereka hanya dua bersaudara. Pantas saja kalau suamiku itu begitu memanjakan adik perempuannya. Aku hanya bisa menurut saat Mas Aslam mengajakku tinggal berdua saja, dia memilih rumah minimalis modern untuk menjadi tempat tinggal kami. "Aku hanya ingin menghabiskan waktu berdua saja denganmu, di rumah yang tak terlalu luas sehingga aku bisa selalu melihat keberadaanmu setiap saat. Selain itu, agar kamu tak kesepian jika sendiri karena rumah tak terlalu besar." Itu yang dikatakan Mas Asalm saat pertama kali kami menginjakkan kaki di rumah ini. Terhitung sudah satu minggu kami tinggal

  • Pesona Istri Yang Kuabaikan ย ย ย Dua Ratus

    Pesona Istri Season 3 Suasana pagi terasa mulai ramai oleh orang-orang yang hendak pergi bekerja. Dengan senyum lebar, aku menanti kedatangan moda transportasi umum yang sangat ingin aku coba, kereta listrik. Aku dan Mas Aslam akan naik kendaraan umum itu berbarengan dengan orang-orang yang berangkat ke kantor. "Senangnya akhirnya kita bisa naik kereta ini bareng," ucapku seraya menatap ke arah lintasan kereta. Menunggu alat transportasi tersebut datang. "Kenapa harus di jam segini sih, lihat ramai sekali. Kita ini baru menikah, harusnya bersantai di hotel menikmati kebersamaan bukannya malah ikutan berdesakan dengan para karyawan," omel Mas Aslam.Sebenarnya dia tak setuju aku melakukan ini saat ini, khawatir masih lelah setelah kemarin kami sibuk di acara pernikahan. "Ini letak serunya, ikutan berdesakan dengan penumpang lainnya. Kalau sepi mana seru, biar tahu bagaimana hidup sulit," jawabku sekenanya. Mas Aslam hanya geleng-geleng kepala mendengar perkataanku. "Memangnya gak

DMCA.com Protection Status