“Kau sudah membereskan mereka?” tanya Ageng kepada Selo Ardi yang terlihat begitu santai saat menatapnya. “Itu hanya masalah kecil,” jawab Selo Ardi sambil menyesap kopi hitam yang dihidangkan untuk dirinya. “Apa yang kau takutkan dari masalah tadi malam, hingga kau ingin aku segera bertindak? Masalah perusahaan atau tentang istrimu?” sambung Selo Ardi yang balik melontarkan pertanyaan. “Semua, aku rasa Mike sudah mencoba melakukan cara-cara yang tidak gentle dalam masalah ini. Dan jika masalah ini menjadi panjang, Queen adalah sosok yang paling dirugikan. Dia hanya menantu, segala keburukannya tidak akan berefek terlalu buruk pada perusahaan, dan penerimaan kami terhadap dirinya justru akan membuat reputasi kami semakin baik.” Tatap mata nanar kala Ageng mengingat Queen, ada rasa bersalah karena membuat Queen harus mengalami begitu banyak kerumitan dalam hidupnya. Dari pernikahan sandiwara hanya untuk menuruti permintaan Davianna, tekanan dari Laras yang ingin segera memiliki cucu
Queen melangkah dengan pasti meninggalkan percetakan yang menjadi tempatnya mencari nafkah sejak masih sekolah. Tempat yang menjadi rumah kedua dimana dia bukan hanya mendapatkan penghasilan tetapi juga perhatian bagaikan dari keluarga yang selama ini tidak pernah dia dapatkan. Rekan-rekan kerjanya begitu perhatian dan menyayanginya, hingga membuat Queen tetap bertahan meskipun gajinya tidak seberapa.Queen tidak menyempatkan dirinya untuk berpamitan dengan rekan-rekan kerjanya selama ini. Bukan karena sombong sebab dirinya sekarang sudah memiliki harta yang berlimpah, tetapi Queen hanya tidak ingin jika dirinya harus bersedih saat berpisah dengan orang-orang yang sudah seperti keluarga baginya.Ada sesuatu yang Queen rasa sungguh janggal, karena mobil yang biasanya menjemputnya saat Ageng tidak bisa menjemputnya sudah terparkir di halaman ruko. Bahkan pria yang paruh baya yang ditugaskan menjadi supirnya, sudah bersiap membukakan pintu untuknya.“Terima kasih, Pak!” ucap Queen sambil
Senang dan bahagia? Ternyata tidak. Rania justru merasa takut karena dengan tiba-tiba Queen ingin bertemu dengannya. Setelah hampir dua puluh tahun mereka berpisah, kini Queen dengan sengaja dan terang-terangan menemui dirinya di restaurant miliknya.Dalam hati Rania dipenuhi pertanyaan, apakah kedatangan Queen ada hubungannya dengan Mike yang hampir berkelahi dengan Ageng, atau mungkin Queen ingin mempermalukan dirinya di hadapan para pelanggan dengan membuka aib di masa lalu, di mana Rania dengan tanpa perasaan meninggalkan dua anaknya yang masih kecil-kecil, lalu menikah dengan pengusaha kaya?“Bagaimana, Bu?” tanya salah satu karyawan kepercayaannya yang merasa ada sesuatu hal yang aneh dengan atasannya itu. “Kalau kedatangan orang ini dirasa sangat mengganggu dan bisa menyebabkan keributan, saya akan panggil pihak keamanan untuk membawanya keluar.”“Tidak, tidak,” sahut Rania dengan suara yang tergagap karena gugup dan bingung. “Berikan pelayanan yang terbaik untuknya,” sambung R
Seperti halnya yang dialami oleh Rania, saat ini Queen juga dalam suasana hati yang sedang tidak baik-baik saja. Sejujurnya dia Queen sangat merindukan pelukan hangat sang mama yang sudah lama tidak pernah dia rasakan. Tampaknya dalam pertemuan kali ini ego dan amarah di hati Queen lebih dominan, sehingga membuatnya lebih memilih untuk melampiaskan amarah karena masalah yang telah dibuat oleh Mike.Pak Sutar sebenarnya tidak ingin ikut campur dengan masalah yang sedang dihadapi oleh Queen, tetapi melihat air mata yang bercucuran di pipi istri majikannya membuat Pak Sutar berinisiatif memberikan tisu kepada Queen.“Terima kasih, Pak!” ucap Queen sambil mengambil satu lembar tisu yang diberikan oleh Pak Sutar.“Saya harap apa pun masalah yang sedang Mbak Queen hadapi saat ini bisa segera selesai,” sahut Pak Sutar sambil membagi konsentrasinya dalam mengemudi.Queen hanya mengangguk sambil melemparkan senyum yang bisa ditangkap oleh Pak Sutar dari bayangan cermin spion tengah. Sudah, cuk
“Aku hanya tidak suka kau berbicara seperti ini saat kita sedang bersama,” sambung Ageng mengalihkan pembicaraan.Dari tatap matanya yang sendu cukup memperlihatkan penyesalan mendalam dalam diri Ageng. Ingin rasanya Ageng jujur mengatakan jika dirinya ingin menjalani pernikahan bersama Queen untuk selamanya, bukan hanya sementara seperti perjanjian yang pernah mereka tanda tangani bersama. Namun, tampaknya masih ada gengsi dan harga diri yang coba Ageng pertahankan, dia membutuhkan sebuah alasan yang tepat untuk mempertahankan pernikahan tersebut.Anak, itu adalah solusi terpikirkan di benak Ageng akhir-akhir ini. Dia ingin menghadir anak di dalam pernikahannya dengan Queen. Kehadiran anak di antara Queen dan Ageng tentu akan menjadi kabar yang sangat membahagiakan bagi Laras, selain itu Ageng juga tidak perlu terlalu menjatuhkan harga dirinya di hadapan perempuan yang pernah dia hina dan sepelekan.“Tapi kita tidak bisa mengabaikan keberadaan Davi, meskipun dia tidak berada di sini
Dari informasi yang baru saja dia dengar, membuat gemuruh amarah di dada Surya Wijaya. Pengusaha kaya itu sungguh tidak terima kala mendengar jika Queen telah membuat istrinya menangis di restaurant miliknya sendiri.Semakin membumbung tinggi amarah Surya Wijaya saat melihat sang istri menangis tergugu di atas ranjang mereka. Surya Wijaya mempercepat langkahnya menuju Rania yang saat ini sedang menyeka air mata, berusaha untuk menyembunyikan dari sang suami meskipun sudah sangat terlambat. “Apa yang telah dilakukan anak itu kepadamu?” tanya Surya Wijaya dengan tatap mata penuh luka saat menyaksikan istrinya sedang menangis.Seberapa pun usaha Rania untuk menyembunyikan kehadiran Queen di restaurant miliknya, akan dengan mudah untuk diketahui oleh Surya Wijaya. Pengusaha kaya itu seolah memiliki mata di mana-mana untuk mengawasi istri tercintanya. Cinta pertama yang harus tertunda karena kedua orang tuanya tidak menyetujui hubungan mereka karena perbedaan status sosial, di mana saat i
“Saat ini, aku sudah tidak mempunyai modal lagi untuk menjalankan perusahaan,” ucap Eddy dengan wajah nelangsa di hadapan Miranti. “Aku tahu kamu punya banyak tabungan dan juga asset berharga, jika kamu masih ingin perusahaan yang selama ini menjadi sumber penghasilan kita tetap bisa menghasilkan, aku mohon dengan suka rela kamu memberikannya padauk,” sambung Eddy seperti orang yang sedang mengemis kepada istrinya.Miranti mendengus kasar, terlihat jelas dari raut wajahnya jika dia merasa berat untuk memberikan apa yang diminta oleh suaminya tersebut.“Tidak apa-apa jika kau tidak ingin memberikannya, tapi … aku yakin kau tahu konsekuensinya,” ucap Eddy lirih tetapi terdengar seperti sebuah ancaman. “Kau bisa untuk tetap mempertahankannya, tetapi saat perusahaan hancur, maka kau juga akan hancur. Lambat laun harta yang kau kumpulkan akan habis juga.”“Aku sudah tidak punya apa-apa, semua asset itu adalah milik Rani.” Miranti mencoba mencari alasan agar Eddy tidak meminta harta dan kek
“Sejak awal papa sudah bilang ke kamu, paling tidak kalian punya satu dulu, baru mau nunda untuk memberi adik itu urusan kalian, tapi ini kalian justru sejak awal sudah menunda untuk memiliki momongan, seperti pasangan yang memang tidak ingin memiliki anak,” ujar Arya Suta dengan nada marah dan kecewa di hadapan Ageng, hingga setelah mengakhiri rapat penting dia langsung menyempatkan untuk bicara berdua.Arya Suta yang biasanya hanya diam dan mencoba memahami jalan pikiran anaknya selama ini, akhirnya marah juga saat menjelang satu tahun pernikahan Ageng dan Queen belum juga memberi tanda-tanda akan memberikan cucu kepada mereka.“Seandainya sejak awal kalian tidak menunda untuk memiliki momongan mungkin rumah tangga kalian sudah diramaikan oleh suara tangis bayi. Ya, lebih baik mendengar suara tangis bayi dari pada mendengar suara mamamu yang rewel.”Jika biasanya Ageng akan memberi jawaban sekenanya dan terdengar sebagai guyonan atas keluh kesah kedua orang tuanya yang sudah tidak s