"Bu Latifa, ada perlu dengan saya, Bu Leni," tutur Fadil. Pria itu masih terus melangkahkan kaki untuk mengikis jarak."Maaf, Pak. Kebetulan Bu latifa belum cerita."Ekor mata Leni melirik tajam pada Latifa. Genggaman tangan Leni pada Latifa sedikit ia tarik-tarik menuntut penjelasan."Jadi, bagaimana Bu Latifa? Apakah kita bisa kita pergi sekarang?" tanya Fadil pada Latifa. Pria itu memberi kode dengan mata elangnya untuk melepaskan tautan tangan antara Latifa dna Leni."Maaf, Mba. Siang ini saya lupa harus menemani pak Fadil dulu. Mbak, tidak mengapa jika makan siang sendiri?""Iya, silahkan, Pak di bawa Bu Latifa-nya."'Hih, Mbak Leni. Emang aku barang apa? Main di suruh bawa saja.'Latifa kemudian mengekor Fadil yang lebih dulu meninggalkan jejak menuju lift.Selama di lift keduanya hanya terdiam, sampai saat pintu lift akan terbuka barulah Fadil mengucap," tunggu di depan, saya ambil mobil dulu."Siang ini Fadil memang ingin pergi hanya berdua saja dengan Latifa sehingga dirinya
" Saya suka, Pak." Latifa lanjut menikmati hidangan Laut di hadapannya."Berarti lain waktu wajib dateng ke sini lagi berdua, ya," tutur Harsa. Ia dengan lugas mengutarakan maksud dan niatannya pada Latifa.'Lah, kenapa gue malah bilang suka segala, sih,' gumam Latifa. Hatinya saat ini sedang gelisah karena merasa sangat bersalah pada Harsa."Ini bagian dari pekerjaan kan, Pak?" Latifa bertanya dengan polosnya pada Fadil yang terang-terangan tengah ingin merebut hatinya.Fadil tersenyum tipis sebelum menjawab pertanyaan Latifa," jika kamu menganggapnya seperti itu aku pun tidak masalah.""Hah? Maksud Pak Fadil gimana, ya?"Latifa di buat bingung sendiri dengan pertanyaan konyolnya.Meski Fadil sadar Latifa menganggap setiap momen bersamanya adalah bagian dari pekerjaan saja. Nyatanya Fadil tidak pernah mau lebih sakit hati mengakui hati Latifa yang belum berpihak padanya.Akhirnya Fadil memilih mengalihkan fokus Latifa," kita kembali ke kantor, yuk. Kamu sudah selesai makannya, kan?"
"Kamu dari mana, Fa? Pukul sekian baru kembali?" tanya Leni. Wanita itu sampai mencondongkan tubuh ke arah Latifa sambil berbicara setengah berbisik padanya.Ketika Latifa hendak menjawab terdengar suara langkah kaki mendekat. Dua wanita sama generasi itu menoleh ke sumber suara.Latifa dan Fadil tadi saat tiba memang sempat sepakat untuk tidak masuk kantor secara bersamaan."Leni, ke ruangan saya sekarang," titah Fadil."Dia, manggil Leni kebetulan ada yang mau dibahas atau sengaja?" tanya Latifa. Iya melihat kekesalan di wajah Leni yang gagal mendapat jawaban dari ku.*Di resto pinggir pantai tadi Viktor sudah berpisah dengan teteh yang datang ke sana bersamanya.Viktor yang hanya tinggal sendiri itu kembali teringat dengan pertemuan singkat antara dirinya dengan Fadil, tadi. Saat menjadi teman satu kelas dulu Viktor melihat Fadil sebagai Pria dingin penuh pesona. Banyak Gadis di sekolah yang mengejar-ngejar Fadil namun, pria itu terlihat tidak menanggapi satu pun dari mereka.
"Ada yang ingin menyingkirkan aku. Ia menaruh racun pada makanan yang akan aku santap namun, sebelum menyentuh makanan itu aku pergi ke toilet terlebih dahulu untuk mencuci tangan," ungkap sang Wanita pada Harsa."Jangan bilang, suamimu mencicipi lebih dulu makanan itu?" tanya Harsa."Sayangnya tebakan, Kamu benar adanya, Mas. Tidak lama setelah mencoba makanan yang seharusnya untuk aku itu, racun bereaksi. Suamiku jatuh pingsan dengan mulut penuh busa."Deg ...Harsa kembali teringat Latifa istrinya. Jika saat itu Latifa tidak mendesak untuk pulang ke rumah orang tuanya entah hal buruk apa yang akan kembali di alami. Mungkin kenyataan dirinya telah di fitnah juga belum pasti akan langsung terbongkar jika Latifa tidak nekat meminta pulang."Boleh aku ikut menjenguk, Suamimu?" tanya Harsa pada sang wanita. Entah mengapa Harsa sangat ingin ikut menjenguk suami sang Wanita yang baru di kenal itu."Tentu boleh. Nanti mengaku saja sebagai salah satu kerabat suamiku agar keluarga memberi
Satu bulan kemudian.Tidak terasa sudah satu bulan lebih Harsa tinggal di kampung halaman tanpa Latifa dan anak anaknya. Tidak sedikit dari tetangga yang menanyakan keberadaan istri Harsa. Bahkan mereka yang senang bergosip menerka hubungan rumah tangga Harsa dan Latifa sudah berakhir."Mas Harsa kapan mba Latifa kembali ke sini?" tanya bu lurah. Ia lewat depan rumah Fadil sepulang dari pasar pagi. Kebetulan Bu lurah sangat senang bergosip seperti emak-emak ratu gosip lainya. Pagi ini bu lurah yang mampir sepulang dari pasar itu sekaligus ingin menanyakan kebenaran ucapan para warga."Doakan saja, ya Buk. Saya lekas bisa membawa Latifa dan anak-anak pulang kembali ke sini," tutur Harsa.Harsa yang belum mendapat kepastian dari sang istri akan ikut kembali ke Bali tinggal di sana bersamanya itu memilih meminta doa saja dari setiap orang yang menanyakan kabar hubungannya dengan Latifa."Tapi kalian betulan belum pisah, kan?" tanya bu lurah penuh selidik.Harsa terkekeh mendengar pertan
"Hanya berdua?" tanya Harsa, penuh selidik. Hati dan pikiran pria itu sejalan ingin menolak ijin Latifa."Tidak boleh, ya, Mas."Latifa menampakan wajah murung. Saat akan meminta ijin pada Harsa tadi ia juga sudah tidak yakin sebab tahu suaminya itu tidak menyukai atasan di tempat dirinya bekerja."Jika hanya berdua tidak. Karena yang ketiga adalah Saiton," ucap Harsa. Meski ingin menolak ijin Latifa ia masih berusaha bijaksana.'Gue, ngajak siapa lagi, dong,' gumam Latifa."Ya sudah, iya, Mas," tutur Latifa. Ia yang tadi sangat antusias ingin datang ke pernikahan Leni itu mendadak lemas ketika ijin keberangkatannya di tolak Harsa suaminya."Mas, bukan bermaksud melarang kamu ini itu. Mas merasa punya hak karena setiap langkah kamu itu jika tidak baik yang menanggung dosa adalah mas," ujar Harsa. Pria itu mencoba memberi penjelasan pada Latifa supaya tidak sampai terjadi salah paham kembali di antara mereka."Iya, Mas. Aku ngerti, Kok. Mangkanya tadi aku ijin dulu, bukannya pergi sec
Latifa sampai di apartemen Neta lebih dulu. Kebetulan jalanan pagi yang di lalui Latifa di minggu pagi ini tidak sepadat jalanan kota tempat Fadil tinggal.Ting ... nong ....Latifa menekan tombol bel unit apartemen Neta.Ceklek ...."Cepet banget, Mbak sudah nyampe? Ayuk masuk," sapa Neta.Gadis itu menarik lengan Latifa antusias untuk masuk ke unit apartemennya."Wahh, apartemen kamu nyaman banget, Ta."Latifa mengikuti langkah Neta menuju ruang tamu yang tersedia di apartemen gadis itu.Apartemen Neta terbilang cukup luas untuk dirinya yang hanya tinggal sendiri. Terdapat dua kamar, dua kamar mandi yang salah satunya berada di kamar utama, dapur, ruang tamu yang merangkap menjadi ruang keluarga."Mbak Neta mau minum apa?" tanya Neta pada Latifa. Ia ingin menjamu Latifa layaknya tamu."Kopi boleh," jawab Latifa."Wahh ... mba Latifa ternyata doyan ngopi juga, ya," ujar Neta. Ia kemudian mengambil kopi siap minum di almari pendingin unit apartememnya."Perlu dihangatkan dulu, mba?" N
Fadil yang menggunakan setelan tuksedo dengan dasi kupu-kupu itu nampak makin tampan dan penuh kharisma."Mbak Ifa, Pak Fadil lihat, deh ganteng banget, ya," ungkap Neta.Tangan gadis itu sampai meremas kuat tangan Latifa yang ia genggam sedari ke luar dari lift tadi saking terkesima dengan penampilan Fadil kali ini."Sudah siap?" tanya Fadil. Pandangan pria itu tidak bisa beralih dari Latifa yang semakin anggun di matanya. Ia memperhatikan Latifa sedari nampak berjalan menghampirinya bersama Neta tadi. "Sudah, Pak," jawab Latifa.Latifa yang di perhatikan Fadil seperti itu jadi salah tingkah sendiri."Mbak duduk di belakang saja, temani aku," rengek Neta.Gadis itu berjalan menuju pintu belakang mobil sembari bergelayut manja di tangan Latifa yang masih di genggamnya itu.Latifa tidak menolak, langkah kakinya bahkan menuruti kemauan gadis itu masuk ke kursi belakang mobil Fadil.Fadil yang menyadari maksud Neta meluncurkan kalimat sindiran,"apakah kalian pikir saya supir, kalian,